Anda di halaman 1dari 53

Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir

Monday, July 1, 2013


ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran hidup. Adapun Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan

Angka Kematian Bayi(AKB) yaitu 27 per 1000 kelahiran hidup.(Standar WHO).

Menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami

asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi,

sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu

bayi meninggal. Penyebab kematian BBL di indonesia adalah BBLR 29%, Asfiksia 27%, trauma

lahir, Tetanus Neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR, 2008; h.145)

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, mengestimasikan AKB

di Indonesia dalam periode 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2003-2007 sebesar 34 per 1.000

kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu salah satunya

asfiksia sebesar 37% yang merupakan penyebab kedua kematian bayi baru lahir (Depkes.RI,

2008). Sementara target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 32 / 1. 000

KH.
Kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik

dilapangan maupun dirumah sakit rujukan di indonesia. Di Amerika diperkirakan 12.000 bayi

meninggal atau menderita kelainan akibat asfiksia perinatal. Retardasi mental dan kelumpuhan

syaraf sebanyak 20-40% merupakan akibat dari kejadian intrapartum (Wiknjosastro, 2010; h.10)

Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang

dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) yang ke 5 pada tahun 2015

menjadi 102 orang per tahun. Serta Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia

dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada

2015. (www.tugaskuliah.info/2010)

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 di Provinsi Lampung

pada Tahun 2012 Angka Kematian Neonatal 27/ 1000 Kelahiran Hidup (KH), Kematian Bayi

43/1000 KH dan Kematian Balita 30/1000 KH (SDKI 2012). Secara umum Angka Kematian

Anak menunjukkan penurunan yang lambat. Angka Kematian Neonatal mengalami stagnasi 10

tahun terakhir yaitu 20/1.000 kelahiran hidup pada SDKI 2002 menjadi 19/1.000 pada SDKI

2007 dan SDKI 2012. Padahal kematian neonatal merupakan proporsi yang besar dari kematian

bayi (59%) dan balita (47%).

Sejak tahun 2008-2012, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung mencatat 5.018

bayi meninggal. Pada tahun 2012, tercatat 1.120 balita meninggal, atau setiap hari ada tiga balita

yang meninggal di Lampung.


Pada Tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi 787 kasus kematian Perinatal, 110 kasus

kematian neonatal, 159 kasus kematian bayi dan kasus kematian Balita sebanyak 64 kasus.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya bayi adalah kemampuan dan
keterampilan penolong persalinan, sesuai dengan pesan pertama kunci Making Pregnancy Safer

(MPS) yaitu setiap persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Faktor lainnya

karena kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali tanda bahaya dan

terlambat membawa ibu, bayi dan balita sakit ke fasilitas kesehatan

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama

kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan

pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian BBL

karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan

dan keterampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan keterampilan ini digunakan

setiap kali menolong persalinan.


(JNPK-KR, 2008; h.145)

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal

bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan

oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. umumnya akan mengalami

asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu

hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau

sesudah persalinan (Dewi.2010;hal.102).

Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut yaitu

perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan

kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam

bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan

menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan

kematian. Dua hal yang banyak menentukan penurunan kematian perinatal ialah tingkat
kesehatan serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di seluruh negeri.

(Sarwono, 2011;h.59)

Dari hasil survey di BPS Desi Andriani.Amd.Keb, pada bulan Januari- Mei tahun 2013

diperoleh 192 ibu bersalin. Dari prasurvey yang dilakukan pada tanggal 22 Mei 2013 terdapat 28

bayi yang mengalami asfiksia pada bulan Januari-Mei. Oleh karena itu penulis tertarik untuk

melakukan study kasus yang berjudul : Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia

terhadap Bayi Ny. M di BPS Desi Andriani.Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia di BPS Desi Andriani

Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung pada tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan menggunakan

pendekatan manajemen kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani.

Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung pada tahun 2013?


2. Tujuan Khusus
a) Diketahuinya Pengkajian terhadap Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani

Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .


b) Diketahuinya Identifikasi Masalah pada Bayi Baru Lahir dengan melakukan diagnosa di BPS

Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung .


c) Diketahuinya Antisipasi Masalah Potensial yang terjadi pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di

BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.


d) Diketahuinya Kebutuhan Tindakan Segera yang diperlukan pada Bayi Baru Lahir dengan

asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.
e) Diketahuinya Rencana Asuhan Komprehensif pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi

Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .


f) Diketahuinya Pelaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS

Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .


g) Diketahuinya Evaluasi terhadap Asuhan Kebidanan yang telah dilaksanakan kepada Bayi Baru

Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.

D. Ruang Lingkup

1. Sasaran

Sasaran dalam studi kasus kebidanan ini adalah Bayi Baru Lahir dengan asfiksia terhadap bayi

Ny.M

2. Tempat

Study kasus ini dilaksanakan di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar

Lampung.

3. Waktu

Waktu pelaksanaan studi kasus ini pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40 WIB.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

Setelah disusunnya karya tulis ilmiah ini dapat di gunakan sebagai keefektifan proses belajar

dapat ditingkatkan. Serta lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan

mahasiswa dalam hal penanganan kasus asfiksia. Serta kedepan dapat menerapkan dan

mengaplikasikan hasil dari studi yang telah didapat pada lahan kerja. Selain itu diharapkan juga

dapat menjadi sumber ilmu dan bacaan yang dapat memberi informasi terbaru serta menjadi

sumber refrensi yang dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan karya tulis ilmiah

pada semester akhir berikutnya.

2. Bagi Penulis
Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia dan dapat

digunakan sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di bangku kuliah dan dilahan

praktek.

3. Bagi Lahan Praktik

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan keterampilan dalam

memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus Asfiksia dan di BPS dapat lebih

meningkatakan kualitas pelayanan secara komprehensif khususnya dalam menangani bayi baru

lahir dengan asfiksia, sehingga AKB dapat diturunkan.


F. Metodologi Dan Teknik Memperoleh Data
1. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian survey deskriptif.

Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif. Metode ini

digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi

sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data,

klasifikasi, analisis data, membuat kesimpulan dan laporan (Notoatmodjo, 2005;h.138).

2. Teknik Memperoleh Data


a. Data Primer
1) Wawancara
Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan

keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden), atau

bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (Notoatmodjo,2005; h.138)


Wawancara dilakukan dengan cara yaitu Auto anamnesa wawancara yang dilakukan secara

langsung kepada klien mengenai penyakitnya, dan Allo anamnesa dilakukan dengan cara

wawancara kepada keluarga atau orang lain mengenai penyakit klien (Sulistyawati, 2009).
2) Pengkajian Fisik
Pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses keperawatan atau

tahap pengkajian atau pemeriksaan klinis dari system pelayanan terintegrasi,yang prinsipnya

menggunakan cara-cara yang sama dengan pengkajian fisik yaitu inspeksi, palpasi,perkusi dan

auskultasi (Prihardjo,2006;h.2)
b. Data Sekunder
1) Studi Pustaka
Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien yang ada

(Notoatmodjo,2005;h.63).
2) Studi Dokumentasi

Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang ada

dibawah tanggung jawab instansi resmi, misalnya laporan, statistic, catatan-catatan didalam kartu

klinik (Notoatmodjo,2005;h.63).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI MEDIS


I. Teori Bayi Baru Lahir Normal
a. Pengertian bayi baru lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina

tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan

berat badan antara 2500 gram sampai 4000 gram nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan

(Rukiyah, 2010; hal. 2)


Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan

baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari

kehidupan intrauteri kehidupan ekstrauteri.

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37- 42 minggu dan berat

badannya 2500-4000 gram.

b. Ciri- ciri bayi baru lahir normal

1. Lahir aterm antara 37-42 minggu


2. Berat bdan 2500- 4000 gram
3. Panjang badan 48- 52 cm
4. Ligkar dada 30- 38 cm
5. Lingkar kepala 33-35 cm
6. Lingkar lengan 11- 12 cm
7. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
8. Pernafasan 40-60 x /menit
9. Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
10. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
11. Kuku agak panjang dan lemas
12. Nilai APGAR>7
13. Gerak aktif
14. Bayi lahir langsung menangis kuat
15. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut)

sudah terbentuk dengan baik.


16. Reflek sucking(isap dan menelan ) sudah terbentuk dengan baik
17. Reflek moro ( gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik
18. Reflek grasping ( menggenggam) sudah baik
19. Genitalia
a. Pada laki- laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada sokrotum dan penis yang

berlubang
b. Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang , serta adanya

labia minora dan mayora

c. Tahapan Bayi Baru Lahir :


1. Tahap I :

Terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran.Pada tahap ini di gunakan

system scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu

2. Tahap II :

Disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama

terhadap ada nya perubahan perilaku.

3. Tahap III :

Disebut tahap periodik, pengkajian di lakukan 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan

seluruh tubuh.

(Dewi,2010; h.1- 3)

d. Penanganan Bayi Baru Lahir Normal

1. Menilai bayi dengan cepat( dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu dengan

posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan

bayi ditempat yang memungkinkan ).

2. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kotak kulit ibu- bayi

lakukan penyuntikan oksitosin im.

3. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira- kira 3 cm dari pusat bayi, melakukan urutan pada

tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang klem 2 cm dari klem pertama (kearah ibu).

4. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat

diantara dua klem tersebut.

5. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau

selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.
6. Memberikan bayi kepada ibunya dan mengajurkan ibu utuk memeluk bayinya dan memulai

pemberian ASI jika ibu menghendakinya.(sarwono,2010; h.344)

II. Asfiksia Neonatorum

a. Definisi

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan

oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. ( Dewi.2010; h.102)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,

sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk

dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010; h.421)

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia setelah

persalinan. Masalah ini mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah

pada bayi selama atau sesudah persalinan.(JNPK KR 2008; h. 146).

b. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI, 2009)

1. Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau plasenta).
c. Partus lama atau partus macet.
d. Demam selama persalinan.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan post matur.
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsef).
c. Kelainan kongenital.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

3. Faktor Tali Pusat


a. Lilitan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolapsus tali pusat.

c. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)


Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,

sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin.


1) Gangguan Sirkulasi Menuju Janin
a) Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat,

ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu)


b) Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.
2) Faktor Ibu
a) Gangguan his (tetania uteri/hipertonik)
b) Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan solusio

plasenta)
c) Vasokontriksi arterial (hipertensi pada hamil dan gestosis preeklampsia-eklampsia)
d) Gangguan pertukaran nutrisi/O2 (solusio plasenta) (Manuaba, 2010; h.421)

d. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1) Denyut jantung janin
a. DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan
b. Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur
c. Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama yang tidak teratur.
d. Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan

nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.


2) Mekonium dalam air ketuban
Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan

nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka (Manuaba, 2010; h.422)
3) Pernapasan
Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi

bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena

suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut apnue

primer ( drew.2009;h.9)
4) Usia Ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber

daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat

terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa

takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin

belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu

juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan

dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi)

maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko

yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35

tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut

memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio

plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
5) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan paritas paling

aman di tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka

kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang

rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan

faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam

kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).


Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental.

Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai

hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu

mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi

untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir

dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).

http://yulianasept.blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia.html,, tanggal 7 juni 2013 pukul 10.14

6) Lama persalinan
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi

asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti

letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, h.

144)
Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya. Kala 1

selesai apabila pembukaan servik telah lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13 jam,

sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. (sulistyawati, esti,2010; h.65)

e. Tanda dan gejala


1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga memerlukan perbaikan dan

resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang yang muncul pada asfiksiam berat adalah

sebagai berikut:

1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 per menit.


2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit
2) Usaha nafas lambat
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
4) Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
5) Bayi tampak siannosis
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
1) Bayi tampak sianosis
2) Adanya retraksi sela iga
3) Bayi merintih
4) Adanya pernafasan cuping hidung
5) Bayi kurang aktifitas
(Dewi.2010; h.102)

f. Penilaian Asfikaia Pada Bayi Baru Lahir


1. Penilaian Awal
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi harus

segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara petugas

bertanya pada dirinya sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.
1) Apakah bayi lahir cukup bulan ?
2) Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?
3) Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?
4) Apakah tonus otot baik ?

Bila semua jawaban Ya, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi

ini segera dilakukan asuhan pada bayi normal. Bila salah satu atau lebih jawaban Tidak, bayi

memerlukan tindakan resusitasi. Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.


2. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir

PENILAIAN Sebelum bayi lahir :


Apakah kehamilan cukup bulan ?
Sebelum bayi lahir :
Apakah airketuban jernih, tidak bercampur mekonium
(warna kehijauan) ?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan) :
Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/megap-megap ?
Menilai apakah tonus aot baik ?
KEPUTUSAN Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap/tidak
bernapas dan atau tonus otot bayi tidak baik
Air ketuban bercampur mekonium.
TINDAKAN Mulai lakukan resusitasi segera jika :
Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/tidak
bernapas dan tonus otot bayi tidak baik :
Lakukan tindakan resusitasi BBL
Air ketuban bercampur mekonium :
Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya
(JNPK-KR 2008; h.151)

Tabel 1. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh


tiga tanda yang penting, yaitu:
a. Pernafasan
b. Denyut jantung
c. Warna

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai


resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi.

(Saifuddin, 2009, hal: 349)

3. Hal penting dalam penilaian asfiksia


Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang

akan dilakukan dan ahirnya melaksanakan tindakan tersebut. Penilaian selanjutnya adalah dasar
untuk menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien

berlangsung melalui rangkaian tindakan, yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan selanjutnya

tindakan lanjut. Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat-saat anda

melakukan rangsangan taktil anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini

anda akan melakukan langkah berikutnya. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa

bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar

pengambilan kesimpulan untuk tindakan berikutnya, yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan

positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya adalah

menilai denyut jantung bayi. Segera setelah memulai suatu tindakan anda harus menilai

dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya.

Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi lahir, akan

tetapi penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi

berdasarkan pernafasan, denyut jantung, atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan

segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian

APGAR 1 menit. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama pada bayi yang

mengalami depresi berat. Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan

pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian

efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila

nilai apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5 menit sampai 20 menit atau

sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Penilaian pada bayi yang terkait dengan

penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus dilakukan

pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut.

Penilaian berkala setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik.
Penatalaksanaan dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai,

menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)

Tiga point pengkajian klinis


1). Pernapasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi jika perlu.

Kali adanya pola pernapasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, napas tersenggal, atau

mendengur.
Tentukan apakah pernapsannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat

dan tidak teratur), atau tidak ada sama sekali.

2). Denyut jantung

Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut aspeks atau merasakan denyutan

umbilicus.

Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali permenit. Angka ini merupakan titik batas

yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan. Catatan : bayi dengan

frekuensi jantung <60, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung, membutuhkan pendekatan yang

lebih darurat. Awalnya, curah jantung mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri koroner,

sampai pada akhirnya tidak mampu sama sekali, walaupun dilakukan ventilasi.

3). Warna

Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer

(akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi yang

pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi bewarna merah mudah,

biru atau pucat.

Ketiga observasi ini dikenal sebagai komponen skor APGAR. Dua komponen lainnya

adalah tonus dan respons terhadap rangsangan.

(David,dkk.2009; h.30-32)
a. Pemantauan Janin

1. Saat Bayi Sudah Lahir

a) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir


Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaia sekilas untuk kesejahteraan bayi secara

umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan

dan bayi dapat menangis spontan, maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal bahwa dalam

kondisi baik.
b) Menit pertama kelahiran
Pertemuan sarec di swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru

lahir adalah dengan cara sederhana yang disebut dengan SIGTUNA (SIGTUNA score), sesuai

dengan nama terjadinya konsensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat

pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang penting, namun cukup

mewakili indikator kesejahteraan bayi baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau 2

tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA score, yaitu upaya bayi untuk bernafas dan frekuensi

jantung (dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan frekuensi jantung satu menit).

Cara menentukan SIGTUNA score:


1) Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit pertama) dengan kriteria penilaian seperti pada tabel.
2) Jumlahkan score yang didapat.
3) Kesimpulan dari total SIGTUNA score
4 : Asfiksia riangan atau tidak asfiksia.
2-3 : Asfiksia sedang.
1 : Asfiksia berat.
0 : Bayi lahir mati/fresh stillbirth.
2. Menit ke 5 sampai 10
Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan berpatokan pada APGAR

score dari 5 menit hingga 10 menit (Sulistyawati,2010;h.209).

Tabel 2. Skala pengamatan APGAR score


Aspek Skor
pengamatan
bayi baru
lahir
0 1 2

Appeareance Seluruh tubuh Warna kulit Warna kulit


(Warna kulit) bayi berwarna tubuh normal, seluruh tubuh
kebiruan .atau tetapi tangan normal
pucat dan kaki
berwarna
kebiruan

Pulse Denyut Denyut jantung Denyut jantung


(Nadi) jantung tidak <100 kali >100 kali
ada permenit permenit

Grimace Tidak ada Wajah meringis Meringis,


(Respon respon saat distimulasi menarik, batuk
refleks) terhadap atau bersin saat
stimulasi stimulasi

Activity Lemah, tidak Lengan dan Bergerak aktif dan


(Tonus otot) ada gerakan kaki dalam spontan
posisi fleksi
dengan sedikit
gerakan

Respiratory Tidak Menangis Menangis kuat,


(Pernafasan) bernafas, lemah, pernafasan baik
pernafasan terdengar dan teratur
lambat dan seperti merintih
tidak teratur

(Sulistyawati, 2010; h.209)


b. Penatalaksanaan Asfiksia
1) Persiapan resusitasi BBL
a) Persiapan tempat resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi :
1. Gunakan ruang yang hangat dan terang
2. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan

atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau

pintu yang terbuka)


Keterangan:
a. Ruang yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
b. Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi.
c. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak. Nyalakan lampu

menjelang persalinan.
b) Persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga disiapkan alat-alat

resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :


1. Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi.
2. Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.
3. Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.
4. Alat penghisap lender De Lee atau Bola karet.
5. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.
6. Kotak alat resusitasi.
7. Sarung tangan.
8. Jam atau pencatat waktu.
Keterangan:
a. Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan misalnya

handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung.
b. Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang, handuk kecil),

digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit

tengadah.
c. Bagian-bagian balon dan sungkup:
1) Pintu masuk udara dan tempat memasang reservoir O2
2) Pintu masuk O2
3) Pintu keluar O2
4) Susunan katup
5) Reservoir O2
6) Katup pelepas tekanan (pop-of valve)
7) Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak ada)
Keterangan:
a) Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap lender khusus untuk BBL.
b) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting dalam

tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.
c) Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De Lee dalam keadaan steril,

disiapkan dalam kotak alat resusitasi.


c. Cara menyiapkan:
1) Kain ke-1:
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban segera setelah

lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu,

sebelum persalinan akan menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia. Bila tali pusat sangat pendek, bayi dapat

diletakkan didekat perineum ibu sampai tali pusat telah diklem dan dipotong, kemudian jika

perlu lakukan tindakan resusitasi.

2) Kain ke-2:
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Singkirkan kain

ke-1 yang basah sesudah dipakai mengeringkan bayi. Kain ke-2 ini diletakkan diatas tempat

resusitasi, digelar menutupi tempat yang rata.


3) Kain ke-3:
Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan dalam pengaturan posisi

kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm diletakkan di bawah kain ke-2 yang menutupi

tempat resusitasi untuk mengganjal bahu.


4) Alat resusitasi:
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan alat resusitasi tabung atau

balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar memudahkan diambil

sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.


5) Sarung tangan.
6) Jam atau pencatat waktu
d. Persiapan Diri
Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara:
1. Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek, masker, penutup kepala, kaca mata dan

sepatu tertutup)
2. Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.
3. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliseril.
4. Keringkan dengan kain atau tisu bersih.
5. Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.

2) Tahap I: Langkah Awal


Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut meliputi:
a) Jaga bayi tetap hangat
a) Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu
b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat
c) Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat.
d) Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas.

b) Atur posisi bayi


1. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong
2. Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan pengganjal bahu, sehingga kepala sedikit

ekstensi.
c) Isap lendir
Gunakan alat pengisap DeLee dengan cara sebagai berikut:
1. Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung
2. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada waktu memasukan.
3. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut atau lebih dari 3

cm dalam hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau tiba-tiba

berhenti bernafas.
d) Keringkan dan rangsang bayi
1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan
2. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau dengan

menggosok punggung, dada, perut dan tungkai bayi dengan telapak tangan.
e) Atur kembali posisi bayi
1. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya
2. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada, agar bisa memantau

pernafasan bayi.
3. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
f) Lakukan penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap. Bila bayi

bernafas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi tidak bernafas normal atau

megap-megap, mulai lakukan ventilasi bayi.

3) Tahap II: Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam

paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru bayi agar bisa bernafas spontan

dan teratur.

a) Pasang sungkup
Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan hidung.
b) Ventilasi 2 kali
1. Lakukan peniupan / pompa dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung-sungkup / pompaan awal balon-sungkup sangat penting untuk membuka

alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
2. Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang.
Bila tidak mengembang:
a. Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
b. Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.
c. Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.
d. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila dada mengembang, lakukan

tahap berikutnya.

c) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik


1. Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan sungkup

sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai menangis dan

bernafas spontan
2. Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau pemompaan, setelah 30 detik lakukan

penilaian ualng nafas.


Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap:
a. Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah
b. Hitung frekuensi nafas permenit
Jika bernafas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
a. Jangan ventilasi lagi
b. Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan lanjutkan asuhan bayi baru lahir.
c. Pantau setiap 15 menit untuk pernafasan dan kehangatan
d. Katakana pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik.
3. Lanjutkan asuhan pasca resusitasi.
4. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, lanjutkan ventilasi.
d) Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
1. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)
2. Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau

megap-megap:
a. Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca

resusitasi
b. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian

lakukan penilaian ulang nafas tiap 30 detik.


e) Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi
f) Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi

5. Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi


Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan

instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera

intensif serta pencatatan.


a) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
1. Tidak dapat menyusu
2. Kejang
3. Mengantuk atau tidak sadar
4. Nafas cepat (>60 kali permenit)
5. Merintih
6. Retraksi dinding dada bawah
7. Sianosis sentral
b) Pemantauan dan perawatan tali pusat
1. Memantau perdarahan tali pusat
2. Menjelaskan perawatan tali pusat
c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
1. Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit), menyelimuti keduanya
2. Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama
3. Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan kasih sayang
d) Pencegahan hipotermi
1. Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya
2. Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin
3. Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam
4. Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut
5. Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian.
Asuhan pasca lahir (usia 2-24 jam setelah lahir)
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.

Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/

neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut

dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.


e) Pemberian vit-K
Memberikan suntikan vit-K di paha kiri anterolateral 1 mg intramuscular.
f) Pencegahan infeksi
1. Memberikan salep mata antibiotika
2. Memberikan imunisasi Hepatitis-B dipaha kanan 0,5 mL intramuscular, 1 jam setelah pemberian

vit K
3. Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.
g) Pemeriksaan fisik
1. Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi
2. Melihat dan meraba kepala bayi
3. Melihat mata bayi
4. Melihat mulut dan bibir bayi
5. Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung jumlah jari
6. Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan
7. Memastikan adakah lubang anus dan uretra, adakah kelainan
8. Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil
9. Melihat dan meraba tulang punggung bayi.
h) Rencana asuhan 24 jam
1. Pemberian ASI
2. Menilai BAB bayi
3. Menilai BAK
4. Kebutuhan istirahat/tidur
5. Menjaga kebersihan kulit bayi
6. Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)

i) Pencatatan dan pelaporan


j) Asuhan pasca lahir (JNPK-KR, 2008 h.148)

B. TINAJUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN


1. Pengertian
Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu

metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar

menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.


Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai

metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan,

keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang

berfokus terhadap klien.


kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam

buku Varneys Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan

kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik.
Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan

bidan pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian

pemikiran dan tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun

bagi tenaga kesehatan. Proses manajemen kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang

berurutan, dan setiap langkah disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari pengumpulan

data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ke-tujuh langkah tersebut membentuk suau kerangka

lenkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat

diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih detail dan ini bias berubah sesuai dengan

kebutuhan klien. (Saminem, 2010; h. 39)


2. Langkah dalam manajemen kebidanan menurut Varney

a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I)

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua

sumber yag berkaitan dengan kondisi klien.

Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:


Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat

kesehatan , riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio- psiko- sioso-spiritual, serta

pengetahuan klien.
a. Identitas

Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan terhadap orang tua bayi untuk

memperoleh informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi,

jenis kelamin bayi dan anak keberapa.

b. Riwayat Antenatal
1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah

terdapat penyulit pada kehamilan saat bayi masih dalam kandungan.


2) Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini
3) Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang pernah dirasakan oleh orang

tua bayi saat hamil


4) Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui seberapa sering

orang tua bayi pernah memeriksakan diri saat hamil


5) Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua bayi
6) Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi pernah merokok,

mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau jamu selama hamil


c. Riwayat Proses Persalinan
1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah

terdapat penyulit saat terjadinya proses kelahiran bayi.


2) Tempat lahir dikaji untuk mengetahui dimanakah bayi dilahirkan
3) Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang menolong kelahiran bayi
4) Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi dilahirkan
5) Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses persalinan
6) Tanggal lahir dikaji untuk mengetahui kapan bayi di
7) lahirkan dan pukul untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan
8) BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji untuk mengetahui berapakah

panjang badan bayi dan nilai apgar digunakan untuk menilai apakah bayi sudah dalam keadaan

normal atau tidak


9) Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi
10) Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam keadaan cacat atau tidak
11) Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak
12) Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan tindakan resusitasi atau tidak
a. Pola Kebutuhan Sehari-hari

Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

pasien. Nutrisi yang diberikan pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga akan

berbeda, sebab kapsitas lambung BBLR sangat kecil sehingga minum harus sering diberikan tiap

jam. Perhatikan juga apakah selama pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru

atau perut menjadi besar/ kembung (Prawirohardjo,2009)

b. Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan BAB. Pada bayi dengan

berat badan lahir rendah (BBLR) kita mengkaji pola eliminasi, sebab pada bayi BBLR kebutuhan

nutrisi yang diberikan berbeda dengan bayi yang berat badannya normal, oleh sebab itu akan

berpengaruh juga pada frekuensi BAB dan BAK nya setiap harinya.
c. Pola istirahat dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat bayi telah terpenuhi atau tidak.

Bayi yang mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki pola tidur yang lebih banyak

dari bayi normal, sebab nutrisi yang dikonsumsi sangat cukup dan memiliki frekuensi yang

ditetapkan setiap jam, sehingga bayi lebih sering tertidur nyenyak dengan nutrisi yang cukup.
d. Personal hygine dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada diri bayi. Pada bayi dengan

berat badan lahir rendah (BBLR) personal hygine juga perlu dikaji sebab kebersihan pada bayi

sangat diutamakan untuk pencegahan infeksi.


C. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital, meliputi
a. Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).
1) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan cacatan terbaru serat cacatan sebelumnya).

Pemeriksaan fisik

a) Kepala :
bentuk simetris atau tidak, UUB dan UUK datar atau tidak, keadaan rambut bersih atau tidak,

adakah caput succedenum dan cephal hematome.


b) Wajah
terdapat odema atau tidak, kebersihan muka simetris atau tidak dan warna kemerahan atau tidak
c) Mata
simetris atau tidak, adakah pembengkakan pada kelopak mata,konjungtiva merah muda atau

pucat, sklera putih atau tidak, adakah bulu mata atau tidak, adakah kotoran mata atau tidak
d) Hidung
bentuk, lubang hidung, pernafasan cuping hidung, dan pengeluaran
e) Mulut
bentuk bibir, lidah, palatum, reflek rooting
f) Telinga
simetris atau tidak, lubang telinga, adakah cairan atau tidak
g) Leher
bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar tyroid, pembesaran kelenjar getah bening, reflek

menelan, kepala bebas berputar


h) Dada
bentuk dada, pengembangan rongga dada, suara jantung, suara paru-paru

i) Ketiak
kebersihan, pembesaran kelenjar limfe
j) Perut
bentuk simetris atau tidak, adakah bising usus, keadaan tali pusat, kembung,adakah benjolan,

adakah pembesaran hati


k) Punggung
fleksibilitas tulang punggung, tonjolan tulang punggung, lipatan bokong
l) Anus
adakah lubang anus atau tidak
m) Genetalia
adakah labia mayor dan labia minor, adakah klitoris dan orifisium uretra
n) Ekstermitas
pergerakan dan jari-jari tangan dan kaki
o) Neuro
reflek moro, rooting, glabela, gland, plantar, tonik leher, menghisap
p) Eliminasi
BAK dan BAB

a. Interpretasi data dasar (langkah II)

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan

interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian

diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan
diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat dartiakn

sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.

b. Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya (langkah III)

Pada langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan

diagnosis/ masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap- siap

mencegah diagnosis masalah potensial I menjadi kenyataan. Langkah ini penting dituntut untuk

mampu menagntisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan

terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak

terjadi. Langhkah ini bersifat antisipasi yang rasional/ logis.

c. Tindakan segera atau kolaborasi (langkah IV)

Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultassi atau penanganan

segera bersama anggota tim kaesehatn lain dengan kondisi klien. Langkah keempat

mencerminkan keseimangan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya

berlangsung seama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama

wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam

persalinan.

d. Rencana asuhan menyeluruh (langkah V)

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-

langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis

yang telah diidentikasi atau dantispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang

tidak lengkap dapat dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala
hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga

dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup

perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,

dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi,

kultural, atau psikososial.

e. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (langkakh VI)

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluuh dilakua denangn efisien dan aman.

Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau

anggota tim kesehatan lainnya walua bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul

tangung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah

tersebut benar-benar terlaksana)

f. Evaluasi ( langkah VII)

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif

untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang

diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi

evaluasi pemenuhan kebutuhan akan banuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana

diidentifkasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika

memang benar efektif dalam pelaksanaanya. (Soepardan.2009; h.97)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan

yang dimiliki bidan meliputi:

A. Landasan Hukum Kewenangan Bidan


Berdasarkan peraturan menteri kesehatan (permenkes) nomor 1464/menkes/per/x/2010 tentang

izin dan penyelenggaran praktik bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

7. Kewenangan normal:

a. Pelayanan kesehatan ibu

b. Pelayanan kesehatan anak

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah

a. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter

b. Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini

meliputi:

Pelayanan kesehatan ibu

a. Ruang lingkup:
1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3) Pelayanan persalinan normal
4) Pelayanan ibu nifas normal
5) Pelayanan ibu menyusui
6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
b. Kewenangan:
1) Episiotomi
2) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
3) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan
4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

c. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif

d. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum


e. Penyuluhan dan konseling
f. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
g. Pemberian surat keterangan kematian
h. Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pelayanan kesehatan anak


a. Ruang lingkup:
1) Pelayanan bayi baru lahir
2) Pelayanan bayi
3) Pelayanan anak balita
4) Pelayanan anak pra sekolah

b. Kewenangan:

a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi

menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28

hari), dan perawatan tali pusat

b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan rujukan

d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah

e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah

f) Pemberian konseling dan penyuluhan

g) Pemberian surat keterangan kelahiran

h) Pemberian surat keterangan kematian

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan:

a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana

b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut

di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan

tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:

a) Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan

alat kontrasepsi bawah kulit


b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di

bawah supervisi dokter)

c) Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan

d) Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia

sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan

e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah

f) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

g) Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular

Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya

h) Pencegahan penyalah gunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui

informasi dan edukasi

Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan

bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan

terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan

yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.

Selain itu, khusus di daerah (Kecamatan atau Kelurahan/Desa) yang belum ada dokter, bidan

juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar

kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar

kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah

terdapat tenaga dokter (http.www.hukum kewenangan bidan.com)


BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR TERHADAP BAYI Ny.M SEGERA

SETELAH LAHIR DENGAN ASFIKSIA DI BPS DESI ANDRIANI Amd.keb

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

1. PENGKAJIAN
Tanggal : 22 Mei 2013
Jam : 12.40 Wib
: BPS Desi Andriani Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung
: Destiana Anjarsari
: 2010.637

A. DATA SUBJEKTIF
a) Biodata bayi
Nama : By. Ny. M
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal lahir/pukul : 22 Mei 2013/12.40 Wib

b) Biodata orang tua

Istri Suami

Nama : Ny. M Tn. U


Umur : 36 Tahun 40 tahun
Agama : Islam Islam

43
Suku : Jawa Lampung
Pendidikan :SD SMP

Pekerjan : IRT Swasta

amat : Jl.KH.Ahmad Dahlan Jl.KH.Ahmad Dahlan


gg.sanjan Bumi Waras gg.sanjan Bumi Waras
Teluk Betung Utara Teluk Betung Utara
Bandar Lampung Bandar Lampung

1) Riwayat antenatal
G4P2A1 Umur kehamilan 37 minggu 6 hari
Riwayat ANC : 4 kali
Imunisasi TT : Selama hamil ibu mendapatkan imunisasi
TT 2 kali
Keluhan saat hamil : Tidak ada
2) Penyakit selama hamil
Diabetes melitus : Tidak ada
Hepatitis : Tidak ada
Tuberculosis : Tidak ada
HIV/AIDS : Tidak ada
3) Kebiasaan
Minum obat / jamu : Tidak pernah
Merokok : Tidak pernah
4) Komplikasi
Hyperemesis : Tidak pernah
Perdarahan : Tidak pernah
Preeklamsia : Tidak pernah
Eklamsia : Tidak pernah
Infeksi : Tidak pernah

B. DATA OBJEKTIF
Tonus otot : Lemah
Warna kulit : Kebiruan
Usaha bernafas : Megap Megap

C. DATA PENUNJANG
a) Komplikasi janin
IUGR : Tidak Ada
Polihidramnion : Tidak Ada
Oligohidramnion : Tidak Ada
Gameli : Tidak Ada
b) Riwayat intranatal
Lahir tanggal : 22 Mei 2013

:12.40 Wib dengan penilain bayi merintih,warna kulit kebiruan dan tonus otot lemah

: Spontan

Penolong : Bidan

Lama persalinan : 13 jam 20 menit

Kala I : 12 jam 35 menit


Kala II : 45 menit
Kala III : 10 menit
Kala IV : 2 Jam
c) Komplikasi ibu
Hipertensi : Tidak ada
Partus lama : Ya
Penggunaan obat : Tidak ada
Infeksi : Tidak ada
KPD : Tidak ada
Perdarahan : Tiadak ada
d) Komplikasi janin
Premature : Tidak ada
Malposisi : Tidak ada
Gawat janin : Ya
Ketuban campur meconium : Ya
Lilitan tali pusat : Tidak ada

Keadaan bayi baru lahir : Tonus otot lemah, warna kulit kebiruan,
bernafas megap megap

Bayi Ny. M sesuai masa kehamilan post asfiksia normal

A. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan umum
a. Pernafasan : 48 x/menit
b. Suhu : 36,80c
c. Kulit
Warna :Kemerahan
Turgor : Elastis
d. Denyut jantung : 128 x/menit
e. Tonus otot : Positif (+)
f. Gerakan : Aktif
g. Tali pusat : Tidak ada perdarahan tali pusat
h. Ekstremitas : Normal, tidak ada kelainan
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Ubun-ubun besar : Datar
Ubun-ubun kecil : Datar
Rambut : Terdapat sisa-sisa darah dan lendir
Caput succedaneum : Ada
Cephal hematoma : Tidak ada
b. Muka : Simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada oedema
c. Mata
Simetris : Simetris antara kanan dan kiri
Kelopak mata : Tidak oedema
Konjungtiva : Merah muda
Sklera : Putih
d. Hidung : Simetris antara kanan dan kiri
Lubang : Ada kanan & kiri, bersih tidak ada sekret
e. Mulut
Bentuk : Simetris kanan dan kiri
Labioskisis : Tidak ada
Palatoskizis : Tidak ada
f. Telinga
Simetreis : Simetris antara kanan dan kiri
Lubang : Ada lubang telinga kanan dan kiri, bersih
tidak ada serumen
g. Dada
Bentuk : Simetris antara kanan dan kiri
Puting susu : Menonjol, simetris antara kanan dan kiri
Auskultasi : Tidak ada wezing maupun ronchi
h. Abdomen
Tali pusat : Tidak ada perdarahan tali pusat
Bising usus : Ada
Benjolan : Tida ada
i. Punggung
Fleksibiltas tulang punggung : Ada
Tonjolan tulang punggung : Tidak ada
j. Anus : Ada lubang
k. Genetalia
Laki-laki
Lubang penis : Ada, di sentralis
Skrotum : Ada,sebalah kanan dan kiri
l. Tungkai dan kaki
Gerakan : Aktif
Jumlah jari : Lengkap, jari kanan dan kiri 5

3. Antopometri
a. BB : 3700 gram
b. PB : 50cm
c. LK : 35cm
d. LD : 36 cm
e. Lila : 11 cm
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi segera setelah lahir pada

By. Ny. M Dengan Asfiksia Di BPS Desi Andriani Amd.Keb. Ditemukan hasil sebagai berikut:

A.PENGKAJIAN DATA

1. Pada pengkajian dilakukan untuk pengumpulan data dasar tentang keadaan pasien. Pada studi

kasus ini penulis melakukan pengkajian terhadap bayi baru lahir yaitu By.Ny.M Umur 0 Hari

Dengan Asfiksia, dengan hasil sebagai berikut:


1. Umur ibu
a. Menurut Tinjauan Teori
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi)

maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko

yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35

tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut

memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio

plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada kasus asfiksia terhadap By. Ny.M, umur Ny.M adalah 36 tahun

c. Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan toeri dan tinjauan kasus, karena pada tinjauan teori

factor resiko terjadinya asfiksia adalah ibu dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35

tahun, sedangkan umur Ny.M adalah 36 tahun


2. Masa Gestasi
a. Menurut Tinjauan teori
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu kehamilan

postmatur atau lahir sesudah 42 minggu kehamilan dan bayi premature atau lahir sebelum usia

kehamilan 37 minggu (JNPK-KR, 2008, hal: 144)

b. Menurut Tinjauan Kasus


Pada hasil tinjauan kasus usia kehamilan Ny.M pada saat melahirkan adalah 37 minggu 6 hari.
c. Pembahasan
Terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana usia kehamilan ibu masih

dalam batas normal dan bukan merupakan penyebab bayi mengalami asfiksia yaitu 37 minggu 6

hari, kemungkinan asfiksia pada bayi disebabkan oleh factor factor lain.
3. Riwayat Kesehatan
a. Menurut Tinjauan Teori
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, sehingga dapat menyebabkan

asfiksia, yaitu Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC dan HIV (JNPK-KR, 2008, hal: 144).
b. Menurut Tinjauan Kasus
Riwayat kesehatan sekarang, NY.M tidak sedang menderita penyakit menular atau penyakit

keturunan
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, karena pada tinjauan kasus Ny.M

tidak menderita infeksi yang menjadi salah satu factor pemicu terjadinya asfiksia pada bayi,

kemungkinan asfiksia yang terjadi pada bayi diakibatkan oleh ketuban bercampur mekonium dan

sedikit serta partus lama.


4. Pengaruh obat
a. Menurut Tijauan teori
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)
Pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.
b. Menurut tinjauan kasus
Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat obatan atupun jamu selama kehamilan.
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny. M tidak

mengkonsumsi obat obatan yang memicu terjadinya asfiksia.


5. Keadaan ibu
a. Menurut tinjauan teori
Menurut tinjauan teori penyebab asfiksia adalah salah satunya keadaan ibu yang mengalami

preeklamsia dan eklamsia yang memicu terjadinya asfiksia.


b. Menurut tinjauan kasus
Menurut tinjauan kasus pada Ny. M tidak mengalami preeklamsia dan eklamsia.
c. Pembahasan
Antara tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan karena pada Ny.M tidak mengalami

preeklamsia dan eklamsia yang dapat menyebabakan asfiksia.


6. Lama persalinan.
a. Menurut Tinjauan Teori

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi

asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti

letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, hal :

144)

b. Menurut Tinjauan Kasus


Lama persalinan : 13 jam 20 menit pada kala I dan kala II.
c. Pembahasan
Terjadi kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena menurut asuhan persalinan

normal partus lama merupakan salah satu factor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi dan pada

kasus Ny.M terjadi partus lama dimana lama persalinannya yaitu 13 jam 20 menit pada kala I

dan kala II, sehingga terjadi pengurangan pasokan oksigen kejanin. Karenanya timbulah asfiksia

saat bayi lahir.


7. Paritas
a. Menurut Tinjauan Teori
Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitas merupakan faktor resiko yang mempunyai

hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu

mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi

untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir

dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir


b. Menurut Tinjauan Kasus
Ny.M mengatakan ini kehamilan keempat, pernah melahirkan dua kali dan pernah keguguran

satu kali.
c. Pembahasan
Pada tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana pada tinjauan kasus jumlah

paritas ibu bukan merupakan salah satu factor penyebab bahaya kematian janin yaitu tidak lebih

dari 4, kemungkinan asfiksia yang terjadi pada janin disebabkan oleh ketuban bercampur

mekonium dan sedikit serta partus lama.


8. Lilitan Tali Pusat
a. Menurut Tinjauan Teori
Menurut tinjauan teori faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu gangguan aliran pada tali

pusat seperti lilitan tali pusat, simpul tali pusat dan tekanan pada tali pusat (Manuaba, 2010, hal:

421)
b. Menurut Tinjauan Kasus
By.Ny M tidak terdapat lilitan tali pusat.
c. Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus terjadi kesenjangan, dimana By.Ny.M tidak mengalami

lilitan tali pusat, kemungkinan bayi asfiksia diakibatkan karena ketuban bercampur mekonium

dan sedikit serta partus lama


9. Ketuban
a. Menurut TinjauanTeori
Menurut tinjauan teori salah satu faktor penyebab asfiksia adalah air ketuban bercampur

mekonium(warna kehijauan) (JNPK KR, 2008).


b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada Ny.M air ketuban bercampur mekonium dan sedikit
c. pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terjadi kesenjangan karena air ketuban ibu

bercampur mekonium dan sedikit yang merupakan factor penyebab bayi mengalami asfiksia.

B. Identifikasi Masalah, Diagnosa danKebutuhan


1. Diagnosa kebidanan
a) Menurut Tinjauan Teori Pada langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosis atau masalah

berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut
kemudian dinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik

rumusan diagnosis maupun masalah keduanya harus ditangani. (soepardan; h. 99).


Data subjektif : informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi,

jenis kelamin bayi dan anak keberapa.


Data objektif : keadaan yang lebih pasti dilihat dari pasien yang dikaji.
b) Menurut Tinjauan Kasus.
Pada kasus By.Ny.M didapatkan diagnose kebidanan Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Sesuai

Masa Kehamilan Segera Setelah Lahir Dengan Asfiksia.


Data subjektif : bayi lahir pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40wib, usia kehamilan 37 minggu

6 hari,
Data objektif : warna kulit kebiruan, tonus otot lemah dan usaha bernafas megap-megap.
c) Pembahasan

Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada tinjauan

kasus diagnose didapatkan dari data subjektif dan data objektif sesuai dengan teori yang

disampaikan oleh (JNPK KR, 2008)., dimana untuk menegakkan diagnose didapatkan

berdasarkan hasil pengkajian, baik data subjektif ataupun objektif.

2. Masalah
a. Menurut Tinjauan Teori
Pada teori, terdapat masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bayi baru lahir yang

mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
( Dewi.2010; h.102)
b. Menurut Tinjauan Kasus
Pada kasus dikatakan masalah pada bayi yaitu bayi bernafas yaitu megap-megap.
c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena pada kasus salah

satu masalah yang ada pada bayi adalah bernafas megap-megap, sama seperti yang ada pada

teori yang disampaikan oleh (Dewi.2010;h.102) yaitu terdapat masalah pada bayi baru lahir

dengan asfiksia adalah pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak

adekuat.
3. Kebutuhan
a. Menurut Tinjauan Teori
Menurut teori pada kasus asfiksia dilakukan tindakan resusitasi yang dimulai dengan langkah

awal resusitasi yaitu JAIKAP (JNPK-KR, 2008)


b. Menurut Tinjauan Kasus
Dalam kasus asfiksia pada bayi baru lahir terhadap By.Ny.M diperlukan tindakan resusitasi yaitu

JAIKAP.
c. Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak ditemukan kesenjangan, karena kebutuhan

yang diperlukan oleh bayi sesuai dengan teori pada yang ada pada asuhan persalinan normal,

yaitu JAIKAP.

C. Antisipasi Masalah Potensial


a) Menurut Tinjauan Teori
Pada langkah ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang

sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan

pencegahan (Soepardan, 2009; hal. 99)


b) Menurut Tinjauan Kasus
Pada By.Ny.M dengan asfiksia yang mungkin terjadi jika tidak tertangani adalah henti nafas.
c) Pembahasan
Dari tinjauan teori dan tinjauan kasus tersebut tidak didapatkan kesenjangan, dimana pada

kasusnya Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan

paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak

mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet.

Kejadian ini disebut apnue primer ( drew.2009;h.9)

D. Tindakan Segera
a. Menurut Tinjauan Teori

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan

interpretasi yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian

diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan
diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan

sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.

b. Menurut Tinjauan Kasus


Pada kasus tersebut ditemukan indikasi untuk melakukan tindakan segera berupa tindakan

resusitasi dengan alasan terdapat potensi terjadinya apnea jika asfiksia pada bayi tidak tertangani

dengan baik
c. Pembahasan
Jadi tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena pada kasusnya

tindakan segera berupa tindakan resusitasi dilakukan untuk mengantisipasi masalah potensial

yang mungkin terjadi pada bayi berupa henti nafas.

E. Rencana Asuhan

a. Menurut tinjauan teori

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-

langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis

yang telah diidentikasi atau antispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang

tidak lengkap dapat dilengkapi rencana asuhan yang menyuluruh tidak hanya meliputi segala

hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga

dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup

perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,

dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi,

kultural, atau psikososial.

1. Langkah awal resusitasi


a) Jaga bayi tetap hangat
b) Atur posisi bayi
c) Isap lendir
d) Keringkan bayi dan rangsang bayi
e) Atur posisi bayi kembali
f) Lakukan penilaian bayi
2. Lakukan tindakan pasca resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan

instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera

intensif serta pencatatan.


a) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
b) Pemantauan dan perawatan tali pusat
c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
d) Pencegahan hipotermi
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.

Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/

neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut

dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.


e) Pemberian vit-K
f) Pencegahan infeksi
g) Pemeriksaan fisik
h) Pencatatan dan pelaporan
i) Asuhan pasca lahir
j) Pemberian ASI
k) Menilai BAB bayi
l) Menilai BAK
m) Kebutuhan istirahat/tidur
n) Menjaga kebersihan kulit bayi
o) Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)
b. Menurut tinauan kasus.
1) Lakukan langkah awal resusitasi
a) Jaga kehangtan bayi
b) Atur posisi bayi
c) Isap lendir
d) Keringkan bayi dan rangsang bayi
e) Atur pposisi bayi kembali
f) Lakukan penilaian bayi
2) Lakukan tindakan pasca resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan

instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera

intensif serta pencatatan.


a. Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
b. Pemantauan dan perawatan tali pusat
c. Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
d. Pencegahan hipotermi
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut.

Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan rumah(kunjungan BBL/

neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut

dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.


e. Pemberian vit-K
f. Pencegahan infeksi
g. Pemeriksaan fisik
h. Pencatatan dan pelaporan
i. Asuhan pasca lahir
j. Pemberian ASI
k. Menilai BAB bayi
l. Menilai BAK
m. Kebutuhan istirahat/tidur
n. Menjaga kebersihan kulit bayi
o. Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan yulianti.2010;h.66)
c. Pembahasan
Jadi pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan, karena sesuai dengan teori

asuhan persalinan normal, rencana yang diberikan dimulai dari langkah awal resusitasi dan

asuhan pasca resusitasi.

F. Pelaksanaan
1. Tinjauan Teori

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluruh dilakukan dengan efisien dan aman.

Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau

anggota tim kesehatan lainnya walau bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul

tangung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah

tersebut benar-benar terlaksana).

2. Menurut Tinjauan Kasus


a) Menjaga bayi tetap hangat dengan segera meletakkan bayi diatas perut ibu, lalu menyelimuti

dengan kain untuk mencegah terjadi hipotermi sampai menutupi kepala. Lalu melakukan

pemotongan tali pusat dengan klem pertama yang berjarak 3 cm dari pusat dan klem kedua
berjarak 2 cm dari klem pertama, kemudian memotong dengan gunting tali pusat dan segera

mengikat dengan benang tali pusat. lalu segera meletakkan bayi ke meja resusitasi.
b) Membaringkan bayi terlentang dengan kepala dekat dengan penolong, lalu mengganjal bahu

dengan kain yang dilipat setebal 2-3 cm, lalu memposisikan kepala bayi sedikit ekstensi, agar

jalan nafas terbuka.


c) Dengan menggunakan pengisap lendir Slem seher, melakukan pengisapan lendir yang dimulai

dari bagian mulut sedalam 5 cm dan dilanjutkan dengan bagian hidung sedalam 3 cm, lalu

menghisap lendir sambil menarik slem seher kearah luar.


d) Mengeringkan bayi mulai dari bagian muka, kepala lalu bagian tubuh yang lainnya dengan

sedikit tekanan, sambil melakukan rangsangan taktil dengan menggosok bagian punggung bayi

dan menyentil telapak kaki bayi.


e) Mengganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang telah disiapkan kemudian

menyelimuti bayi dengan kain tersebut dengan menutupi bagian kepala dan membuka bagian

dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat dilanjutkan. Lalu mengatur kembali posisi bayi

dengan sedikit ekstensi, agar jalan nafas bayi tetap terbuka.


f) Menilai bayi dengan melihat apakah telah bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas.
g) Menilai adanya tanda-tanda bahaya pada bayi, seperti warna kulit kebiruan, bayi lemah, adanya

retraksi dinding dada, nafas <40 kali permenit atau >60 kali permenit, nadi <120 kali permenit

atau >160 kali permenit, bayi kuning.


h) Melihat apakah terjadi perdarahan pada tali pusat atau tidak dan merawatan tali pusat dengan

yang baik, yaitu dengan selalu menjaga agar tali pusat tetap bersih, kering dan tidak lembab serta

tidak membubuhi apapun pada tali pusat.


i) Melakukan pencegahan hipotermi, dengan meletakkan bayi pada suhu >250C, tidak

memandikkan bayi <6-24 jam setelah lahir, memakaikan bedong dengan menutupi seluruh tubuh

bayi sampai bagian kepala


j) Menyuntikan Vit-K1 dengan dosis 1 mg, di 1/3 paha kiri bagian luar bayi secara IM, untuk

mencegah terjadinya perdarahan intrakranial.


k) Memberikan salep mata gentamycin pada kedua mata bayi, dari arah dalam keluar untuk

mencegah terjadinya infeksi pada mata bayi.


l) Melakukan pemeriksaan antropometri, dengan mengukur BB, TB, LL, LK, LD dan pemeriksaan

fisik secara head to toe.


m) Melakukan pemantauan kondisi bayi setelah 2 jam pasca tindakan resusitasi, untuk melihat

apakah kondisi bayi telah membaik atau tidak.


n) Melakukan pemantauan kondisi bayi 24 jam/ 1 hari pasca tindakan resusitasi, untuk melihat

kondisi bayi dan untuk melihat kebiasaan bayi.

3. Pembahasan
Jadi terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, dimana pada asuhan

persalinan normal dikatakan pelaksanaan resusitasi setelah JAIKAP namun pada

penatalaksanaan kasus tidak dilakukan VTP karena penatalaksanaan yang dilakukan telah

berhasil hanya dengan langkah awal resusitasi yaitu JAIKAP, sehingga dilanjutkan dengan

asuhan pasca resusitasi pada bayi.

G. Evaluasi
1. Menurut Tinjauan Teori

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif

untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang

diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi

evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana

diidentifkasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika

memang benar efektif dalam pelaksanaanya.

2. Menurut Tinjauan Kasus


a. Bayi telah diselimuti dengan kain dan tali pusat telah dipotong
b. Kepala bayi telah diatur dalam posisi sedikit ekstensi dan jalan nafas telah terbuka
c. Pengisapan lendir telah dilakukan dengan slem seher dimulai dari mulut dan dilanjutkan pada

hidung.
d. Bayi telah dikeringkan dari sisa-sisa darah dan lendir serta bayi telah dirangsang taktil.
e. Kepala bayi telah diatur kembali dalam posisi sedikit ekstensi.
f. Bayi telah bernafas normal, Bayi dalam kondisi baik, warna kulit kemerahan, tonus otot baik,

tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada perdarahan talipusat


g. Pencegahan hipotermi telah dilakukan.
h. Penyuntukan Vit- K1 telah dilakukan.
i. Pencegahan infeksi telah dilakukan.
j. Hasil pemeriksaan:
BB: 3700 gram
TB: 50 cm
LD: 36 cm
LK: 35 cm
LL: 11 cm
Kepala berbentuk simetris, UUB datar, UUK datar, rambut terdapat sisa-sisa darah dan lendir,

tidak ada caput succedenum dan cephal hematome


Wajah simetris, dan tidak ada oedema
Kelopak mata tidak oedema, konjungtiva merah muda, sklera putih
Hidung bentuk simetris, terdapat lubang hidung, tidak terdapat pernafasan cuping hidung

ataupun pengeluaran.
Bentuk bibir simetris, tidak ada labioskizis dan palatosizis
Telinga simetris dan terdapat lubang telinga
Dada simetris, terdapat pengembangan rongga dada, bunyi jantung lup-dup dan bunyi paru-paru

normal, tidak ada mengi


Perut simetris, terdapat bising usus, tidak ada perdarahan tali pusat, tidak terdapat benjolan
Terdapat fleksibilitas tulang punggung serta tidak ada tonjolan tulang punggung
Terdapat lubang anus
Genetalia terdapat penis, ada lubang uretra, skrotum lengkap.
Pergerakan kaki dan tangan lemah, jari-jari tangan dan kaki lengkap.
k. Pemantauan kondisi bayi telah dilakukan:
Keadaan umum bayi baik
RR: 48 kali permenit
N : 128 kali permenit
T : 36,80 C
Terdapat reflek menghisap
3. Pembahasan
Pada evaluasi kasus asfiksia pada By.Ny.M tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan

tinjauan kasus, karena pada teori yang disampaikan oleh nurhayati langkah evaluasi dilakukan
untuk mengevaluasi keefektifan dari asuhan dan pada kasusnya evaluasi dilakukan dengan hasil

yang baik.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir yaitu By.Ny.M Umur 0 Hari

dengan Asfiksia di BPS Desi Andriani.Amd, Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung Tahun

2013. Maka penulis dapat menyimpulkan kasus tersebut sebagai berikut:


1. Didapatkan hasil dari pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu bayi baru lahir secara pervaginam,

lahir pada tanggal 22 mei 2013, pukul 12:40 wib, warna kulit kebiruan, tonus otot lemah, usaha

bernafas megap-megap.
2. Didapatkan diagnosa dari hasil pengkajian terhadap By.Ny.M yaitu Bayi baru lahir cukup bulan

sesuai masa kehamilan segera setelah lahir, dengan asfiksia, masalah yang muncul pada kasus

ini yaitu bayi baru lahir pervaginam dengan warna kulit kebiruan, tonus otot lemah, dan

usaha bernafas megap-megap serta kebutuhan yaitu langkah awal resusitasi


3. Didapatkan diagnosa potensial yang mungkin terjadi apabila masalah pada By.Ny.M tidak

teratasi berupa henti nafas


4. Telah dilaksanakan antisipasi sebagaimana dijelaskan dalam teori yaitu langkah awal resusitasi

berupa JAIKAP untuk mencegah terjadinya diagnosa potensial yaitu terjadinya henti nafas.
5. Didapatkan rencana asuhan kebidanan yang diberikan pada By.Ny.M dengan asfiksia yaitu

tindakan langkah awal resusitasi, dan asuhan pasca resusitasi.


6. Tindakan asuhan kebidanan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat yaitu

dengan tindakan resusitasi, namun hanya sampai pada langkah awal resusitasi yaitu JAIKAP dan

dilanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi.


7. Hasil evaluasi terhadap By.Ny.M yaitu bayi telah menangis kuat, warna kulit kemerahan serta

tonus otot sudah baik.


B. SARAN

1. Bagi insrtitusi pendidikan


Diharapkan dengan disusunnya karya tulis ilmiah ini keefektifan proses belajar dapat

ditingkatkan. Serta lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan mahasiswa

dalam hal penanganan kasus asfiksia. Serta kedepan dapat menerapkan dan mengaplikasikan

hasil dari studi yang telah didapat pada lahan kerja. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi

sumber ilmu dan bacaan yang dapat memberi informasi terbaru serta menjadi sumber refrensi

yang dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan karya tulis ilmiah pada semester

akhir berikutnya.
2. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia dan dapat digunakan

sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di bangku kuliah dan dilahan praktek.
3. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan

keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus Asfiksia dan Dengan

adanya karya tulis ilmiah ini diharapkan di BPS dapat lebih meningkatakan kualitas pelayanan

secara komprehensif khususnya dalam menangani bayi baru lahir dengan asfiksia, sehingga AKB

dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA

Drew, David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani. 2008. editor edisi
bahasa Indonesia, Sari Isnaeni. Jakarta : EGC
Dewi, Vivian Nanny lia.2011.AsuhanNeonates BayidanAnakBalita.Jakarta :SalembaMedika
Notoatmodjo Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
KR, JNPK.2008. Asuhanpersalinan normal. Jakarta :TIM
Soepardan,Suryani.2009.Konsepkebidanan.Jakarta : EGC
Saminem.2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba
Medika
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT bina Pustaka
Rukiyah, Ai yeyeh, LiaYulianti. 2010. Asuhan Neonates BayidanBalita. Jakarta :Salembamedika
Manuaba, Ida Bagus Gede.2010.ilmu kebidananpenyakitkandungandan KB.Jakarta : EGC
Sulistyawati,Ari.EstiNugraha .2010. AsuhanKebidananpadaIbuBersalin.Jakarta :SalembaMedika
Prawirohardjo, Sarwono.2011. IlmuKebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmukebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmubedahkebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
http://www.Hukum Kewenangan Bidan.com
http://yulianasept. Blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia,html

Posted by destiana akbidadila at 6:36 PM


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:

Post a Comment

Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Blog Archive
2013 (1)

o July (1)

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN


ASFIK...

About Me
destiana akbidadila
View my complete profile
Simple template. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai