D
DENGAN ASFIKSIA DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD PADANG PANJANG
2016/2017
Disusun Oleh :
Apriliani
Asma’ul Khusna
Endah Kurniawati
Nurul Widdad
Piliyanti
Reno Ruliansyah
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Di Indonesia, tercatat bahwa AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup
(SDKI, 2007). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, tiga
penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%), dan sepsis
neonatorum (12,0%) (Depkes, 2008).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir
gagal bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut
akan disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan
asidosis (Ilyas, 1994). Asfiksia merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada
periode neonatal (Radityo, 2011). Diperkirakan bahwa sekitar 23% dari
seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia
neonatorum dengan proporsi lahir mati yang lebih besar (Depkes, 2007).
Laporan dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa
sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%,
sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia,
malaria, sepsis neonatorum, dan kelahiran prematur. Di Indonesia, angka
kejadian asfiksia di Rumah Sakit Propinsi Jawa Barat ialah 25,2%, dan
angka kematian karena asfiksia di rumah sakit rujukan propinsi di Indonesia
sebesar 41,94% (Dharmasetiawani, 2008).
Menurut Fahrudin (2003), faktor resiko yang berpengaruh terhadap
kejadian asfiksia neonatorum adalah usia ibu, status kunjungan antenatal
care, riwayat obstetri, kelainan letak janin, ketuban pecah dini, persalinan
lama, berat lahir bayi, dan tindakan sectio caesarea. Asfiksia akan
menyebabkan keadaan hipoksia dan iskemia pada bayi. Hal ini berakibat
kerusakan pada beberapa jaringan dan organ dalam tubuh. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Mohan (2000) bahwa kerusakan organ ini
sebagian besar terjadi pada ginjal (50%), sistem syaraf pusat (28%), sistem
kardiovaskular (25%), dan paru (23%).
Asfiksia perinatal masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada bayi baru lahir di negara berkembang maupun di negara
3
maju. Di negara maju angka kejadian asfiksia berkisar antara 1-1,5% dan
berhubungan dengan masa gestasi dan berat lahir (Snyder dan Cloherty,
1998). Di negara berkembang angka kejadian bayi asfiksia lebih tinggi
dibandingkan di negara maju karena pelayanan antenatal care yang
masih kurang memadai (Manoe, 2003). Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk meneliti gambaran kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang periontologi RSUD
Padang Panjang di dapatkan bahwa jumlah bayi yang pernah dirawat
dengan diagnose asfiksia berjumlah 18 bayi pada tiga bulan terakhir,
terhitung mulai bulan maret – mei 2017. Maka dari itu, dengan jumlah bayi
yang dirawat cukup banyak, kami tertarik untuk membuat makalah seminar
kami dengan mengangkat kasus asfiksia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
menerapkan asuhan keperawatan asfiksia pada pasien dengan asfiksia.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Rumah Sakit RSUD Padang Panjang
Sebagai informasi atau kajian untuk dijadikan acuan mengenai
4
asuhan keperawatan pada pasien asfiksia neonatorum.
1.3.2 Bagi STIKES Perintis Padang
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar
tentang asuhan keperawatan pada pasien Asfiksia yang dapat digunakan
acuan bagi praktek mahasiswa keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
a. Bahwa manusia itu bertumbuh dan berkembang sejak dalam rahim
sebagai janin, akan berlanjur dengan proses tumbuh kembang anak,
dan kemudian proses tumbug krmbng dewasa.
b. Dalam priode tertentu, terdapat adanya periode perceptan atau periode
perlambatan, antara lain :
pertumbuhan cepat terdapat pada masa janin.
kemudian pertumbuhan cepat kembali pada masa akil balik (12-16
tahun).
selanjutnya pertumbuhan kecepatannya secara berangsur-angsur
berkurang sampai suatu waktu (sekitar usia 18 tahun) berhenti.
c. Terdapat adanya laju tumbuh-kembang yang berlainan diantara organ-
organ.
d. Tumbuh-kembang merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh dua
faktor penentu,yaitu faktor genetik yang merupakan faktor bawaan,yan
menunjukkan potensi anak dan faktor lingkungan,yang merupakan
faktor yang menentukan apakah faktor genetik (potensi) anak akan
tercapai.
e. Pola perkembangan anak mengikuti arah perkembangan yang di sebut
sefalokaudal (dari arah kepala ke kaki) dan proksimal-distal
(menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan
pusat,kemudian baru yang jauh).
f. Pola perkembangan anak sama pada setiap anak,tetapi kecepatannya
berbea-beda.
7
ini akan nampak saat anak sudah mengalami pra-pubertas. Ras dan suku
bangsa juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Misalnya
suku bangsa Asia memeiliki tubuh yang lebih pendek dari pada orang
eropa atau suku Asmat dari Irian berkulit hitam. (Marni dan Kukuh
Raharjo.)
Faktor genetika atau herediter merupakan faktor yang dapat
diturunkan sebagai dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh-
kembang anak. Yang termasuk faktor genetik antara lain:
Faktor bawaan yang normal atau patologis, seperti kelainan kromosom
(Sindrom Down), kelainan Kranio-fasial (celah bibir)
Jenis kelamin:
a. Pada umur tertentu laki-laki dan perempuan sangat berbeda dalam
ukuran besar, kecepatan tumbuh, proporsi jasmani dan lain-lain.
b. Anak dengan jenis kelamin laki-laki pertumbuhannya cenderung
lebih cepat daripada anak perempuan.
c. Namun dari segi kedewasaan, perempuan menjadi dewasa lebih
dini, yaitu mulai adolesensi (remaja) pada umur 10 tahun,
sedangkan laki-laki mulai umur 12 tahun.
Keluarga : banyak dijumpai dalam satu keluarga ada yang tinggi dan
ada yang pendek.
Ras :
a. Beberapa ahli antropologi menyatakan ras kuning cenderung lebih
pendek dibanding dengan ras kulit putih.
b. Suku Asmat di Papua berkulit hitam, sementara itu suku Dayak di
Kalimantan berkulit putih.
Bangsa : Bangsa Asaia cenderung bertubuh pendek dan kecil,
sementara itu bangsa Amerika cenderung tinggi dan besar.
Umur : Kecepatan tumbuh yang paling besar ditemukan pada masa
fetus, masa bayi dan masa adolesensi (remaja). (Anik Maryunani. 2010)
8
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan pra-natal
Kondisi lingkungan yang mempengaruhi fetus dalam uterus
yang dapat menggangupertumbuhan dan pekembangan janin antar lain
gangguan nutrisi karena ibu kurang mendapat asupun gizi yang baik,
gangguan endokrin pada ibu (diabetes militus), ibu yang mendapat
terapi sitostatika atau mengaami infeksi rubela, toxoplasmosis, sifilis
dan herpes. Faktor lingngan yang lain adalah radiasi yang dapat
menyebabkan kerusakan pada organn otak janin.
b. Lingkungan pos-natal
Lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perembangan setelah bayi lahir adalah :
1. Nutrisi
Nutrisi adalah salah atau komonen yang penting dalam
menunjang keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan.
Terdapat kebutuhan zat gizi yang diperlukan seperti protein,
karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Apabila kebutuhan
tersebut tidak atau kurang terpnuhi maka dpat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak. Aspan nutrisi yang berlebihan
juga berdaampak buruk bagi kesehatan anak, yaitu terajadi penumpukan
kadar lemak yang berlebihan dalam swl atau jarinngan bahkan pada
pembulu darah.
Penyebab status nutrisi kurang pada anak :
a. Asupan nutrisi yang tidak adekuat, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif
b. Hiperaktivitas fisik atau istirahat yang kurang
c. Adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan kebutuhan
nutrisi
d. Stress emosi yang dapat menyebabkan menruunya nafsu makan
atau absorbsi makanan tidak adekuat
9
3. Budaya lingkungan
Budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi bagaimana
mereka dalam mempersepsikan dan memahami kesehatan dan perilaku
hisup sehat. Pola perilaku ibu hamil diengaruhi oleh budaya yang
dianutnya, misalnya larangan untuk makan makanan tertentu padahal zat
gizi tersebut dibuthkan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Keyakinan untuk melahirkan di dukun bernak dari pada d tenaga
kesehatan. Setelah anak lahir dibesarkan di lingkungn atau berdasrkan
lingkungan budaya mayarakat setempat.
4. Status sosial dan ekonomi keluarga
Anak yang dibesarkan dikeluarga yang berekonomi tinggi untuk
pemenuhan kebutuhan gizi akan tercukupi dengan dengan baik
dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di keluarga yang berekonomi
sedang atau kurang. Demikiain dengan status pendidikan orang tua,
keluarga dengan pendidikan tinggi akan lebih menerima arahan terutama
tentang peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak, penggunana
fasilias kesehatan dan lain-lain dbandingkan dengan keluarga dengan latar
belakang pendidikan rendah.
5.Iklim atau cuaca
Iklim tertentu akan mempengaruhi status kesehatan anak misalnya
musim penghujan dapat menimbulkan banjir sehingga menebabkakn
transportasi untuk mendapatkan makanan, timbul penyakit menular, dan
penyakit kulit yang dapat menyerang bayi dan anak-anak. Anak yang
tingga di daerah endemik misalnya endemik demam berdarah, jika terjadi
perubahan cuaca wabah demam berdarah akan meningkat.
6. Olahraga atau latihan fisik
Manfaat olah raga atau latihan fisik yang teratur akan
meningkatkan sirkulai darah sehingga meningkatkan suplai oksigen ke
seluruh tubuh, meningkatkan aktifitas fisik dan menstimulasi
perkembangan otot jaringan sel.
10
7.Posisi anak dalam keluarga
Posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah atau
anak anak bungsu akan mempengaruhi pola perkembangan anak tersebut
di asuh dan dididik dalam keluarga.
8.Status kesehatan
Status kesehatan anak dapat berpengaruh pada pencapaian
pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat terlihat apabila anak dalam
kondisi sehat dan sejahtera maka percepatan pertumbuhan dan
perkembangan akan lebih mudah dibandingkan dengan anak dalam
kondisi sakit.
9. Faktor hormonal
Faktor hormonal yang berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah somatotropon yang berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, hormon tiroid dengan
menstimulasi metabolisme tubuh, glukokotiroid yang berfungsi
menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari tetis untuk memproduksi
testosterondan ovarium untuk memproduksi estrogen selanjutnya hormon
tersebut akan menstimulasi perkembangan seks baik pada anak laki-laki
maupun perempuan sesuai dengan peran hormonya.
3. Faktor Internal
Disamping faktor genetik dan lingkungan, faktor internal dalam
diri anak berikut ini juga dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang
anak, yaitu :
Kecerdasan (IQ)
a. Kecerdasan dimiliki anak sejak dilahirkan
b. Anak dengan kecerdasan yang rendah tidak akan mencapai prestasi
yang cemerlang walaupun telah diberikan stimulus yang tinggi
c. Anak dengan kecerdasan tinggi dapat didorong oleh stimulus
lingkungan untuk berprestasi secara cemerlang.
11
Pengaruh hormonal
Terdapat tiga hormon utama yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak, yaitu :
a. Hormon Somatotropin (Growth Hormon)
Atau hormon pertumbuhan, merupakan hormon yang berpengaruh
pada pertumbuhan tinggi badan karena menstimulasi terjadinya proliferasi
sel, kartilago dan skeletal. Kelebihan hormon ini dapat menyebabkan
gigantisme (pertumbuhan yang besar ), sementara itu kekurangan hormon
ini menyebabkan dwarftisme (kerdil).
b. Hormon Tiroid,
Dimana hormon ini mutlak diperlukan pada tumbuh kembang anak,
karena mempunyai fungsi menstimulasi metabolisme fungsi tubuh, yaitu
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Kekurangan hormon ini
(disebut hipotiroidisme) dapat menyebabkan retardasi fisik dan mental bila
berlangsung terlalu lama. Sebaliknya, kelebihan hormon ini (disebut
hipertiroidisme) dapat mengakibatkan gangguan pada kardiovaskular ,
metabolisme, otak, mata, seksual dan lain-lain.
c. Hormon Gonadotropin (hormon Seks)
Dimana hormon ini terutama mempunyai peranan penting dalam
fertilisasi dan reproduksi. Hormon ini menstimulisasi pertumbuhan
interstisial dari tertis untuk memproduksi testostron dan ovarium untuk
memproduksi ovum.
Pengaruh Emosi
a. Orang tua terutama ibu adalah orang terdekat tempat anak belajar
untuk bertumbuh dan berkembang. Orangtua adalah model peran
bagi anak
b. Jika orang tua memberi contoh perilaku emosional yang baik atau
buruk, anak akan belajar untuk meniru perilaku orangtua tersebut.
c. Proses maturasi atau pematangan kepribadian anak diperoleh melalui
proses belajar dari lingkungan keluarganya.
12
2.2 KONSEP DASAR ASFIKSIA
2.2.1 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2004). Menurut WHO
(2012), asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Menurut American Academy of Pediatrics dan
American College of Obstetricians and Gynecologist (2004), seorang neonatus
disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut: (i) nilai
Apgar 0-3 menetap lebih dari 5 menit, (ii) adanya asidosis pada pemeriksaan
darah tali pusat (pH<7,0), (iii) terdapat gangguan neurologis, seperti kejang,
hipotoni, atau koma, (iv) adanya disfungsi multiorgan. Disfungsi multiorgan
tersebut dapat memberikan efek jangka panjang terutama pada fungsi
neurologis (Sills, 2004).
Asfiksia dapat terjadi selama antepartum, intrapartum, dan postpartum
dengan penyebab bisa faktor ibu, faktor bayi, dan faktor plasenta. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa asfiksia yang terjadi selama antepartum
sebanyak 50% kasus, intrapartum 40%, dan sisanya selama postpartum
sebanyak 10% (Dilenge et al, 2001).
Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya
oksigenasi sel, retensi karbondioksida yang berlebihan, dan asidosis
metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa itu menyebabkan kerusakan sel dan
lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan (Varney, 2007).
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dilakukan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-
gejala lanjut yang mungkin timbul (Prawirohardjo, 2002).
2.2.2 Etiologi
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia
menurut Mochtar (1989) dalam Yuliana (2012) adalah :
13
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
14
sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali
pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan
janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu,
trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial,
kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau
stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.
2.2.3 Patofisiologi
Dalam beberapa menit secara keseluruhan akan terjadi bradikardia
hipoksia, hipotensi curah jantung menurun, dan asidosis metabolik serta
respiratorik pada janin. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah,
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung
janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
15
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
16
lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang berlawanan) dan menangis
kurang baik/tidak baik.
2.2.7 Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi
baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan
pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil
atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi
secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan
17
Menurut Perinasia (2006) cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan
tindakan khusus :
1. Tindakan umum
1. Pengawasan suhu
2. Pembersihan jalan nafas
3. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan
dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir
selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan
melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika
ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan
biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila
setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau
frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan
frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan
dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti
oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil
bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau
gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan
nafas.
b. Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif
harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
18
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal
harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
19
b. Riwayat kesehatan dahulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
c. Kebutuhan dasar
1) Sirkulasi
a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik)
b) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta
III/ IV.
c) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
d) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1
vena.
b. Eliminasi
a) Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
a) Berat badan : 2500-4000 gram
b) Panjang badan : 44-45 cm
c) Turgor kulit elastis
d. Neurosensori
a) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (edema, hematoma).
c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek
narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
a) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
20
b) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada
awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum
terjadi.
f. Keamanan
a) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C.
b) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan
21
10. Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya
tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
11. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
12. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeces.
13. Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau
keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
14. Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah
tulang
(Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
1. Darah
22
pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
3. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
4. Foto thorax
· Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
23
2.3.5 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat
yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan. (Gordon, 1994).
Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang
perawat lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi yang
diprakarsai oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif. (McCloskey
& Bulechek, 1994).
24
12. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
13. Monitor respirasi
dan status O2
14. Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan
secret
15. Jelaskan pada
pasien dan keluarga
tentang penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
2 Ketidakefektifan NOC: 1. Posisikan pasien
pola nafas b.d ❖Respiratory status : untuk
hipoventilasi/ Ventilation memaksimalkan
hiperventilasi ❖Respiratory status : ventilasi
Airway patency 2. Pasang mayo bila
❖Vital sign Status perlu
Kriteria Hasil : 3. Lakukan fisioterapi
1. Mendemonstrasikan dada jika perlu
batuk efektif dan 4. Keluarkan sekret
suara nafas yang dengan batuk atau
bersih, tidak ada suction
sianosis dan dyspneu 5. Auskultasi suara
(mampu nafas, catat adanya
mengeluarkan suara tambahan
sputum, mampu 6. Berikan
bernafas dg mudah, bronkodilator :
tidakada pursed lips) 7. Berikan pelembab
2. Menunjukkan jalan udara Kassa basah
nafas yang paten NaCl Lembab
(klien tidak merasa 8. Atur intake untuk
tercekik, irama nafas, cairan
frekuensi pernafasan mengoptimalkan
dalam rentang keseimbangan.
normal, tidak ada 9. Monitor respirasi
suara nafas abnormal) dan status O2
3. Tanda Tanda vital a. Bersihkan mulut,
dalam rentang normal hidung dan
(tekanan darah, nadi, secret trakea
pernafasan) b. Pertahankan
jalan nafas yang
paten
25
c. Observasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi
d. Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
e. Monitor vital
sign
f. Informasikan
pada pasien dan
keluarga tentang
tehnik relaksasi
untuk
memperbaiki
pola nafas.
g. Ajarkan
bagaimana batuk
efektif
h. Monitor pola
nafas
3 Kerusakan NOC: 1. Posisikan pasien
pertukaran gas b.d ❖ Respiratory Status : Gas untuk
ketidakseimbangan exchange memaksimalkan
perfusi ventilasi ❖ Keseimbangan asam ventilasi
Basa, Elektrolit 2. Pasang mayo bila
❖ Respiratory Status : perlu
ventilation 3. Lakukan fisioterapi
❖ Vital Sign Status dada jika perlu
Kriteria Hasil : 4. Keluarkan sekret
1. Mendemonstrasikan dengan batuk atau
peningkatan ventilasi suction
dan oksigenasi yang 5. Auskultasi suara
adekuat nafas, catat adanya
2. Memelihara suara tambahan
kebersihan paru paru 6. Berikan
dan bebas dari tanda bronkodilator ;
tanda distress 7. Barikan pelembab
pernafasan udara
3. Mendemonstrasikan 8. Atur intake untuk
batuk efektif dan cairan
suara nafas yang mengoptimalkan
bersih, tidak ada keseimbangan.
sianosis dan dyspneu 9. Monitor respirasi
(mampu dan status O2
26
mengeluarkan a. Catat pergerakan
sputum, mampu dada,amati
bernafas dengan kesimetrisan,
mudah, tidak ada penggunaan otot
pursed lips) tambahan,
4. Tanda tanda vital retraksi otot
dalam rentang normal supraclavicular
5. AGD dalam batas dan intercostal
normal b. Monitor suara
6. Status neurologis nafas, seperti
dalam batas normal dengkur
c. Monitor pola
nafas :
bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
d. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
e. Monitor TTV,
AGD, elektrolit
dan ststus mental
f. Observasi
sianosis
khususnya
membran
mukosa
g. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
persiapan
tindakan dan
tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
h. Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
irama dan denyut
jantung
27
4 Risiko cedera b.d NOC : 1. Cuci tangan setiap
anomali kongenital 1. Risk control sebelum dan sesudah
tidak terdeteksi Kriteria Hasil : merawat bayi
atau tidak teratasi 1. Klien terbebas dari 2. Pakai sarung tangan
pemajanan pada cidera steril
agen-agen 2. Mendeskripsikan 3. Lakukan pengkajian
infeksius aktivitas yang tepat fisik secara rutin
dari level terhadap bayi baru
perkembangan anak lahir, perhatikan
3. Mendeskripsikan pembuluh darah tali
teknik pertolongan pusat dan adanya
pertama anomaly
4. Ajarkan keluarga
tentang tanda dan
gejala infeksi dan
melaporkannya pada
pemberi pelayanan
kesehatan
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis B
bila serum ibu
mengandung antigen
permukaan hepatitis
B (Hbs Ag), antigen
inti hepatitis B (Hbs
Ag) atau antigen E
(Hbe Ag).
5 Risiko Kriteria hasil : 1. Hindarkan pasien
ketidakseimbangan 1. Temperatur badan dari kedinginan dan
suhu tubuh b.d dalam batas normal tempatkan pada
kurangnya suplai 2. Tidak terjadi distress lingkungan yang
O2 dalam darah pernafasan hangat.
3. Tidak gelisah 2. Monitor temperatur
4. Perubahan warna kulit dan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas 3. Monitor TTV.
normal 4. Jaga temperatur suhu
tubuh bayi agar tetap
hangat.
5. Tempatkan BBL
pada inkubator bila
perlu
6 Proses keluarga Kriteria Hasil : 1. Buat hubungan dan
28
terhenti b.d 1. Percaya dapat akui kesulitan situasi
pergantian dalam mengatasi masalah. pada keluarga.
status kesehatan 2. Kestabilan prioritas. 2. Tentukan
anggota keluarga 3. Mempunyai rencana pengetahuan akan
darurat. situasi sekarang.
4. Mengatur ulang cara 3. Ikutsertakan orang
perawatan. terdekat dalam
5. Status kekebalan pemberian informasi,
anggota keluarga. pemecahan masalah
6. Anak mendapatkan dan perawatan
perawatan tindakan pasien sesuai
pencegahan. kemungkinan.
7. Akses perawatan
kesehatan.
8. Kesehatan fisik
anggota keluarga
2.3.6 Implementasi
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana
perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung
terhadap klien. (Sumber: Potter & Perry. (2009). Fundamental of Nursing
7 th Edition).
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga
kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
1. Cognitive implementations
Meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat
strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan
balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan
keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain
lain.
2. Interpersonal implementations
Meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan pelayanan,
menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal,
pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak
sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
29
3. Technical implementations
Meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin
keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir
respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri,
kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
2.3.7 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Sumber: Asmadi
(2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC)
Tahap-tahap evaluasi :
1. Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi
2. Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar
telah terpenuhi
3. Menginterpretasi dan meringkas data
4. Mendokumentasikan temuan dan setiap pertimbangan klinis
5. Menghentikan, meneruskan, atau merevisi rencana perawatan.
(Sumber: Potter & Perry. (2009). Fundamental of Nursing 7 th
Edition)
30
diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium atau diagnostic lain. Catatan medic dan informasi
darikeluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini. Data
ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosis.
c. Assesment
Analysis atau assessment ( A ) merupakan pendokumentasian hasil
analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan karena keadan
pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan
ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif
maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
Analysis atau assessment ( A ) merupakan pendokumentasian
manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah ke-2, ke-3 dan
ke-4 sehingga mencakup hal-hal berikut ini : diagnosis atau masalah
kebidanan, diagnosis atau masalah potensial serta perlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis
atau masalah potensial dan kebutuhan tindakan segera harus
diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri,
tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.
d. Planning
Planning atau perencanaan ( P ) adalah membuat rencana asuhan saat
ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil
analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa
mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas tertentu.
Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien
mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga
kesehatan lain antara lain dokter.
31
Meskipun secara istilah P adalah Planning atau perencanaan saja, namun
P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian
implementasi dan evaluasi. P dalam SOAP meliputi manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah ke-5, ke-6 dan ke-7. Dalam
planning ini juga harus mencantumkan evaluasi atau evaluation yaitu
tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai keefektifan
asuhan atau hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis hasil
yang telah dicapai dan merupakan focus ketepatan nilai tindakan atau
asuhan (Muslihatun, 2009).
32
BAB III
TINJAUAN KASUS
33
3.2 Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Klien datang ke IGD pada tanggal 1 Juni 2017 pukul 08:54 WIB diantar
oleh orang tuanya dengan keluhan bayi tampak kuning diseluruh tubuhnya
sejak 5 hari yang lalu, keluarga mengatakan bayi menyusunya kurang, dan
keluarga mengatakan BAB nya kuning.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat pengkajian pada tanggal 5 Juni 2017 di temukan data klien
Ikterik Grade V.
3. Riwayat penyakit Dahulu
Ibu mengatakan bayinya sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit apa-
apa.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan, anggota baik ibu ataupun ayah bayi tidak memiliki
riwayat penyakit apapun.
Riwayat ibu :
Usia Gravid Partus Abnormal
25 tahun G1P1A0H0 Pertama Meninggal
26 tahun G2P1A1H0 Kedua Janin tidak
berkembang
28 tahun G3P2A1H1 Ketiga Bayi normal
tanpa cacat fisik
30 tahun G4P3A1H2 Ke empat Bayi normal
tanpa cacat fisik
32 tahun G5P4A1H3 Ke lima Bayi normal
tanpa cacat fisik
Jenis persalinan :
e. Section cesarae ( Ya ), alasan : Riwayat SC
34
Komplikasi kehamilan :
a. Tidak ada (√) Ada ( )
b. Perawatan antenatal (√) Ibu selalu memeriksakan bayinya ke bidan
c. Rupture plasenta/plasenta previa (-)
d. Pre eklamsi/toxcemia (-)
e. Suspect sepsis (-)
f. Persalinan premature/post mature (-)
g. Maslah lain : Tidak ada
3) Kepala
35
- I : Bentuk kepala mesocepal, wajah simetrik ka/ki, tidak ada lesi
- Pa : Tidak ada oedem
4. Mata
-I : Mata simetris ka/ki, mata ikterik, konjungtiva tidak anemis,
mata mengeluarkan sekret
- Pa : Tidak ada oedem
5. Hidung
- I : Simetris ka/ki, tidak ada sumbatan, tidak ada secret, terpasang O2
1 L pada tanggal 1 Juni 2017 ganti CPAP pada tanggal 2 Juni 2017
dengan FiO2 31%, PEEP 8
6. Telinga
- I : Simetris ka/ki, tidak ada lesi, tidak ada oedem
7. Mulut
- I : Tidak ada lesi, bayi belum memiliki daya hisap yang baik, bayi
Tidak menyusu ASI secara langsung malainkan melalui OGT, bibir
kering, bayi banyak mengeluarkan lendir dari mulut
8. Leher
-I : Tidak ada perbesaran kelenjar tyroid
- Pa : Tidak ada oedem
9. Dada/thorax
Paru-paru
-I : Bentuk dada simestris ka/ki, pergerakan dada dan abdomen
tidaksimetris, oedem (-), lesi (-)
- Pa : Tidak terdapat krpitasi, fremutis ka/ki sama, nyeri tekan (-),
massa (-)
- P : sonor
- A : suara paru vesikuler
Jantung
- I : ictus kordis tidak terlihat, perubahan warna kulit pada bayi
(kuning), oedem (-)
- Pa : Nadi 108’, capilari revil <2 detik
36
- A : Suara jantung tambahan (-)
10. Abdomen
-I : Pusat insersi di tengah
- A : Peristaltik usus 18’
- Pa : Tidak ada perbesaran, tidak ada oedem, bentuk perut cembung
- Pe : Thimpani
11.Genetalia/anus
-I : Jenis kelamin perempuan, anus ada
12.Ext atas/bawah
Atas
-I : Tidak ada kelainan
- Pa : Tidak ada pembengkakan
Bawah
-I : Terpasang infuse di bagian punggung kaki sebelah kanan dengan
cairan Dex = 6:2-4:1
13.Kulit
-I : Warna kulit kuning grade V
- Pa : Turgor kulit kurang baik
14. Suhu
- Lingkungan : Bayi dimasukkan dalam incubator dengan suhu 34
- Tubuh : 38,5oC
37
RIWAYAT SOSIAL
1. Struktur keluarga
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
------------ : Tinggal bersama
2. Suku : Koto
3. Agama : Islam
4. Bahasa utama : Bahasa minang
5. Perencanaan makanan bayi : ASI
6. Masalah social yang penting : Tidak ada
7. Hubungan orang tua dan bayi
38
Ada Berkunjung Ada
Ada Memanggil nama Ada
ada Kontak mata Tidak ada
39
b. Pengobatan
- Ampicilin 4x250 mg Ufradex 3x75
- Gentamicin 1x14 Sibital 2x7
- Aminophilin 4x4,8 Ranitidin 2x25
DATA FOKUS
Data Subjektif :
a) Ibu mengatakan bayinya terlihat kuning
b) Ibu mengatakan mata bayinya berwarna kuning
c) Ibu mengatakan kotoran mata bayinya berwarna kuning
d) Ibu mengatakan bayinya sangat lemah
e) Ibu mengatakan bayinya nampak sesak
f) Ibu megatakan bayinya terpasang alat bantu nafas
g) Ibu mengatakan bayinya di sinar (fototerapi)
Data Objektif
a. Seluruh tubuh bayi tampak kuning grade V
b. Bayi tampak lemah
c. Bayi tidak aktif
d. Bayi jarang menangis
e. Bayi terpasang CPAP dengan FiO2 31%, PEEP 8
f. Bayi tampak sesak
g. Pernafasan bayi 52’
h. Daya hisap bayi lemah
i. TTV bayi :
a. S : 38,5oC
b. RR : 52’
c. N : 108’
j. Laboratorium
Tanggal 5 juni 2017
40
- Bilirubin total : 44,30 mg/dL
- Bilirubin direk : 13,39 mg/dL
- Bilirubin inderek : 30,90 mg/dL
Tanggal 8 juni 2017
- Bilirubin total : 9,17 mg/dL
- Bilirubin direk : 7,4 mg/dL
- Bilirubin inderek : 1,8 mg/dL
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1 DS : Ketidakefektifan Hipoventilasi
1. Ibu mengatakan bayinya pola nafas
nampak sesak
2. Ibu megatakan bayinya
terpasang alat bantu nafas
DO :
1. Bayi terpasang CPAP
dengan FiO2 31%, PEEP 8
2. Tubuh bayi tampak sesak
3. Frekuensi pernafasan bayi
52’
4. TTV bayi
- S : 38,5
- RR : 52’
- N : 108’
41
bayinya berwarna kuning
3. Ibu mengatakan air mata
bayinya berwarna kuning
4. Ibu mengatakan bayinya di
sinar (fototerapi)
5. Ibu mengatakan bayinya
sangat lemah
DO :
1. Seluruh tubuh bayi tampak
kuning (grade V)
2. Bayi tampak lemah
3. Bayi tidak aktif
4. Bayi jarang menangis
5. Daya hisap bayi lemah
6. Laboratorium
Tanggal 5 juni 2017
- Bilirubin total :
44,30 mg/dL
- Bilirubin direk :
13,39 mg/dL
- Bilirubin inderek :
30,90 mg/dL
Tanggal 8 juni 2017
- Bilirubin total :
9,17 mg/dL
- Bilirubin direk : 7,4
mg/dL
- Bilirubin inderek : 1,8
mg/dL
7. TTV bayi :
- S : 38,5oC
42
- RR : 52’
- N : 108’
43
INTERVENSI
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selamat 3x24 jam pasien menunjukan pola - Ukur TTV
pola nafas nafas yang efektif dibuktikan dengan criteria hasil : - Berikan
- Kebutuhan O2 tambahan menurun posisi
- Nafas spontan dan adekuat kepala
- Tidak sesak ekstensi
- Tidak ada retraksi dada - Berikan O2
- Pernafasan dalam batas normal sesuai
1. kebutuhan
2. - Observasi
irama dan
kedalaman
nafas
- Ukur
saturasi O2
2 Peningkatan kadar Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien tidak menunjukan - Monitor
bilirubin dalam tanda-tanda peningkatan bilirubin dalam darah dibuktikan dengan criteria hasil : kondisi
darah - skelara bayi tampak putih dan kulit berwarna pink klinis
44
- Bayi dapat minum dan menghisap dengan baik - Berikan
- Bayi tidak dipasang fototerapi minum
- Hasil bilirubun <10 mg/dL ekstra
sesuai
kebutuhan
- Monitor
bila ada
muntah,
kaku otot,
atau tremor
- Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
pemberian
fototerapi
45
IMPLEMENTASI
NO WAKTU DIAGNOSA Jam IMPLEMENTASI Jam EVALUASI PARAF
1 Senin, Ketidakefektifan 08.00 1. Memantau RR : 61’ N : 163’ 13.00 S : Ibu mengatakan bayinya
5/06/2017 pola nafas S : 37,8oC masih nampak sesak, bayinya
Shift pagi 10.00 - S : 37,4oC & RR 54’ terpasang selang O2
pkl 10:00 12.00 - S : 37,6oC & RR 53’ O : Bayi terpasang CPAP
dengan FiO2 31% PEEP 8,
08.30 2. Posisi kepala bayi ekstensi bayi tampak sesak,
dengan menggunakan ganjalan pernafasan bayi 52’, suhu
kain bedong 20o bayi 38,5C, SaO2 91%
08.00 3. Memantau CPAP dengan A : ketidakefektifan pola nafas
FiO2 31% PEEP 8 belum teratasi
08.00 4. SaO2 bayi 89% P : Intervensi 1-4 dilanjutkan
10.00 - SaO2 bayi 91%
12.00 - SaO2 bayi 94%
46
2 Senin, Peningkatan 08.30 1. Kondisi tubuh bayi kuning 13.00 S : Ibu mengatakan bayinya
5/06/2017 kadar bilirubin grade V, mata dan kotoran masih tampak kuning, mata
Shift pagi dalam darah mata berwarna kuning, dan dan kotoran mata juga masih
pkl 10:00 BAB BAK bayi kuning kuning, badan bayi masih
08.00 2. Pemberian ASI bayi per 12 lemah, bayi masih di sinar
x /24 jam 5 cc lewat OGT O : Bayi tampak masih kuning
10.00 - ASI 5 cc + air 3 cc dan lemah, bayi masih di
12.00 - ASI 5 cc + air 3 cc fototerapi dengan 2 light,
14.00 - ASI 5 cc + air 3 cc suhu bayi 38,5, bayi
08.00 3. Tidak terdapat muntah, diberikan ASI sebanyak 3-5
– kekakuan otot maupun tremor cc. bilirubin total 44,30
12.00 mg/dL, bilirubin direk
08.00 4. Memantau fototerapi bayi 13,39 mg/dL, bilirubin
– dengan double light indirek 30,90 mg/dL
12.00 A : Peningkatan kadar
bilirubin dalam darah
belum teratasi
P : Intervensi 1-4 dilanjutkan
47
3 Selasa, Ketidakefektifan 08.00 1. Memantau RR 61’, S 13.00 S : Ibu mengatakan bayinya
6/06/2017 pola nafas 36.4oC, N : 136’ masih nampak sesak,
Shift pagi 10.00 - RR : 59’ & S : 36.6oC namun sesaknya sdh
pkl 10:00 12.00 - RR : 60’ & S : 36.3oC berkurang. Bayinya
08.00 2. kepala bayi ekstensi dengan terpasang selang O2
mengguanakan ganjalan kain O : CPAP dilepas ganti O2 ½
20o L nasal kanul, bayi tampak
08.00- 3. Memantau pemberian O2 ½ sesak, pernafasan bayi 62’
12.00 L nasal kanul nadi 134’, suhu 37,2oC,
08.00 4. SaO2 91 % SaO2 94%
10.00 - SaO2 87% A : Ketidakefektifan pola nafas
12.00 - SaO2 90% teratasi sebagian
P : Intervensi 1-4 dilanjutkan
48
4 Selasa, Peningkatan 08.30 1. Kondisi tubuh bayi kuning 13.00 S : Ibu mengatakan kuning
6/06/2017 kadar bilirubin grade V, mata dan kotoran pada tubuh bayinya sdh mulai
Shift pagi dalam darah mata kuning, BAB BAK bayi berkurang, kuning pada mata
pkl 10:00 kuning dan air matanya jg sudah
08.00 2. Pemberian ASI tiap 2 jam berkurang, badan bayi masih
10.00 sekali 5 cc + 3 cc air lemah, bayi masih di sinar
12.00 - ASI 5 cc + 3 cc air O : Bayi tampak masih kuning
14.00 - ASI 5 cc + 3 cc air dan lemah, bayi masih di
08.00 - ASI 5 cc + 3 cc air fototerapi, suhu bayi 37,2C
– 3. Tidak ada muntah, kaku nadi 134’ pernafasan 62’
12.00 otot, atau tremor A : Peningkatan kadar
08.00 bilirubin dalam darah
– 4. Memantau pemberian belum teratasi
12.00 fototerapi double light P : Intervensi 1-4 dilanjutkan
49
3 Rabu, Ketidakefektifan 08.00 1. Memantau RR 54’, S 13.00 S : Ibu mengatakan bayinya
7/06/2017 pola nafas 36.5oC, N : 132’ sudah tidak sesak lagi.
Shift pagi 10.00 - RR : 55’ & S : 36.3oC Selang O2 sudah dilepas
pkl 10:00 12.00 - RR : 59’ & S : 36.5oC sejak kemarin sore.
08.00 2. kepala bayi ekstensi dengan O : O2 pada bayi sudah di off,
mengguanakan ganjalan kain pernafasan bayi 45’ nadi
20o 136’ suhu 36,6oC SaO2
08.00- 3. O2 ½ L nasal kanul pada 94%
12.00 bayi di lepas A : Ketidakefektifan pola nafas
08.00 4. SaO2 94 % teratasi
10.00 - SaO2 92 % P : Intervensi dihentikan
12.00 - SaO2 95 %
50
Rabu, Peningkatan 08.30 1. Kondisi tubuh bayi sudah S : Ibu mengatakan kuning
7/06/2017 kadar bilirubin tidak terlalu kuning, mata pada tubuh bayinya sdh
Shift pagi dalam darah sudah tidak terlalu kuning, mulai berkurang, kuning
pkl 10:00 BAB BAK bayi kuning pada mata dan air matanya
08.00 2. Pemberian ASI tiap 2 jam jg sudah mulai berkurang,
sekali 7 cc + 3 cc air tetapi badan bayi masih
10.00 - ASI 7 cc + 3 cc air agak lemah, bayi masih
12.00 - ASI 7 cc + 3 cc air disinar
14.00 - ASI 7 cc + 3 cc air O : kuning pada bayi sudah
08.00 3. Tidak ada muntah, kaku mulai berkurang, tetapi bayi
– otot, atau tremor masih terlihat lemah, bayi
12.00 masih di fototerapi, suhu
08.00 4. Memantau pemberian bayi 36,6oC pernafasan 45’
– fototerapi double light nadi 136’
12.00 A : Peningkatan kadar
bilirubin dalam darah
teratasi sebagian
P : Intervensi 1-4 dilanjutkan
4 Kamis, Peningkatan 08.30 1. Kondisi tubuh bayi sudah S : Ibu mengatakan kuning
51
8/06/2017 kadar bilirubin tidak kuning, mata sudah mulai pada tubuh bayinya sdh
Shift pagi dalam darah putih tidak ada, kuning pada mata
pkl 10:00 08.00 2. Pemberian ASI tiap 2 jam dan air matanya jg sudah
sekali 7 cc + 3 cc air tidak ada, tubuh bayi sudah
10.00 - ASI 7 cc + 3 cc air mulai aktif, menangis bayi
12.00 - ASI 7 cc + 3 cc air sudah sangat keras.
14.00 - ASI 7 cc + 3 cc air O : Kuning pada bayi sudah
08.00 3. Tidak ada muntah, kaku tidak ada lagi, fototerapi
– otot, atau tremor sudah dihentikan, suhu
12.00 tubuh bayi 36,5oC
08.00 4. fototerapi bayi di lepas pernafasan 43’ nadi 132’.
Bilirubin total 9,17 mg/dL,
bilirubin direk 7,4 mg/dL,
bilirubin indirek 1,8 mg/dL
A : Peningkatan kadar
bilirubin dalam darah
teratasi
P : Intervensi dihentikan
52
53
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Menurut teori data-data yang didapat pada klien dengan kasus
Asfiksia adalah bayi pucat dan kebiru-biruan, usaha bernafas minimal atau
tidak ada, hipoksia, asidosis metabolic atau respiratori dan menangis
kurang. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 5 Juni
2017 di dapatkan data subjektif ibu bayi mengatakan bayinya tampak
sesak, ibu mengatakan bayinya terpasang alat bantu nafas, ibu mengatakan
bayinya terlihat kuning, ibu mengatakan mata dan secret bayinya berwarna
kuning, ibu mengatakan bayinya lemah dan ibu mengatakan banyinya di
sinar. Seluruh tubuh bayi tampak kuning grade V, bayi tampak lemah, bayi
tidak aktif, bayi jarang menangis, bayi terpasang CPAP dengan FiO2 31%,
bayi tampak sesak, daya hisap bayi lemah, suhu 28,5oC, pernafasan 82’,
nadi 108’, hasil pemeriksaan darah pada tanggal 5 juni 2017 didapatkan
bilirubin total 44,30 mg/dL, bilirubin direk 13,39 mg/dL, bilirubin indirek
30,90 mg/dL. Sedangkan tanggal 8 juni 2017 hasil pemeriksaan darah
didapatkan bilirubin total 9,17 mg/dL, bilirubin direk 7,4 mg/dL, bilirubin
indirek 1,8 mg/dL.
Selama tahap pengkajian kami tidak mengalami kesulitan dan
hambatan dalam pengumpulan an informasi yang dibutuhkan, hal ini
dikarenakan adanya kerjasama yang baik dari klien dan perawat anak dan
perinatologi RSUD Padang Panjang.
54
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mucus banyak
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi/hiperventilasi
4. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
5. Resiko cidera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
6. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam
darah
7. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga.
(NANDA,2015 )
Dari diagnose keperawatan yang ada pada teoritis tidak seluruhnya
dialami oleh klien. Sesuai dengan data subyektif dan obyektif yang
didapatkan dari klien, maka didapatkan diagnose keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi
2. Peningkatan kadar bilirubin dalam darah b.d faktor fisiologis
4.3 Perencanaan
Dalam penyusunan rencana keperawatan penulis menggunakan
rencana keperawatan yang telah disusun oleh NANDA, NIC, NOC sebagai
standar. Pada perencanaan tinjauan kasus dan tinjauan teoritis dilakukan
sejalan dengan intervensi yang dilakukan pada kasus maupun teori.
Adapun pada tahap pelaksanaan ini dapat dilakukan dengan baik karena
pada tahap perencanaan telah direncanakan seoptimal mungkin sesuai
dengan kondisi klien, sehingga kesulitan yang mungkin terjadi dapat
diatasi. Selain itu kebehasilan tahap ini dikarenakan adanya kerja sama
yang baik antar kelompok, klien dan petugas kesehatan di ruang rawatan
perinatal RSUD Padang Panjang.
4.4 Implementasi
Pelaksanaan keperawatan di mulai pada hari senin 5 Juni 2017
sampai dengan kamis 8 Juni 2017, sebelumnya kami terlebih dahulu
55
membina hubungan saling percaya dengan klien sehingga klien percaya
dengan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Di awal sebelum
peaksanaan tindakan keperawatan ibu klien mengatakan bayinya tampak
sesak dan lemah serta terpasang alat bantu nafas sehingga diangkat
diagnosa ketidakefektifan pola nafas bd.
Ibu bayi juga mengeluhkan bayi tampak kuning, mata bayinya
berwarna kuning, kotoran mata berwarna kuning serta didukung oleh hasil
laboratorium pemeriksaan darah pada tanggal 5 juni 2017 didapatkan
bilirubin total 44,30 mg/dL, bilirubin direk 13,39 mg/dL, bilirubin indirek
30,90 mg/dL. Sedangkan pada tanggal 8 juni 2017 hasil pemeriksaan darah
didapatkan bilirubin total 9,17 mg/dL, bilirubin direk 7,4 mg/dL, bilirubin
indirek 1,8 mg/dL sehingga diangkat diagnosa keperawatan peningkatan
kadar bilirubin dalam darah b.d
4.5 Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan klien memperlihatkan
adanya perubahan yang lebih baik terhadap kondisi klien. Masalah
ketidakefektifan pola nafas sudah teratasi dikarenakan pada saat dilakukan
pengkajian tanggal 6 Juni 2017 CPAP sudah dilepas dan digantikan oleh
O2 ½ L nasal kanul dengan frekuensi pernafasan 62 kali permenit dan
pada tanggal 7 Juni 2017 O2 dilepas dengan frekuensi pernafasan 45 kali
permenit.
Untuk masalah keperawatan peningkatan kadar bilirubin dalam
darah masih teratasi sebagian dengan menurunnya kadar bilirubin dalam
darah yaitu bilirubin total 44,30 mg/dL menjadi 9,17 mg/dL , bilirubin
direk 13,39 menjadi 7,4 mg/Dl, bilirubin indirek 30,90 mg/dL menjadi 1,8
mg/dL.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Menurut Anik Maryunani. 2010 Tumbuh kembang merupakan suatu
proses utama yang hakiki dan khas pada anak, dan merupakan suatu yang
terpenting pada anak.
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2004).
Pada klien dengan Asfiksia terdapat beberapa masalah keperawatan
yang muncul diantaranya adalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d
produksi mucus banyak, Ketidakefektifan pola nafas b.d
hipoventilasi/hiperventilasi, Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan
perfusi ventilasi, Resiko cidera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau
tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius, Resiko ketidakseimbangan
suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah, Proses keluarga terhenti b.d
pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Berdasarkan tujuan keperawatan yang telah ditetapkan, masalah
keperawatan dari 2 diagnosa prioritas yang ditegakkan sebagian ada yang
sudah teratasi dan ada yang teratasi sebagian. Dikarenakan keterbatasan waktu
sehingga mahasiswa hanya mengobservasi klien dalam waktu kurang dari 1
minggu.
5.2 Saran
Dari hasil ini penulis mempunyai beberapa saran yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan pada pihak rumah sakit agar dapat memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan teori dan sap yang berlaku. Bagi pasien asfiksia
maupun pasien lain dengan penyakit kronis, sehingga bisa meningkatkan
57
efikasi diri mereka.
2. Bagi STIKES Perintis Padang
Dapat membimbing dalam proses pembuatan asuhan keperawatan
khususnya pada kegawat daruratan dengan sabar dan teliti serta
memotivasi para mahasiswa dalam segi mental dan spiritual.
3. Bagi Mahasiswa
Agar dapat melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan teori
yang berlaku dan berkolaborasi dengan dokter. Berdasarkan penyakit
pasien, seperti penyakit kronis lainnya seperti gagal ginjal, penyakit paru,
stroke dan lain-lain.
58