Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH PEMBERIAN POSISI PRONASI TERHADAP

PERUBAHAN RESPIRATORY RATE PADA BAYI PREMATUR


DI RUANG HCU NEO RUMAH SAKIT UNS

PROPOSAL SKRIPSI
Untuk memenuhi persyaratan mencapai sarjana keperawatan

Oleh :
LEONY DWI ALFINA MEGA PRATIWI
NIM S18028

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi kelahiran prematur dan kematian pada bayi prematur di Indonesia

masih cukup tinggi. Kelahiran prematur diartikan sebagai kelahiran sebelum

aterm, yaitu bayi yang lahir sebelum masa kehamilan ibu mencapai 37 minggu

yang berarti bayi lahir belum cukup bulan. Sampai saat ini kelahiran prematur

masih menjadi masalah di dunia termasuk Indonesia. Persalinan prematur

merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada perinatal

(Sukyati, 2021).

World Health Organization (WHO) (2018) mengatakan data di dunia terdapat

kurang lebih 15 juta kelahiran prematur pada setiap tahunnya dan sekitar 1 juta

bayi meninggal karena komplikasi yang disebabkan oleh kelahiran prematur.

Angka kelahiran preterm atau prematur masih cukup tinggi di negara

berkembang dibandingkan dengan negara maju. Menurut WHO (2018) Indonesia

menempati posisi ke 5 dari 10 negara dengan angka kejadian kelahiran prematur

terbanyak yakni sebanyak 675.700 (15,5%) kelahiran.

Riskesdas (2018) menyatakan bahwa Jawa Tengah memiliki angka kejadian

prematur sebanyak 19% dengan Kota Surakarta sebagai penyumbang 35,12%

dan Sukoharjo sebanyak 16,59%. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah (2019), angka kematian bayi di Jawa Tengah sebanyak 8,2 per 1000

kelahiran hidup dan Kota Surakarta memiliki presentase 5,0 per 1000 kelahiran

hidup.
1
2

Tingginya angka kematian pada bayi sebagian besar disebabkan oleh

kelahiran prematur. Kelahiran prematur merupakan penyebab kematian

terbanyak kedua setelah pneumonia pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun

dan penyebab kematian utama pada bayi dengan usia kurang dari 1 tahun. Angka

kejadian kelahiran prematur dan angka kematian bayi prematur masih cukup

tinggi baik di dunia maupun Indonesia (Risqiani & Yuliana, 2017).

Bayi prematur merupakan kelompok bayi yang memiliki resiko tinggi

dikarenakan pada bayi yang lahir belum cukup bulan terjadi ketidakmatangan

pada sistem organ tubuh seperti pada organ paru-paru, hepar, ginjal, jantung dan

juga pada sistem pencernaan. Dengan belum matangnya sistem organ pada bayi

prematur menjadikan bayi prematur memiliki resiko tinggi dalam masalah

kesehatan hingga kematian (Risqiani & Yuliana, 2017).

Hal ini menyebabkan pada bayi prematur yang hidup biasanya akan

mengalami dampak jangka panjang. Prematuritas dapat menimbulkan dampak

yang cukup serius pada bayi, bayi dapat mengalami gangguan fisik atau

intelektual. Gangguan respirasi, dan anoksia dimana bayi kelahiran prematur

memiliki resiko 12 kali lebih banyak dibanding bayi matur. Jika bayi prematur

lahir dengan berat badan

<1000 gram maka angka kematianya meningkat menjadi 74% (Tanjung &

Nurlubis, 2021).

Bayi yang lahir prematur (10-15%) akan memiliki banyak sekali masalah

setelah lahir, sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Bayi yang lahir

pada masa kandungan 36-37 minggu mempunyai resiko kematian 5 kali lebih

banyak
3

dibanding bayi aterm. Untuk itu dalam merawat bayi prematur diperlukan

pengalaman, keterampilan, pengetahuan dan kesabaran yang tingggi dan

perlunya kerjasama dalam tim (Nasifah & Setyawati, 2017).

Bayi yang lahir belum cukup bulan akan mengalami masalah pada status

hemodinamik dikarenakan organ pada bayi prematur ini belum matang. Sehingga

menyebabkan pengaturan sistem hemodinamik pada tubuhnya belum sempurna.

Status hemodinamik meliputi frekuensi nafas (respiratory rate), saturasi oksigen,

frekuensi nadi (heart rate). Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam

kegawatan sistem pernafasan pada bayi prematur adalah respiratory rate atau

frekuensi pernapasan. Nilai normal frekuensi pernafasan pada bayi prematur

adalah 40-70 kali per menit dan frekuensi pernafasan pada bayi normalnya

adalah 35-60 kali per menit (Anggraeni et al., 2019)

Masalah pernafasan menjadi penyebab utama morbiditas dan juga mortalitas

pada bayi prematur. Data statistik global menyatakan bahwa masalah pada sistem

pernafasan merupakan penyebab bayi prematur memerlukan perawatan khusus

pada periode awal kehidupannya. Masalah pada sistem pernafasan ini dapat

disebabkan oleh adanya infeksi dan bisa juga disebabkan oleh faktor fisik

mekanik. Kebutuhan oksigen dan alat bantu pernafasan akan lebih besar pada

bayi prematur dengan usia kelahiran kurang dari 30 minggu (Zeitlin et al., 2016).

Intervensi yang dapat diberikan pada bayi prematur dengan masalah pada

sistem pernafasan ini adalah pemberian terapi oksigen. Menurut Noripour et al

(2017) pemberian terapi oksigen dinilai dapat memperbaiki fungsi dan kapasitas
4

paru-paru pada bayi prematur. Neonatal Continous Positive Airway Pressure

(NCPAP) atau CPAP merupakan salah satu terapi oksigen yang dapat diberikan

pada bayi dengan gangguan respirasi akut. Sedangkan, untuk bayi dengan

gangguan pernafasan ringan hingga sedang dapat menggunakan terapi oksigen

Heated Humidified High Flow Nasal (HHHFN) (Roberts et al., 2016).

Bayi lahir prematur harus mendapatkan perhatian dan penanganan dengan

baik untuk menunjang kehidupannya agar terhindar dari masalah kesehatan

untuk kedepannya. Salah satu kegawatan pada bayi prematur adalah kegawatan

pada sistem pernafasan dimana bayi yang mengalami kegawatan sistem ini akan

dibantu bernafas dengan alat bantu nafas seperti ventilator mekanik dan

Continous Positive Airway Pressure (CPAP). Kondisi penyapihan pada bayi

prematur memerlukan pemantauan pada status hemodinamik salah satunya

respiratory rate. Bayi dengan gangguan pada sistem pernafasan juga

memerlukan tindakan yang mendukung untuk membantu meningkatkan

respiratory rate (Oktariani et al., 2020).

Penggunaan ventilator atau CPAP dalam jangka panjang tentunya akan

berbahaya bagi bayi. Dampak yang akan timbul jika menggunakan alat bantu

nafas ini untuk jangka panjang adalah kerusakan pada hidung, terlambatnya

pemberian makanan lewat mulut, waktu rawat inap akan semakin lama,

penurunan ikatan antara orang tua dan bayi serta terhambatnya proses

perkembangan (Simorangkir et al., 2021). Untuk itu diperlukan penyapihan agar

bayi dapat beradaptasi dengan lingkungan di luar ventilator. Proses penyapihan

ini sangat berguna untuk


5

mengurangi komplikasi pada bayi. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan

adalah dengan mengatur posisi tubuh bayi (Oktariani et al., 2020).

Memposisikan bayi dengan benar adalah salah satu intervensi yang dapat

dilakukan untuk membantu pematangan neuromuskular, memperbaiki pola tidur,

mengurangi permasalahan pada pemenuhan nutrisi bayi, serta dapat mengurangi

rasa nyeri dan stress pada bayi (Anggraeni et al., 2019). Posisi yang dapat

diberikan pada bayi prematur adalah posisi lateral dan elevasi (Rizqiea et al.,

2021), supinasi dan juga pronasi (Konstantelos et al., 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Rizqiea et al (2021) yaitu dengan memberikan

posisi lateral dan juga elevasi. Posisi lateral dalam penelitian ini yaitu dengan

memposisikan badan bayi dengan miring ke kiri dan posisi elevasi yaitu dengan

meletakkan kepala bayi lebih tinggi daripada badan (30ᵒ). Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Rizqiea et al (2021) menggunakan posisi lateral kiri dan head

elevasi dengan pengukuran pada frekuensi jantung dan saturasi oksigen bayi baru

lahir dengan asfiksia didapatkan hasil terdapat pengaruh yang signifikan sebelum

dan setelah dilakukan pemberian posisi (Rizqiea et al., 2021).

Pemberian posisi yang dapat dilakukan selanjutnya adalah posisi pronasi atau

tengkurap. Posisi tengkurap dapat turut andil dalam peningkatan fungsi

pernafasan dan menstabilkan sistem kardiovaskuler dengan cara mengurangi

tekanan pada abdomen (Anggraeni et al., 2019). Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Anggraeni dkk 2019 pada sebelum dan sesudah pemberian posisi pronasi

terhadap perubahan
6

status hemodinamik berpengaruh signifikan terhadap saturasi oksigen dan heart

rate (frekuensi jantung) pada bayi prematur, sedangkan belum didapatkan

perubahan bermakna pada respiratory rate bayi prematur.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Ruang HCU Neo Rumah Sakit

Universitas Sebelas Maret di dapatkan……

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “ Pengaruh Pemberian Posisi Pronasi Terhadap Perubahan

Respiratory Rate Pada Bayi Prematur Di Ruang HCU Neo Rumah Sakit UNS”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh posisi pronasi

terhadap respiratory rate pada bayi prematur.

1.2 Rumusan Masalah

Bayi prematur terutama yang memiliki gangguan pada sistem pernafasan

perlu diberikan intervensi tambahan untuk membantu proses penyapihan

terhadap penggunaan alat bantu pernafasan, salah satu hal yang dapat dilakukan

adalah memposisikan bayi dengan benar. Posisi yang dapat diberikan pada bayi

adalah posisi lateral, elevasi, supinasi dan juga pronasi. Berdasarkan latar

belakang penelitian diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “

Bagaimanakah pengaruh pemberian posisi pronasi terhadap perubahan

respiratory rate pada bayi prematur di Ruang HCU Neo Rumah Sakit UNS?”
7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian posisi pronasi terhadap perubahan

respiratory rate pada bayi prematur di Ruang HCU Neo Rumah Sakit UNS .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Megidentifikasi karakteristik bayi prematur di ruang HCU Neo

2. Mengetahui respiratory rate sebelum diberikan posisi pronasi

3. Mengetahui respiratory rate sesudah diberikan posisi pronasi

4. Menganalisis perubahan pada respiratory rate sebelum dan sesudah

diberikan posisi pronasi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi responden

Penelitian ini diharapkan akan membantu responden dalam proses adaptasi

diluar lingkungan ventilator. Diharapkan peneilitian ini dapat membantu

responden untuk menjaga kestabilan status hemodinamik (saturasi oksigen,

heart rate dan utamanya respiratory rate)

1.4.2 Bagi perawat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi intervensi mandiri perawat yang

dapat dilakukan untuk membantu klien dalam penyapihan alat bantu nafas.

Selain berkontribusi untuk membantu kegawatan sistem pernafasan, posisi

pronasi juga
8

bisa diterapkan untuk menjaga pola tidur bayi dan membantu bayi terhindar dari

stress, sehingga perawat bisa menerapkan intervensi ini.

1.4.3 Bagi rumah sakit

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan untuk bayi yang

sedang proses penyapihan alat bantu nafas agar meminimalisir terjadinya

dampak jangka panjang dalam kehidupan bayi.

1.4.4 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memberikan

motivasi dan dorongan kepada mahasiswa sebagai upaya untuk

mengembangkan diri.

1.4.5 Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu referensi yang dapat

digunakan untuk peneliti selanjutnya, sehingga peneliti selanjutnya yang akan

meneliti lebih dalam lagi tentang topik ini dapat terbantu.

1.4.6 Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian

posisi pronasi terhadap respiratory rate pada bayi prematur. Sehingga dapat

memberikan tambahan informasi dan juga pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Lina, D., Sri, Indiyah, E., Daryati, & Sri. (2019). Pengaruh Posisi Pronasi
Pada Bayi Prematur Terhadap Perubahan Hemodinamik. Journal of Holistic
Nursing Science, 6(2), 9–14. https://doi.org/10.31603/nursing.v6i2.2663

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2019).


Laporan Provinsi Jawa Tengah Riskesdas 2018. In Kementerian Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Jateng
Tahun 2019. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 3511351(24), 61.
https://dinkesjatengprov.go.id/v2018/storage/2020/09/Profil-Jateng-tahun-
2019.pdf

Konstantelos, D., Gurth, H., Bergert, R., Ifflaender, S., & Rüdiger, M. (2014).
Positioning of term infants during delivery room routine handling - analysis of
videos. BMC Pediatrics, 14(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/1471-2431-14-33

Nasifah, I., & Setyawati, E. (2017). Gambaran Penatalaksanaan Perawatan Bayi


Prematur Di Ruang Perinatologi RSUD Ambarawa. Jurnal Ilmiah Kesehatan Ar
Rum Salatiga, 2(1), 637915.

Noripour, S., Molei, A., Bandari, R., Emadi, A., Majid, S., & Far, F. (2017).
Perbandingan Hasil Pemberian Surfaktan Simultan dan Nasal Continuous
Positive Airway Pressure ( INSURE ) dan Non-Pemberian Surfaktan untuk
Pengobatan Bayi dengan Sindrom Distress Pernafasan. 8(1), 1–7.
https://doi.org/10.5812/dilengkapi.37462.Artikel

Oktariani, L., Sari, R. S., & Sari, F. R. (2020). Pengaruh Posisi Pada Adaptasi
Pernapasan Spontan pada Bayi Premature Setelah Penyapihan dari Ventilasi
Mekanik : Percobaan Terkendali Acak.

Risqiani, R. F., & Yuliana, L. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kematian


Bayi Prematur Di Indonesia. 1(November).

Rizqiea, N. S., Aini, S. N., Utami, R. D. P., Ratnawati, & Wardani, K. (2021). The
Differences of Left Lateral and Head Elevation Position toward Heart Rate of
Newborns with Asphyxia in the Perinatology Room RSUD Dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri. 9, 492–496.
https://doi.org/https://doi.org/10.3889/oamjms.2021.6192
Roberts, C. T., Owen, L. S., Manley, B. J., Frøisland, D. H., Donath, S. M., Dalziel,
K. M., Pritchard, M. A., Cartwright, D. W., Collins, C. L., Malhotra, A., &
Davis, P.
G. (2016). Nasal High-Flow Therapy for Primary Respiratory Support in
Preterm Infants. New England Journal of Medicine, 375(12), 1142–1151.
https://doi.org/10.1056/nejmoa1603694

Simorangkir, Ayu, Rustina, Y., & Efendi, D. (2021). Posisi Rawan Meningkatkan
Parameter Fisiologis Bayi Prematur Penyapihan dari CPAP : Uji Coba Kontrol
Acak. 9(April), 84–96.

Sukyati, I. (2021). Literature Review : Pengalaman Ibu Dengan Kelahiran Prematur.


Jurnal Ilmiah Kesehatan Keris Husada, 5(1), 40–44.

Tanjung, W. wardani, & Nurlubis, A. U. (2021). Hubungan Pengetahuan Dan


Riwayat Penyakit Dengan Kelahiran Prematur Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Padangsidimpuan. 1, 72–76.

WHO. (2018). Preterm Birth. World Health Organization. https://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/preterm-birth

Zeitlin, J., Manktelow, B. N., Piedvache, A., Cuttini, M., Boyle, E., Van Heijst, A.,
Gadzinowski, J., Van Reempts, P., Huusom, L., Weber, T., Schmidt, S., Barros,
H., Dillalo, D., Toome, L., Norman, M., Blondel, B., Bonet, M., Draper, E. S., &
Maier, R. F. (2016). Use of evidence based practices to improve survival without
severe morbidity for very preterm infants: Results from the EPICE population
based cohort. BMJ (Online), 354, 1–10. https://doi.org/10.1136/bmj.i2976

Anda mungkin juga menyukai