Anda di halaman 1dari 39

Halaman Pengesahan

Laporan Ilmiah ini disusun oleh :


Nama : Diyah Ayu Puspitasari
NIM : P1337424116035
Judul : “Asuhan Kebidanan Bayi Fisiologis pada By. I Umur 3 Bulan dengan
Kebutuhan Imunisasi DPT-HB-HIB 2 dan Polio 3 di Puskesmas Gubug 1
Kabupaten Grobogan”

Telah disahkan dan disetujui untuk memenuhi laporan Pra Praktik


Kegawatdaruratan Maternal, Neonatal, KB dan Kespro di Puskesmas Gubug 1.

Grobogan, 15 Mei 2018

Pembimbing Klinik Praktikan

Sri Yati, Amd.Keb Diyah Ayu Puspitasari


NIP. 197401051993012002 NIM. P1337424116035

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Sri rahayu, S.Kp,Ns, S.Tr.Keb, M. Kes


NIP. 197710032002122001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat,
hidayah serta inayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan laporan ilmiah ini dengan
Judul “Asuhan Kebidanan Bayi Fisiologis pada By. I Umur 3 Bulan dengan
Kebutuhan Imunisasi DPT-HB-HIB 2 dan Polio 3 di Puskesmas Gubug 1
Kabupaten Grobogan”. Laporan ilmiah ini disusun untuk memenuhi target
kompetensi mata kuliah Pra Praktik Kegawatdaruratan Maternal, Neonatal, KB
dan Kespro. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu untuk menyelesaikan laporan ilmiah ini, antara lain :
1. Ibu Sri Rahayu, S.Kp.Ns, S.Tr.Keb, M.Kes selaku Ketua Jurusan
Kebidanan Semarang
2. Ibu Triana Sri Hardjanti, M.Mid selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan
Kebidanan Semarang
3. Ibu Sri Rahayu, S.Kp,Ns, S.Tr.Keb, M.Kes selaku dosen pembimbing
4. Ibu Sri yati, Amd.Keb selaku pembimbing lahan
5. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi sempurnanya tulisan ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bisa
bermanfaat bagi pembaca.

Grobogan, 15 Mei 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga,
terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta
yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan
kondisinya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu, bayi dan
anak menjadi prioritas utama,yang harus dijaga kesehatannya. Karena anak
merupakan generasi penerus bangsa (Wijaya, 2005).
Kesehatan anak di dunia, khususnya di negara yang sedang berkembang
masih tergolong rendah, 11 juta anak di bawah 5 tahun meninggal setiap
tahunnya.Empat juta dari anak ini masih berusia di bawah 1 bulan. Sedangkan
jutaanlainnya hidup dengan gangguan kesehatan seperti menderita penyakit
polio, diare,cacat bawaaan dan perkembangan seperti lambat berjalan dan
bicara.Kematiananak ini, umumnya dipicu oleh faktor yang masih bisa
dicegah, seperti kurang gizidan infeksi misalnya infeksi saluran Pernafasan
dan infeksi saluran pencernaan(Partiwi, 2009).
Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh
WHO, cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati
80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat
campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat
polio yang dapat dicegah setiap tahunnya.Vaksinasi terhadap 7 penyakit telah
direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang antara
lain: BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. (Muhammad,2003).
Target MDGs untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia adalah sebesar 23 per 1.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2012
yaitu 34per 1.000 KH,hampir 75% dari semua kematian bayi disebabkan oleh:
neonatal, pneumonia, diare, malaria, campak, dan HIV / AIDS, tujuannya
adalah untuk lebih memotong angka kematian anak sebanyak dua pertiga pada
tahun 2015. Pencapaian MDGs untuk mengurangi angka kematian anak akan
membutuhkan cakupan universal dengan kunci yang efektif, intervensi
terjangkausalah satunya dengan cara vaksinasi.
Menurut WHO (World Health Organization) di negara Indonesia sekitar
175.000 penduduk setiap tahunnya meninggal dunia akibat terinfeksi penyakit
yang dapat dicegah oleh imunisasi dan vaksin, sekitar 450.000 setiap tahun.
Pada hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, berdasarkan jenis imunisasi
persentase tertinggi adalah BCG (87,6%) dan terendah adalah DPT-HB3
(75,6%). Papua mempunyai cakupan imunisasi terendah untuk semua
jenis imunisasi, meliputi HB-0 (45,7%), BCG (59,4%), DPT-HB 3
(75,6%), Polio 4 (48,8%), dan campak (56,8%). Provinsi DI Yogyakarta
mempunyai cakupan imunisasi tertinggi untuk jenis imunisasi dasar HB-
0 (98,4%),BCG (98,9%), DPT-HB 3 (95,1%), dan campak (98,1%)
sedangkan cakupan imunisasi polio 4 tertinggi di Gorontalo (95,8%). Dari
latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahas aplikasi asuhan
kebidanan pada bayi dengan kebutuhan imunisasi DPT/HB dan polio di BPM
Widayati, S.ST Keb.

B. Rumusan masalah
Bagaimana aplikasi asuhan kebidanan pada bayi dengan kebutuhan imunisasi
DPT- HB- Hib2 dan Polio 3 di Puskesmas Gubug 1?

C. Tujuan
Untuk mengetahui aplikasi asuhan kebidanan pada bayi dengan kebutuhan
imunisasi DPT- HB- Hib2 dan Polio 3 di Puskesmas Gubug 1.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Bayi
Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam
kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Selama periode ini, bayi sepenuhnya
tergantung pada perawatan dan pemberian makan oleh ibunya.
Nursalam, dkk (2005) mengatakan bahwa tahapan pertumbuhan
pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa
pasca neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan. Masa bayi merupakan bulan
pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap
lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ
tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami pertumbuhan yang
sangat cepat (Perry & Potter, 2005).
B. Pertumbuhan Bayi
Supariasa (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun
individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran
panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi
kalsium nitrogen tubuh). Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif,
yang dapat diukur. Indikator ukuran pertumbuhan meliputi perubahan tinggi
dan berat badan, gigi, struktur skelet, dan karakteristik seksual (Perry &
Potter, 2005).
Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang
bervariasi sesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara umum,
pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki (cephalokaudal).
Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih
dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah.
Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur
(Nursalam dkk, 2005).
C. Patofisiologis
1. Proses tumbuh kembang anak
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sejak dalam
kandungan. Setiap organ dan fungsinya mempunyai kecepatan yang
berbeda-beda. Perkembangan yang dialami anak merupakan rangkaian
perubahan yang teratur dari satu tahap perkmebangan ketahap
perkembangan berikutnya yang berlaku secara umum misalnya : anak
terdiri dengan satu kaki, berjingkrak (berjinjit), berjalan menaiki tangga,
berlari dan sebagainya (Nardho, 1993).
2. Perkembangan
Adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh
yang kompelks dalam pola yang teratur dan sebagai hasil dari proses
pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel
tubuh jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa hingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan (Soetjiningsih, 1995).
3. Teori perkembangan
a. Teori perkembangan menurut Soetjiningsih, 1995)
Melalui Denver Developmental Skrening test (DDST)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam
menilai perkembangan anak balita yaitu :
1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungan.
2) Fine motor adaptive (gerakan motork halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu saja, dan otot-otot kecil tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat misalnya kemamlpuan untuk
menggambar, memegang sesuatu benda, dan lain-lain.
3) Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
4) Gross motor (perkembangan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan gerakan dan sikap tubuh.
b. Menurut buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga dan Balita) ada
7 aspek pertumbuhan balita yaitu :
1) Tingkah laku sosial.
2) Menolong diri sendiri.
3) Intelektual.
4) Gerakan motorik halus.
5) Komunikasi pasif.
6) Komunikasi aktif.
7) Gerakan motorik kasar.
c. Periode perkembangan umur dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Periode perinatal (sejak konsepsi sampai lahir)
a) Germinal : konsepsi -2 minggu.
b) Embrionik : 2-8 minggu
c) Fetal : 8-40 minggu (lahir)
2) Periode infancy (sejak lahir sampai 12-18 bulan)
a) Neonatal : sejak lahir-28 hari.
b) Inpancy : 1 bulan -1 tahun.
3) Periode early childhood (umur 1 tahun-6 bulan)
a) Toddler : 1-3 tahun
b) Preschool : 3-6 tahun
4) Periode middle childhood
Sejak umur 6 tahun-12 tahun : usia sekolah.
5) Periode later childhood (usia 11-19 tahun)
a) Pra pubertas : 10-13 tahun.
b) Adolesence : 13-18 tahun.
Didalam teori perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana
diperlukan rancangan/stimulasi yang berguna agar potensi
berkembang dengan baik. Perkembangan anak optimal bila
interaksi sosial anak diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak
pada berbagai ahap perkembangan bahkan sejak dalam kandungan.
4. Pertumbuhan perkembangan sesuai umur
a. Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran berbagai organ.
Perasaan integritas, mencapai kebijaksanaan, penyelesaihan hidup
dengan bijaksana, belajar untuk menerima dari masing-masing sel
dalam kesatuan sel yang membentuk organ tubuh/pertumbuhan,
jumlah keseluruhan sel/kedua-duanya
b. Tumbuh kembang anak menurut umur
Menurut Soetjiningsih, 2005 : 33-36
1) Usia 0-1 bulan
a) Fisik : BB meningkat 150-200
gram/minggu.
TB meningkat 2.5 cm/bulan
Lingkar kepala meningkat 1.5 cm/bulan
sampai usia 6
bulan.
b) Motorik : Mengangkat kepala dibantu.
Tubuh ditengkurapkan dan menoleh.
Reflek primitif baik, sucking, rotting, moro
reflek, menelan dan menggenggam
c) Sensorik : Mengikuti sinar ke tengah.
d) Sosialisasi : Mulai tersenyum
2. Usia 2-3 bulan
a) Fisik : Fontanela posterior sudah menutup.
b) Motorik : Mengangkat kepala bayi ditahan dengan
tangan.
Memasukkan tangan ke mulut.
Meraih benda-benda yang menarik.
Sudah dapat didudukan dengan punggung
ditopang.
c) Sensorik : Mengikuti sinar ke tepi.
Koordinasi vertikal dan horisontal
Mendengarkan suara.
d) Sosialisasi : Tertawa pada seseorang.
Senang tertawa keras.
Menangis sudah mulai kurang.
3. Usia 4-5 bulan
a) Fisik : BB 2 kali BBL.
Ngeces (belum ada koordinasi menelan).
b) Motorik : Duduk kepala mulai seimbang dan
punggung mulai kuat.
Tengkurap susah bisa miring dan kepala
tegak lurus
Reflek primitif mulai menghilang.
Meraih benda dengan tangan.
c) Sensorik : Sudah mengenal orang.
Akomodasi mata baik.
d) Sosialisasi : Senang berinteraksi dengan orang lama.
Mengeluarkan suara tidak senang bila
mainnya diambil orang.
4. Usia 6-7 bulan
a) Fisik : BB meningkat 90-150 gr/minggu.
TB meningkat 1.25 cm/bulan.
Lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan
sampai 12 bulan.
Gigi mulai tumbuh.
b) Motorik : Membalikan tubuh.
Memindahkan benda dari tangan satu ke
tangan lainnya.
Mengambil dengan tangan, kaki, dan mulut.
Makanan ke mulut.
c) Sensorik : -
d) Sosialisasi : Dapat membedakan orang yang dikenalnya.
Merangkul/memeluk orang yang dicintai.
Menyebutkan (ma….ma……).
Dapat menangis cepat lalu tertawa lagi.
5. Usia 8-9 bulan
a) Fisik : BB3 kali BBL.
TB lebih ½ kali BBL.
Gigi atas dan bawah sudah tumbuh.
b) Motorik : Duduk sendiri.
Koordinasi tangan ke mulut lebih sering.
Tengkurap dan merangkak.
Mengambil dengan jari.
c) Sensorik : Tertarik dengan benda kecil.
d) Sosialisasi : Cemas terhadap orang tua.
Mengulang kata tidak ada arti.
6. Usia 10-12 bulan
a) Fisik : BB 3 kali BBL.
TB lebih ½ kali BBL
Gigi atas dan bawah sudah sembuh.
b) Motorik : Berdiri tidak lama.
Berjalan dengan bantuan.
Berdiri dan duduk sendiri.
Mulai makan dengan sendok.
Main ciluk….ba……
Senang mencoret kertas.
c) Sensorik : Dapat membedakan bentuk.
d) Sosialisasi : Emosi berlebihan, cemburu, marah.
Senang lingkungan yang dikenal.
Takut lingkungan asing.
Mengerti perintah sederhana.
c. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
1) Faktor dalam
Yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri baik faktor
bawaan maupun faktor yang diperoleh, antara lain :
a) Hal-hal yang diturunkan dari orang tua, kakek, nenek atau
generasi sebelumnya, misal : warna rambut, bentuk tubuh.
b) Untuk berpikir dan kemampuan intelektual
Misal : kecepatan berfikir.
c) Keadaan kelenjar zat-zat dalam tubuh
Misal : kekurangan hormon yang dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak.
d) Emosi dan sifat-sifat (tempramen) tertentu
Misal : pemalu, pemarah, tertutup, dan lain-lain.
2) Faktor luar menurut Mardho, 1993 : 2-4
a) Keluarga
i. Umur ibu kurang dari 20 tahun.
ii. Jumlah anak usia dbawah 3 tahun (balita) 2 atau lebih.
iii. Ibu/pengasuh anak tidak tahu mengenai kebutuhan anak
dan sulit menerima pesan-pesan kesehatan.
iv. Ibu/pengasuh anak menderita gangguan mental atau
tekanan jiwa yang berat.
v. Ibu/pengasuh anak mengabaikan atau tak acuh terhadap
kesejahteraan/perkembangan anak.
vi. Rumah kacau/kotor yang ditandai oleh kurangnya perhatian
terhadap keselamatan anak dan perawatan rumah.
vii. Ayah yang sering melakukan kejahatan, minum alkohol
atau ada gangguan jiwa
viii. Hubungan suami istri yang buruk.
b) Gizi
c) Budaya
d) Teman bermain dan sekolah
d. Tanda Balita Sehat
1) Lincah dan aktif.
Dunia anak sehat adalah dunia yang ceria dan dinamis. Mereka tak
berhenti bergerak dan berceloteh. Hal ini antara lain ditunjang oleh
otot-otot tubuhnya yang lentur, sehingga balita luwes menekuk
sendi srluruh tubuhnya. Untuk itu, waspada jika balita tiba-tiba
lesu, karena mungkin saja dia sedang tidak enak badan namun
enggan mengatakannya.
2) Bahagia dan responsif.
Ketika diajak bicara, balita menunjukkan kontak mata yang
responsif. Untuk menstimulasinya, ajak anak bicara setiap ada
kesempatan. Saat makan, bermain, atau diajak bepergian. Biasakan
berbicara dengan melihat mata balita.
3) Rambut tidak mudah kusam dan rontok.
Jangan abaikan bila rambut balita mudah rontok dan tampak
kusam. Bisa jadi dia kekurangan zat gizi tertentu, seperti vitamin B
kompleks dan mineral seng (zinc). Sebaliknya, dengan rambut
mengilap dan kuat, menunjukkan bahwa balita cukup gizi, serta
kebersihan rambut dan kulit kepalanya terjaga.
4) Gigi cemerlang.
Jika di usia setahun gigi pertamanya belum juga tumbuh, bisa jadi
balita kekurangan kalsium. Biasakan ke dokter gigi 6 bulan sekali
untuk pemeliharaan.
5) Gusi merah muda
Tak mudah berdarah. Jika mudah berdarah ad akemungkinan
mengalami defisiensi (kekurangan) vitamin C. gusi dan gigi yang
sehat dan terawatt juga membuat mulut bayi tak bau busuk.
6) Kulit bersih dan jika luka mudah sembuh.
Dalam kondisi sehat, sel-sel kulit juga menjadi lebih cepat
emperbaiki diri ketika terjadi luka.
7) Kuku merah muda (tidak pucat) dan tidak rapuh.
Ini menunjukkan bahwa balita tidak mengalami anemia
(kekurangan sel darah merah) dan tidak kekurangan mineral
kalsium.
8) Suhu tubuh antara 36,5ºC – 37,5ºC.
Tak perlu mengecek suhu setiap saat, cukup amati perilakunya
saja. Kelincahan dan cerianya bisa jadi pertanda suhu tubuhnya
normal. Jika tampak lesu, baru cek suhu tubuh.

9) Makan lahap.
Jika di usia 2 tahun anak masih melepeh makanannya, misalnya,
bisa jadi dia mengalami gangguan mengunyah dna menelan
makanan, karena ia tak melalaui “tahap emas” belajar makan
dengan baik di usia 6-12 bulan. Gangguan makan bis
amengakibatkan kurang gizi dan menggangu kemampuan bicara ,
karena kerja otot oromotor di organ mulut berkaitan erat dengan
keterampilan bicara.
10) Tidur lelap dalam waktu cukup
Di bawah usia 5 tahun perlu tidur sekitar 10 jam sehari. Sehingga
sel-sel saraf otak berkembang baik untuk mendukung
kecerdasannya.
11) BAB lancar.
Buang air besar (BAB) teratur, tidak pernah sembelit dan diare,
menunjukkan organ pencernaanya baik. Sembelit berkepenjangan
dapat mengakibatkan gangguan organ dalam karena sisa makanan
terlalu lama tersimpan di perut dan terjadinya ambeien karena anak
sering mengejan. Sementara diare menunjukkan ada gangguan alat
pencernaan, sehingga penyerapan makanan kurang baik.
12) Cocok dengan KMS
Kartu Menuju Sehat (KMS) atau agenda tumbuh kembang balita
dari dokter jadikanlah alat untuk memantau perkembangan balita.
Bila ada penyimpangan, jangan tunda konsultasikan dengan dokter
agar segera ditangani.
13) Antusias bermain
Anak sehat selalu antusia bermain, kecuali bila dia sedang
mengantuk.
14) Bentuk kaki normal.
Ketika lahir bentuk kaki O, biasanya menjelang usia 2 tahun akan
berangsur normal. Jika setelah usia 3 tahun kakai balit amasih
tampak O atau X, sebaiknya periksakan ke dokter.
15) Harum baunya.
Berkeringat boleh, tapi sebaiknya segera dilap dan diganti bajunya,
sehingga bau tubuh tidak menyengat. Keringat yang tidak dilap dan
tubuh yang jarang dibersihkan, bis amenjadi sumber munculnya
penyakit.

B. Lima Imunisasi Dasar Lengkap


1. Pengertian
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja
memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga
tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010)
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat
anti untuk mencegah terhada penyakit tertentu. (Alimul, 2009)
2. Tujuan Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi
agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang
disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati, 2010)
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009)
3. Manfaat Imunisasi
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa
anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. (Proverawati, 2010)
4. Jenis Imunisasi
a. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan
(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan
memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika
terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh
imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi
aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu :
1) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan
dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin
yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan
vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen
organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus
merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
2) Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang
digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau
menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-
bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa
digunakan.
3) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen,
misalnya telur, protein serum, bahan kultur sel.
4) Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi
meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar
dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga,
dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi
peningkatan antibodi tubuh.
b. Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan
cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia
(kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau
binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah
masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang
yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat
pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai
jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa
kandungan, misalnya antibodi terhadap campak. (Proverawati, 2010)
5. Jenis Vaksin Lima Imunisasi Lengkap
a. BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya
penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun
sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah
TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau
TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman
TBC yang telah dilemahkan.
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir
sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui
intradermal/intracutan. Efek samping pemberian imunisasi BCG
adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis,
dan reaksi panas.
b. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. kandungan vaksin ini
adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi
hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui
intramuscular.
c. Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis.
Imunisasi polio diberikan melalui oral.
d. DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT
ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang
telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang
pembentukan zat anti (toksoid).
Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian
pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan)
terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat
anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup.
Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular.
Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat.
Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat
penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat,
kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
encephalopathy, dan syok.
e. Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk
penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis.
Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki
efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas.
(Alimul, 2009)
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Imunisasi
a. Status imun penjamu
1) Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi,
misalnya: Campak pada bayi, Kolostrum ASI , Imunoglobulin A
polio.
2) Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar
komplemen, aktifasi optonin.
3) Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil
vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.
4) Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara
simultan, bayi diimunisasi.
5) Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi
dapat diberikan pada neonatus.
b. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin
kurang.
c. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik,
cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
d. Kualitas vaksin
Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
e. Dosis vaksin
Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; Jika rendah,
maka tidak merangsang sel imunokompeten

f. Frekuensi pemberian.
Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi
produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi
respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat
kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan
oleh antibodi spesifik maka tidak merangsang sel imunokompeten.
g. Ajuvan
1) Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen
2) Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang;
3) Mengaktifkan sel imunokompeten
h. Jenis vaksin
Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
i. Kandungan vaksin
1) Antigen virus
2) Bakteri
3) Vaksin yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG
4) .Vaksin mati : pertusis.
5) Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.
6) Ajuvan : persenyawaan aluminium
7) .Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.
7. Faktor Yang Dapat Merusak Vaksin Dan Komposisi Vaksin
a. Panas dapat merusak semua vaksin.
b. Sinar matahari dapat merusak BCG.
c. Pembekuan toxoid.
d. Desinfeksi / antiseptik : sabun. (Marimbi, 2010)
8. Tatacara Pemberian Imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata
cara seperti berikut:
a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko
apabila tidak divaksinasi.
b. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila
terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
c. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan
lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan
orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
d. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan
diberikan.
e. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
f. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
g. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda
perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa,
misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya
kerusakan.
h. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan
pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up
vaccination) bila diperlukan.
i. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai
pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan
posisi penerima vaksin.
j. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:
k. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh,
apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi
ikutan yang lebih berat.
l. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
m. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas
Kesehatan bidang P2M.
n. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan
vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar,
pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas
yang berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid,
dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan.
a. Penyimpanan
Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan
kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur)
informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar
vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan
tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak
aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi
guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena
beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku.
b. Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut
khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin
telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan
(warna dan kejernihan).
Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan
cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang
steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan
panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
c. Pembersihan Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan
namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
d. Pemberian Suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular
atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin
yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan
intradermal.
e. Teknik dan Ukuran Jarum
Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami
teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk
mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang
salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum
baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin
yang multidosis, karena risiko infeksi. Apabila memakai botol
multidosis (karena tidak ada laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka
jarum suntik yang telah digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai
lagi mengambil vaksin.
Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup
yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk
menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan
jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot.
Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan
subkutan yang kurang dalam.
Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm,
tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :
1) Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda
dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26
dengan panjang 16 mm.
2) Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25
dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran
27 dengan panjang 12 mm.
3) Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran
25-27 dengan panjang 10 mm.
f. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke
dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot
vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid
jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh
vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90º. pada
suntikan dengan sudut jarum 45 º sampai 60 º akan mengalami
hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.
g. Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk
vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio
deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih
besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk
vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk
menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus).
Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus
lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut,
masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan
intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan
suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat.
Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di
atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas
puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid.

h. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan


Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan
risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya.
Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun
demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan
menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu
diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu
memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka
memahami apa yang sedang dikerjakan.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur
dibawah 12 bulan adalah :
1) Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan
daerah gluteal.
2) Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk
menyerap suntikan secara adekuat.
3) Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan
di daerah gluteal.
4) Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di
tempat suntikan yang menahun.
5) Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian
anterior.
6) Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang
mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam
batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan
bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-
60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum
tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah
proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.
Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang
oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan
orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka bila
menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak
demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha.
Kedua tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang
dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi
hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar.
Lokasi suntikan pada vastus lateralis :
1) Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan
terlentang.
2) Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut.
3) Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara
palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut.
Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan
tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk,
maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan
garis bagian distal lebih jelas).
4) Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas
antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari
di atas batas tersebut.
i. Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah
deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya. Lengan
yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara
lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh.
Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi
berlangsung aman dan berhasil. Posisi yang salah akan menghasilkan
suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko penetrasi
saraf.
Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan
atas dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah
otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah humerus.
Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o mengarah pada
akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma
saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot
trisep.
j. Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)
Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang
telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah
diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama. Jarum
atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak boleh
digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko
kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda
(multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain.
k. Penyuntikan Subkutan
Perhatian untuk suntikan subkutan :
1) Arah jarum 45 º terhadap kulit.
2) Cubit tebal untuk suntikan subkutan.
3) Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
4) Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas
berbeda.
l. Penyuntikan Intramuscular
Perhatian untuk penyuntikan intramuskular :
1) Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
2) Suntik dengan arah jarum 45° -60° , lakukan dengan cepat.
3) Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk
saat jarum ditusukkan.
4) Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan
tidak masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan
ulangi dengan suntikan baru.
5) Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas
berbeda.
m. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai,
boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin
virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal
imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda
saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama
dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio.
Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu
semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang
pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda
dengan menggunakan semprit yang berbeda. (IDAI, 2008)
9. Jadwal Imunisasi
a. BCG
1) Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun
dianjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12
bulan.
2) Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk
anak (>1 tahun).
3) Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
4) Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun
dapat mencegah komplikasinya.
5) Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan
apabila uji tuberkulin negatif.
b. Hepatitis B
1) Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12
jam) setelah lahir.
2) Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari
imunisasi hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan.
3) Untuk mendapatkan respon imun optimal, interval imunisasi
hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik 5
bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6
bulan.
Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin
hepatitis B-0 monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan
dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan.
Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP
untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis
B-3 yang masih rendah.
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah
memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan
imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian.
c. DPT
1) Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT
tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8
minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DPT-1 diberikan
pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada
umur 6 bulan.
2) Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi
dasar maupun ulangan.
3) Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain
yaitu DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV.
d. Polio
1) Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan
3. (1.OPV, hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif,
suntikan.)
2) Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai
tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
3) Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan
6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
4) OPV diberikan 2 tetes per-oral.
5) IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat
diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).
e. Campak
Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml
secara subkutan dalam, pada umur 9 bulan. (IDAI, 2008)
10. Kontraindikasi Imunisasi
Anafilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan
kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang
demam dan panas lebih dari 38℃ merupakan kontraindikasi pemberian
DPT, hepatitis B-1 dan campak.
Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda
dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi
kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah
ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat. (Proverawati, 2010)
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BAYI FISIOLOGIS
BY.I UMUR 3 BULAN DENGAN KEBUTUHAN IMUNISASI DPT- HB-
HiB 2 DAN POLIO 3
DI PUSKESMAS GUBUG 1

I. PENGKAJIAN

Tanggal : 15 Mei 2018

Waktu : 10.00 WIB

Tempat : Puskesmas Gubug 1

II. IDENTITAS

a. Identitas Bayi
Nama : By. I

Tanggal/Jam lahir : 15 Februari 2018 /10.15 WIB

Jenis kelamin : Perempuan

b. Identitas Orang tua

Nama ibu : Ny D Nama suami : Tn .S

Umur : 21 tahun Umur : 27 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : Wiraswasta

Alamat : Pranten 1/1 Alamat : Pranten 1/1


III. DATA SUBYEKTIF
1. Alasan Datang: Ibu mengatakan ingin mengimunisasikan anaknya (DPT-
HB-HIB 2, Polio 3)
Keluhan Utama : Ibu mengatakan anaknya tidak memiliki keluhan.
2. Riwayat Kesehatan:
a. Dahulu : Ibu mengatakan anaknya tidak pernah dan tidak sedang
menderita penyakit menular, penyakit menurun dan kronis, jantung,
asma, campak, kejang dan lain-lain. Anak tidak memiliki cacat bawaan.
b. Sekarang : Ibu mengatakan saat ini anaknya saat ini panas.
c. Keluarga : Ibu mengatakan dalam keluarga bayi tidak ada yang menderita
penyakit yang mengarah ke penyakit jantung, hipertensi, hepatitis,
malaria, asma, DM, TBC, PMS, HIV/ AIDS.
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Dahulu :-
Sekarang : By. I lahir spontan, usia kehamilan 38 minggu, berat badan 3000
gram.
4. Riwayat tumbuh kembang:
Pertumbuhan BB :
a. BB lahir : 3000 gram
b. BB sekarang : 9 kg

Perkembangan anak : Normal


Kelainan bawaan : Tidak ada kelainan bawaan

5. Riwayat Imunisasi :

Jenis imunisasi Usia

Hb 0 0 hari (15-2-2018)

BCG POLIO 1 1 bulan (15-3-2018)

DPT 1 POLIO 2 2 bulan (15-4-2018)


6. Pola kebiasaan sehari- hari:
a. Pola nutrisi : Ibu mengatakan anaknya hanya minum ASI,
frekuensi minum ASI 2-3 jam sekali.
b. Pola eliminasi : Ibu mengatakan anaknyan BAB 2x dalam sehari,
konsistensi lembek, warnan kuning kecoklatan ,bau khas feces.
Sedangkan BAK 9-10x dalam sehari konsistensi cair, warna kuning
jernih, bau khas urine. Tidak ada keluhan pada pola eliminasi
c. Pola istirahat : Ibu mengatakan anaknya tidur siang selam ±3 jam per hari
dan tidur malam 9-10 jam per hari
d. Pola aktifitas : Ibu mengatakan anaknya selalu aktif dan sering
mengeluarkan suara (ngoceh) sendiri.
e. Personal hygiene: Ibu mengatakan anaknya mandi 2x /hari, keramas
setiap hari, ganti baju 2-3x/hari setelah mandi atau apabila baju sudah
kotor, ganti popok menyesuaikan dengan kondisi (setelah BAB/BAK)
f. Pola Sosial Ekonomi : Ibu mengatakan anak diasuh langsung oleh orang
tuanya, dalam keluarga yang harmonis. Ibu mengatakan penopang
perekonomian keluarga adalah ayah, penghasilan keluarga mampu untuk
mencukupi kebutuhan keluarga dan kebutuhan anaknya.
IV. DATA OBYEKTIF

1. Pemeriksaan Umum:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital signs : N = 100 x/mnt
RR = 38 x/mnt
T = 39,5 ℃
2. Pengukuran antropometri:
BB : 9 KG Lingkar kepala/ LK : 39 CM
PB : 77 CM LILA : 14 CM

3. Status Present:
Kepala : rambut hitam, pertumbuhan rambut tidak merata,
mesochepal, tidak ada benjolan abnormal
Muka : tidak pucat, tidak oedem
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak terdapat sekret, tidak ada polip, simetris
Mulut : simetris, bibir lembab, gusi tidak berdarah
Telinga : tidak ada penumpukan serumen, tidak ada benjolan
abnormal
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limfe, dan
vena jugularis. Tidak ada nyeri tekan, tidak ada biang
keringat
Dada : simetris, tidak ada tarikan dinding dada, tidak ada nyeri tekan
Pulmo/COR : tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi dan stridor. Deyut
jantung teratur
Abdomen : tidak ada pembesaran limpa dan hepar, tidak kembung
Genetalia : tidak dikaji
Punggung : tidak ada kelainan tulang punggung, tidak ada ruam-ruam
kulit
Anus : tidak dikaji
Ekstremitas : ekstrimitas atas dan bawah pergerakan normal, tidak ada
oedem, jari-jari lengkap, kuku bersih dan tidak pucat
Kulit : Turgor kulit baik

V. ANALISA
By. I umur 3 bulan dengan pertumbuhan dan perkembangan normal.
Kebutuhan imunisasi DPT-HB-HIB 2 dan Polio 3.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayinya dalam
keadaan baik- baik saja, dan bayinya bisa di imunisasi
Hasil : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan senang bahwa bayinya
dalam keadaan baik- baik saja dan dapat di imunisasi.
2. Memberi tahu ibu manfaat imunisasi DPT- HB-Hib2 dan Polio3.
Imunisasi DPT- HB-Hib2 yaitu memberi pencegahan dari penyakit difteri
yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas, batuk rejan, pertusis dan
dan tetanus, Hepatitis B yang menyebabkan kerusakan hati, infeksi HIB
menyebabkan meningitis( radang selaput otak). Sedangkan imunisasi Polio
berfungsi untuk mengindari dari penyakit Poliomielitis atau lumpuh layu
pada tungkai kaki dan lengan tangan
Hasil : ibu mengerti manfaat imunisasi DPT- HB-Hib2 dan Polio 3
3. Memberikan imunisasi DPT- HB-Hib2 0,5 cc secara IM di 1/3 lengan
kanan atas dan imunisasi Polio secara oral (2 tetes)
Hasil : By.S telah mendapat imunisasi DPT- HB-Hib2 dan Polio3
4. Memberikan informasi kepada ibu tentang efek samping dari imunisasi
DPT- HB-Hib2, yaitu akan terjadi panas dan bengkak pada bekas suntikan
1-2 hari. Sementara imunisasi polio tidak menimbulkan efek samping.
Hasil : Ibu mengerti efek samping dari imunisasi DPT- HB-Hib2 dan
polio.
5. Memberikan paracetamol kepada ibu dan memberitahu ibu apabila
anaknya panas di beri paracetamon 1x1/4 dan apabila bengkak dikompres
hangat bagaian yang bengkak.
Hasil : Ibu mengerti dan mau melakukannya
6. Menganjurkan ibu untuk datang kembali 1 bulan kemudian agar By. S di
imunisasi DPT- HB-Hib3 dan Polio 4
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia datang 1 bulan kemudian.

Grobogan , 18 Mei 2018

Pembimbing Klinik, Praktikan,

Kasminah, Amd. Keb Fauzul Munah


NIP. 197003291990032004 NIM. P1337424416003

Mengetahui

Pembimbing Akademik,

Dr. Runjati M. Mid


NIP. 19741114 199803 2 001
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, penulis akan membandingkan


asuhan yang diberikan antara teori dan praktek.

1. Pengkajian
PENGKAJIAN TEORI PRAKTEK

DS Identitas bayi Bayi : Nama, tanggal / jam Sama dengan teori


dan orang tua lahir, jenis kelamin

Orang tua :Nama, Umur,


Agama, Pendidikan,Pekerjaan,
Suku, Alamat

Riwayat Kesehatan sekarang, dahulu, Sama dengan teori


Kesehatan ibu dan keluarga
dan keluarga

Riwayat Umur Kehamilan,abortus atau Sama dengan teori


kehamilan, tidak, jenis partus, penolong,
persalinan, dan penyulit, berat bayinya ketika
nifas ibu yang lahir, keadaan anak, dan
lalu nifasnya

Pola pemenuhan Pola nutrisi,eliminasi, istirahat, Sama dengan teori


kebutuhan aktivitas
sehari – hari

DO Pemeriksaan KU,Kesadaran, vital sign, Tanda vital hanya


umum pengukuran antropometri suhu dan denyut
jantung. Pengukuran
antopometri hanya
berat badan saja

Status present Head to toe dan refleks – Hanya muka, kulit,


refleks abdomen,
pulmo/COR saja

2. Analisa
Analisa / diagnosa yang ditegakkan dalam praktek umumnya sesuai
dengan teori dan tidak ada perbedaan.

3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan dalam praktek sudah sesuai dengan
teori, dan tidak ada perbedaan yang signifikan. Ibu juga sudah dijelaskan
mengenai penyakit yang diderita anaknya dan diberikan terapi obat
penurun panas (paracetamol).
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Bahwa dalam menegakkan diagnosa yang tepat maka haruslah dilakukan
pengkajian secara menyeluruh pada bayi yaitu meliputi anamnesa pada
orang tua, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam dan pemeriksaan
laboratorium.
2. Dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi, maka penolong (bidan)
harus memahami kondisi fisik bayi serta tetap memperhatikan
kebersihan, keamanan, dan ketepatan dalam mendiagnosa.
3. Tumbuh kembang bayi memerlukan pemantauan dan stimulasi yang
kontinu agar bayi tidak mengalami kegagalan perkembangan atau
keterlambatan perkembangan yang juga dapat menghambat
perkembangan psikologis dan fisiknya.
B. Saran
1. Sebagai mahasiswi kebidanan, sebaiknya memperhatikan teknik
pemeriksaan yang benar dan aman.
2. Sebagai mahasiswi, sebaiknya lebih memperhatikan diagnosa serta
mengerti terapi apa yang harus diberikan.
3. Sebaiknya dalam memberikan pelayanan terhadap anak-anak (bayi),
memperhatikan kebutuhan prinsip asah, asuh, asih.
DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Suryanah, 1996. Keperawatan Anak untuk Siswa SPK. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul.2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2017. Buku Kesehatan Ibu dan Anak.


Jakarta. Kementrian Kesehatan dan JICA

Anda mungkin juga menyukai