Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK FISIOLOGIS

NEONATUS, BAYI & BALITA I

OLEH:

RIWIN KUSMINARTI
P1337424823026

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Fisiologis Neonatus, Bayi dan Balita I di


Puskesmas Grabag II, telah disahkan oleh pembimbing pada :

Hari : Kamis
Tanggal : 9 Desember 2023

Magelang, 9 Desember 2023

Pembimbing Klinik Praktikan

Sidem Rahayu,S.Tr.Keb.Bdn. Riwin Kusminarti


NIP. 197703182007012006 NIM. P1337424823026

Mengetahui,
Pembimbing Prodi

Nuril Nikmawati, S.Kp.Ns, M.Kes


NIP. 19700429 199403 2 001
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis

1. Pengertian Bayi
Bayi adalah manusia yang baru lahir yang berumur sampai dengan 12
bulan yang ditandai dengan tumbuh kembang fisik yang cepat dengan perubahan
kebutuhan nutrisi. Bayi juga termasuk individu yang lemah dan memerlukan
proses adaptasi. Agar bayi dapat bertahan hidup diperlukan 4 adaptasi, yaitu:
a. Adaptasi terhadap perubahan suhu
b. menghisap dan menelan
c. bernafas
d. Pembuangan kotoran
Kesulitan beradaptasi dapat menyebabkan bayi mengalami penurunan berat badan,
perkembangan yang lambat bahkan meninggal.
Menurut Depkes RI (2009) masa bayi merupakajn masa keemas an tetapi
juga merupakan masa kritis bagi perkembangan manusia. Disebut sebagai masa
kritis karena bayi sangat peka terhadap lingkungannya pada masa ini dan disebut
sebagai periode emas karena masa bayi sangat singkat dan tidak data diulang.
(Lontaan et al., 2023)
Masa bayi (infacy) terbagi menjadi masa neonatal (0-28 hari) dan masa
post neonatal (29 hari-12 bulan) .
Pada masa neonatal terjadi adaptasi lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah serta organ-organ tubuh mulai berfungsi. Saat lahir berat badan
normal dari ibu yang sehat berkisar antara 3000 gr - 3500 gr tinggi badan sekitar
50 cm, berat otak sekitar 350 gram. Pada 10 hari pertama kehidupan biasanya
terjadi penurunan berat badan 10 % dari berat lahir, kemudian berangsur-angsur
mengalami kenaikan.
Bayi adalah anak usia 0 sampai 12 bulan, setiap bayi mengalami tahap
pertumbuhan dan perkembangan dalam masa hidupnya. Pertumbuhan dan
perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan, bersifat kontinyu dan
pertumbuhan merupakan bagian dari proses perkembangan.(Pemiliana, 2022)
Pada masa neonatal refleks-refleks primitive yang bersifat fisiologis akan
muncul, diantaranya refleks moro yaitu refleks merangkul yang akan menghilang
pada usia 3-5 bulan. Refleks menghisap, sucking refleks, refleks menoleh,
rooting reflaks, reflek mempertahankan posisi leher / kepala (tonickneck refleks),
reflek memegang (palmar grasps refleks) yang kan menghilang pada usia 6-8
tahun. Pada masa neonatal fungsi pendengaran dan penglihatan juga mulai
berkembang.
Bayi sebutan untuk usia 0-1 tahun dan mahluk hidup yang baru saja
dilahirkan dari rahim ibu. Pada masa ini sangat lucu-lucunya anak baik fisik
maupun dalam tingkah lakunya, karena pada masa ini adalah masa yang polos
dan unik bagi anak (Mochtar, 2012).
Pada masa bayi pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat.
Umur 5 bulan berat badan anak 2 x berat lahir dan umur 1 tahun sudah 3 x berat
saat lahir. Pertambahan lingkar kepala juga pesat. pada 6 bulan pertama
pertumbuhan lingkar kepala sudah 50 %. Oleh karena itu perlu pemberian gizi
yang baik yaitu dengan memperhatikan gizi seimbang.
Pada 3 bulan pertama anak berusaha mengelola bola matra untuk
mengikuti suatu objek, membedakan seseorang dengan benda, senyum, naluri
dan bersuara. Terpenuhinya rasa aman dan kasih sayanga yang cukup
mendukung perkembangan yang optimal pada masa ini. Pada posisi telungkup
anak berusaha mengangkat kepala, jika tidur terlentang anak lebih menyukai
sikap memiringkan kepala ke samping.(Pemiliana, 2022)
2. Ciri – Ciri Bayi Sehat
Menurut Soegeng (2008), ciri-ciri bayi sehat meliputi :
a. Bergerak aktif, di mana gerakannya itu melibatkan tubuh, kepala, kaki, dan
tangan secara seimbang.
b. Cukup "rakus" mengisap ASI.
c. Suka tersenyum dan tertawa saat diajak bicara.
d. Bayi menangis dengan keras dan nyaring.
e. Warna kulit kemerahan, dari muka, bibir, hingga tangan dan bagian kaki
f. Lengan dan tungkai bergerak aktif, tangan mengepal dan menekuk di siku,
tungkai setengah tekuk di sendi paha dan lutut.
g. Napas bayi teratur dan tenang, dinding dada dan dinding perut bergerak
teratur
h. Semua anggota badan lengkap sempurna, dari ujung kaki hingga ujung
rambut. Tak terkecuali lubang mulut, lubang dubur dan pusar.
i. Tinja pada hari pertama sampai ke-7 berwarna hijau, hari berikutnya berubah
jadi kuning.
j. Sedangkan warna urin jernih atau kekuningan.
k. Warna putih mata tetap putih, tidak kuning.
l. Jika di usia 4 minggu dinilai semua fungsi tubuh baik, berarti normal
3. Kebutuhan Dasar Bayi
Kualitas tumbuh kembang anak ditentukan oleh peran lingkungan dalam
mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang yang meliputi : :
a. Asuh ( Kebutuhan Fisik – Biomedis)
Kebutuhan asuh meliputi sebagai berikut :
1) Nutrisi yang adekuat dan seimbang
2) Pengobatan
3) Perawatan kesehatan dasar. Untuk mencapai kesehatan dasar yang
optimal, perlu beberapa upaya misalnya imunisasi, kontrol ke Puskesmas
atau Posyandu secara berkala, perawatan bila sakit.
4) Pakaian
5) Tempat tinggal
6) Snitasi lingkungan
b. Asih (Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang)
Kebutuhan asih meliputi :
1) Kasih sayang orang tua
2) Rasa aman
3) Penghargaan
4) Dukungan/dorongan
5) Mandiri
6) Rasa memiliki
c. Asah (Stimulasi).
1) Stimulasi gerak
2) bicara
3) bermain
4) moral
5) kognitif
6) pendidikan(Kusyairi, 2006)
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi
Pertumbuhan dan perkembangan adalah bertambah besarnya ukuran dan
struktur sel dan bertambah banyak nya jumlah sel. Makna perkembangan secara
psikologis adalah bertambah dewasanya individu yang bersangkutan.
Pertumbuhan dan perkembangan akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
kemampuan individu.
Secara umum proses tumbuh dan berkembang mempunyai periode :
a. Periode prenatal
yaitu selama masih di dalam kandungan (belum lahir)
b. Periode dini (infacy)
Yaitu sejak lahir sampai usia 14 hari (2 minggu). Pada masa ini bayi akan
berada di lingkungan yang baru (luar tubuh ibunya)
c. Periode bayi (baby hood)
Yaitu sejak usia 2 minggu sampai 2 tahun. Awalnya bayi sangat tergantung
dengan keberadaan ibunya. Lambat laun kondisi ini akan berubah, bayi akan
belajar mandiri
d. Periode anak (childhood)
Yaitu usia 2 sampqi 6 tahun dan usia 6-12 tahun.
e. Periode Pubertas (puberty) yaitu usia 11-16 tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang :
a. Faktor genetic
Ditentukan oleh factor pembawa (gen) yang terdapat dalam sel tubuh, gen
diwariskan dari orang tua kepada keturunannya
b. Faktor lingkungan
1) Tempat tinggal
Bayi yang tinggal di tempat yang berudara segar akan melakukan proses
pembakaran lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tinggal ditempat
yang udaranya penuh dengan polusi.
2) Lingkungan pergaulan
Apabila bayi tinggal dilingkungan yang kondusif dan penuh kehangatan
maka akan membuat tumbuh kembang bayi optimal.
3) Sinar matahari yang diterima
Sinar matahari berhubungan erat dengan proses pembentukan vitamin D
guna pertumbuhan tulang dan gigi
4) Status Gizi
Kecukupan gizi secara keseluruhan akan mengoptimalkan tumbuh
kembang anak
5) Tingkat Kesehatan orang tua
6) Tingkat emosi dan Latihan fisik(Anis, 2018)
Menurut Soetjiningsih (2015), Pertumbuhan perkembangan bayi sesuai umurnya
adalah sebagai berikut :
a. Usia 0 – 1 Bulan
1) Fisik
Pertumbuhan secara fisik meliputi BB meningkat 150-200 gram/minggu,
TB meningkat 2.5 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 1.5 cm/bulan
sampai usia 6 bulan.
2) Motorik
Perkembangan motorik bayi seperti mengangkat kepala dibantu, tubuh
ditengkurapkan dan menoleh, reflek primitif baik, sucking, rotting, moro
reflek, menelan dan menggenggam
3) Sensorik, yaitu mengikuti sinar ke tengah.
4) Sosialisasi, yaitu mulai tersenyum
b. Usia 2 – 3 Bulan
1) Fisik, pertumbuhan yang terjadi adalah fontanela posterior sudah
menutup.
2) Motorik
Perkembangan motorik usia 2-3 bulan meliputi mengangkat kepala bayi
ditahan dengan tangan, memasukkan tangan ke mulut, meraih benda-
benda yang menarik, sudah dapat didudukan dengan punggung ditopang.
3) Sensorik
Perkembangan sensorik nya seperti, mengikuti sinar ke tepi, koordinasi
vertikal dan horisontal, mendengarkan suara.
4) Sosialisasi
Perubahan yang terjadi pada usia ini bayi dapat tertawa pada seseorang,
senang tertawa keras, menangis sudah mulai kurang.
c. Usia 4 – 5 Bulan
1) Fisik, perubahan usia ini adalah BB 2 kali BBL, bayi ngeces (belum ada
koordinasi menelan).
2) MotorikPerkembangan motorik bayi seperti, duduk kepala mulai
seimbang dan punggung mulai kuat, tengkurap susah bisa miring dan
kepala tegak lurus, reflek primitif mulai menghilang, meraih benda
dengan tangan.
3) Sensorik, pada usia ini bayi sudah mengenal orang dan komodasi mata
baik.
4) Sosialisasi, bayi senang berinteraksi dengan orang lama, mengeluarkan
suara tidak senang bila mainnya diambil orang.
d. Usia 6 – 7 Bulan
1) Fisik
Pertumbuhan fisiknya seperti BB meningkat 90-150 gr/minggu, TB
meningkat 1.25 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan
sampai 12 bulan, gigi mulai tumbuh.
2) Motorik
Pada usia ini bayi mampu membalikan tubuh, memindahkan benda dari
tangan satu ke tangan lainnya, mengambil dengan tangan, kaki, dan
mulut, makanan ke mulut.
3) Sensorik, sama dengan usia 4-5 bulan.
4) Sosialisasi
Bayi dapat membedakan orang yang dikenalnya, merangkul/memeluk
orang yang dicintai, menyebutkan (ma….ma……), dapat menangis cepat
lalu tertawa lagi.
e. Usia 8 – 9 Bulan
1) Fisik
Perubahan fisik usia ini BB bayi 3 kali BBL, TB lebih ½ kali BBL, gigi
atas dan bawah sudah tumbuh.
2) Motorik
Secara motorik bayi dapat duduk sendiri, koordinasi tangan ke mulut
lebih sering, tengkurap dan merangkak, mengambil dengan jari.
3) Sensorik, bayi akan mudah tertarik dengan benda kecil.
4) Sosialisasi, bayi cemas terhadap orang tua, mengulang kata tidak ada
arti.
f. Usia 10 – 12 Bulan
1) Fisik.
Perubahan secara fisik seperti BB 3 kali BBL, TB lebih ½ kali BBL, gigi
atas dan bawah sudah sembuh.
2) Motorik
Bayi mampu berdiri namun tidak lama, berjalan dengan bantuan, berdiri
dan duduk sendiri, mulai makan dengan sendok, main ciluk ba, senang
mencoret kertas.
3) Sensorik, bayi dapat membedakan bentuk.
4) Sosialisasi. Pada usia ini bayi akan emosi berlebihan, cemburu, marah,
senang lingkungan yang dikenal, takut lingkungan asing, mengerti
perintah sederhana.
Pertumbuhan dan perkembanyan Gigi bayi terjadi pada usia yang
berbeda-beda, tergantung pada irama pertumbuhan gigi individu masing-
masing. Beberapa bayi mengalami pertumbuhan gigi pada usia 3 bulan,
namun adapula bayi yang belum mengalami pertumbuhan gigi pada usia 1
tahun. Gigi yang tumbuh pertama kali adalah gigi seri atas, Biasanya pada
usia satu tahun bayi memiliki 6 buah gigi.(Anis, 2018)

5. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan


Anak perlu mendapatkan pelayanan Kesehatan secara teratur, minimal 8 kali
dalam setahun dan dilakukan SDIDTK ( Stimulasi Deteksi Intervensi Dini
Tumbuh Kembang) minimal 2 kali setahun. Pemberian kapsul vitamin A dosis
tinggi minimal 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus.
e. KPSP
KPSP adalah suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan kepada orang
tua. Skrining/pemeriksaan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru
TK/PAUD terlatih. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan adalah formulir
KPSP sesuai umur dan alat untuk pemeriksaan yang berupa pensil, kertas,
bola sebesar bola tenis, kerincingan, kubus berukuran 2,5 cm sebanyak 8
buah, kismis, kacang tanah dan potongan biscuit. Usia ditetapkan menurut
tahun dan bulan. Kelebihan 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan. Daftar
pertanyaan KPSP berjumlah sepuluh nomor yang dibagi menjadi dua, yaitu
pertanyaan yang harus dijawab oleh orangtua/pengasuh dan perintah yang
harus dilakukan sesuai dengan pertanyaan KPSP. Pertanyaan dalam KPSP
harus dijawab “ya” atau “tidak” oleh orangtua.
Cara menggunakan KPSP:
1) Pada waktu pemeriksaan /skrining, anak harus dibawa
2) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak
lahir.
3) Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur
anak.
4) Daftar pertanyaan KPSP berjumlah sepuluh nomor yang dibagi menjadi
dua, yaitu pertanyaan yang harus dijawab oleh orangtua/pengasuh dan
perintah yang harus dilakukan sesuai dengan pertanyaan KPSP.
5) Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
Oleh karena itu pastikan orang tua/pengasuh mengerti apa yang
ditanyakan kepadanya.
6) Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap
pertanyaan hanya ada 1 jawaban Ya atau Tidak. Catat jawaban tersebut
pada formulir.
7) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah orangtua/pengasuh menjawab
pertanyaan sebelumnya.
8) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

Interprestasi hasil pemeriksan KPSP adalah sebagai berikut:


1) Bila jawaban “ya” berjumlah 9-10 berarti perkembangan anak normal
sesuai dengan tahapan perkembangan
2) Bila jawaban ‘ya” kurang dari 9, maka perlu diteliti tentang:
a) Cara menghitung usia dan kelompok pertanyaannya apakah sudah
sesuai.
b) Kesesuaian jawaban orangtua dengan maksud pertanyaan.Apabila
ada kesalahan , maka pemeriksan harus diulang
3) Bila setelah diteliti jawaban “ya” berjumlah 7- 8, berarti perkembangan
anak meragukan dan perlu pemeriksan ulang 2 minggu kemudian dengan
pertanyaan yang sama. Jika jawaban tetap sama maka kemungkinan ada
penyimpangan.
4) Bila jawaban berjumlah “ya” berjumlah 6 atau kurang, kemungkinan ada
penyimpangan dan anak perlu dirujuk ke rumah sakit untuk memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
(Setiyani, dkk, 2016)
f. TDD
Tujuan TDD adalah untuk menemukan gangguan pendengaran secara dini,
agar dapat segera ditindak lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya
dengar dan bicara anak. TDD dapat dilakukan setiap 3 bulan pada bayi usia <
12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak oleh tenaga kesehatan, guru TK/PAUD
terlatih. Peralatan yang diperlukan adalah instrumen untuk TDD sesuai usia
anak, gambar binatang (ayam, anjing, kucing), manusia dan mainan(boneka,
kubus, sendok, cangkir dan bola).
Tes Daya Dengar ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan
kelompok usia anak. Jawaban ‘ya’ jika menurut orang tua/pengasuh, anak
dapat melakukan perintah dan jawaban ‘tidak’ jika anak tidak dapat atau tidak
mau melakukan perintah. Jika anak dibawah 12 bulan, pertanyaan ditujukan
untuk kemampuan 1 bulan terakhir. Setiap pertanyaan perlu dijawab ‘ya.’
Apabila ada satu atau lebih jawaban‘tidak’, berarti
pendengaran anak tidak normal, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut.
g. TDL
Tes ini untuk memeriksa ketajaman daya lihat serta kelainan mata pada anak
berusia 3-6 tahun yang dilakukan setiap enam bulan. Tujuan tes ini untuk
mendeteksi adanya kelainan daya lihat pada anak usia prasekolah secara dini,
sehingga jika ada penyimpangan dapat segera ditangani (Setiyani, dkk, 2016).

h. DDST.
DDST merupakan salah satu metode skrining terhadap kelainan
perkembangan anak usia 1 bulan sampai 6 tahun. Pelaksanaan DDST tergolog
cepat dan mudah serta mempunyai validitas yang tinggi. DDST bukan untuk
mendiagnosa atau untuk test kecerdasan (IQ).
Perkembangan yang dinilai meliputi perkembangan personal sosial, motorik
halus bahasa dan motorik kasar (Setiyani, dkk, 2016).
i. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional.
Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional adalah kegiatan/pemeriksaan
untuk menemukan secara dini adanya masalah mental emosional, autism, dan
gangguan pemusatan perhatian, serta hiperaktivitas pada anak agar segera
dapat dilakukan intervensi. Bila penyimpangan mental emosional terlambat
diketahui, intervensi akan lebih sulit dan berpengaruh pada tumbuh kembang
(Setiyani, dkk, 2016).
Jadwal Kegiatan dilakukan SDIDTK ( Stimulasi Deteksi Intervensi Dini
Tumbuh Kembang) pada Balita dan APRAS :
Umur Jenis Deteksi TumBang yang Harus Dilakukan
Anak Deteksi Dini Deteksi Dini Deteksi Dini Penyimpangan
Penyimpang Penyimpangan Mental emosional (atas
an Perkembangan Indikasi)
Pertumbuha
n
BB/TB LK KPSP TDD TDL KMPE M_CHAT GPPH

0 bulan V V
3 bulan V V V V
6 bulan V V V V
9 bulan V V V V
12 bulan V V V V
15 bulan V V V
18 bulan V V V V V
21 bulan V V V
24 bulan V V V V V V
30 bulan V V V V V V
36 bulan V V V V V V V V
42 bulan V V V V V V V
48 bulan V V V V V V V
54 bulan V V V V V V V
60 bulan V V V V V V V
66 bulan V V V V V V V
72 bulan V V V V V V V

(Aryunani et al., 2022)


5) Imunisasi Pada Bayi
a. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata imun yang artinya kebal atau resisten.
Imunisasi / pengebalan adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit.Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,
masih hidup tapi dilemahkan masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah,
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein
rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan yang spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
Imunisasi merupakan suartu cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila terpapar antigen
serupa tidak menimbulkan penyakit (Arfiana&Lusiana, 2016).
b. Jenis Kekebalan.
1. Kekebalan pasif
Merupakan kekebalan yang diperoleh melalui pemberian antibody
(serum imun) pada seseorang yang tidak mempunyai kekebalan.
Kekebalan pasif ada 2 jenis yaitu:
a) Kekebalan pasif alamiah/pasif bawaan yaitu kekebalan yang
diperoleh bayi sejak lahir dari ibu.
b) Kekebalan pasif buatan merupakan kekebalan yang diperoleh
melalui pemberian serum. Tubuh tidak membentuk antibody.
2. Kekebalan aktif.
Merupakan kekebalan tubuh yang diperoleh melalui infeksi klinis atau
subklinis melalui imunisasi.
Pembentukan kekebalan aktif membutuhkan system imunologik dalam
tubuh. Kekebalan aktif dibagi 2, yaitu:
a) Kekebalan aktif alamiah yaitu tubuh membuat kekebalan sendiri
setelah mengalami infeksi klinis atau subklinis.
b) Kekebalan aktif buatan merupakan kekebalan yang didapat setelah
tubuh mendapatkan imunisasi.
(Arfiana&Lusiana, 2016)
c. Tujuan Imunisasi
1) Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) (Permenkes No 12, 2017).
2) Tujuan Khusus
a) Tercapainya Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada bayi sesuai target
RPJMN.
b) Tercapainya Universal Child Immunization/ UCI (prosentase minimal
80% bayi yang mendapat IDL disuatu desa/ kelurahan).
c) Tercapainya target imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua
tahun (baduta) dan anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur
(WUS).
d) Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradkasi penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi.
e) Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan
berpergian ke daerah endemis penyakit tertentu.
f) Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practice and waste disposal
management).
d. Macam Imunisasi Dasar yang Dianjurkan
a. Vaksin Hepatitis B
1. Pengertian
Bibit penyakit yang menyebabkan hepatitis B adalah virus.
Vaksin hepatitis B dibuat dari bagian virus yaitu lapisan paling luar
(mantel virus) yang telah mengalami proses pemurnian. Vaksin ini
mengandung HbsAg yang telah dimurnikan ( vaksin DNA
rekombinan). Vaksin setelah dilarutkan harus segera disuntikkan ke
pasien tidak boleh lebih daro 30 menit setelah vaksin dilarutkan, serta
vaksin akan rusak karena pembekuan dan pemanasan. Vaksin hepatitis
B paling baik disimpan pada temperatur 2,8°C. Vaksin Hepatitis B
bertujuan untuk memberikan perlindungan dan mengurangi insiden
timbulnya penyakit hati kronik dan karsinoma hati (Permenkes No 12,
2017).
2. Cara Pemberian dan Dosis
Dosisnya yaitu 0,5 ml atau 1 buah HB PID diberikan secara
intramuskuler (IM) pada 1/3 anterolateral paha. Diberikan pada usia 0
– 7 hari.
3. Kontraindikasi
Kontraindikasinya yaitu penderita infeksi berat yang disertai kejang.
4. Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi yaitu reaksi local seperti rasa
sakit,kemerahan dan pembengkakan pada sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi ini bersifat ringan dan dapat hilang setelah 2 hari. Cara
menangani efek samping ini yaitu:
a. Menganjurkan orang tua untuk tetap memberikan ASI lebih
banyak kepada anaknya
b. Jika demam kenakan pakaian yang tipis
c. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air hangat/ air
dingin
d. Apabila anak demam berikan paracetamol 15 mg/KgBB setiap 3
– 4 jam sekali ( maksimal 6 kali dalam 24 jam )
e. Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat
( Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
b. BCG
1. Pengertian
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang berasal dari bakteri atau
vaksin beku kering seperti campak berbentuk bubuk. Vaksin BCG
melindungi anak terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Dibuat dari
bibit penyakit hidup yang telah dilemahkan, ditemukan oleh Calmett
Guerint. Sebelum menyuntikkan BCG, vaksin harus lebih dulu
dilarutkan dengan 4 cc cairan pelarut (NaCl 0,9%). Vaksin yang sudah
dilarutkan harus digunakan dalam waktu 3 jam. Vaksin akan mudah
rusak bila kena sinar matahari langsung. Tempat penyuntikan adalah
sepertinya bagian lengan kanan atas (Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Tenaga Kesehatan, 2015).
2. Cara Pemberian dan Dosis
Dosis pemberian BCG yaitu 0, 05 ml sebanyak 1x pada usia 1 bulan
(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
3. Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi yaitu 2 – 6 minggu setelah
penyuntikan daerah bekas suntikan timbul bisul kecil yang dapat
semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2 – 4 bulan,
kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut
dengan diameter 2- 10 mm. cara menangani efek samping ini yaitu
a. Apabila ulkus mengeluarkan cairan maka perlu dikompres dengan
cairan antiseptic
b. Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar
menganjurkan orang tua untuk membawa bayinya ke tenaga
kesehatan atau fasilitas kesehatan terdekat.
(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
c. Polio
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan
vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio:
a) Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin)
Mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan
dalam bentuk pil atau cairan. Pemberian vaksin ini pada bayi usia 4
bulan, bersamaan dengan OPV 4 dan DPT-HB-Hib 3 (WHO, 2016).
Cara pemberiannya yaitu secara oral (melalui mulut) satu dosis dua
tetes sebanyak 4 dosis dengan interval pemberian setiap dosis minimal
4 minggu.
Kontraindikasinya yaitu pada individu yang menderita immune
deficiency tidak ada efek berbahaya yang akan timbul akibat
pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Sangat jarang efek
samping yang dapat terjadi setelah mendapatkan imunisasi polio per
oral. Setelah mendapakan imunisasi ini bayi boleh makan dan minum
seperti biasa namun apabila muntah dalam 30 menit setelah pemberian
segera berikan dosis ulang.
b) Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk)
Mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui
suntikan.
a. Indikasi
Untuk mencegah poliomyelitis pada bayi dan anak
immunocompromised, kontak di lingkungan keuarga dan pada
individu dimana vaksin polio oral menjadi kontraindikasi.
b. Cara pemberian dan dosis
Disuntikkan dengan cara IM atau SC dalam dengan dosis 0,5 ml.
Diberikan setelah bayi berusia 6, 10 dan 14 bulan sesuai
rekomendasi dari WHO.
c. Kontraindikasi
Anak demam, menderita penyakit akut atau akut progresif.
Hipersensitiv pada pemberian vaksin jenis ini sebelumnya.
Demam akibat infeksi akut ditunggu sampai demam sembuh.
Alergi terhadap streptomycin.
d. Efek samping
Dapat terjadi reaksi local pada tempat penyuntikan seperti nyeri,
kemerahan, indurasi dan bengkak bias terjadi dalam waktu 48 jam
setelah penyuntikan dan bias bertahan selama satu atau dua hari.
Penanganannya yaitu menganjurkan orang tua untuk tetap
memeberikan ASI lebih bnyak pada anaknya, jika demam
kenakan pakaian yang tipis dan kering, berikan paracetamol 15
mg/ KgBB. Bekas suntikan dapat dikompres dengan air hangat/
dingin, bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
d. DPT – Hb – HiB
Vaksin ini digunakan untuk penvegahan terhadap difteri, tetanus,
pertussis, Hepatitis B, dan infeksi Haemophilus Influenzae tipe b secara
stimulant. Diberikan mulai usia 2 – 4 bulan dengan interval 4 minggu
dari penyuntikan sebelumnya, serta diulangi ketika usia 18 bulan. Cara
pemberiannya yaitu disuntikkan secara IM pada anterolateral paha atas
dengan dosis 0,5 ml. kontraindikasinya yaitu kejang atau gejala kelainan
otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius.
Efek samping yang dapat terjadi yaitu reaksi local sementara seperti
bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam
dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang – kadang reaksi berat,
seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dan nada tinggi
dapat terjadi dalam 24 jam setelah penyuntikan. Penanganan efek
samping tersebut diantaranya:
1. Bayi tetap diberikan ASI leih banyak dari biasannya.
Chittaluri&Rani (2017) dalam penelitiannya dengan judul
“Effectiveness of Breast Feeding on Pain Perception During
Vaccination among Infants” mendapatkan hasil bahwa Penelitian ini
secara jelas menunjukkan bahwa ada pengurangan signifikan dalam
persepsi nyeri selama vaksinasi di antara bayi kelompok eksperimen
dengan t-hitung 10,7482 untuk skala nyeri perilaku yang
dimodifikasi dan 12,9932 sesuai VAS pada tingkat signifikansi 0,01,
yang menekankan bahwa menyusui dapat digunakan sebagai
tindakan pereda nyeri yang efektif selama vaksinasi.
Veneman, dkk (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bayi
yang diberikan ASI setelah proses penyuntikan imunisasi mengalami
pengurangan rasa sakit lebih cepat. Selain itu dengan kontak
langsung dengan orangtua juga membantu menurunkan rasa nyeri
akibat imunisasi.
2. Jika demam kenakan pakaian yang tipis
3. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air dingin atau
air hangat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati&Satria (2017),
dengan judul Pengaruh Pemberian Buli-Buli Hangat Pada Daerah
Aksila dan Lipatan Paha Terhadap Penurunan Demam Pasca
Imunisasi DPT Hari Ke-3 Pada Bayi Usia 2-6 Bulan Di Desa Wajak
Kabupaten Malang, hasilnya adalah nilai thitung sebelum dan
sesudah perlakuan lebih besar dari nilai ttabel yaitu (8,048 > 12.475).
Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar
sebelum dan sesudah diberi perlakuan serta mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap penurunan demam pasca imunisasi DPT pada
bayi usia 2-6 bulan, yang didukung dengan nilai korelasi (r) 0,6 yang
artinya mempunyai pengaruh yang kuat.
4. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3 – 4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam).
Reza, dkk (2017) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai Uji
Klinis Tersamar Acak Ganda Pemberian Parasetamol Pasca
Imunisasi DTwP-Hep B-HIB dan mendapatkan hasil bahwa
pemberian parasetamol 24 jam pasca imunisasi DTwP-Hep B-Hib
menunjukkan penurunan suhu 0,1°C - 0,2°C yang bermakna secara
statistik (p0,05) pada lama tidur.
Surya, dkk (2018) melakukan penelitian Mengenai Pola
Penggunaan Parasetamol Atau Ibuprofen Sebagai Obat Antipiretik
Single Therapy Pada Pasien Anak dan mendapatkan hasil bahwa
Pada penggunaan parasetamol sebagai obat antipiretik untuk demam
anak, sebanyak 42,2% responden menjawab suhu yang menjadi
patokan dalam pemberian obat adalah >37°C dengan pemberian tiap
4 jam sekali (35,3%) dan penurunan suhu dicapai dalam 2–4 jam
(44,1%). Obat parasetamol diberikan pada anak pada saat suhu tubuh
>37°C dan pada penggunaan ibuprofen diberikan pada saat suhu
anak >39°C. Obat parasetamol atau ibuprofen diberikan tiap 4 jam
sekali pada demam anak. Penurunan suhu dengan penggunaan
parasetamol dicapai dalam waktu 2–4 jam.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Suparwati, dkk (2018)
mendapatkan hasil dari penelitiannya bahwa terdapat perbedaan kipi
pada pemberian parasetamol sebelum dan sesudah imunisasi
pentabio di Wilayah Puskesmas Wonosari yaitu KIPI lebih kecil
terjadi pada pemberian parasetamol sebelum imunisasi pentabio.
Sifat parasetamol berfungsi untuk menghambat sintesis
prostaglandin. Parasetamol sebagai antipiretik diduga bekerja
langsung pada pusat pengatur panas di hipotalamus. Cara kerja
parasetamol yang cepat yaitu kurang lebih 5 jam sehingga sangat
tepat diberikan sebelum dilakukan imunisasi untuk mengurangi rasa
tidak nyaman saat dilakukan imunisasi.
Sholihah (2020) mendapatkan hasil dalam penelitiannya bahwa
terapi parasetamol oral 0,98 kali lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian parasetamol rektal.
Sofikah, dkk (2021) dalam penelitiannya mengenai Hubungan
Pemberian Kompres Hangat Dan Paracetamol Pada Anak Usia 12-
24 Bulan Dengan Penurunan Demam Di Desa Larikrejo Kecamatan
Undaan Kabupaten Kudus mendapatkan hasil bahwa Ada hubungan
pemberian kompres hangat dan paracetamol pada anak usia 12-24
bulan dengan penurunan demam di Desa Larikrejo Kecamatan
Undaan Kabupaten Kudus. Parasetamol merupakan derifat
asetanilida yang digunakan sebagai analgetik antipiretik.
Parasetamol sebagai obat golongan analgetik-antipiretik yang pada
saat ini banyak digunakan oleh masyarakat. Kelebihan dari
Parasetamol dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman dan
umumnya obat dalam bentuk cair lebih disukai daripada bentuk
padat karena mudahnya menelan cairan dan keluwesan dalam
pemberian dosis, pemberian lebih mudah untuk memberikan dosis
yang relatif sangat besar, aman dan juga mudah diatur penyesuaian
dosis untuk anak. Sirup parasetamol sering digunakan sebagai
antipiretik buat anak-anak, bahkan sebagian orang menyediakannya
sebagai stok dirumah untuk menjaga jika anak mereka demam.
Penggunaan sirup parasetamol hanya mengobati gejala, sehingga
tidak diminum hingga habis. Keberhasilan pengobatan tergantung
pada kadar zat aktif yang dapat mencapai tempat aksi. Paracetamol
tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bulan karena alasan
kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati
yang sempurna, sementara efek samping paracetamol adalah
hepatotoksik atau gangguan hati. Efek samping parasetamol antara
lain: muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran),
purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah kulit),
bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat
meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air
(memperpanjang masa sakit). Dosis yang diberikan antara 10-15
mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan
puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam dapat muncul
kembali dalam waktu 3-4 jam. Paracetamol dapat diberikan kembali
dengan jarak 4-6 jam dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang
diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas bahwa pemberian obat
paracetamol bukan untuk menormalkan suhu namun untuk
menurunkan suhu tubuh (Nurarif, 2015).
Menurunkan atau mengendalikan dan mengontrol demam pada anak
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dapat dilakukan
dengan pemberian antipiretik (farmakologik). Antipiretik bekerja
secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di hipotalamus, yang
diikuti respon fisiologis termasuk penurunan produksi panas,
peningkatan aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas
melalui kulit dengan radiasi, konveksi, dan penguapan. Pemilihan
antipiretik, cara pemberian, dan dosis antipiretik penting untuk
diketahui oleh praktisi maupun orangtua dalam menangani demam,
sehingga informasi yang lengkap harus diberikan kepada orang tua
pada setiap kunjungan untuk mencegah kesalahan pemberian obat
dan juga mencegah toksisitas antipiretik, karena penggunaan
antipiretik memiliki efek samping yaitu mengakibatkan spasme
bronkus, peredaran saluran cerna, penurunan fungsiginjal dan dapat
menghalangi supresi respons antibodi serum (Prayitno, 2015).
5. Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat
6. Jika reaksi semakin membberat dan menetap segera bawa bayi ke
dokter atau faskes terdekat.
(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
Masiah&Astuti (2015) dalam penelitiannya dengan judul
Pengetahuan Ibu Tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Dasar (KIPI)
Pada Bayi, mendapaatkan hasil bahwa pengetahuan ibu tentang kejadian
ikutan pasca imunisasi dasar pada bayi,di Puskesmas Sukarame
kelurahan Way Dadi tahun 2014 dalam kategori cukup baik, yaitu 29
responden (46,8%),tetapi ada juga kategori baik sebanyak 12 responden
(19,4%), dan kategori kurang baik sebanyak 21 responden (33,9%).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Hety dan Susanti (2020)
melakukan penelitian dengan judul Pengetahuan Ibu Tentang Cara
Penanganan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) Pada Bayi Usia 0-1
Tahun Di Puskesmas Mojosari Kabupaten Mojokerto, didapatkan hasil
bahwa Pengetahuan ibu tentang cara menangani kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) pada bayi usia 0-1 tahun di Puskesmas Mojosari
Kabupaten Mojokerto adalah kurang yaitu sebanyak 15 responden
(41,7%). Hasil penelitian ini mengindikasikan pengetahuan ibu tentang
kejadian ikutan pasca imunisasi kurang sehingga dalam mengambil
keputusan dalam penanganan bayi usia 0-1 tahun kurang tepat. Ibu
mempunyai cara yang kurang dalam menangani gejala pasca imunisasi,
hal ini dibuktikan dari jawaban reponden yang menunjukan tidak
memberikan banyak minum cairan (air putih atau susu) untuk
mempercepat proses pemulihan pada bayi dan tidak memberikan
asetaminofen (ibuprofen) untuk mengurangi nyeri. Ketakutan yang
dirasakan ibu tentang adanya efek samping dari imunisasi pada bayinya
seperti demam dan kemerahan ditempat suntikan, kemudian pecah
menjadi luka dan meninggalkan bekas. Ibu lebih memusatkan
perhatiannya pada bayinya saja dan berusaha untuk mengatasi efek
samping imunisasi yang dialami balitanya akan tetapi dengan cara yang
salah.
e. MMR ( Maesles, Mumps dan Rubella )
Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah penyakit Maesles
(campak) dan Mumps (gandongan) dan Rubela merupakan vaksin kering
yang mengandung virus hidup, harus disimpan pada suhuu 2 – 8°C atau
lebih dingin dan terlindung dari cahaya. Vaksi harus digunakan dalam
waktu satu jam setelah dicampur dengan pelarutnya, tetap sejuk dan
terhindar dari cahaya, karena setelah dicampur vaksin sangat tidak stabil
dan cept kehilangan potensinya pada temperature kamar (Permenkes No
12, 2017).
a) Cara pemberian dan dosis
Cara pemberiannya disuntikkan secara subkutan dalam (SC) atau
intramuskular (IM) pada lengan kiri atas atau anterolateral paha pada
usia 9 – 11 bulan dan diulangi ketika usia minimal 24 bulan dengan
dosis tunggal 0,5 ml (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga
Kesehatan, 2015).
b) Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu
yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia,
limfoma (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
c) Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat teradi 8 – 12 hari setelah vaksinasi. Cara
penanganan efek samping diantaranya:
a. Orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI atau sari buah)
b. Jika demam kenakan pakaian yang tipis
c. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air hangat
atau air dingin
d. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3 – 4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam)
e. Bayi boleh mandi atau hanya diseka dnegan air hangat
f. Jika reaksi semkain memberat dan menetap segera bawa bayi
kefaskes terdekat
(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
f. PCV (Pneumokokkus)
Vaksin PCV diberikan pada bayi untuk pencegahan terhadap
penyakit Pneumokokkus yang disunikkan pada bayi usia 2, 4 dan 6
bulan. Imunisasi lanjutan diberikan usia 12-15 bulan. Jika usia 7 sqmpai
12 bulan belum diberikan PCV maka disuntikkan dua kali dosis dengan
jangka waktu 4 minggu dan imunisasi lanjutan setelah usia 12 bulan
dengan jangka waktu 2 bulan dari vaksin terakhir.
g. Rotavirus
Vaksin rotavirus untuk mencegah penyakit diare berat pada anak.
Gejala yang ditimbulkan jika anak terkena infeksi ini adalah diare dan
muntah yang bisa menyebabkan dehidrasi berat. Vaksin ini bisa
mencegah 98% infeksi berat rotavirus. Vaksin rotavirus monovalent
disuntikkan 2 dosis, dosis 1 dimulai usia 6-12 minggu, dosis ke-2 dengan
jarak 4 minggu. harus tuntas sebelum usia 24 minggu. Vaksin rotavirus
pentavalent diberikan 3 dosis, dosis ke 1 mulai usia 6-12 minggu, dosis
dua dan tiga dengan jarak 4-10 minggu harus tuntas pada usia 32 minggu
untuk dosis terakhir
h. Japan Ensephalitis (JE)
Vaksin JE untuk daerah endemis atau akan bepergian ke daerah endemis
yang diberikan mulai usia 9 bulan. Kasus JE terbanyak yaitu dari
propinsi Bali. Berdasarkan data dari kemenkes RIperlindungan jangka
Panjang melalui suntikan 1-2 tahun.(Fardila et al., 2022)
e. Jadwal Pemberian Imunisasi

Selang
Vaksin Pemberian Imunisasi Umur
Waktu
HB 0 0 – 7 Hari 0 bulan
BCG 1 Bulan 1 – 11 bulan
Polio 1, 2, 3, 4, bulan 4 mgg 1 – 11 bulan
DPT- HB – HiB 2, 3,4,bulan 4 mgg 2 – 11 bulan
IPV - 4 – 11 bulan
Campak 9 bulan
DPT – HB – HiB 18 bulan -
Ulang
Campak Ulang 24 bulan -

(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015)

Fitriani, dkk (2018) dalam penelitiannya Pengaruh Pendidikan Kesehatan


Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Pada Bayi
Usia 0-12 Bulan Di Desa Lajer, Penawangan Kabupaten Grobogan
mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap tingkat pengetahuan tentang imunisasi dasar antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Pengetahuan responden akan meningkat
karena beberapa faktor, salah satunya informasi. Dengan memberikan
informasi kepada sesorang, informasi tersebut dapat diberikan dalam
beberapa bentuk salah satunya pemberian pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan membantu responden untuk mengontrol kesehatan sehingga
mempengaruhi pengetahuan.
Memperkuat penelitian sebelumnya, Susanti&Sarinawati (2020) menyatakan
dalam hasil penelitiannya bahwa ada hubungan pengetahuan ibu (p
value=0,006) dan sikap ibu (p value=0,014) dengan pemberian imunisasi
polio karena nilai p-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan
sikap mempengaruhi pemberian imunisasi polio pada bayi. Pengetahuan
responden tentang imunisasi polio akan membentuk sikap positif terhadap
pelaksanaan imunisasi polio. Dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan sangat
berperan terhadap perilaku seseorang, pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Lubis&Daulay (2020) melakukan
penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Tingkat
Kecemasan Pasca Imunisasi Dpt-Hb-Hib Pada Bayi Di Puskesmas,
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ini dengan tingkat kecemasan pasca imunisasi DPT-HB- Hib
pada bayi.
f. Tanda-tanda Bahaya Bayi baru lahir (Neonatus) :
Berikut ini tanda yang perlu diperhatikan dslam mengenalai kegawatan pada
bayi baru lahir (neonates) :
1) Bayi tidak mau menyusu
Ibu harus merasa curiga jika bayi tidak mau menyusu. Sepertiyang
diketahui ASI merupakan makanan pokokuntuk bayi, jika bayi tidak mau
menyusu maka asupan nutrisinya akan berkurang dan ini akan berefek
pada kondisi tuuhnya. Biasanya bayi tidak mau menyusu ketia sudah
dalam keadaan lemah, atau mungkin dalam keadaan dehidrasi berat.
2) Kejang
Bisa dipicu karena adanya demam atau sebab yang lain
3) Lemah
Kondisi ini biasa dipicu karena diare, muntah yang brlebihan maupun
infeksi berat
4) Sesak Nafas
Frekuensi nafas bayi umumnya lebih cepat dari orang dewasa, lihat
adakah tarikan dinding dada
5) Merintih
6) Pusar Kemerahan
7) Demam atau tubuh Teraba dingin
8) mata bernanah banyak
9) Kulit terlihat kuning
Apabila ditemukan salah satu dari tanda bahaya tersebut di maka harus segera
dilakukan rujukan.(Afrida & Aryani, 2022)

B. Tinjauan Teori Manajemen Asuhan Kebidanan


1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien Asuhan kebidanan
terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, yang di mulai dengan pengumpulan data
dasar dan berakhir dengan evaluasi. Tujuh langkah tersebut membentuk kerangka
yang lengkap dan bisa di aplikasikan dalam suatu situasi (Varney, 2012).
2. Tahapan Asuhan Kebidanan Varney
Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan. Menurut Varney (2012), manajemen kebidanan
adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-
penemuan, keterampilan-keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk
pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien.
Menurut Varney (2012), langkah-langkah manajemen kebidanan tersebut adalah:
a. Langkah I: Tahap pengumpulan data dasar
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap yang
berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus bersifat komprehensif
meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan.
b. Langkah II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang
telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik (Varney,
2012).
c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan
mengantisipasi penanganannya
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasikan
(Varney, 2012).
d. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau
untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien (Varney,2012).
e. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah
ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
f. Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan efisien dan aman
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima harus
dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII: Mengevaluasi hasil tindakan
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya.

3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan SOAP


a. Data Subyektif
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang
diperoleh melalui anamnesis.
b. Data Obyektif
Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh
melalui observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain.
c. Analisa
Analisa merupakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisa merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah
kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini:
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan
segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan meliputi tindakan
mandiri, tindakan kolaborasi, dan tindakan merujuk klien.
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan
datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan interpretasi
data.P dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh.
(Sudarti, 2010).
4. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
a. Identitas
1) Identitas Bayi
a) Nama
Digunakan untuk membedakan antara klien yang satu dengan yang
lain. Biasanya bayi baru lahir masih menggunakan nama ibu untuk
sementara waktu (Kemenkes RI, 2012).
b) Tanggal/ Jam lahir
Diambil dari tanggal dan jam lahir, usia yang tepat juga diperlukan
untuk interpretasi data yang akan diperoleh dari hasil pemeriksaan
(Kemenkes RI, 2012).
c) Jenis Kelamin
Dikaji untuk membedakan bayi laki-laki dan perempuan dan sebagai
identitas (Kemenkes RI, 2012).
2) Identitas Orang Tua
a) Nama Ibu dan Ayah
Digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam asuhan, sehingga
antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab (Walyani, 2015).
b) Umur
Dikaji untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau
tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun (Walyani, 2015; h. 112).
c) Agama
Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan pada ibu
selama memberikan asuhan. Informasi ini terkait dengan pentingnya
agama dalam kehidupan klien, tradisi agama dalam kehamilan dan
lain - lain (Walyani, 2015; h. 112).
d) Pendidikan
Tanyakan tingkat pendidikan tertinggi klien. Mengetahui pendidikan
klien berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya (Walyani, 2015; h 112).
e) Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh lingkungan kerjan pasien terhadap kehamilan
yang dapat merusak janin, dan persalinan prematur (Walyani, 2015; h.
113).

f) Alamat
Dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal
klien, sehingga lebih memudahkan pada saat akan bersalin sert
mengetahui jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan
(Walyani, 2015; h 113).
b. Subjektif
Menurut Kemenkes RI (2013) data subjektif berisi hasil anamnesa yang
meliputi identitas, riwayat kehamilan sekarang termasuk keluhan yang dialami,
riwayat obstetri lalu, riwayat kontrasepsi, riwayat medis lain dan riwayat sosial
ekonomi termasuk pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
1) Alasan Datang
Ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke ke fasilitas kesehatan
apakah ada keluhan yang dirasakan (Sulistyawati, 2009).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke ke
fasilitas kesehatan apakah ada keluhan yang dirasakan (Sulistyawati, 2009).
3) Riwayat Kesehatan
a) Anak
Dikaji untuk mengetahui bagaimana kondisi bayi pada saat lahir, apakah
dalam keadaan normal dan sehat atau terdapat komplikasi (Kemenkes RI,
2012).
b) Keluarga
Penting untuk melakukan penapisan pada ibu secepatnya terhadap
kemungkinan komplikasi antepartum yang dapat mempengaruhi periode
intrapartum (misal preeklampsia, anemia) atau muncul menyerupai tanda
– tanda persalinan (Walyani, 2015).
2) Riwayat Perkawinan Orang Tua
Bayi baru lahir ditanyakan apakak dalam status perkawinan orang tua yang
sah atau tidak sah, orang tua menikah berapa kali, berapa lama usia
pernikahannya, berapa usia ibu pada saat menikah. Hal tersebut ditanyakan
untuk mengetahui kemungkinan pengaruh status perkawinan terhadap
masalah kesehatan bayi. Apakah bayi dilahirkan dalam status perkawinan
yang sah ataukah bayi yang tidak diharapkan karena lahir diluar nikah
(Walyani, 2015).

3) Riwayat Kehamilan Persalinan dan Nifas yang lalu


Untuk menentukan asuhan yang akan diberikan berdasarkan berapa kali
hamil, anak yang lahir hidup, persalinan tepat waktu, persalinan premature,
keguguran, persalinan dengan tindakan (dengan forcep, vakum, atau seksio
sesaria), riwayat perdarahan pada persalinan, hipertensi pada kehamilan
terdahulu, berat badan bayi kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000
gram (Mandriwati, 2008).
4) Riwayat Persalinan Sekarang
Dikaji berapa usia kehamilan pada saat melahirkan, kapan bersalin, jenis
persalinan dan penolongnya, jenis kelamin dan berat badan bayi saat lahir,
apakah dilakukan IMD dan apakah ada penyulit/ komplikasi yang dialamai
pada saat bersalin (Kemenkes RI, 2010; h. 17). Riwayat Imunisasi
Untuk mengetahui riwayat imunisasi yang telah bayi dapatkan apakah sudah
mendapatkan sesuai jadwal atau masih ada yang tertunda.
5) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari – Hari.
a) Pola Nutrisi
Dikaji Untuk mengetahui apakah bayi menyusu aktif, berapa kali dalam
24 jam, dan apakah menghisap kuat. Bayi setidaknya menyusu 8 – 10
kali dalam 24 jam (Kemenkes RI, 2010).
Listiarini&Dewi (2021) dalam penelitiannya dengan judul “Perbedaan
Pemberian Asi Eksklusif Dan Tidak ASI Eksklusif Terhadap Berat
Badan Bayi Di Klinik Wita Medan” menyatakan bahwa Pemberian ASI
Eksklusif mayoritas kategori tidak ASI Eksklusif berjumlah 23
responden (60,5%), dan minoritas kategori ASI Eksklusif berjumlah 15
responden (39,5%), Berat badan bayi usia 6 bulan, mayoritas responden
yang memiliki bayi normal berjumlah 21 responden (55,3%), responden
yang memiliki bayi kurus berjumlah 7 responden (18.4%), dan responden
yang memiliki bayi gemuk berjumlah 10 responden (26,3%)dan hasil uji
chi square, diperoleh nilai p value = 0,007< α 0,05 maka hipotesis
diterima. akhir usia 4-7 bulan. Bayi yang diberikan ASI Eksklusif akan
lebih sehat dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan ASI
Eksklusif, karena kandungan ASI yang mengandung kolstrum
mengandung zat kekebalan yang bermanfaat untuk melindungi bayi dari
penyakit diare, infeksi, batu, pilek, dan penyakit alergi.
Pada bayi yang sudah berusia lebih dari 6 bulan, disarankan untuk
konsumsi MPASI. Rosdiana, dkk (2020) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa bahwa kesesuaian pemberian MPASI sesudah
diberikan pendidikan kesehatan lebih tinggi yaitu sebesar 3.15
dibandingkan dengan kesesuaian pemberian MP-ASI sebelum diberikan
pendidikan kesehatan yaitu sebesar 2.75. Hasil uji statistic diperoleh nilai
p-value = 0,031 (p<0,05). Banyaknya ibu yang tidak memberikan MP-
ASI yang tepat dan sesuai ke pada bayinya salah satunya disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan tentang MPASI meliputi keberagaman zat gizi
yang harus diberikan, jumlah takaran yang tepat untuk satu porsi
pemberian, tekstur dan juga frekuensi pemberian MP-ASI kepada bayi
sesuai dengan usianya. Setelah pemberian pendidikan kesehatan tentang
MP-ASI yang tepat dan sesuai dengan rekomendasi dari WHO, ternyata
ada peningkatan jumlah ibu yang memberikan MP-ASI yang sesuai
kepada bayinya.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Putri, dkk (2021) dalam
penelitian yang berjudul Pengaruh Pengetahuan Ibu Dan Pola
Pemberian Makanan Pendamping Asi Terhadap Status Gizi Bayi Usia 6-
12 Bulan Di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang mendapatkan hasil
bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan ibu adalah cukup (56,8%).
Sebagian besar pola pemberian MPASI adalah baik (50,5%) dan terdapat
mempengaruhi status gizi bayi 6-12 bulan p 0,006 dan 0,281.
b) Pola Eliminasi
Dikaji Untuk mengetahui apakah bayi sudah atau belum BAB dan BAK .
Bayi normalnya BAB defekasi 1 – 4x sehari konsistensi lunak dan
berwarna kuning emas. BAK normalnya berkemih 6 – 10x dalam sehari
berwarna urin pucat, berkemih > 8x pertanda ASI cukup (Rukiyah,
2012).
c) Pola Istirahat
Bayi dalam 2 minggu pertama normalnya masih banyak tidur. sediakan
lingkungan yang nyaman dan meminimalkan gangguan atau stimulasi
(Rukiyah, 2012).
d) Pola Aktivitas
Bayi sehat akan bergerak aktif.
e) Personal Hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah bayi sudah dibersihkan atau
dimandikan. Sebaiknya bayi dimandikan setelah usia 6 jam untuk
mencegah hipotermi pada bayi (Kemenkes RI, 2010).

c. Objektif
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum
Periksa keadaan umum bayi seperti apakah bayi menangis kuat, bergerak
aktif atau tidak, dan bagaimana wara kulitnya (Kemenkes RI, 2012).
b) Kesadaran
Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati keadaan pasien
secara keseluruhan, yaitu : Baik, jika pasien memperlihatkan respons
yang baik terhadeap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasien
tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan, dan dikatakan lemah,
pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain dan
pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri (Sulistyawati,
2009).
c) Tanda – tanda Vital
(1) Nadi : Frekuensi denyut normal 120-160 kali/menit.
(2) Respirasi : Frekuensi nafas normal 40-60 kali permenit.
(3) Suhu : Suhu normal adalah 36,5–37,50C
(Kemenkes RI, 2013).
2) Antropometri
a) Berat Badan ( BB ) : Berat lahir normal 2,5-4 kg (Kemenkes RI, 2013;
h.54). Pada usia 4 bulan, berat bayi biasanya tambah 2 kali lipat. Pada
usia 1 tahun berat bayi rata-rata tiga kali berat badan waktu lahir sekitar
21 pon (Hurlock, 2017).
Anggraeni&Nirmala (2019) dalam penelitiannya mengenai Hubungan
Indeks Masa Tubuh Dan Lingkar Lengan Atas Ibu Menyusui Terhadap
Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Di Pekon Pagelaran Kabupaten
Pringsewu didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara hubungan indeks
masa tubuh dan lingkar lengan atas ibu menyusui terhadap status gizi
bayi usia 0-12 bulan dipekon pagelaran kabupaten pringsewu tahun 2015.
Semakin baik LILA ibu menyusui (tidak berisisko) maka akan semakin
baik pula status gizi nya dan semakin kurang LILA ibu menyususi
(berisiko) maka akan semakin buruk status gizi nya.
Rokhimawati (2019) menambahkan dari hasil penelitiannya bahwa
93,4% bayi memiliki berat badan lahir cukup. Prevalensi status gizi baik
pada bayi umur 1-6 bulan berdasarkan BB/U, PB/U, dan IMT/U adalah
sebesar 92,1%, 88,2%, dan 96,1%. Berat badan lahir berhubungan
dengan status gizi bayi umur 1-6 bulan berdasarkan indeks BB/U
(p=0,004) dan PB/U (p=0,011), namun tidak dengan indeks IMT/U
(p=0,112). Dapat disimpulkan berat badan lahir berhubungan dengan
status gizi bayi umur 1-6 bulan berdasarkan indeks BB/U dan PB/U,
namun tidak indeks IMT/U.
b) Panjang badan.
Pada usia 4 bulan, ukuran bayi antara 23 dan 24 inchi, pada usia 1 tahun
antara 28-30 inchi (Hurlock, 2017).
c) Lingkar kepala : Lingkar kepala normal 33-37 cm (Kemenkes, 2013).
Secara normal, pertambahan ukuran lingkaran kepala setiap tahap relatif
konstan. Saat lahir, ukuran lingkar kepala normalnya 34-35 cm.
kemudian bertambah ± 0,5 cm/bulan pada bulan pertama ataumenjadi 44
cm. Pada 6 bulan pertama, pertumbuhan kepala paling cepat, kemudian
tahun-tahun pertama lingkat kepala bertambahnya tidak lebih dari 5
cm/tahun. Pada dua tahun pertama, pertumbuhan otak relatif pesat, dan
setelah itu sampai usia 18 tahun lingkar kepala hanya bertambah ± 10
cm. Jadwal pengukuran disesuaikan dengan umur anak. Umur 0 – 11
bulan, pengukuran dilakukan setiap bulan (Setiyani, 2016).
d) Lingkar dada : Lingkar dada 30-33 cm (Uliyah dan Hidayat, 2008).
e) Lingkar lengan atas : Normalnya pada BBL minial 9,5 cm (Kemenkes
RI, 2013).
3) Status Present
a) Kepala : Untuk memeriksa ada atau tidaknya penonjolan fontanel
(peningkatan tekanan intracranial), penonjolan sutura sagittal
(molding), ada atau tidak caput succedaneum, cephal hematoma
(Uliyah dan Hidayat, 2008).
b) Muka : periksa kesimetrisan wajah.
c) Mata : Normalnya tidak ada kotoran/sekret (Kemenkes RI, 2013).
d) Hidung : Hidung amati pola pernafasan, ada pernafasan cuping hidung
atau tidak. Terdapat sekret berlebih atau tidak (Uliyah dan Hidayat,
2008).
e) Mulut : Normalnya bibir, gusi, langit-langit utuh dan tidak ada bagian
yang terbelah (Kemenkes RI, 2012).Rata-rata bayi mempunyai 4-6 gigi
susu, pada usia satu tahun. Gigi yang pertama muncul adalah gigi depan
(Hurlock, 2017).
f) Telinga : periksa dan pastikan jumlah, bentuk, dan posisinya pada bayi
cukup bulan, tulang rawan sudah matang. Daun telinga harus berbentuk
sempurna dengan lengkungan yang jelas dibagian atas (Walyani, 2015).
g) Leher : amati pergerakan tulang lehernya apabila terjadi keterbatasan
pergerakannya maka kemungkinan terjadi kelainan pada tulang leher,
seperti kelainan tyroid,dan lain - lain (Uliyah dan Hidayat, 2008).
h) Ketiak : memperhatikan adanya masa tidak normal.
i) Dada : perhatikan tarikan dinding dada bawah ketika bayi sedang tidak
menangis (Kemenkes RI, 2013).
j) Pulmo/ COR : pernapasan normal bayi baru lahir tidak teratur dan
abdominal (Uliyah dan Hidayat, 2008).
k) Abdomen : Perut bayi datar, teraba lemas. Periksa ada atau tidak
perdarahan tali pusat, normalnya tidak ada perdarahan tali pusat,
pembengkakan, nanah atau bau yang tidak sedap, atau kemerahan sekitar
tali pusat (Kemenkes RI, 2013).
l) Genetalia : Bayi perempuan labia mayora normalnya menutupi labia
minora dan klitoris. Klitoris normalnya menonjol. Pada bayi laki-laki
rugae normalnya tampak pada skrotum dan kedua testis turun kedalam
skrotum (Kemenkes RI, 2013).
m)Punggung : kulit terlihat utuh, tidak terdapat lubang dan benjolan pada
tulang belakang (Kemenkes RI, 2013).
n) Anus : terlihat lubang anus dan periksa apakah mekonium sudah keluar
(Kemenkes, 2013).
o) Ekstremitas : Hitung jumlah jari tangan dan kaki, lihat apakah kaki
posisinya baik atau bengkok kedalam atau keluar (Kemenkes,2013).
p) Kulit : wajah, bibir, dan selaput lendir, dada harus berwarna merah muda,
tanpa adanya kemerahan atau bisul (Kemenkes RI, 2010; h.18). Kulit
bayi kuning sampai telapak tangan/kaki dan timbul setelah lahir <24 jam
atau lebih dari 14 hari menandakan bayi mengalami icterus patologi
(Kemenkes, 2012).
q) Refleks
(1) Rooting refleks : sentuhan atau goresan pada pipi sepanjang sisi
mulut menyebabkan bayi menolehkan kepala ke arah sisi tersebut
dan mulai menghisap, normalnya positif, harus sudah menghilang
pada usia 3-4 bulan, tetapi bisa saja menetap sampai usia 12 bulan
(Uliyah dan Hidayat, 2008; h. 159).
(2) Sucking refleks : bayi mulai melakukan gerakan menghisap kuat di
daerah sirkumoral, sebagai respon terhadap rangsang. Normalnya
positif, menetap selama masa bayi, meskipun tanpa rangsang seperti
saat tidur (Uliyah dan Hidayat, 2008; h. 159).
(3) Swallowing refleks : dimana ASI di mulut bayi mendesak otot di
daerah mulut dan faring sehingga mengaktifkan refleks menelandan
mendorong ASI ke dalam lambung (JNPK – KR dalam Rukiyah,
2012; h. 63).
(4) Grasp refleks : sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat
dasar jari menyebabkan fleksi tangan dan jari kaki. Normalnya
positif, genggaman tangan berkurang setelah usia 3 – 4 bulan,
(Uliyah dan Hidayat, 2008; h. 159).
(5) Moro refleks : goyangan tiba-tiba atau perubahan keseimbangan
akan menyebabkan ekstensi dan abduksi mendadak ekstremitas dan
jari megar, dengan ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf C,
diikuti fleksi dan abduksi ekstremitas, tungkai sedikit fleksi, dan bayi
mungkin menangis. Normalnya positif, menghilang setelah usia 3-4
bulan, biasanya paling kuat selama 2 bulan pertama (Uliyah dan
Hidayat, 2008; h. 158).
(6) Tonic neck refleks: apabila kepala bayi ditengokkan ke satu sisi,
lengan dan tungkai akan diekstensikan pada sisi tersebut, sedangkan
lengan dan tungkai sisi yang berlawanan difleksikan. Biasanya
ditemukan reflek ini, karena baru muncul pada usia 10 bulan
pertama (Uliyah dan Hidayat, 2008; h. 159).
(7) Babinski refleks: Goresan sisi luar telapak kaki ke atas dari tumit
sepanjang bola kaki menyebabkan jari-jari kaki hiperekstensi,
menghilang pada usia 2 tahun (Uliyah dan Hidayat, 2008; h. 159).
d. Analisa
Diagnosa : By. Ny…. Umur….. neonatus cukup bulan
sesuai masa kehamilan
Masalah : Berkaitan dengan masalah bayi,umumnya
pada BBL masalahnya yaitu kejang, bergerak
hanya dirangsang, napas cepat (≥ 60 x/menit)
nafas lambat (≤30 x/menit), tarikan dinding
dada kedalaman yang sangat kuat, merintih,
teraba demam (suhu ketiak > 37,5 OC), teraba
demam (suhu ketiak <37,5OC), tampak kuning
pada telapak tangan dan kaki serta perdarahan
(Kemenkes,2010; h.22). Normalnya tidak ada
masalah.
Diagnosa Potensial : Pada bayi normal dapat diabaikan
Tindakan Segera : Pada bayi normal dapat diabaikan

e. Penatalaksanaan.
Bidan mengembangkan rencana asuhan/tindakan yang komprehensif berdasar
langkah yang telah dilakukan sebelumnya. Rencana asuhan harus disetujui
bersama dengan klien agar pelaksanaannya efektif. (Widatiningsih, dkk.,
2017:186-189).
DAFTAR PUSTAKA

Anggaraeni, Sumi&Ayu Nirmala. 2019. Hubungan Indeks Masa Tubuh Dan Lingkar
Lengan Atas Ibu Menyusui Terhadap Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Di Pekon
Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 8(1):7-13.

Anwar, Mochamad. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.
Arfiana & Arum Lusiana. 2016. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta: Trans Medika.

Chittaluri, Vanitha&Rani, S Rajina. 2017. Effectiveness of Breast Feeding on Pain


Perception During Vaccination among Infants. International Journal of Nursing
Education. 9(2):52-56.

Dhiana, Wiwin Rahma, dkk. 2017. Faktor Risiko Pola Asuh Terhadap Kejadian Diare
Bayi (0-12 Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kecamatan
Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5(4):525-529.

Fauziah, Afroh&Sudarti. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan


Waktu Melakukan Imunisasi Pada Bayi Di Bps Sri Martuti, Piyungan, Bantul,
Yogyakarta. Jurnal Medika Respati. 11(4):1-10.

Fitriani, dkk. 2018. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Imunisasi Dasar Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Lajer. Ejournal An
Nur Purwodadi. 3(1):1-8

formula-fed infants: a randomised controlled trial. BMJ Journals. 102(12):1-6.


Handayani, CU, dkk. 2015. Pengaruh Pemberian Madu Dalam Menurunkan Tingkat
Nyeri Pada Bayi Usia 2-18 Bulan Yang Dilakukan Imunisasi Di Puskesmas
Ngaliyan Semarang.
Hety, Dyah Siwi&Ika Yuni Susanti. 2020. Pengetahuan Ibu Tentang Cara Penanganan
Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) Pada Bayi Usia 0-1 Tahun Di Puskesmas
Mojosari Kabupaten Mojokerto. Journal for Quality in Women’s Health. 3(1):72-
77

Hurlock, B Elizabeth. 2017. Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. 5. Jakarta: Erlangga.

Kristiningtyas, Wahyunti&Kristiana Puji Purwandari. 2020. Faktor - Faktor Yang


Berhubungan Dengan Ketepatan Waktu Pemberian Imunisasi Dasar Di
Puskesmas Wonogiri 1. Jurnal Kebidanan. 12(2):129-266.

Lestari, Restu Duwi. 2019. Hubungan Pola Asah Dengan Perkembangan Bahasa Pada
Bayi Usia 12 – 24 Bulan Di Desa Poh Sarang Kecamatan Semen Kabupaten
Kediri. Jurnal Bidan Pintar. 1(1):1-6.

Listiarini, Utary Dwi&Indah Dewi Sari. 2021. Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif Dan
Tidak Asi Eksklusif Terhadap Berat Badan Bayi Di Klinik Wita Medan. Jurnal
Gentle Birth. 4(1):69-76.

Lubis, Tapi Endang, F&Nanda Masraini Daulay. 2020. Hubungan Pengetahuan Ibu
Dengan Tingkat Kecemasan Pasca Imunisasi Dpt-Hb-Hib Pada Bayi Di
Puskesmas. Jurnal Education and Development. 8(2):445-449

Masiah, Nazwah& Titi Astuti. 2015. Pengetahuan Ibu Tentang Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi Dasar (KIPI) Pada Bayi. Jurnal Keperawatan. 11(2):164-169.

Muslihatun WN, Mufdlilah, Setyawati N. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta:


Fitramaya; 2010.
Nugrahmi, Mega Ade&Pagdya Haninda Nursanti Rusdi. 2020. Pola Asah dan Asuh
Berhubungan Dengan Kejadian Stunting di Puskesmas Air Bangis, Pasaman
Barat. Mimbar Ilmiah Kesehatan Ibu dan Anak (Maternal And Neonatal Health
Journal). 4(2):22-28

Nuraeni, Neni&Chanty Yuni Hartiningrum. 2018. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab


Kematian Bayi 0-12 Bulan Di RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.
E-jurnal Stiker Respati. 1(9):1-8.

Nurarif.A.H. dan Kusuma.H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis &Nanda NIC-NOC.Jogjakarta: MediAction

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta:
Gavi.
Putri, Audila Sri, dkk. 2021. Pengaruh Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan
Pendamping Asi Terhadap Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Di Kecamatan Pujon
Kabupaten Malang. Jurnal Kedokteran Komunitas. 9(1):1-9
Reza, Abdullah, dkk. 2017. Uji Klinis Tersamar Acak Ganda Pemberian Parasetamol
Pasca Imunisasi DTwP-Hep B-HIB. Sari pediatric.19(1):20-24

Rokhmawaty, Afita. 2019. Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Status Gizi Bayi
Umur 1-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Buaran, Kota Pekalongan.
Universitas Airlangga.

Rosdiana, Eva, dkk. 2020. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kesesuaian


Pemberian MP-ASI Guna Pencegahan Stunting Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Aceh Besar. Journal Of Healthcare.
6(2):1-8

Rosmiyati. 2016. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada
Bayi Usia 9-12 Bulan Desa Sinar Harapan, Kecamatan Kedondong Pesawaran
2015. Jurnal Dunia Kesmas. 5(3):146-151.

Setiyani, Astuti, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra
Sekolah. Jakarta: Kemenkes RI.

Sholihah, Sitta Hasanatin. 2020. Efektivitas Pemberian Parasetamol Oral Versus


Parasetamol Rektal Untuk Antipiretik Pada Anak: Systematic Review. Jurnal
Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. 7(1):22-29.

Soegeng, Santoso. 2008. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Soetjiningsih. 2015. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC


Sumarni, Sri. 2019. Hubungan Kecemasan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Dasar
Lengkap Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Banjar Barat Kecamatan Gapura.
Jurnal Ilmu Kesehatan. 4(1):26-32.

Suparwati, Ratna, dkk. 2018. Perbedaan Kipi Pada Pemberian Parasetamol Sebelum
Dan Sesudah Imunisasi Pentabio Di Wilayah Puskesmas Wonosari. Jurnal
Kesehatan dr. Soebandi. 6(1):448-454

Surya, Made Ayu Nadina Indira, dkk. 2018. Pola Penggunaan Parasetamol Atau
Ibuprofen Sebagai Obat Antipiretik Single Therapy Pada Pasien Anak. E-jurnal
Medika.7(8):1-13.

Susanti&Sarinawati. 2020. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Pemberian


Imunisasi Polio Di Pukesmas Talang Banjar. Midwifery Health Journal. 5(1):1-6.

Veneman, Netty G P Boss, dkk. 2018. Using feeding to reduce pain during vaccination
of formula-fed infants: a randomised controlled trial. Arch Dis Journal.
103(12):1132-1137.

WHO. 2016. Pelatihan Introduksi IPV Modul 4 Tata Cara Pemberian IPV.

Widatiningsih, Sri, dkk. 2017. Praktik Terbaik Asuhan Kehamilan. Yogyakarta:Trans


Medika
Widiyanti, Hafsah, dkk. 2020. Hubungan Pola Asuh Dan Pola Pemberian MP–ASI Pada
Bayi Kekurangan Energi Protein. Journals Ners of Community. 11(1):61-68.
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume I.Alih bahasa Agus
Sutarna dkk. Jakarta : EGC

Yuviska IA, Kurniasari D dan Oktavia. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Efek
Samping Imunisasi DptCombo Dengan Kejadian Demam Pada Bayi Usia 2-12
Bulan Di BpsYulianti Amd Keb Kelurahan Talang Teluk Betung SelatanBandar
Lampung Tahun 2015. Jurnal Kebidanan,

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS FISIOLOGIS


PADA BAYI NY. D USIA 6 JAM
DI PUSKESMAS GRABAG II

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 23 November 2023
Jam : 13.20 WIB
Tempat : Ruang VK

II. IDENTITAS
a. Identitas Bayi
Nama : Bayi Ny. D
Tanggal/jam lahir : 23 November 2023 / 07.20 WIB
Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. D Nama Ayah : Tn. M
Umur : 22 tahun Umur : 24 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Grabag, Magelang Alamat : Grabag, Magelang

III. DATA SUBYEKTIF


1. Riwayat Kehamilan Ibu
a. Umur kehamilan : 39+4 minggu
b. Riwayat penyakit selama hamil
Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah atau tidak sedang menderita
penyakit menurun seperti hipertensi, DM, asma, maupun penyakit
menular seperti HIV/AIDS, hepatitis, TBC, dan sifilis
c. Kebiasaan dalam hamil :
- Merokok : Tidak ada
- Konsumsi alcohol: Tidak ada
- Jamu, narkoba, maupun obat obatan lain : Tidak ada
d. Riwayat natal
Tanggal lahir : 23 November 2023
BB : 3300 gr
PB : 49 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tunggal/gemeli : Tunggal
Komplikasi persalinan : Tidak ada
Riwayat imunisasi : Vit K,Hb Neo
e. Riwayat perinatal : Penilaian APGAR score
Appearance Pulse Grimace Activity Respiratory Score
1 menit 2 2 2 1 2 9
5 menit 2 2 2 2 2 10
ke 1
5 menit 2 2 2 2 2 10
ke 2

2. Pola Kebiasaan Sehari-hari


Nutrisi : Ibu mengatakan bahwa bayi mendapatkan nutrisi ASI tanpa
nutrisi yang lain ± 30 menit sebanyak 1x
Eliminasi : Ibu mengatakan bahwa bayi sudah BAK 1x tetapi belum BAB
Istirahat : Ibu mengatakan bahwa bayi selalu dalam keadaan tertidur
Aktifitas : Ibu mengatakan bahwa aktivitas bayi adalah tidur, minum ASI
dan menangis
IV. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Menangis : Kuat
Gerakan : Aktif
Vital Sign : N : 130x/menit
R : 42x/menit
S : 37⁰C
Pengukuran Antropometri
BB : 3300 gr LK : 33 cm LILA : 11
cm
PB : 49 cm LD : 32 cm
2. Status Present
Kepala : Mesosephal, UUK dan UUB belum menutup, tidak ada
moulase, hematom maupun caput
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih
Hidung : simetris, terdapat 2 lubang, bersih, tidak ada nafas cuping
hidung
Mulut : bibir lembab, langit-langit mulut tidak ada bagian yang terbelah.
Telinga : simetris, tidak terdapat serum
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar limfe dan kelenjar tiroid, tidak
ada bendungan vena jugularis.
Dada : tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas vesikular
Abdomen : teraba datar, tali pusat masih basah, tidak ada perdarahan tali
pusat, tidak ada tanda infeksi
Genetalia : terdapat sekrotum, terdapat lubang pada penis.
Punggung : teraba datar, tidak ada benjolan tulang belakang
Ekstremitas atas dan bawah : jari – jari lengkap, bergerak aktif, kapila
refill baik.
Kulit : kemerahan, tidak ada sianosis, tidak ikterik
3. Reflek
 Rooting : baik, mengikuti sentuhan sambil membuka mulut
 Sucking : baik, bayi sudah bisa menghisap asi dengan baik
 Swallowing : baik, bayi bisa menelan ASI
 Grasping : baik, bayi menutup jari – jarinya seperti menggenggam
ketika disentuh telapak tangannya
 Moro : memanjangkan lengan dan menekuk kakinya saat
terkejut atau mendengar suara keras
 Tonick Neck : baik, bayi mampu menolehkan ke salah satu sisi
 Babinski : baik, saat disentuh telapak kakinya, jari kaki bayi
mengembang

V. ANALISA
a. Diagnosa Kebidanan : By. Ny. D usia 6 jam fisiologis dalam keadaan
sehat
b. Masalah : tidak ada
c. Diagnosa Potensial : tidak ada
d. Kebutuhan Tindakan Segera: tidak ada

VI. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 23 November 2023
1. Pukul 13.30 WIB
Memberitahu ibu bahwa bayi dalam keadaan sehat dan normal
Hasil : ibu merasa lega mendengar hasil pemeriksaanya dalam kondisi sehat
2. Pukul 13.32 WIB
Memastikan kembali bahwa bayi sudah mendapatkan injeksi vit K pada buku
KIA dan buku register.
Hasil : Injeksi vitamin K 1 mg telah diberikan secara IM dipaha kiri bayi pada
pukul 08.20 WIB
3. Pukul 13.33 WIB
Memastikan kembali bahwa bayi sudah mendapatkan salep mata pada buku KIA
dan buku register.
Hasil: salep mata telah diberikan dengan dioles pada kedua mata bayi pada
pukul 08.20 WIB.
4. Pukul 13.34 WIB
Memastikan kembali bahwa bayi sudah mendapatkan imunisasi HB 0 di paha
kanan bayi sebanyak 0,5 cc untuk mencegah penyakit hepatitis pada buku KIA
dan buku register.
Hasil : bayi sudah diberikan imunisasi HB 0 pada pukul 09.20 WIB
5. Pukul : 13.36
Memberitahu ibu untuk melakukan perawatan tali pusat, tali pusat dibiarkan
terbuka dan tetap kering
Hasil: ibu mengerti dan bersedia melakukan perawatan tali pusat
6. Pukul 13.38 WIB
Menganjurkan ibu dan keluarga untuk selalu menjaga kehangatan bayi agar
terhindar dari hipotermi dengan cara
- Memakaikan baju bersih, kering dan memakaikan topi bayi
- Mengusahakan bayi berada dalam ruangan hangat, tak ber AC jauh dari
jendela terbuka dan dinding yang dingin.
- Segera mengganti popok/baju bayi jka basah atau kotor
Hasil: ibu bersedia melakukan sesuai anjuran yang disampaikan dan mampu
menyebutkan kembali informasi yang diberikan
7. Pukul 13.40 WIB
Memberikan konseling kepada ibu, agar selalu memberikan ASI eksklusif
kepada bayi dengan cara memberikan ASI setiap ± 2 jam sekali / pada saat bayi
menginginkan
Hasil: ibu bersedia memberikan ASI Ekslusif untuk bayinya
8. Pukul 13.42 WIB
Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang saat usia bayi 7 hari
Hasil: ibu bersedia melakukan kunjungan ulang
9. Pukul 13.44 WIB
Mendokumentasikan hasil tindakan
Hasil: telah dilakukan.

Magelang, 23 November 2023

Pembimbing Klinik Praktikan

Sidem Rahayu,S.Tr.Keb.Bdn. Riwin Kusminarti


NIP. 197703182007012006 NIM. P 1337424823026

Mengetahui,
Pembimbing Prodi
Nuril Nikmawati, S.Kp.Ns, M.Kes
NIP. 19700429 199403 2 001

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pengkajian pada tanggal 23 November 2023 pukul 13.20 WIB di


Ruang VK Puskesmas Grabag II dan pemaparan kasus pada By. Ny. D usia 6 jam di
dapatkan pembahasan sebagai berikut.

Hasil pemeriksaan umum pada By. Ny. D usia 6 jam dalam keadaan sehat
dengan hasil: keadaan umum : baik, menangis : kuat, Gerakan aktif, N: 130x/mnt, RR=
42x/mnt, S= 370C. Hasil antropometri By. Ny. N usia 6 jam adalah BB : 3300 gram, PB
: 49 cm, LILA : 11 cm, Lingkar kepala : 33 cm, dan Lingkar dada : 32 cm. Hasil
Penilaian APGAR score adalah 9/10/10. Ibu mengatakan bayinya mendapatkan nutrisi
dari ASI tanpa nutrisi yang lain ± 30 menit sebanyak 1x. Dari hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan By. Ny. D usia 6 jam fisiologis dalam keadaan sehat.

Pada kasus diatas, penatalaksanaan yang dilakukan berupa asuhan kebidanan


yang aman dan bersih untuk bayi 6 jam meliputi : pemeriksaan fisik, Pemberian injeksi
vitamin K 1 secara IM, pemberian salep mata antibiotic profilaksis guna pencegahan
infeksi pada mata bayi, pemberian imunisasi HB0 pada bayi, pemberian edukasi terkait
perawatan tali pusat, pemberian edukasi terkait kesehatan bayi untuk pencegahan
kehilangan panas, pemberian edukasi terkait pemberian ASI ekslusif kurang lebih setiap
2 jam sekali, dan melakukan kunjungan ulang bayi 7 hari. Hal ini sesuai teori (Marmi,
2015) asuhan segera, aman dan bersih untuk BBL meliputi : Pencegahan infeksi,
penilaian segera setelah lahir, pencegahan kehilangan panas, memotong dan merawat
tali pusat, Inisiasi menyusui dini, manajemen laktasi, pecegahan infeksi mata,
pemberian vitamin K1, pemberian imunisasi dan pemeriksaan BBL. Jadi tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktik.

Magelang, 23 November 2023

Pembimbing Prodi Praktikan

Nuril Nikmawati, S.Kp.Ns, M.Kes


Riwin Kusminarti
NIP. 19700429 199403 2 001
NIM. P 1337424823026

Anda mungkin juga menyukai