Keperawatan Anak I
Disusun oleh:
2020
KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK
1. PENGERTIAN
PERTUMBUHAN
Pertumbuhan (growth) menurut Depkes RI (1997) adalah bertambah banyak dan
besarnya sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur. Menurut
Soetjiningsih (1997), pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bias diukur dengan
berat dan panjang.
Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran. Pertumbuhan dapat
diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi tinggi badan, berat badan,
ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola pertumbuhan fisiologis sama untuk semua
orang, akan tetapi laju pertumbuhan bervariasi pada tahap pertumbuhan dan perkembangan
berbeda (Potter & Perry, 2005).
PERKEMBANGAN
Menurut Depkes (2006), perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan Bahasa
serta sosialisasi dan kemandirian. Perkembangan adalah peningkatan kompleksitas fungsi
dan kemajuan keterampilan yang dimiliki individu untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Perkembangan merupakan aspek perilaku dari pertumbuhan, misalnya individu
mengembangkan kemampuan untuk berjalan, berbicara, dan berlari dan melakukan suatu
aktivitas yang semakin kompleks (Potter & Perry, 2005).
d. Faktor nutrisi
Nutrisi adalah salah satu komponen penting dalam menunjang kelangsungan
proses tumbuh kembang. Selama masa tumbuh kembang, anak sangat membutuhkan zat
gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan
tersebut tidak di penuhi maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat terhambat.
e. Faktor kesehatan
Status kesehatan dapat berpengaruh pada pencapaian tumbuh kembang. Pada anak
dengan kondisi tubuh yang sehat, percepatan untuk tumbuh kembang sangat mudah.
Namun sebaliknya, apabila kondisi status kesehatan kurang baik, akan terjadi
perlambatan.
3. CIRI PROSES TUMBUH KEMBANG
Menurut Soetjiningsih tumbuh kembang anak dimulai dari masa konsepsi sampai dewasa memiliki
ciri-ciri tersendiri yaitu:
Tumbuh kembang adalah proses yang continue sejak konsepsi sampai maturitas (dewasa)
yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
Dalam periode tertentu terdapat percepatan dan perlambatan dalam proses tumbuh
kembang pada setiap organ tubuh berbeda.
Pola perkembangan anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu
dengan yang lainnya.
Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan respon tubuh yang khas oleh setiap organ.
Secara garis besar menurut Markum (1994) tumbuh kembang dibagi menjadi 3 yaitu:
Perkembangan merupakan hal yang teratur dan mengikuti arah rangkaian tertentu.
Perkembangan adalah suatu yang teraarah dan berlangsung terus menerus, dalam pola
sebagai berikut Cephalocaudal yaitu pertumbuhan berlangsung terus dari kepala kea rah
abawah bagian tubuh, proximodistal yaitu perkembangan terus dari daerah pusat
(proximal) tubuh ke arah luar tubuh (distal), differentiation yaitu perkembangan
berlangsung terus dari yang mudah kearah yang lebih kompleks.
Perkembangan merupakan hal yang kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan pola yang
konsisten dan kronologis.
5. PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL
Dalam perkembangan psikoseksual dalam tumbuh kembang dapat dijelaskan beberapa
tahap sebagai berikut :
a) Tahap oral-sensori (lahir sampai usia 12 bulan)
Dalam tahap ini biasanya anak memiliki karakter diantaranya aktivitasnya mulai melibatkan
mulut untuk sumber utama dalam kenyamanan anak, perasaannya mulai bergantung pada
orang lain (dependen), prosedur dalam pemberian makan sebaiknya memberkan kenyamanan
dan keamanan bagi anak.
b) Tahap anal-muskular (usia 1-3 tahun / toddler)
Dalam tahap ini anak biasanya menggunakan rektum dan anus sebagai sumber kenyamanan,
apabila terjadi gangguan pada tahap ini dapat menimbulkan kepribadian obsesif-kompulsif
seperti keras kepala, kikir, kejam dan temperamen.
6. PERKEMBANGAN BIOLOGIS
Teori biologisme, biasa disebut teori nativisme menekankan pentingnya peranan
bakat. Pendirian biologisme ini dimulai lebniz (1646-1716) yang mengemukakan teori
kontunuitas yang dilanjutkan dengan evoluisionisme. Selanjutnya Haeckel (1834-1919)
seorang ahli biologi Jerman mengemukakan teori biogenese, yang menyatakan bahwa
perkembangan ontogenese (individu) merupakan rekapitulasi dari filogesenasi.
Para penganut bilogisme menekankan pada faktor biologis, menekankan fase-fase
perkembangan yang harus dilalui. Sedangkan penganut sosiologisme atau empirisme
menekankan peranan lingkungan pada perkembangan pribadi. Wolf menentang teori
biogenese dan mengemukakan teori epigenese, yang menyatakan bahwa perkembangan
organisme itu tidak ditentukan oleh performansinya, melainkan ada sesuatu yang baru.
William Stern mengemukakan teori konvergensi yang berusaha mensitesakan kedua teori
tersebut. Sebagai makhluk kodrati yang kompleks, manusia memiliki inteligensi dan
kehendak bebas. Dalam hal perkembangan, pada awalnya manusia berkembang alami sesuai
dengan hukum alam. Kemudian perkembangan alami manusia ini menjadi jauh melampui
perkembangan makhluk lain melalui intervensi inteligensi dan kebebasannya.
8. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Anak memiliki indikator positif yaitu belajar percaya pada orang lain, tetapi selain itu ada segi
negatifnya yaitu tidak percaya, menarik diri dari lingkungan masyarakat,dan bahkan pengasingan.
Pemenuhan kepuasan untuk makan dan menghisap, rasa hangat dan nyaman, cinta dan rasa aman
itu bisa menghasilkan kepercayaan. Pada saat kebutuhan dasar tidak terpenuhi bayi akan menjadi
curiga, penuh rasa takut, dan tidak percaya. Hal ini ditandai dengan perilaku makan, tidur dan
eliminasi yang buruk.
2) Otonomi vs ragu-ragu dan malu (autonomy vs shame & doubt) – todler (1-
3 tahun)
Gejala positif dari tahap ini adalah kontrol diri tanpa kehilangan harga diri, dan negatifnya anak
terpaksa membatasi diri atau terpaksa mengalah. Anak mulai mengembangkan kemandirian dan
mulai terbentk kontrol diri. Hal ini harus didukung oleh orang tua, mungkin apabila dukungan
tidak dimiliki maka anak tersebut memiliki kepribadian yang ragu-ragu.
Anak mulai mempelajari tingkat ketegasan dan tujuan mempengaruhi lingkungan dan mulai
mengevaluasi kebiasaan diri sendiri. Disamping itu anak kurang percaya diri, pesimis, pembatasan
dan kontrol yang berlebihan terhadap aktivitas pribadinya. Rasa bersalah mungkin muncul pada
saat melakukan aktivitas yang berlawanan dengan orang tua dan anak harus diajari memulai
aktivitas tanpa mengganggu hak-hak orang lain..
Anak mendapatkan pengenalan melalui demonstrasi ketrampilan dan produksi benda-benda serta
mengembangkan harga diri melalui pencapaian, anak biasanya terpengaruhi oleh guru dan sekolah.
Anak juga sering hilang harapan, merasa cukup, menarik diri dari sekolah dan teman sebaya.
Teman sebaya memiliki pengaruh yang sangat besar yang kuat terhadap perilaku anak, anak
mengembangkan penyatuan rasa diri sendiri, kegagalan untuk mengembangkan rasa identitas
dengan kebingungan peran,sering muncul dari perasaan tidak adekuat, isolasi dan keragu-raguan.
Inividu mengembangkan kedekatan dan berbagi hubungan dengan orang lain, yang mungkin
termasukd pasangan seksualnya, ketidakpastian individu mengenai akan mempunyai kesulitan
mengembangkan keintiman, individu tidak bersedia atau tidak mampu berbagi mengenai diri
sendiri hal ini akan menjadikan individu meraa sendiri.
Masa lansia dapat melihat kebelakang dengan rasa puas dan penerimaan hidup dan kematian,
pencaian yang tidak berhasil dalam krisis ini bisa menghasilkan perasaan putus asa karena individu
melihat kehidupan sebagai bagian dari ketidakberuntungan.
Selain teori tersebut menurut, diketahui bahwa gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada
umumnya disebabkan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin
mandiri sebagai orang dewasa, di pihak lain ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua.
Rasa ketergantungan pada orang tua di kalangan anak anak Indonesia lebih besar lagi, karena
memang dikehandaki demikian oleh orang tua.Konflik peran yang yang dapat menimbulkan
gejolak emosi dan kesulitan kesulitan lain pada amasa remaja dapat dikurangi dengan memberi
latihan latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat
memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Oleh karena ia tahu dengan tepat
saat saat yang berbahaya di mana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan
orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri.
9. PERKEMBANGAN MORAL
Moral merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat
bahwa moral bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak
melakukan hal hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan
masyarakat.Di sisi lain tiadanya moral seringkali dituding sebagai faktor penyebab
meningkatnyakenakalanremaja.
Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri punya peran penting dalam pembentukan
moral. W.G. Summer (1907), salah seorang sosiolog, berpendapat bahwa tingkah laku manusia
yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai
sanksi sanksi tersendiri buat pelanggar pelanggarnya.Bayi berada dalam tahap perkembangan
moral yang oleh Piaget (Hurlock, 1980) disebut moralitas dengan paksaan (preconventional level)
yang merupakan tahap pertama dari tiga tahapan perkembangan moral.
Menurut teori Kohlberg (1968) menyatakan bahwa perkembangan moral meliputi beberapa tahap
meliputi :
Anak menyesuaikan minat diri sendiri dengan aturan, berasumsi bahwa penghargaan atau bantuan
akan diterimanya, kewaspadaan terhadap moral yang bisa diterima secara sosial, kontrol emosi
didapatkan dari luar.
Usaha yang dilakukan untuk memyensngkan orang lain, kontrol emosi didapat dari dalam, anak
menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan dan menghindari kritikan dari yang berwenang.
Individu memperoleh nilai moral yang benar, pencapaian nilai moral yang benar terjadi setelah
dicapai formal operasional dan tidak semua orang mencapai tingkatan ini.
Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg, ialah
internalisasi (internalization), yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan
secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
Denver II
Tes Denver II adalah alat bantu untuk menilai tingkat perkembangan anak usia sesuai dengan
tugas untuk kelompok umurnya pada saat melakukan tes. Denver II dapat digunakan untuk
memonitor dan memantau perkembangan bayi atau anak dengan resiko tinggi terjadinya
penyimpangan atau kelainan perkembangan secara berkala. Tes ini juga tidak untuk
mendiagnosa ketidakmampuan dan kesukaran belajar, gangguan bahasa atau gangguan
emosional, subtitusi evaluasi diagnostik atau pemeriksaan fisik anak. Tes ini lebih mengarah pada
perbandingan kemampuan atau perkembangan anak dengan kemampuan anak lain yang
seumurnya
DEFINISI SDIDTK.
Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari
program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan
termasuk salah satu program pokok Puskesmas Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan
terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraanan tara keluarga, masyarakat dengan
tenaga professional . Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SDIDTK dengan DDTK, hanyalah
perbedaan istilah.
PENGERTIAN SDIDTK.
1. Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun agar anak
tumbuh dan berkembang secara optimal.
2. Deteksi tumbuh kembang anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini
adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah.
3. Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu pada anak yang
perkembangan kemampuannya menyimpang karena tidak sesuai dengan umurnya.
4. Penyimpangan bisa salah satu atau lebih kemampuan anak yaitu kemampuan gerak kasar
gerak halus bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian anak.
Kolik
Bayi sehat berusia 6 minggu menangis total sekitar 3 jam setiap hari. Menangis dan rewel lebih
sering terjadi di senja hari. Pada usia 12 minggu, jumlah total menangis adalah sekitar 1 jam per
hari, dan bayi lebih mampu menenangkan diri mereka sendiri pada usia ini. Kolik didefinisikan
sebagai menangis yang tidak dapat ditenangkan minimal 3 jam atau lebih per hari dan tanpa ada
penyebab fisiknya. Kolik biasanya selesai pada usia 3 bulan, bertepatan dengan usia bayi yang
mampu menenangkan dirinya sendiri (mis., menghisap jari).
Penyebab kolik diduga adalah masalah dalam sistem gastrointestinal atau neurologi (kemungkinan
imaturitas sistem), temperamen, atau gaya menjadi orang tua sebagai ibu atau ayah. Beberapa
orang tua sangat cemas atau sangat perhatian secara berlebihan atau, pada saat ekstrem yang lain,
mungkin tidak memberikan perhatian atau kebutuhan yang diberikan bayi. Setiap hal ini dapat
berkontribusi pada perilaku rewel dan menangis bayi.
Menangis dalam waktu berkepanjangan memicu stres di antara pengasuh. Kegagalan untuk
menghentikan tangisan memicu frustrasi, dan menangis yang mencegah orang tua dari tidur
berkontribusi pada keletihan yang memang sudah mereka alami.
Edukasi orang tua bahwa menangis normal meningkat pada saat anak berusia 6 minggu dan
menghilang pada sekitar 12 minggu. Ketika dihadapkan dengan bayi yang menderita Kolik, orang
tua harus mengembangkan pendekatan perlangkah untuk memeriksa, bahwa semua kebutuhan
dasar bayi terpenuhi. Ketika kebutuhan terpenuhi, upaya untuk menenangkan bayi dapat
digunakan. Mengurangi stimulasi dapat menurunkan lama menangis. Lebih sering membaca bayi
juga dapat membantu. Beberapa bayi berespons terhadap gerakan ayunan bayi atau gerakan
kendaraan yang berjalan. Vibrasi, suara dengan banyak frekuensi, tetapi berintensitas sebanding,
atau membedong bayi juga dapat membantu mengurangi rewel pada beberapa bayi Empeng dapat
menenangkan bayi yang memerlukan pengisapan tambahan non-nutritif. Orang tua harus mencoba
satu intervensi pada satu waktu, hati-hati untuk tidak menstimulasi bayi secara berlebihan dalam
proses pencarian solusi. Perawat harus memberikan dukungan berkelanjutan kepada orang tua dari
bayi yang menderita kolik dan meyakinkan mereka bahwa ini adalah kondisi sementara yang akan
selesai pada waktunya (Shelov & Allemann, 2009).
Gumoh
Gumoh (regurgitasi sejumlah kecil di lambung) terjadi pada semua bayi, dan sejumlah besar bayi
normal gumoh secara berlebihan. Meskipun gumoh setelah makan normal. hal ini dapat
menyebabkan kekhawatiran besar pada orang tua. Bayi yang diberi makan secara berlebihan yang
makanannya diberikan berdasarkan jadwal yang dirancang orang tua dan yang kurang bersendawa
lebih cenderung untuk gumoh. Bagi beberapa bayi, jumlah dan frekuensi gumoh cukup bermakna
dan dapat mengindikasikan refluks gastroesofagus menurunkan episode gumoh. Selalu
sendawakan bayi minimal dua atau tiga kali per pemberian makan. Pertahankan bayi tetap tegak
selama 30 menit setelah makan dan jangan baringkan bayi dalam posisi tengkurap setelah makan.
Hindari mengangkat-angkat bayi atau melakukan aktivitas berlebihan sesaat setelah pemberian
makan. Memosisikan bayi di dalam kursi menekan lambung dan tidak direkomendasikan. Ketika
menempatkan bayi di tempat tidur. posisikan ia dalam posisi miring dengan kepala tempat tidur
sedikit ditinggikan (Shelov & Altmann, 2009).
Tenangkan orang tua bahwa jika bayi yang ngompol minimal menghabiskan enam popok per 24
jam dan berat badannya bertambah gumoh berarti normal. Jika bayi muntah sepertiga atau lebih
dari sebagian besar pemberian makan, tersedak ketika muntah atau mengalami emesis kuat,
penyedia perawatan primer harus diberi tahu.
Ketidaknyamanan lazim terjadi saat gigi menembus membran periodontal. Bayi dapat mengeces,
menggigit benda keras, atau semakin sering menghisap jari. Beberapa bayi dapat menjadi sangat
mudah marah (irritable), menolak makan, dan tidak tidur dengan baik. Demam, muntah dan diare
pada umumnya tidak dianggap sebagai tanda gigi tumbuh (reething) melainkan penyakit. Nyeri
tumbuhnya gigi (teething) terjadi akibat inflamasi.
Ajarkan orang tua bahwa kompres dingin dapat menyejukkan gusi. Bayi dapat mengunyah cincin
teething (mainan gigitan bayi) yang dingin atau orang tua dapat menggosokkan potongan es yang
dibungkus di dalam waslap pada gusi Anestesi topikal yang dibeli bebas seperti Orajel bayi
mungkin juga dapat bermanfaat. Orang tua harus memberikan salep cara cepat ke gusi, hindari
bibir. karena salep ini dapat menyebabkan kebas. Terkadang asetaminofen oral atau ibuprofen
dapat diberikan untuk meredakan nyeri (Tinanolt.2007)
Pengajaran ke Toilet
Ketika mielinisasi medula spinalis tercapai di sekitar usia 2 tahun, toddler mampu melatih
kontrol sfingter secara volunter. Anak perempuan mungkin siap untuk diajarkan ke toilet lebih dini
dibanding anak laki-laki. Toddler siap untuk diajarkan ke toilet ketika:
Defekasi terjadi pada jadwal yang cukup teratur.
Toddler mengekspresikan pengetahuan tentang kebutuhan untuk defekasi atau berkemih.
Ini mungkin diekspresikan melalui verbalisasi, perubahan aktivitas, atau gestur tubuh
seperti:
Melihat ke popok atau mengambil popok
Berjongkok
Menyilangkan tungkai
Menyeringai dan/atau mengejan
Bersembunyi ke belakang pintu atau depan ketika defekasi
Popok tidak selalu basah (ini mengindikasi kasikan kemampuan untuk menahan urine
dalam periode waktu ter tentu)
Toddler berkeinginan untuk mengikuti instruksi
Toddler berjalan dengan baik seorang diri mampu menurunkan celananya
Toddler mengikuti pemberi asuhan ke kamar mandi.
Toddler menaiki potty chair atau toilet (AAP, 2011c)
Orang tua harus melakukan pengajaran ke toilet sikap tenang, positif, dan tidak mengancam.
Pada awalnya, toddler mungkin harus mengobservasi anggota keluarga dengan jenis kelamin sama
menggunakan toilet. Mulai dengan todler berpakaian lengkap yang didudukan diatas kursi
eliminasi (potty chair) atau toilet semenentara orang tua atau pengasuh berbicara tentang kegunaan
toilet dan kapan digunakannya. Toddler akan merasa paling nyaman dengan potty chair toddler
yang diletakkan diatas lantai. Jika potty chair tidak tersedia, menghadap ke arah tangki toilet dapat
membuat toddler merasa lebih aman, karena bokong masih berada di depan kursi dan bukan
tenggelam ke lubang tempat duduk toilet. Setelah satu minggu atau lebih, lepaskan popok yang
kotor dan buang isinya ke dalam toilet. Selanjutnya, upayakan mendudukkan toddler ke potty chair
atau ke toilet tanpa memakai celana atau popok. Toddler dapat memperoleh manfaat dari melihat
pemberi asuhan teman menggunakan toilet. Penggunaan potty chair harus didemonstrasikan
dengan boneka bayi yang basah/ngompol
Orang tua harus selalu memberikan pujian lembut dan jangan memberikan celaan. Biasanya
waktu yang tepat untuk mencapai kesuksesan defekasi di toilet adalah setelah makan. Ketika
toddler mencapai keberhasilan untuk defekasi, kontrol kandung kemih berhasil kemudian.
Mungkin memerlukan waktu beberapa bulan sebelum kontrol kandung kemih di malam hari
dicapai, dan toddler mungkin masih memerlukan popok di malam hari. Orang tua harus
menggunakan kata-kata yang sesuai untuk bagian tubuh, berkemih, dan defekasi, kemudian
menggunakan kata-kata tersebut secara konsisten sehingga toodler memahami apa yang harus
dikatakan dan dilakukan (AAP, 2011c)
Serelah beberapa minggu berhasil melaksanakan eliminasi ke toilet (toiletting), todler dapat
mulai menggunakan celana untuk melatih eliminasi (training pants). Ketika toddler eliminasi di
celana dan tidak sempat eliminasi ke toilet, segera kan mereka tentang ke toilet dan bantu mereka
memsihkannya. Toddler jangan pernah dihukum karena tidak sengaja "eliminasi di celana" baik
defekasi maupun berkemih.
Dengan begitu banyak perhatian difokuskan pada genitalia selama pengajaran ke toilet dan
frekuensi eliminasi tanpa menggunakan popok, merupakan hal yang alami bagi todler untuk lebih
berfokus pada genitalia mereka sendiri. Anak laki-laki dan perempuan akan mengeksplorasi
genitalia mereka dan menemukan timbulnya sensasi yang menyenangkan. Masturbasi pada todler
sering kali menyebabkan ketidaknyamanan hebat pada orang tua. Orang tua tidak boleh
memberikan perhatian pada aktivitas, karena hal tersebut dapat meningkatkan frekuensinya. Orang
tua harus dengan tenang menjelaskan kepada toddler bahwa ini adalah aktivitas yang hanya
dilakukan secara pribadi (Feigelman, 2007b). Jika todler mengalami masturbasi secara berlebihan
atau menolak untuk berhenti melakukannya di depan umum, ada stresor tambahan dalam
kehidupan todler yang harus dieksplorasi.
Negativisme
Negativisme umum terjadi pada periode toddler (Brazelton & Sparrow, 2006). Ketika
toddler terpisah dari orang tua, mengenali individualitasnya sendiri, dan memperlihatkan otonomi,
akan terjadi banyak negativisme. Orang tua harus memahami bahwa negativisme ini sebagai
kejadian perkembangan normal dan bukan merupakan bentuk perlawanan yang disengaja
(meskipun ini juga dapat terjadi). Hindari mengajukan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak,
karena todler biasanya akan berespons dengan jawaban "tidak", baik maksudnya adalah benar
maupun tidak. Menawarkan pilihan sederhana kepada anak memberikan toddler sensasi kontrol.
Orang tua tidak boleh bertanya kepada todler apakah ia "ingin" mengerjakan sesuatu, jika pada
akhirnya ia tidak memiliki pilihan. "Apakah kamu mau menggunakan cangkir merah atau cangkir
biru" adalah pertanyaan yang lebih tepat daripada "Apakah kamu mau minum susu sekarang?
Ketika sudah waktunya untuk keluar rumah, jangan tanyakan. "Apakah kamu mau memakai
sepatumu?" Melainkan, nyatakan dalam nada suara berdasarkan fakta bahwa sepatu harus dipakai
untuk keluar rumah, dan berikan pilihan pada todler tentang jenis sepatu atau warna kaus kaki yang
akan dipakai. Jika anak terus memberikan jawaban negatif, orang tua harus tetap tenang dan
membuat keputusan untuk anak.
Temper Tantrum
Bahkan anak yang memperlihatkan kepribadian mudah seperti bayi dapat kehilangan
temper mereka dengan sering selama masa toddler. Toddler yang lebih intens saat bayi mungkin
memiliki temper tantrum lebih besar. Temper tantrum merupakan hasil alami dari frustasi yang
dialami toddler. Toddler berkeinginan besar untuk mengeksplorasi hal-hal baru, tetapi upaya
mereka sering kali dihalangi (biasanya karena alasan keamanan). Toddler tidak berperilaku buruk
secara sengaja. Mereka memerlukan waktu dan kematangan untuk mempelajari aturan dan
peraturan. Beberapa dari rasa frustrasi mereka berasal dari kurangnya keterampilan bahasa untuk
mengekspresikan diri mereka sendiri. Toddler baru mulai mempelajari cara mengungkapkan
perasaan dan menggunakan tindakan alternatif daripada hanya marah. Temper tantrum dapat
dimanifestasikan sebagai serangan jeritan dan tangisan atau episode komplet ketika toddler
membanting dirinya sendiri ke lantai, menendang, berteriak, dan memukul, bahkan mungkin
menahan napas. Keletihan atau rasa marah dapat membatasi kemampuan koping toddler
danmeningkatkan perilaku negatif dan temper tantrum (Lyness, 2008).
Meskipun tantrum mengganggu orang tua dan pengasuh, tantrum adalah bagian normal
dalam pencarian toddler atas kemandirian. Saat toddler matang, mereka menjadi lebih mampu
mengekspresikan diri mereka sendiri dan memahami lingkungan mereka.
Orang tua perlu mempelajari isyarat perilaku toddler mereka untuk membatasi aktivitas
yang membuat frustasi, Ketika orang tua mencatat permulaan frustasi, peringatan bersahabat dapat
diberikan. Mengintervensi sejak dini dengan perubahan aktivitas dapat mencegah tantrum.
Gunakan distraksi, fokuskan kembali atau keluarkan dari situasi.
Ketika temper tantrum terjadi rangkaian tindakan yang terbaik adalah mengabaikan
perilaku dan memastikan bahwa anak aman selama tantrum. Hukuman fisik hanya memperlama
tantrum dan pada faktanya akan menghasilkan perilaku negatif yang lebih intens. Jika tantrum
terjadi di depan umum orang tua perlu mengimobilisasi anak dengan pelukan seperti beruang besar
dan menggunakan suara tenang untuk menenangkan toddler. Orang tua untuk memeragakan
kontrol diri. Karena tantrum pada toddler paling sering terjadi akibat frustrasi, perilaku model
peran berupa kontrol diri membantu mengajarkan toddler untuk mengontrol amarah mereka ketika
mereka tidak dapat memperoleh apa yang mereka inginkan (Lyness, 2008).
Orang tua mungkin ingin membatasi mengisap jempol dan menggunakan empeng pada waktu
tidur, di dalam mobil, dan dalam situasi penuh stres. Orang tua harus dengan tenang mendiskusikan
pembatasan ini kepada toddler dan kemudian tetap konsisten untuk menerapkannya (Marter &
Agus, 2007).
Sibling Rivalry
Banyak keluarga memiliki anak kedua ketika anak pertama mereka berusia todler. Toddler
terbiasa untuk menjadi bayi dan mendapatkan perhatian yang besar, baik di rumah maupun di
keluarga besar. Karena toddler normalnya bersifat egosentrik, membawa bayi baru ke rumah
mungkin cukup mengganggu. Untuk meminimalkan masalah sibling rivalry orang tua harus
berupaya menjaga rutinitas toddler senormal mungkin. Habiskan waktu tersendiri dengan toddler
setiap hari. Libatkan toodler dalam perawatan bayi. Toodler mampu mengambilkan popok atau
kaus T-shirt, menghibur bayi (Brazelton Sparrow, 2006)."Membantu” orang tua merawat bayi
membantu sensasi penting pada todler. Todler akan memerlukan dukungan besar saat memegang
bayi.
Regresi
Beberapa toddler mengalami regresi selama peristiwa penuh stres (mis., kelahiran saudara
kandung, hospitalisasi). Stres pada toddler mempengaruhi kemampuannya untuk menguasai tugas
perkembangan yang baru. Selama regresi, toddler mungkin berkeinginan untuk kembali ke tahap
sebelumnya. la mungkin menginginkan botol atau empeng yang sudah lama dilupakannya. Toddler
mungkin berhenti memperlihatkan bahasa atau melakukan keterampilan motorik yang sudah
dicapai sebelumnya. Stres yang bermakna pada kehidupan toddler dapat juga mengganggu proses
pengajaran ke toilet (pengajaran ke toilet mungkin tidak dicapai di dekat waku kelahiran adiknya).
Ketika regresi terjadi, orang tua harus mengabaikan perilaku regresif dan menawarkan pujian
untuk perilaku yang tepat atau pencapaian keterampilan (Brazelton & Sparrow, 2006).
C. PERMASALAHAN TUMBUH KEMBANG ANAK PRASEKOLAH
Masalah perkembangan umum selama periode prasekolah mencakup berbohong, pendidikan
seks, dan masturbasi (Shelov & Altmann, 2009). Orang tua sering kali mengekspresikan
kesulitan dalam menangani masalah ini dengan anak prasekolah mereka. Memberikan bimbingan
antisipasi yang tepat dapat memberikan dukungan dan kepercayaan diri yang dibutuhkan orang
tua untuk menangani masalah ini.
1. Berbohong
Berbohong lazim terjadi pada anak prasekolah. Ini dapat terjadi karena anak takut
terhadap hukuman terbawa, imajinasi, atau meniru apa yang dilihat dilakukan oleh
orangtua mereka. Orang tua harus memastikan alasan berbohong sebelum menghukum
anak. Jika anak melanggar peraturan dan takut dihukum, orang tua harus menentukan
kebenarannya. Anak perlu belajar bahwa berbohong biasanya jauh lebih buruk daripada
perilaku buruk itu sendiri. Hukuman atas perilaku buruk harus dikurangi jika anak
mengakui kebenaran yang terjadi. Orang tua harus tetap tenang dan berperan sebagai
model peran dengan watak tenang. Jika perilaku buruk dilakukan di waktu berikutnya,
anak akan cenderung untuk memberi tahu hal yang sebenarnya.
Jika anak berbohong benar-benar hanya dibawa oleh imajinasinya, orang tua
harus membimbing anak dalam membedakan antara mitos dan kenyataan/realita
(Brazelton & Sparrow, 2002). Imajinasi anak prasekolah sangat hidup, dan anak
memerlukan arahan dalam menggunakan kecakapan tersebut. Orang tua harus berperan
sebagai model peran perilaku yang tepat untuk dapat dipelajari oleh anak mereka. Anak
yang berbohong karena mereka mendengar orang tua mereka berbohong tidak boleh
melihat atau mendengar orang tua mereka melakukan kebohongan tersebut.
2. Pendidikan Seks
Anak prasekolah adalah pengamat yang tajam, tetapi tetap tidak mampu
menginterpretasikan semua yang mereka lihat secara cepat. Anak dapat mengetahui tetapi
tidak memahami aktivitas seksual. Anak prasekolah sangat ingin tahu dan ingin belajar
tentang apapun di sekitar mereka; oleh sebab itu mereka sangat cenderung mengajukan
pertanyaan mengenai seks dan dari mana bayi berasal. Sebelum mencoba menjawab
pertanyaan, orang tua harus berupaya menemukan terlebih dahulu apa yang benar-benar
ditanya oleh anak dan apa yang telah anak pikirkan tentang subjek tersebut. Kemudian,
mereka harus memberikan jawaban sederhana, langsung dan jujur. Anak hanya
memerlukan informasi dari yang ditanyakannya. Peranan tambahan akan terjadi di masa
depan dan harus dijawab saat pertanyaan tersebut diajukan.
3. Masturbasi
Rasa penasaran yang normal dari anak usia prasekolah seringkali memicu anak-
anak untuk mengeksplorasi genitalia mereka sendiri (Shelov & Altmann, 2009). Perilaku
ini dapat mengkhawatirkan beberapa orang tua, tetapi masturbasi adalah bagian yang
sehat dan alamiah dari perkembangan normal anak prasekolah jika hal ini dilakukan
secara tidak berlebihan (sedang). Jika orang tua bereaksi berlebihan terhadap perilaku ini,
masturbasi dapat dilakukan dengan lebih sering. Masturbasi harus ditangani dengan cara
yang sesuai fakta oleh orang tua. Anak perlu mempelajari peraturan tertentu tentang
aktivitas ini: telanjang dan melakukan masturbasi tidak dapat diterima di depan umum.
Anak juga harus diajarkan tentang keamanan: tidak ada orang lain yang dapat menyentuh
bagian pribadi kecuali orang tua, dokter, atau perawat yang memeriksa untuk mengetahui
apakah ada masalah dengan bagian pribadi tersebut.
Fobia Sekolah
Penolakan sekolah (juga disebut sebagai fobia sekolah atau penghindaran sekolah) didefinisikan
sebagai penolakan untuk menghadiri sekolah atau kesulitan untuk tetap tinggal di sekolah selama
sehari penuh. Perilaku tersebut mencakup sering absen, tidak masuk kelas, terlambat ke sekolah
secara kronis (terus-menerus), perilaku buruk yang berat sebelum sekolah, atau menghadiri
sekolah dengan ketakutan hebat. Fobia sekolah perlu didefinisikan secara gejala dan operasional
sebagai penyebab ansietas. Penghindaran sekolah terjadi pada sekitar 8.2% anak dan remaja
(Kearney & Chapman, 2008). Beberapa ketakutan yang diekspresikan oleh anak yang menolak
sekolah mencakup berpisah dari orang tua mengendarai bus, ujian, intimidasi, teguran omelan
guru, dan ansietas terkait dengan ke toilet di kamar mandi umum bahaya fisik atau melepaskan
pakaian di ruang loker karena distres emosional yang disebabkan pada anak ini ketika menghadiri
sekolah mereka sering kali diklasifikasikan memiliki fobia sekolah. Anak yang lebih muda dapat
mengeluhkan nyeri lambung atau sakit kepala dan anak yang lebih tua dapat mengeluhkan palpitasi
atau merasa ingin pingsan. Penyebab spesifik penolakan sekolah/fobia sekolah harus diselidiki dan
tindakan yang tepat harus dilakukan. Sering kali, fobia sekolah merupakan gejala masalah yang
lebih dalam. Anak dengan penolakan sekolah yang tinggi berisiko dikeluarkan dari sekolah
melakukan pelanggaran, dan mengalami masalah sosial dan okupasional di masa dewasa (Kearney
& Chapman, 2008). Dokter atau praktisi perawat harus melakukan pengkajian fisik pada anak
untuk menyingkirkan dugaan setiap penyakit fisik. Setelah upaya ini dilakukan, orang tua, guru,
konselor sekolah. dan administrator sekolah dapat membuat rencana untuk membantu siswa
mengatasi ketakutan spesifik. Dalam kasus yang tidak rumit, orang tua harus mengembalikan anak
ke sekolah dengan segera mungkin terjadi perubahan jadwal (setengah hari atau penurunan jam
sekolah) untuk membantu meningkatkan keberhasilan transisi untuk kembali ke sekolah. Ide lain
untuk membantu mengurangi sensitivitas anak mungkin adalah dengan menghabiskan sebagian
waktu mereka di ruang konselor atau di ruang perawat sekolah.
Intimidasi
intimidasi, yaitu melakukan penganiayaan verbal, emosional, atau fisik berulang pada orang lain,
saat ini meningkat (Schoen & Schoen, 2010). Penggunaan surat elektronik, pesan teks, jaringan
sosial, dan pesan instan, yang sering kalidisebut sebagai cyberbullying, kini sedang menjadi
masalah yang semakin besar. Pelaku intimidasi sering kali mencari korban yang tampak malu,
lemah, dan tidak dapat membela diri. Anak yang mengalami ketunadayaan berisiko tinggi menjadi
korban intimidasi (Schoen & Schoen, 2010). Secara umum, sekitar 10% dari semua anak
menghadiri sekolah merasa ditakut-takuti dan ketakutan sepanjang hari (American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry,2008). Tiga puluh persen anak kelas 6 sampai kelas 10 adalah
pelaku intimidasi atau pernah menjadi korban intimidasi (American Academy of Pediatrics,
2009b). Sebagian besar intimidasi terjadi di sekolah (Augustyn & Zuckerman, 2007). Anak laki-
laki dan perempuan menjadi korban dan dapat menjadi pelaku intimidasi; tetapi anak laki-laki dua
kali lebih cenderung menjadi pelaku intimidasi dan menjadi korban intimidasi (Augustyn &
Zuckerman, 2007). Anak laki-laki biasanya melakukan intimidasi pada anak laki-laki lain dan
lebih sering menggunakan kekuatan, sementara anak perempuan dapat menjadi korban intimidasi
oleh kedua jenis kelamin yang terutama menggunakan intimidasi verbal, seperti pengasingan
sosial dan intimidasi (Schoen & Schoen,
6. Penggunaan Zat
Agen yang umumnya disalahgunakan oleh anak-anak dan remaja mencakup
alkohol, obat yang diresepkan seperti Ritalin dan OxyContin, halusinogen, analgesik,
ansiolitik, steroid, inhalan (uap inhalasi dari produk di rumah tangga yang biasa),
stimulan, dan beragam obat klub seperti ekstasi, gamma-hidroksibutirat (GHB), dan
lisergik asam dietilamida (LSD). Zat yang disalahgunakan dihubungkan dengan
ketersediaan dan biayanya. Dua zat umum yang lebih dapat diakses dan memiliki insiden
penggunaan tertinggi adalah tembakau dan alkohol. Survei nasional menemukan bahwa
80% siswa SMA dan 4% siswa SMP telah secara pribadi menyaksikan penggunaan atau
penjualan obat-obatan ilegal di lingkungan sekolah, atau menyaksikan siswa yang banyak
menggunakan obat-obatan atau minuman (National Center on Addiction and Substance
Abuse di Columbia University, 2007). Penggunaan obat berkisar dari bir atau anggur
sampai rokok atau minuman keras dan kemudian sampai marijuana, yang dilanjutkan
oleh obat-obatan terlarang.
Beberapa efek dan konsekuensi jangka panjang dari penggunaan obat dan alkohol
mencakup kemungkinan overdosis dan kematian cedera yang tidak disengaja, perilaku
rasional,ketidakmampuan untuk berpikir secara jelas, mengemudi secara tidak aman dan
konsekuensi legal, masalah pada hubungan dengan keluarga dan teman, aktivitas seksual
dan infeksi menular seksual, dan masalah kesehatan seperti masalah hati (hepatitis) dan
masalah jantung (kematian mendadak akibat kokain).
Daftar Pustaka
Ratnaningsih, dkk. 2017. Buku Ajar (Teori dan Konsep) Tumbuh Kembang Dan Stimulasi. Edisi
1. Sidoarjo : Indomedia Pustaka.
Karen J Marcdante, dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi 6. Elsevier
(Singapore) Pte Ltd.
https://www.academia.edu/8898182/Konsep_Tumbuh_Kembang_KONSEP_TUMBUH_KEMB
ANG_MANUSIA