PENDAHULUAN
kesehatan masyarakat dapat dilihat antara lain dari angka kematian, angka
kesakitan dan status gizi. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
seseorang dalam masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Angka kematian ibu
pembangunan lainnya. Angka kematian bayi merupakan tolak ukur yang sensitif
di bidang kesehatan. Angka kematian bayi juga terkait langsung dengan angka
Ketuban pecah dini secara signifikan berkaitan dengan angka kematian dan
kesakitan ibu dan janin. Ketuban pecah dini telah terbukti menjadi penyebab
21,4% kesakitan pada neonatus dan 18%-20% kematian perinatal. Ada tiga
penyebab kematian janin yang berhubungan dengan ketuban pecah dini yaitu
1
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah keadaan bayi tidak dapat segera
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir
yang menekan tali pusat yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah dari
ibu ke janin sehingga terjadi hipoksia dan asfiksia (Prawirohardjo, 2010). Salah
satu cara penilaian asfiksia adalah dengan menggunakan APGAR score. APGAR
score adalah sebuah cara untuk menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir.
APGAR score biasanya dinilai pada 1 dan 5 menit setelah bayi lahir. APGAR
score 1 menit menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan sebagai pedoman
korelasi dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Hassan dan Alatas, 2007).
berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
angka kematian neonatal sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian
neonatal memberikan konstribusi 59% dari angka kematian bayi. Pada tahun 2015
angka kematian bayi di Indonesia adalah 22,23 per 1000 kelahiran hidup
Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2014 adalah 1070 kasus, sedangkan
pada tahun 2015 angka kematian bayi adalah 1082 kasus. Kasus kematian bayi
terbanyak pada tahun 2011 sampai 2015 terjadi di Kabupaten Lombok Timur
(Dikes Provinsi NTB, 2015). Angka kematian bayi di Kabuapten Lombok Timur
2
pada tahun 2015 adalah 482 kasus kematian bayi yang terdiri dari kasus kematian
neonatal sebanyak 389 kasus dan kasus kematian postnatal sebanyak 93 kasus.
Penyebab kasus kematian neonatal adalah berat badan lahir rendah (BBLR)
sebanyak 183 kasus, asfiksia sebanyak 61 kasus, cacat bawaan sebanyak 25 kasus,
ikterus sebanyak 7 kasus, dan penyebab lain sebanyak 113 kasus (Dikes Lombok
Timur, 2015).
Maret 2012 didapatkan hasil bahwa dari 98 responden terdapat 49 kasus ketuban
pecah dini. Dari 49 kasus ketuban pecah dini, 28 bayi dengan ibu yang mengalami
ketuban pecah dini memiliki APGAR score kurang dari 7, yang menunjukkan
bahwa ketuban pecah dini merupakan faktor risiko rendahnya APGAR score pada
Pada penelitian yang lainnya tetang hubungan kejadiaan ketuban pecah dini
dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan di RSUD Ambarawa
pada tahun 2014 menunjukkan hasil bahwa kejadian asfiksia pada bayi baru lahir
12,158 kali lebih berisiko pada ibu dengan ketuban pecah dini (Kosmiyati,2015).
penelitian tentang “Hubungan ketuban pecah dini dengan APGAR score bayi
lahir aterm di RSUD dr.R Soedjono Selong periode Januari sampai Desember
2016”.
3
1.2 Rumusan Masalah
hubungan ketuban pecah dini dengan APGAR score bayi lahir aterm di RSUD
1.3 Tujuan
lahir aterm di RSUD dr.R Soedjono Selong periode Januari sampai Desember
2016.
1.3.2.1. Untuk mengetahui angka kejadian ketuban pecah dini dan tidak ketuban
pecah dini.
1.3.2.3. Untuk mengetahui kejadian ketuban pecah dini berdasarkan usia ibu.
4
1.4 Manfaat Penelitian
ketuban pecah dini dengan APGAR score pada bayi lahir aterm.
pada kasus ketuban pecah dini untuk mencegah terjadinya faktor risiko asfiksia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi informasi dan refrensi
bagi masiswa dan pihak lain yang berpentingan yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut mengani hubungan ketuban pecah dini dengan APGAR score.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Amnion
Pada kehamilan, amnion merupakan membran yang kuat dan kokoh, tetapi
fleksibel. Membran avaskuler terdalam pada janin ini menyatu dengan cairan
amnion dan memiliki peran yang luar biasa penting dalam kehamilan manusia.
Selama tahap awal implantasi timbul celah di antara massa sel embrionik
dan trofoblas. Sel-sel kecil yang melapisi permukaan dalam trofoblas ini disebut
sel amniogenik yaitu prekursor epitel amnion. Amnion pertama kali dapat terlihat
pada hari ke-7 atau ke-8 perkembangan embrio. Pada awalnya amnion merupakan
vesikel yang sangat kecil yang selanjutnya berkembang menjadi kantong kecil
membran ini akan secara bertahap menyelubungi seluruh embrio yang sedang
berkembang, embrio ini akan masuk ke dalam rongga amnion (Cunningham dkk,
2014).
permukaan dalam chorion leave. Pendekatan chorion leave dan amnion terjadi
6
(Cunningham dkk, 2014). Selanjutnya amnion mulai menyelubungi tangkai
penghubung dan yolk salk, menyatukan keduanya dan mebentuk tali pusat
primitif (Sadler,2013).
yang dibasahi cairan amnion merupakan lapisan tunggal epitel kuboid yang
kontinu, lapisan ini dianggap berasal dari ektoderm embrionik. Epitelium ini
melekat erat ke membran basal, yang dihubungkan dengan lapisan padat aseluler.
Lapisan padat aseluler terutama tersusun atas kolagen intertitisial. Pada sisi luar
lapisan padat, terdapat barisan sel mesenkimal mirip fibroblast yang tersebar
sangat luas pada kehamilan aterm. Sel-sel ini mungkin diturunkan dari mesoderm
diskus embrionik. Terdapat pula sedikit makrofag janin di dalam amnion. Lapisan
terluar amnion adalah zona spongiosa yang relatif aseluler. Zona spongiosa
bersambungan dengan chorion leave. Amnion manusia tidak mengandung sel otot
polos, saraf, limfatik, dan yang terpenting pembuluh darah. (Cunningham dkk,
2014).
Lapisan epitel amnion adalah lapisan paling dalam dari selaput amnion.
Lapisan ini berhubungan lengasung dengan cairan amnion. Pada lapisan ini
terdapat mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini
7
Sel epitel amnion juga menghasilkan prostaglandin E2, dan fibronektin
janin. Epitel amniotik berperan dalam final common pathway untuk memulai
menghasilkan sitokin seperti IL-8 selama inisiasi persalinan. Epitel amnion juga
paratiroid. Jaringan ini menghasilkan peptida natriuretik otak dan hormon pelepas
terlibat dalam pengaturan tonus pembuluh darah dan aliran darah. Peptida
vasoaktif yang berasal dari amnion bekerja di jaringan lain dalam beragam proses
sehingga tersedia bagi janin dengan cara ditelan dan diinhalasi (Cunningham dkk,
2014).
Selain sel epitel yang melapisi rongga amnion, terdapat lapisan sel
tepat disebelah basal permukaan basal epitel. Pada saat tersebut, permukaan
amnion merupakan struktur berlapis dua sel yang memiliki jumlah epitel dan sel
perkembangan, kolagen intertisial ditimbun diantara kedua lapisan sel ini. Proses
pemisahan yang nyata pada kedua lapisan sel amnion (Cunningham dkk, 2014).
8
Sel mesenkimal berfungsi menghasilkan kolegen sehingga selaput amnion
menjadi kuat dan lentur. Di samping itu, jaringan tersebut juga menghasilkan
Membran amnion cukup elastis dan dapat meluas hingga dua kali ukuran
membran. Kekuatan regangan ini hampir semua berasal dari lapisan padat yang
tersusun atas kolagen I dan III intertisial yang berikatan silang. Lapisan padat juga
regang besar, misalnya tulang dan tendon. Dalam jaringan lain, kolagen III
dkk, 2014).
Rongga amnion terisi dengan cairan jernih encer yang sebagian dihasilkan
oleh sel-sel amnion meskipun sebagian besar berasal dari darah ibu. Selama
bulan-bulan awal kehamilan, mudigah tergantung oleh tali pusat di dalam cairan
amnion yang berperan sebagai bantalan pelindung. Cairan ini berfungsi meredam
9
guncangan, mencegah melekatnya mudigah ke amnion, dan menungkinkan janin
bergerak (Sadler,2013).
ibu, artinya kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan
amnion mengandung banyak sel janin (lanugo, verniks kaseosa). Fungsi cairan
amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat
minggu menjadi 450 ml pada usia kehamilan 20 minggu hingga 800-1000 ml pada
aterm rata-rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan masa jenis
1,008. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya
cairan amnion juga banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion, dan
plasenta. Janin juga meminum cairan amnion (diperkirakan 500/hari). Selain itu,
(Prawirohardjo, 2010).
2.2.1 Definisi
persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut sebagai
10
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of
ditemukan, dengan insiden sekitar 10,7% dari seluruh persalinan, dimana 94%
2.2.2 Etiologi
dan juga oleh adanya kontraksi uterus. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
yang menyebabkan meningkatnya distensi dan tekanan uterus. Selain itu ketuban
ketuban pecah dini yaitu (1) riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, (2) Infeksi,
terutama infeksi saluran kemih, infeksi sistem reproduksi bagian bawah, dan
(5) inkompetensi servik, (6) hipertensi dalam kehamilan, (7) trauma abdomen, (8)
janin, (12) kekurangan gizi, (13) sosialekonomi yang rendah, (14) merokok
(Poma,1996).
11
2.2.3 Klasifikasi
periode laten. Periode laten berhubungan dengan komplikasi yang dapat terjadi
pada ketuban pecah dini. Semakin lama periode laten maka semakin besar risiko
terjadi komplikasi yang lebih berat dari ketuban pecah dini. Berdasarkan lamanya
2.2.4 Patofisiologi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
protease (Prawirohardjo,2010).
12
janin. Aktifitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan
(Prawirohardjo,2010).
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal yang fisiologis. Namun hal ini dapat menjadi masalah bila ketuban
bakteri penyebab infeksi akan menyekresi protease yang dapat mendegradasi dan
melemahkan membran janin. Selain itu respon host terhadap reaksi inflamasi
pada saluran genital dengan ketuban pecah dini. Respon inflamasi dimediasi oleh
uterus dan oleh degradasi kolagen dalam membran janin. Sitokin menstimulasi
13
Overdistensi uterus yang terjadi karena polihidroamnion dan kehamilan
pecah dini. Pereganan mekanik dari membran janin meregulasi beberapa faktor
kolagen janin, dan meningkat produksi MMP-1 dan MMP-3 oleh fibroblas.
Interleukin-8 yang di produksi oleh sel-sel amnion dan korion adalah kemotaktik
janin yang dapat diprakarsai oleh kekutan fisik (peregangan membran) (Parry dan
Strauss, 1998).
kolagen yang abnormal juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko ketuban
pecah dini. Kolagen cross-links yang terbentuk dalam serangkaian reaksi yang
diperantarai oleh lysyl oksidase yang berguna untuk meningkatkan daya regang
kolagen. Lysyl oksidase diproduksi oleh sel mesenkimal amnion. Lysyl oksidase
diperlukan untuk pembentukan tripel heliks kolagen. Selain itu, kandium dalam
14
tersebut menunjukkan bawah penurunan ketersediaan tembaga dan asam askorbat
merembes melalui vagina tanpa disertai rasa sakit. Selain itu perlu diperhatikan
juga tanda-tanda infeksi pada ibu dan janin. Demam, bercak vagina yang banyak,
nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
2.2.6 Diagnosis
riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Adanya riwayat keluarnya cairan ketuban
kebocoran atau rembesan cairan dari ostium serviks dan juga adanya genangan
kertas lakmus merah. Dasar dari pemeriksaan ini adalah adanya perbedaan antara
cairan amnion adalah sekitar 7,1-7,3. Perubahan warna kertas lakmus dari merah
menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban di vagina. Hasil tes nitrazin
15
dapat menunjukkan hasil positif palsu karena adanya infeksi pada vagina, darah,
semen dan penggunaan antiseptik yang bersifat alkalin. Tes ini juga dapat
pecah dini. Tes ferning adalah pemeriksaan kristalisasi cairan amnion dengan
dari 3 cm dari introitus vagina untuk menhindari adanya kontaminasi dari mukus
tanaman pakis atau disebut juga arborization. Tingkat akurasi dari pemeriksaan
ini adalah 73%. Hasil positif palsu dikaitkan dengan adanya semen, mukus serviks
dan sidik jari. Hasil negatif palsu dikaitkan dengan adanya darah, mekonium dan
oligohidroamnion akibat ketuban pecah dini, hal ini penting untuk diagnosis dan
dan beberapa protein amnion lainnya. Konsentrasi zat-zat tersebut sangat tinggi di
konsentrasi zat-zat tersebut di cairan amnion dengan sekresi vagina. Selain itu
16
juga dapat dilakukan pemeriksaan plasental alpha-microglobulin-1(PAMG-1),
vagina dapat memastikan adanya ketuban pecah dini (El-Messidi dan Cameron,
2010).
Jika diagnosis masih belum jelas setelah evaluasi penuh, ketuban pecah
dini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan pewarna indigo carmine, pewarna ini
jika pada tampon terdapat noda biru maka dapat diagnosis ketuban pecah dini
2.2.7 Penatalaksanaan
Pada semua kasus yang telah didiagnosis ketuban pecah dini, sebelum
dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut, semua kasus ketuban pecah dini harus
janin dan ibu. Pemeriksaan ini perlu untuk menentukan adanya infeksi intrauterin,
solusio plasenta dan keadaan yang membahayakan janin. Selain itu juga perlu
17
Tingkat kematangan serviks memiliki peranan penting dalam
penatalaksanaan ketuban pecah dini. Jika serviks sudah matang yang ditandai
dengan effacement servik 50%, serviks lunak, pembukaan setikdanya 3 cm, dan
posisi janin dalam posisi kepala maka dapat dilakukan induksi persalinan dengan
Pada kasus ketuban pecah dini dengan serviks yang belum matang harus
Jika dalam 12 sampai 24 jam setelah pecahnya ketuban belum ada tanda-tanda
persalinan. Pada kasus ketuban pecah dini yang lebih dari 18-24 jam dapat
intravena setiap 4 jam sampai melahirkan, jika alergi terhadap penicillin dapat
menit setiap 8 jam. Pada pasien ketuban pecah dini dengan adanya tanda-tanda
(Poma,1996).
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada ketuban pecah dini tergantung pada usia
paling sering adalah infeksi intrauterin, sekitar 13%-60% dari kasus ketuban
18
pecah dini. Selain itu, komplikasi ketuban pecah dini yang dapat terjadi adalah
Secara umum insidens infeksi sekunder pada ketuban pecah dini mengingkat
pada tali pusat hingga terjadi hipoksia pada janin. Selain itu ketuban pecah dini
2.2.9 Pencegahan
tidak baik, pendidikan rendah, tempat tinggal yang kurang baik, akses terhadap
perawatan medis, dan dapat mempengaruhi angka kematian bayi. Solusi untuk
dipikirkan serta panangan medis yang baik memiliki dampak positif pada
19
2.3 APGAR Score
2.3.1 Definisi
APGAR score adalah sebuah metode untuk secara cepat menilai kondisi
kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. APGAR score pertama kali
diperkenalkan oleh dr. Virginia Apgar pada tahun 1952 (American Academy of
Komponen yang dinilai pada APGAR score terdiri atas 5 komponen, yaitu
(Rudolph, 2006) :
Frekuensi denyut jantung normal saat lahir adalah 120 - 160 kali per menit.
2. Usaha nafas
Bayi normal akan megap-megap saat lahir yang menciptakan upaya bernafas
dalam 30 detik, dan mencapai pernafasan yang menetap pada frekuensi 30-60
kali per menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi
kerusakan sistem saraf pusat, atau pemberian obat pada ibu seperti barbiturat
dan narkotik.
3. Tonus otot
setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan
tonus otot yang lemah dapat disebabkan oleh asfiksia, bayi yang mengalami
20
4. Kepekaan refleks
atau bersin.
5. Warna kulit
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah
muda setelah tercapai ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi memiliki
tubuh yang berwarna muda, tetapi sianotik pada tangan serta kakinya 90 detik
setelah lahir, sianosis menyeluruh setelah 90 detik terjadi pada curah jantung
APGAR score diukur pada menit pertama dan menit kelima setelah
21
Tabel 2.1 APGAR score
Variabel 0 1 2
Frekwensi
Tidak ada <100x/menit ≥100x/menit
jantung
Lambat (tidak
Usaha bernafas Tidak ada Menangis kuat
teratur)
Ektremitas fleksi
Tonus otot Lumpuh Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Tubuh dan
Tubuh kemerahan,
Warna Biru /pucat ekstremitas
ektremitas biru
kemerahan
Sumber : Hassan dan Alatas, 2007
APGAR score didasarkan pada total nilai 0 sampai 10, nilai tersebut
dberasal dari penjumlahan nilai yang di dapatkan pada setiap komponen APGAR
score. Semakin tinggi skor semakin baik kondisi bayi setelah lahir. APGAR score
7-10 pada menit pertama menunjukkan bahwa kondisi kesehatan bayi baik dan
kurang dari 7 pada menit pertama menunjukkan bahwa kondisi kesehatan bayi
dan Alatas, 2007). Perubahan APGAR score dari menit pertama ke menit kelima
pada menit kelima maka keadaan bayi tersebut harus tetap diawasi setiap 5 menit
22
sampai 20 menit setelah bayi lahir (American Academy of Pediatric Committee
merupakan gambaran dari kondisi fisiologi bayi baru lahir pada satu waktu yang
score. Komponen APGAR score seperti warna kulit dan iritabilitas reflek bersifat
subjektif dan sebagian tergantung dari kematangan fisiologis bayi. APGAR score
juga dapat dipengaruhi oleh variasi dari perubahan normal yang terjadi pada bayi
Newborn,2015).
terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 37-41 minggu. Istilah
aterm digunakan untuk medeskribsikan setiap persalinan yang terjadi pada usia
Bayi lahir aterm tanpa adanya kelainan dan gangguan dalam kehamilan dan
persalinan akan memiliki APGAR score yang baik. Bayi normal akan
23
menciptakan upaya bernafas dan mencapai pernafasan yang menetap pada
frekuensi 30-60 kali per menit, kulit bayi akan berubah menjadi merah muda
setelah tercapai ventilasi yang efektif, frekuensi denyut jantung 120 - 160 kali per
Ketuban pecah dini merupakan salah satu faktor penyebab infeksi dan
asfiksia neonatorum. Asfiksia neonatum adalah keadaan dinama bayi tidak dapat
segera bernapas secara spontan dan teratur segera setelah bayi lahir. Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalianan, atau segera setelah bayi
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, dan
selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi dalam
rahim. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi cairan ketuban yang septik sehingga
24
2.6 Kerangka Teori
Keterangan :
Yang diteliti :
Ketuban pecah dini juga menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
janin terjadi dengan inhalasi cairan ketuban yang septik sehingga dapat
25
2.7 Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis
Ada hubungan ketuban pecah dini dengan APGAR score bayi lahir aterm di
RSUD dr. R Soedjono Selong periode Januari 2016 sampai Desember 2016.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam satu periode tertentu dan setiap
(Notoatmodjo, 2012).
3.3.1 Variabel
bertujuan agar tidak terdapat makna ganda pada penelitian. (Notoatmojo, 2010).
27
Tabel 3. 1 Defini Operasional
3.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu melahirkan di RSUD dr. R
Soedjono Selong Januari sampai Desember 2016 yaitu 3980 ibu melahirkan.
28
3.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu melahirkan di RSUD dr.
𝑁
𝑛=
1 + (𝑁 × 𝑑 2 )-
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
Maka :
3980
𝑛=
1 + 3980 (0,05)2
3980
=
1 + 3980 (0,0025)
3980
=
1 + 9,95
3980
=
10,95
purposive sampling.
29
3.4.3 Kriteria inklusi
4. Melahirkan pervagina
2. Kelahiran preterm
3. Kelainan konginetal
1. Rekam medis
2. Alat tulis
3. Stopwatch
4. Stetoskop
dan sampel. Data jumlah populasi didapatkan dari data di RSUD dr. R
30
melahirkan di RSUD dr. R Soedjono Selong Januari sampai Desember
dikelompokkan menjadi dua yaitu ketuban pecah dini dan tidak ketuban
pecah dini. selanjutnya dilihat APGAR score dari kedua kelompok data
tersebut.
3. Pengolahan data
31
3.7 Alur Penelitian
32
3.8 Analisis Data
masing variabel, baik variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah ketuban pecah dini dan variabel terikat APGAR score.
pecah dini, angka kejadian kasus tidak ketuban pecah dini, analisis APGAR score
bayi lahir aterm,analisis kejadian ketuban pecah dini berdasarkan usia ibu dan
dengan APGAR score bayi lahir aterm di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soedjono Selong. Analisis data yang digunakan adalah rasio prevalensi degan
0,05).
mendapatkan data tentang “Hubungan antara ketuban pecah dini dengan APGAR
score bayi lahir aterm di RSUD dr. R Soedjono Selong periode Januari 2016
33
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
penulis, hanya pada kelompok tertentu saja yang akan peneliti sajikan,
34
BAB IV
48.9% 51.1%
responden yamg mengalami ketuban pecah dini sebanyak 187 responden (51.1%)
35
dan responden yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 178 responden
(48.9%).
31%
69%
Baik Buruk
Gambar 4.2 Diagram karakteristik responden berdasarkan APGAR
score 1 menit
responden yang mengalami asfiksia sebanyak 113 responden (31%) dan yang
36
4.1.1.3 Karakteristik kasus ketuban pecah dini berdasarkan usia ibu
14.5% 12.9%
72.6%
Berdasarkan tabel 4.3 dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 186
kurang dari 20 tahun, 135 responden (72.6%) berusia antara 20-35 tahun dan 27
37
4.1.1.4 Karakteristik kasus ketuban pecah dini berdasarkan lama ketuban
pecah dini
12.4%
87.6%
Berdasarkan tabel 4.4 dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 186
dengan lama pecah ketuban kurang dari 12 jam dan 163 responden (87.6%)
38
4.1.2 Analisis Bivariat
Tabel 4.6 Tabel silang dan analisis data hubungan ketuban pecah dini dengan
APGAR score
Status APGAR score
Rasio Nilai
Status ketuban pecah dini Tidak Total
Asfiksia prevalensi p
asfiksia
85 101 186
Ketuban pecah dini
23.4% 27.7% 51.1%
28 150 178
Tidak ketuban pecah dini 3 0.000
7.7% 41.2% 48.9%
113 251
Total 364
31% 69%
Sumber : Data sekunder
RP = A/(A+B) : C/(C+D)
= 85/(85+101) : 28/(18+150)
= 85/186 : 28/178
= 0.45 : 0,15
=3
Dari tabel silang dan perhitungan rasio prevalensi di atas diperoleh hasil
rasio prevalensi (RP) sebesar 3 (RP>1) hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas
tersebut merupakan faktor risiko yang mempengaruhi variabel terikat, yang dalam
hal ini bahwa ketuban pecah dini merupakan faktor risiko terhadap rendahnya
antara ketuban pecah dini dengan APGAR score bayi lahir aterm di RSUD dr. R.
39
Soedjono Selong. Yang berarti bahwa pasien dengan ketuban pecah dini
melahirkan bayi yang mengalami asfiksia atau memiliki APGAR score yang
rendah. Sedangkan ibu melahirkan tanpa ketuban pecah dini melahirkan bayi yang
4.2 Pembahasan
antara ketuban pecah dini dengan APGAR score bayi lahir aterm dimana
mengalami asfiksia atau memiliki APGAR score yang rendah dan 101 responden
(27.7%) melahirkan bayi yang tidak mengalami asfiksia atau memiliki APGAR
score yang normal. Sedangkan responden yang tidak mengalami ketuban pecah
mengalami asfiksi atau memiliki APGAR score yang rendah dan 150 responden
(41.2%) melahirkan bayi yang tidak mengalami asfiksia atau memiliki APGAR
Menurut teori,
tahun dan lebih dari 35 tahun. Dasar dari pengelompokan ini adalah karena usia
40
Dari hasil penelitian didapatkan responden yang mengalami ketuban pecah
dini paling banyak pada usia 20 sampai 35 tahun dengan jumlah 135 responden
(72.6%), selanjutnya usia lebih dari 35 tahun sebanyak 27 respoden (14.5%) dan
terakhir usia kurang dari 20 tahun sebanyak 24 responden (12.9%). Usia antara
20-35 tahun dikatakan sebagai usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan
sedangkan usia dibawah 20 tahun dan ditas 35 tahun dikatakan sebagai usia yang
memiliki risiko yang tinggi pada kehamilan dan persalinan (Sitohang, 2015).
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori diatas.
Salah satu penyebabnya adalah karena rentang usia responden pada penelitian ini
paling banyak pada usia 20 sampai 35 tahun dengan jumlah 266 responden,
dan yang lebih dari 35 tahun berjumlah 61 responden. Oleh sebab itu pada
penelitian ini jumlah ibu melahirkan yang mengalami ketuban pecah dini lebih
banyak pada usia 20 sampai 35 tahun dibandingkan dengan usia kurag dari 20
Pada penelitian ini lama ketuban pecah dini dikelompokkan menjadi kurang
dari 12 jam dan lebih atau sama dengan 12 jam. Pada tabel karakteristik
berdardasarkan lama ketuban pecah dini, 163 responden (87.6%) dengan lama
ketuban pecah dini lebih atau sama dengan 12 jam dan 23 responden (12.4%)
degan lama ketuban pecah dini kurang dari 12 jam. Menurut Committee on
Gynecologysts (2016) 95% wanita yang mengalami ketuban pecah dini akan
41
melahirkan 28 jam setelah pecahnya ketuban dan beberapa lainnya melahirkan 5
hubungan antara ketuban pecah dini dengan APGAR score bayi lahir aterm. Hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kosmiati (2015)
tetang hubungan kejadiaan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir yang dilakukan di RSUD Ambarawa pada tahun 2014 menunjukkan
hasil bahwa kejadian asfiksia pada bayi baru lahir 12,158 kali lebih berisiko pada
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
yang baik dan 85 responden (23.4%) melahirkan bayi dengan APGAR score
2. Jumlah responden yang tidak ketuban pecah dini sebesar 178 resonden
yang baik dan 28 responden (7.7%) melahirkan bayi dengan APGAR score
(12.9%) berusia kurang dari 20 tahun, 135 responden (72.6%) berusia antara
responden (12.4%) dengan lama pecah ketuban kurang dari 12 jam dan 163
responden (87.6%) dengan lama pecah ketuban lebih atau sama dengan 12
jam.
dini dengan APGAR score bayi lahir aterm di RSUD dr. R. Soedjono
Selong. Yang berarti bahwa pasien dengan ketuban pecah dini melahirkan
43
bayi dengan APGAR score yang rendah. Sedangkan ibu melahirkan tanpa
ketuban pecah dini melahirkan bayi dengan APGAR score yang normal.
5.2 Saran
ketuban pecah dini agar keadaan yang tidak diinginkan yang disebabkan
faktor yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini dan keadaan lainnya
44
DAFTAR PUSTAKA
Apgar Score. The American Academy of Pediatric. Vol 126. No 644. Hal :
52-55
Aryani, Farida. 2012. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Nilai APGAR Score
Cunningham,F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Spong Catherine Y.,
Dashe, Jodi S., Hoffman, Barbara L., Casey, Brian M., Sheffield, Jeanne S.
100
Dinas Kesehatan Provinsi NTB. 2015 . Profil Kesehtan Provinsi Nusa Tenggara
45
El-Messidi, Amira, Cameron, Alan. 2010. Diagnosis of Premature Rupture of
Membranes :Inspiration from the past and insights for thr future. Open
: 147
Gahwagi, Milad.M.M., Busarira, Musa O., Mona, Atia. 2015. Premature Rupture
Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Tahun 2014. Hal : 9-10
Lestari, Baiq Diana Indah. 2013. Hubungan Antara Tindakan Persalinan Seksio
Hal : 45-46
46
Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. EEG Rineka
663-670
Rahayu, Ana Setiyana Endah. 2009. Hubungan Antara Lama Ketuban Pecah Dini
Rudolph, Abraham M., Hoffman, Julien I.E., Rudolph, Colin D. 2006. Buku Ajar
107-109
Sitohang, Ruth Canaya, Astuti, Fitria Primi, Khayati, Yulia Nur. 2015. Hubungan
Usia Ibu Dengan Ketuban Pecah Dini Di RSUD Ambarawa Tahun 2013.
Hal : 5
47