Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN AN.

A USIA 2 TAHUN
DENGAN MORBILI DI UGD PUSKESMAS
TANAH KAMPUNG TAHUN 2022

Laporan Individu Kebidanan Neonatus,Bayi,Balita dan Anak


Prasekolah

Disusun Oleh :

Ria Oktavia (2115901253)


PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM PROFESI
PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
FORT DE KOCK BUKIT TINGGI
T.A 2022/2023
LEMBARAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN An. A USIA 4 TAHUN


DENGANSUSPECT DEMAM TYPHOID DI PUSKESMAS
TANAH KAMPUNG TAHUN 2022

Disusun Oleh :
Ria Oktavia (2115901253)

Sungai Penuh, November 2022


Menyetujui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(VIONA LISA FITRI, SST) (NOVI WULAN SARI, S.ST, M.Kes)


LEMBARAN PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN An. A USIA 4 TAHUN


DENGANSUSPECT DEMAM TYPHOID DI PUSKESMAS
TANAH KAMPUNG TAHUN 2022

Disusun Oleh :
Ria Oktavia (2115901253)

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(VIONA LISA FITRI, SST) (NOVI WULAN SARI, S.ST, M.Kes)

Ketua Prodi Kebidanan


Universitas Fort De Kock

Febriniwati Rifdi, S.ST, M.Biomed


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan di berbagai negara di dunia terutama di negara


berkembang khususnya negara Indonesia, salah satunya adalah penyakit
campak. Gejala klinis yang khas yaitu berupa ruam kemerahan pada kulit
menjadi gejala umum penyakit universal ini. Gejala yang ditimbulkan
berupa gejala ringan, sedang hingga berat yang mengakibatkan kematian
pada penderita. Penyakit campak ditularkan melalui droplet berupa
batuk dan bersin penderita. Demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit
atau ruam disertai dengan batuk dan atau pilek dan atau mata
kemerahan (konjungtivitis) merupakan gejala yang diakibatkan oleh
penyakit campak. Penyakit penyerta (komorbid) pada penderita seperti
pneumonia, diare, meningitis menjadi faktor penentu tingkat keparahan
penyakit campak yang diderita. Bahkan penyakit komorbid pada penderita
campak dapat mengakibatkan hingga kematian (Falawati et al., 2020).
Penyakit campak sering terjadi pada hampir semua anak usia
dini, yang belum memiliki imunitas terhadap campak. Suhanda and
Supriatna (2017) mengungkapkan, “ada 145.700 kematian akibat
komplikasi penyakit campak secara global, sekitar 400 kematian setiap
hari atau 16 kematian setiap jam dan sebagian besar anak-anak dibawah
usia 5 tahun”. Riset ini menunjukkan bahwa anak dibawah usia 5 tahun
atau balita menjadi kelompok risiko penyakit campak. Kemenkes RI
(2020) mengungkapkan, “campak menjadi salah satu jenis imunisasi yang
mendapat perhatian lebih”. Penyakit campak merupakan penyakit endemik
di Indonesia, salah satu negara berkembang di dunia. Pada tahun 2010
hingga 2015 masih terjadi kasus campak sebesar 23.164 kasus.
Terdapat 24 Provinsi di Indonesia yang menjadi wilayah yang berisiko
terhadap penularan penyakit campak, salah satunya adalah Provinsi DKI
Jakarta. Indikator wilayah berisiko campak disebabkan oleh kurangnya
kampanye imunisasi MR; kurangnya komitmen dan dukungan pemangku
program surveilans PD3I di daerah; rendahnya penemuan kasus campak
berbasis masyarakat atau Case Base Measles Surveillance (CBMS); dan
lemahnya surveilans PD3I berbasis laboratorium (Kemenkes RI, 2019).
Program imunisasi sebagai upaya Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) adalah wujud intervensi kesehatan yang sangat efektif, dengan
tujuan sebagai salah satu cara menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Pelayanan kesehatan dan upaya pencegahan (preventif) menjadi dasar
utama program imunisasi (Arianto et al., 2018).
Kejadian campak memiliki keterkaitan dengan keberhasilan
program imunisasi campak. Pada 1997, program imunisasi nasional di
Indonesia dimulai. Status Universal Child Immunization (UCI) telah
dicapai di Indonesia pada tahun 1990. Oleh karena itu, hingga saat ini
pemerintah terus berupaya dalam pemberian imunisasi campak pada balita
(Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2017). Meski program pemberian
imunisasi campak sudah dijalankan, masih banyak beberapa balita yang
masih belum mendapatkan imunisasi campak, hal ini dikarenakan masih
rendahnya pengetahuan tentang imunisasi, yang disebabkan kurangnya
informasi atau salahnya informasi melalui media (massa dan elektronik)
atau penyuluhan, ditambah lagi ketidaksesuaian jumlah obat-obatan untuk
seluruh balita yang tercatat (Azis and Ramadhani, 2019).
Berdasarkan uraian diatas dan pentingnya asuhan pada balita ,
penulis tertarik untuk mengambil laporan kasus dengan judul “Asuhan
Kebidanan Pada An. A usia 2 tahun dengan morbili di UGD
Puskesmas Tanah Kampung”.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Balita Pada


An. K di Puskesmas Tanah Kampung?
1.3 Tujuan

1.3.1 Dapat mengetahui pengertian Balita


1.3.2 Dapat mengetahuai Kebutuhan Gizi Balita
1.3.3 Dapat mengetahuai Kebutuhan utama proses tumbuh kembang?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Balita


Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi
dan menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan perkembangan berikutnya (Saidah & Dewi, 2020).

Balita merupakan anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun
atau lebih populer disebut usia anak dibawah lima tahun. Masa ini juga
dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu anak usia 1-3
tahun (batita) dan anak usia 3-5 tahun (pra sekolah)(Darmayanti et al,
2017).

2.3 Kebutuhan Gizi Balita

Masa pertumbuhan pada balita membutuhkan zat gizi yang cukup,


karena pada masa itu semua organ tubuh yang penting sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Balita merupakan kelompok masyarakat
yang rentan gizi. Pada kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan
dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih
besar dari kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah
menderita kelainan gizi (Nurtina et al., 2017).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi pada
balita yaitu secara langsung dan tidak langsung (Endariadi et al, 2020):
a. Faktor Langsung
1. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi dengan status gizi merupakan hal
yang saling berhubungan satu sama lain, karena anak
balita yang mengalami penyakit infeksi menyebabkan nafsu
makan anak berkurang sehingga asupan makanan untuk
kebutuhan tidak terpenuhi sehingga menyebabkan daya tahan
tubuh anak balita melemah.
2. Konsumsi Makanan
Kurangnya konsumsi energi dalam makanan sehari-hari
dapat menyebabkan seseorang kekurangan gizi, pada
akhirnya anak yang gizinya baik lama kelamaan bisa menderita
gizi buruk. Menurut penelitian (Diniyyah & Nindya, 2017)
rendahnya konsumsi zat gizi secara terus menerus pada balita
akan meningkatkan resiko terjadinya malnutrisi.

b. Faktor Tidak Langsung

1) Pola asuh gizi balita

Pola asuh gizi balita salah satunya yaitu pemberian MP- ASI.
Balita yang diberi MP-ASI pertama pada usia <6 bulan
mempunyai efek protektif terhadap kejadian gizi buruk
meskipun telah dikontrol oleh kondisi perumahan, pendidikan
ibu, penyakit diare, jumlah anggota keluarga, inisiasi ASI dan
jumlah balita.
2) Pendidikan

Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang


menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang didapat,
sehingga hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan
metode penyuluhan yang tepat. Seorang ibu dengan tingkat
pendidikan yang tinggi akan merencanakan menu makanan
yang sehat dan bergizi bagi anak-anaknya.
3) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan pembentukan yang secara terus


menerus dialami oleh seseorang yang setiap saat mengalami
penyusunan kembali karena adanya pemahaman baru.
Penyebab dari gangguan gizi salah satunya adalah kurangnya
pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan
informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi balita yang pada
akhirnya balita akan mengalami gizi kurang akibat dari tidak
mampunya ibu dalam menerapkan informasi tentang gizi.
4) Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga terkait dengan pemilihan dan pembelian


bahan makanan sehingga anak yang tidak cukup makan, daya
tahan tubuhnya melemah, anak akan mudah diserang infeksi,
kurang nafsu makan dan akhirnya rentan terhadap kurang gizi.
5) Sarana dan Akses Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan sangat berpengaruh dalam terjadinya gizi


buruk pada balita. Pelayanan kesehatan dimanfaatkan oleh balita
baik preventif maupun kuratif yang meliputi penyuluhan
kesehatan ibu dan anak, penimbangan, pemberian makanan
tambahan, suplemen gizi dan konsultasi resiko penyakit di
pelayanan kesehatan.
Akses pelayanan kesehatan sangat penting untuk menunjang
kesehatan masyarakat karena semakin jauh letak fasilitas
kesehatan maka akan semakin turun juga derajat kesehatan
masyarakat terutama pada balita, karena hal tersebut juga
dipengaruhi oleh biaya transportasi untuk dapat mengakses
fasilitas kesehatan.

2.4 Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang


Menurut (Syifauzakia, 2020) kebutuhan dasar anak tumbuh
kembang, secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, yaitu
asuh, asih, dan asah.

1. Kebutuhan Fisis Biomedis (Asuh) meliputi pangan/gizi (kebutuhan


terpenting), perawatan kesehatan dasar (imunisasi, pemberian ASI.
Penimbangan anak yang teratur, pengobatan kalau sakit),
papan/pemukiman yang layak, kebersihan perorangan dan
lingkungan, sandang, kebugaran jasmani, rekreasi dan lain-lain
2. Kebutuhan Emosi atau Kasih Sayang (Asih) meliputi jalinan yang
erat, membagikan rasa nyaman, aman, dilindungi, dicermati
(kemauan, pendapat), diberi teladan (bukan dituntut), didorong,
dibantu, dihargai, penuh kegembiraan, koreksi (bukan
ancaman/hukuman) menggunakan pola asuh demokratik.
3. Pemberian Kebutuhan Stimulasi (Asah) yaitu dengan mendidik serta
menstimulasi mental sejak dini hendak meningkatkan
mentalpsikososial anak seperti kecerdasan, moral, budi luhur, agama
dan etika, karakter, keterampilan bahasa, kreativitas, kemandirian,
dan lain-lain.

2.4 Morbili Pada Balita dan Tata Laksananya

Campak atau morbili atau rubeola merupakan infeksi yang


umum terjadi pada anak dan menyebar melalui droplet. Morbili
merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak meskipun telah
ditemukan vaksin terhadap virus campak. Penyakit ini
dikarakteristikan dengan gejala prodromal seperti demam, batuk, pilek,
dan konjungtivitis yang diikuti dengan ruam makulopapular (Furuse, et al
2010).
Morbili disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan
paramyxovirus yang berada di dalam secret nasofaring dan di dalam darah.
Faktor resiko yang mendukung terjadinya infeksi virus morbili adalah
imunodefisiensi, malnutrisi, status vaksinasi dan defisiensi vitamin A.
Morbili memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang
masing- masing memiliki ciri khusus. Stadium prodormal berlangsung kira-
kira 4-5 hari dengan gejala demam, malaise, batuk, fotofobia,
konjungtivitis dan koriza. Stadium erupsi yang berlangsung 4-7 hari setelah
stadium prodormal ditandai dengan timbulnya bercak koplik dan ruam
mulai muncul dari belakang telinga menyebar ke wajah, badan, lengan dan
kaki. Stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai dengan erupsi yang
mulai menghilang (Soedarmo,2010).
Kematian yang terjadi pada morbili terkait dengan komplikasi yang
terjadi. Sekitar 30% komplikasi dengan jumlah yang lebih banyak
terjadi pada anak usia di bawah lima tahun. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain pneumonia, infeksi telinga, diare dan ensefalitis. Dengan
pemberian vaksinasi campak pada anak dapat mengurangi jumlah
kematian. Vaksin campak dianjurkan untuk diberikan melalui dua dosis
karena sekitar 15% anak gagal mendapatkan imunitas pada dosis pertama
(Musthaq,2012).
Pasien morbili diupayakan untuk memperbaiki keadaan umum
dengan pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Pada kasus ini cairan
yang dibutuhkan adalah cairan maintenance yang fungsinya adalah untuk
menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja, paru, dan kulit.
Karena cairan yang keluar sedikit sekali mengandung elektrolit, maka
cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotonik. (Soedarmo,2010).
Pemberian antibiotik dapat dilakukan jika ada indikasi infeksi
sekunder. Selain itu pemberian antibiotik sebagai profilaksis dari infeksi
sekunder tidak bermanfaat dan tidak dianjurkan. Pemberian antibiotik
golongan cephalosporin berupa ceftriaxone dapat digunakan pada infeksi
saluran nafas dan dengan dosis 50-75 mg/kgBB/kali sehari atau dibagi
mejadi 2 dosis (Naniche,2009).
Pengobatan simtomatik seperti pemberian antipiretik berupa
paracetamol pada pasien jika pasien mengeluhkan demam. Dosis
paracetamol pada anak yaitu 10-15 mg/kgBB/dosis. Dosis anjuran pada
pasien ini adalah 260–390 mg/satu kali pemberian namun pada pasien ini
diberikan 500 mg sehingga dosis yang diberikan kurang tepat dan melebihi
dari dosis yang ditentukan (Naniche,2009).
Terapi Vitamin A terbukti menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas sehingga World Health Organization (WHO) menganjurkan
pemberian vitamin A kepada semua anak dengan campak, dimana elemen
nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan morbili bukanlah protein dan
kalori melainkan vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A pada kasus
morbili maka akan menyebabkan kebutaan dan kematian. Oleh karena itu
vitamin A diberikan dalam dosis yang tinggi (Sabella, 2010). American
Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian dosis tunggal
vitamin A dengan dosis 200.000 IU untuk anak usia >12 bulan dan
100.000 IU untuk usia <12 bulan (Kimberlin,2015).
Morbili tanpa komplikasi umumnya akan sembuh sendiri dalam
waktu sepuluh hari. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi
ensefalitis, trombositopenia, otitis media, pneumonia, miokarditis dan
subacute sclerosing panencephalitis ( Thappa,2012). Prognosis baik apabila
pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi menjadi buruk pada
anak dengan keadaan menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi
(Oniryuka,2011).
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. K USIA 2 TAHUN MORBILI DI
UGD PUSKESMAS TANAH
KAMPUNG 29 OKTOBER 2022

Tanggal Pengkajian : 29 OKTOBER 2022

Pukul : 12.00 WIB

I. SUBJEKTIF

1. Biodata/Identitas Anak
Nama : An.A

Umur : 2 th

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tanggal Lahir : 27 Oktober 2019

Anak Ke : kedua

2. Biodata/Identitas
Orang Tua Nama : Ny. D
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : -/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tanah Kampung
3. Alasan Kunjungan : Demam sejak 3 hari sebelum masuk puskesmas
4. Riwayat Penyakit Sekarang
- Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
- Batuk (+) sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pilek (-)
- Sesak napas (-)
- Muntah (+) frekuensi 1x, BAB cair (-)
5. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Kejang (-)
6. Pola Pemenuhan Kebutuhan Anak:
a. Pola nutrisi
- Frekuensi : 2x/ hari
- Konsentrasi : makan lunak
- Keluhan : Tidak nafsu makan
b. Pola eliminasi

Buang Air Besar (BAB) :

- Frekuensi : 4x/hari

- Warna : Kecoklatan

- Bau : khas BAB

- Keluhan : Tidak ada

Buang Air Kecil (BAK) :

- Frekuensi :5-6x/ hari

- Warna : kuning kecoklatan

- Bau :khas BAK

- Keluhan :Tidak ada

7. Imunisasi : Tidak ada imunisasi dasar

II. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-Tanda Vital
- GCS : 15
- Nadi : 135x/menit
- Pernafasan : 35x/menit
- Suhu : 38 oc
- Saturasi : 99%
2. Pemeriksaan Antropometri

Lingkar Kepala : 50 cm Lingkar Perut : 58 cm

Lingkar Dada : 62 cm Panjang Badan: 89 cm

3. Pemeriksaan Fisik (head to toe) :


 Kepala : Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan
pada
 Kepala
Mata : Terlihat mata merah
Wajah : Terdapat bitnik-bintik merah pada wajah
Hidung : Tidak ada pengeluaran cairan serumen
Mulut : Bibir terlihat pucat dan terdapat bitnik-bintik
merah
Telinga : Simetris dan tidak ada pengeluaran cairan
serumen
 Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar linfe dan tiroid
 Dada : Terdapat retraksi dada dan terdapat bitnik-bintik
merah
 Abdomen : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terdapat
ruam merah
 Ekstremitas atas : Pergerakan kurang aktif, jari tangan kiri dan
kanan lengkap, kuku pucat, tangan dan kaki teraba panas
 Ekstremitas bawah: Pergerakan kurang aktif, kuku pucat
 Genitalia : Tidak ada kelainan pada genetelia
 Anus : Tidak ada kelainan pada anus
 Punggung : Tidak ada kelainan pada punggung
 Kulit : Terdapat bitnik-bintik merah selurah badan

III. ASSESMENT

1. Diagnosis : An.A usia 2 tahun dengan Morbili


2. Masalah : Gelisah dan cemas
3. Diagnosa Potensial : Kejang
4. Kebutuhan :
- Informasi hasil pemeriksaan

- Kolaborasi dengan dokter terkait hasil pemeriksaan

- Penjelasan mengenai kondisi yang dialami pasien

- dokumentasi asuhan

IV. PLANNING
˗ Beritahu ibu tentang keadaan anaknya
˗ Lakukan pemantauan Tanda-Tanda Vital
˗ Berikan terapi sesuai order dokter
˗ Anjurkan ibu untuk memberikan makanan teratur kepada anaknya
˗ Beritahu ibu untuk memantau suhu badan anak
˗ Melakukan dokumentasi asuhan kebidanan
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI, BALITA, ANAK USIA
PRASEKOLAH An. A USIA 2 TAHUN DENGAN MORBILI DI UGD PUSKESMAS
TANAH KAMPUNG TANGGAL 29 OKTOBER 2022

SUBJEKTIF OBJEKTIF ASSESMENT PLAN


Ibu mengatakan KU : Sedang 1. Beritahu ibu dan tentang keadaan anaknya saat
anaknya demam N : 135x/menit Diagnosa : An. K usia 2 tahun dengan
ini dan menjelaskan kemungkinan di diagnosis
sejak 3 hari RR : 35x/menit Morbili
morbili
sebelum masuk S : 38 °C Diagnosa potensial : Kejang
E: Ibu dan keluarga paham dari pemeriksaan
rumah sakit Masalah : gelisah dan cemas
yang dilakukan kemungkinan anaknya di
Kebutuhan :
diagnosis morbili
- Beritahu ibu tentang keadaan
2. Lakukan pemantauan Tanda-Tanda Vital pada
anaknya anak
E: Ibu paham dari pemeriksaan yang
- Lakukan pemantauan Tanda-Tanda
dilakukandidapatkan hasil N : 135x/menit, RR

Vital : 35x/menit dan S : 38 °C

- Berikan terapi sesuai order dokter 3. Berikan terapi sesuai order dokter seperti
pemberian tambahan cairan, antibiotik,
- Anjurkan ibu untuk memberikan gentamicin, dan bedak kocok.
makanan teratur kepada anaknya
- Melakukan dokumentasi asuhan dokter

Kebidanan 4. Berikan vitamin A 100.000 unit 2x (1x1 hari)


E: Sudah diberikan Vit A pada anak
5. Anjurkan ibu untuk memberikan makanan
teratur kepada anaknya, jelaskan bahwa anak
harus tercukupi nutrisinya
E: Ibu memahami dan mau melakukan anjuran
yang diberikan
6. Lakukan dokumentasi asuhan yang dilakukan
E: Sudah dilakukan dokumentasi asuhan
kebidanan
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dalam studi ini penulis menjelaskan tentang asuhan kebidanan


yang diberikan kepada balita, asuhan dilakukan pada tanggal 29 Oktober
2022 di UGD puskesmas tanah kampung.
Asuhan pada balita dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan
melakukan pemantauan perkembangan keadaan dan menghindari hal-hal
yang membahayakan balita tersebut.
Berdasarkan teori diatas, pada tanggal 29 Oktober 2022, telah
dilakukan asuhan kebidanan pada balita usia 2 tahun An. Muhammad Aqil
dengan diagnosa Morbili. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan
didapatkan data objektif kesadaran pasien composmentis, nadi
0
135x/menit, pernafasan 35x/menit, suhu 38,5 c , saturasi oksigen 99%
dengan BB 15 kg dan tinggi 89 cm. pada saat pemeriksaan fisik
ditemukan bintik merah diseluruh badan, mata merah dan anak terlihat
gelisah.
Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan bidan berkolaborasi
dengan dokter untuk melakukan asuhan. Asuhan yang diberikan
berupa terapi sesuai order dokter seperti pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik dapat dilakukan jika ada indikasi infeksi sekunder. Selain itu
pemberian antibiotik sebagai profilaksis dari infeksi sekunder tidak
bermanfaat dan tidak dianjurkan. Pemberian antibiotik golongan
cephalosporin berupa ceftriaxone dapat digunakan pada infeksi saluran
nafas dan dengan dosis 50-75 mg/kgBB/kali sehari atau dibagi mejadi
2 dosis (Naniche,2009).
Selain itu juga diberikan terapi Vitamin A. Pemberian terapi Vit A
terbukti menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, sehingga World
Health Organization (WHO) menganjurkan pemberian vitamin A kepada
semua anak dengan campak, dimana elemen nutrisi utama yang
menyebabkan kegawatan morbili bukanlah protein dan kalori melainkan
vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A pada kasus morbili maka
akan menyebabkan kebutaan dan kematian. Oleh karena itu vitamin A
diberikan dalam dosis yang tinggi (Sabella, 2010). American Academy of
Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian dosis tunggal vitamin
A dengan dosis 200.000 IU untuk anak usia >12 bulan dan 100.000
IU untuk usia <12 bulan (Kimberlin,2015).
Setelah itu bidan merencanakan asuhan yang akan diberikan
dengan memberitau ibu tentang keadaan anaknya, pemantauan tanda-tanda
vital secara rutin , bidan memberi KIE kepada ibu bahwa ibu harus
memenuhi gizi yang cukup untuk anaknya karena proses
penyembuhan anak juga tergantung dari nutrisi anak tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada bab ini disusun kesimpulan dari laporan kasus yang
berjudul Asuhan Kebidanan Pada An.A dengan Morbili di 29
Oktober 2022 di UGD puskesmas tanah kampung.
- Data Subjektif pada An.A, ibunya mengatakan anaknya
demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Data objektif didapatkan dari hasil pemeriksaan Nadi
0
135x/menit, pernafasan 35x/menit, suhu 38 c dan
ditemukan bintik-bintik merah diseluruh badan
- Diagnosa yang ditegakkan adalah balita An.A dengan
Morbili
- Penatalaksanaan yang dilakukan adalah beritahu ibu
tentang kondisi anaknya, selalu lakukan pemantauan tanda-
tanda vital, memberikan terapi sesuai order dokter, beri
KIE pada ibu tentang kebutuhan gizi anaknya.
5.2 Saran
1. Untuk Puskesmas
Diharapkan Puskesmas tetap terus mengambangkan dan
meningkatkan mutu pelayanan pada asuhan kebidanan secara
komprehensif.

2. Untuk keluarga
Diharapkan ibu selalu memberi perhatian pada anak terutama
balita dengan memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan gizi.
Karena kebutuhan gizi ini akan mempengaruhi semua kondisi
balita. Balita dengan gizi kurang akan rentan terkena penyakit.

3. Untuk profesi bidan


Diharapkan bidan tetap menerapkan asuhan kebidanan sesuai
standar yang telah ditetapkan dalam pemberian asuhan pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Adriani M, Bambang W (2014). Gizi dan Kesehatan Balita (Peranan


Mikro Zinc pada pertumbuhan balita). Jakarta : Kencana

Arianto, M. et al. (2018) „Beberapa Faktor Risiko Kejadian


Campak Pada Balita di Kabupaten Sarolangun‟, Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas,
3(1), p. 41. doi: 10.14710/jekk.v3i1.3127.
Azis, A. and Ramadhani, N. R. (2019) „Hubungan Status
Imunisasi, Umur Dan Jenis Kelamin Terhadap Penyakit
Campak Di Kota Tangerang Selatan Tahun 2018‟, Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 18(2), pp. 37–41. doi:
10.33221/jikes.v18i2.228.
Damayanti, D., Pritasari, & Lestari, N. T. (2017). Gizi Dalam Daur
Kehidupan Pusdik SDM Kesehatan.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2-17/11/GIZI-DALAM-DAUR-
KEHIDUPAN-FINAL-SC- pdf.
Diniyyah, S.R., & Nindya, T. S. (2017) Asupan Energi, Protein
dan Lemak dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-
59 Bulan Di Desa Suci, Gresik, Amerta Nutrition, / (4) 341-
350. http://doi.org/10.20437/amnt.v1i4.7139
Endariadi, D. S., Ningtyas, F.W., & Rohmawati, N. (2020).
Determinan Kejadian Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Di Wilayah Kerja Puskesmas Mumbulsari Kabupaten
Jember. Medical Technologi and Public Health Journal, 4(2),
146-158. https://doi.org/10.33086/mtphj.v4i2.839
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (2017) Profil Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017. DKI Jakarta: Dinas
Kesehatan.
Furuse Y, Suzuki A, Oshitani H. Origin of measles virus: divergence
from rinderpest virus between the 11th and 12th centuries.
Virology Journal.
2010; 7:52-5
Falawati, W. F. et al. (2020) „Hubungan Status Imunisasi Dan
Peran Petugas Imunisasi Dengan Kejadian Campak Di
Kabupaten Muna‟, Midwifery Journal: Jurnal Kebidanan
UM. Mataram, 5(1), pp. 60–64. doi:
10.31764/mj.v5i1.1067
Kemenkes RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI (2020) Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kimberlin DW, Long SS, Brady MT, Jackson MA. Red book 2015:
report of the committee on infectious diseases. Edisi ke-30. Elk
Grove Village, IL: American Academy of Pediatrics; 2015.

Mushtaq A, Naz S, Bari A, Masood T. Measles in children: still a


problem today.
Pakistan Journal of Medical and Health Science. 2012;
6(3):755-8.

Naniche D. Human immunology of measles virus infection.


Current Topics in
Microbiology and Immunology. 2009; 330:151-171.

Nurtina, wa ode, Amiruddin, & Munir, A. (2017). Faktor risiko


kejadian gizi kurang pada balita di wilayah kerja puskesmas
Benu-Benua Kota Kendari. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 5(4), 778–787.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/ampibi/article/view/5053

Onyiriuka AN. Clinical profile of children presenting with measles


in a nigerian secondary health-care institution. Journal of
Infectious Diseases and Immunity. 2011; 3(6):112-11.

Saidah, H., & Dewi, R. K. (2020) “Fending Rule” Sebagai


PedomanPenatalaksanaan Kesulitan Makanan Pada Balita (N.
Pangesti (ed)). Ahlimedia Press.
http://books.google.co.id/books?
id=_1nYDwAAQBAJ&lpg=PA13&dq

Syifauzakia. (2020). PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM


KELUARGA DI ERA INDUSTRI 4.0. Jurnal Pendidikan ,
171-185.

Anda mungkin juga menyukai