OLEH
KELAS A (KELOMPOK 3):
NI MADE SRI SARTINI (23)
IDA AYU MADE DEWI UTARI (24)
I GUSTI AYU HADI DAMAYANTI (25)
NI MADE AYU KARTINI DEVI (26)
KADEK DIAN YUSTIANA (27)
PUTU PILA INGGAR CAHAYANI (28)
KETUT YULIANA WIDIASARI (29)
NI PUTU NUSRANI (30)
NI KETUT ASTARIANI (31)
NI KADEK SUDIARI (32)
NI KOMANG JULIANI (33)
Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan “Asuhan Infeksi Oportunistik Pada
Anak Dengan Hiv/Aids”.
Pada kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan,
semangat, bimbingan dan saran kepada saya dalam menyusun laporan ini, pihak-
pihak tersebut yaitu:
1. Dr. Ni Nyoman Budiani, S.Si.T., M. Biomed sebagai Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Denpasar
2. Ni Ketut Somoyani, SST., M.Biomed sebagai Sekretaris Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Denpasar
3. Ni Wayan Armini, SST., M.Keb sebagai Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar
4. GA Marhaeni, SKM., M.Biomed dosen pengampu mata kuliah Asuhan
Kebidanan Orang dengan HIV/Aids (ODHA)
5. Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Laporan ini akan lebih baik jika menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan laporan
selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
a Latar Belakang.....................................................................................................3
b Rumusan Masalah................................................................................................3
c Tujuan...................................................................................................................3
BAB IV PENUTUP........................................................................................................16
1. Kesimpulan.........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan penularan HIV1 /AIDS 2 di Indonesia saat ini telah menjadi isu
prioritas penanganan masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu yang menarik
untuk dikaji dalam persoalan ini adalah penularan HIV/AIDS pada kelompok
anak, baik yang ditularkan melalui ibu ke bayi yang dikandungnya atau yang
dikenal dengan istilah penularan vertikal, maupun melalui proses penularan
horizontal atau ditularkan antar individu akibat perilaku beresiko seperti
hubungan seksual, melalui jarum suntik yang tidak steril dan transfusi
darahyangmengandung virus. Penanganan kasus HIV/AIDS pada anak berbeda
dengan penanganan kasus HIV/AIDS pada individu dewasa. Jika menggunakan
asumsi perlindungan anak, maka anak-anak pengidap HIV/AIDS dalam undang-
undang dimasukkan ke dalam dikategorikan kelompok anak yang mendapatkan
perlindungan khusus (Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang
PerlindunganAnak), oleh karena itu dibutuhkan pula upaya-upaya yang secara
khusus, sistematis dan komprehensif dalam menangani permasalahan ini.
1
Penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya juga cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang
tertular baik dari pasangan maupun akibat perilaku yang berisiko. Meskipun
angka prevalensi dan penularan HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu
hamil yang terinfeksi HIV cenderung meningkat. Profil Kesehatan
Indonesia(2017) menyatakan prevalensi HIV pada ibu hamil berdasarkan tahun
2017, secara nasional diproyeksikan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi
0,49%(2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan
PPIA3 secara otomatis juga akan meningkat.
Penularan HIV kepada anak yang secara teori dikontribusikan dari proses
penularan dari ibu ke anak, berhubungan dengan berbagai fenomena perilaku
beresiko yang ada pada hari ini antara lain adanya hubungan dengan
meningkatnya kasus pengguna narkoba suntik termasuk kelompok dengan status
telah menikah. Untuk diketahui, efektivitas penularan HIV dari ibu bayi adalah
sebesar 10-30%. Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan,
dan sebagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan Sebagian lagi melalui
air susu ibu 4 . Kondisi ini tentu tidak berdiri sendiri, terdapat fakta bahwa
penularan HIV dari ibu ke anak ternyata terlebih dahulu ditularkan oleh sang
bapak kepada ibu dengan berbagai perilaku beresiko tinggi.
2
anggotakeluarga yang rentan seperti anak-anak, anggota keluarga yang
disabilitas, anggota keluarga yang sakit serta anggota keluarga yang lanjut usia.
Dibutuhkan perawatan dan pengasuhan yang bersifat holistik pada anakpengidap
HIV/AIDS. Holistik dalam hal ini berarti peran atau bantuan yang bersifat utuh,
mencakup bantuan pada pemenuhan kebutuhan aspek biologis, psikologis,
sosiokultural, dan spiritual dengan segala sifatnya yang hakiki (Potter dan Perry,
2010:208). Mengembangkan dukungan yang holistik tidaklah mudah dalam hal
HIV/AIDS karena masih terdapat stigmatisasi dalam persoalan ini.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana asuhan infeksi oportunistik pada anak dengan
HIV positif.
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengobatan antiretroviral
Sampai sekarang belum ada obat antiretroviral yang dapat menyembuhkan
infeksi HIV, obat yang ada hanya dapat memperpanjang kehidupan. Obat
4
jangan berdampak lebih buruk. Analisis dari data yang diperoleh membuktikan
bahwa di negara yang angka kematian pasca neonatal adalah 90 per seribu,
bila penggunaan susu formula mencapai 10% akan terjadi kenaikan 13% pada
angka kematian bayi dan apabila penggunaan susu formula mencapai 100%
angka kematian bayi naik sebanyak 59%24. Penelitian lain menunjukkan bahwa di
daerah dengan higiene yang buruk, angka kematian karena diare pada anak usia 8
hari sampai 12 bulan adalah 14 kali pada mereka yang tidak mendapatkan ASI
dibandingkan yang mendapat ASI. Lagipula pada masyarakat yang kebiasaan
menyusui itu lumrah, maka ibu yang tidak menyusui bayinya akan ketahuan bahwa
ia menderita sesuatu sehingga tidak dibokehkan menyusui. Perlu dipertimbangkan
juga biaya pengadaan makanan pengganti ini. Bila bayi tidak mendapat ASI maka
susu formula yang dibutuhkan adalah: untuk 6 bulan pertama bayi membutuhkan
sekitar 92 liter atau 20 kg susu. Pada usia antara 6 –12 bulan apabila makanan
bayi masih 1/2 diperoleh dari susu dan pada usia 12-24 bulan masih 1/3 diperoleh
dari susu maka antara 6-24 bulan susu formula yang dibutuhkan adalah 255 liter
atau 43 kg. Jadi dari 0 sampai 24 bulan dibutuhkan sekitar 63 kg susu formula. Biaya
tersebut cukup besar. Belum lagi biaya untuk air bersih dan bahan bakar dan biaya
untuk perawatan kesehatan oleh karena bayi yang tidak mendapat ASI lebih sering
sakit. Makanan yang dibuat sendiri akan lebih murah seperti yang dilaksanakan di
Bangladesh biaya formula yang dibuat di rumah hanya 60% dari biaya susu kaleng
.Maka apabila ibu bukan pengidap HIV/AIDS atau statusnya tidak diketahui
maka ibu tetap dianjurkan untuk memberikan ASI.Apabila ibu diketahui
mengidap HIV/AIDS terdapat beberapa alternatif yang dapat diberikan dan setiap
keputusan ibu setelah mendapat penjelasan perlu didukung. Bila ibu memilih tidak
memberikan ASI maka ibu diajarkan memberikan makanan alternatif yang baik
dengan cara yang benar, misalnya pemberian dengan cangkir jauh lebih baik
dibandingkan dengan pemberian melalui botol. Di negara berkembang
sewajarnya makanan alternatif ini disediakan secara cuma-cuma untuk paling kurang
6 bulan. Bila ibu memilih memberikan ASI walaupun sudah dijelaskan
kemungkinan yang terjadi, maka dianjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif
selama 3-4 bulan kemudian menghentikan ASI dan bayi diberikan makanan
alternatif. Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka karena virus HIV dapat
5
menular melalui luka. Jangan pula diberikan ASI bersama susu formula karena
susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang menyebabkan virus
dalam ASI lebih mudah masuk.
c. Imunisasi
Beberapa peneliti menyatakan bahwa bayi yang tertular HIV melalui
transmisi vertikal masih mempunyai kemampuan untuk memberi respons imun
terhadap vaksinasi sampai umur 1-2 tahun. Oleh karena itu di negara-negara
berkembang tetap dianjurkan untuk memberikan vaksinasi rutin pada bayi yang
terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal. Namun dianjurakan untuk tidak
memberikan imunisasi dengan vaksin hidup misalnya BCG, polio, campak. Untuk
imunisasi polio OPV (oral polio vaccine) dapat digantikan dengan IPV (inactivated
polio vaccine) yang bukan merupakan vaksin hidup. Imunisasi Campak juga masih
dianjurkan oleh karena akibat yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah pada pasien
ini lebih besar daripada efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin campak.
d. Dukungan Psikologis
Selain pemberian nutrisi yang baik bayi memerlukan kasih sayang yang
kadang-kadang kurang bila bayi tidak disusukan ibunya. Perawatan anak seperti
pada anak lain. Hindari jangan sampai terluka. Bilamana sampai terluka rawat
lukanya sedemikian dengan mengusahakan agar si penolong terhindar dari
penularan melalui darah. Pakai sarung tangan dari latex dan tutup luka dengan
menggunakan verban. Darah yang tercecer di lantai dapat dibersihkan dengan
larutan desinfektans. Popok dapat direndam dengan deterjen. Perlu mendapat
dukungan ibu, sebab ibu dapat mengalami stres karena penyakitnya sendiri
maupun infeksi berulang yang diderita anaknya.
2.2 Pencegahan Menurut Rampengan TH, Laurentz IR, (2008), Penularan HIV
dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
Langkah 1. Pengkajian
A. Data subyektif
1. Biodata Nama
Untuk mengenal dan menghindari terjadinya kekeliruan, umur untuk
mengantisipasi diagnose dan terapi yang diberikan pada pasien, jenis kelamin
untuk 26 mencocokan jenis kelamin sesuai nama anak, anak keberapa untuk
mengetahui paritas dari orang tua . Sedangkan biodata orang tua, nama: untuk
mengenal/ memanggil klien serta sebagai penanggung jawab terhadap anak, umur
untuk mengetahui umur dari ibu serta suami, umur ibu sangat berpengaruh dalam
kesehatan janin, suku: untuk mengetahui dari suku mana ibu berasal dan
menentukan cara pendekatan serta pemberi asuha terhadap anak, pendidikan:
tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam asuhan yang diberikan, pekerjaan:
jenis pekerjaan dapat menunjukan keadaan ekonomi keluarga dan mempengaruhi
kesehatan, penghasilan: untuk mengetahui taraf hidup ekonomi dan berkaitan
dengan status gizi pada ibu saat kehamilan, alamat: untuk mempermudah
hubungan bila keadaan mendesak dan mudah melakukan kunjungan rumah
(Pantiawati, 2010).
2. Keluhan utama
7
Dapat berupa demam dan diare yang berkepanjangan, tachipnae, batuk, sesak
napas, hipoksia, kemudian diikuti dengan adanya perubahan berat badan dan
tinggi badan yang tidak naik, mulut dan faring 27 dijumapai bercak putih, limfa
denopati yang menyeluruh, infeksi yang berulang, dermatitis yang menyeluruh
(wong dona, Dkk, 2009).
B. Data obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum: menilai keadaan bayi apakah Baik, sedang dan lemah
Kesadaran: pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai status kesadaran anak,
status kesadaran ini dilakukan dengan dua penilaian yaitu penilaian secara
kualitatif dan penilaian secara kuantitatif, secara kualitatif dapat nilai antara lain :
composmentis mempunyai arti anak mengalami kesadaran penuh dengan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis: anak
mengalami acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, samnolen, anak memiliki
kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai dengan anak tampak mengantuk,
selalu ingin tidur, tidak responsif terhadap rangsangan ringan dan masih
memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat, spoor mempunyai arti bahwa
anak tidak memberikan respon ringan maupun sedang tetapi masih memberikan
8
respon sedikit terhadap rangsangan yang kaut dengan adanya refleks pupil
terhadap cahaya yang masih positif.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan mata
Adanya cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina, infeksi pada tepi
kelopak mata, mata merah, perih, gatal, berair dan banyak secret.
b) Pemeriksaan mulut
d) System pernafasan Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum, sesak
napas, tachipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
9
g) Pemeriksaan system integument Adanya lesi yang sangat luas vesikel yang
besar, haemorargie, dan nyeri panas.
3. Pemeriksaan laboratorium
Interprestasi data dasar yang akan dilakukan adalah Menurut hidayat. HIV dapat
terjadi melalui dua jalur, diantaranya adalah sebagai berikut melaui ibu yang
terinfeksi HIV kepada janin yang dikandungannya atau kepada bayi yang
disusukannya (AIDS pada anak). Sebagian besar anak yang terinfeksi HIV/AIDS
berasal dari keluarga dengan salah satu atau kedua orangtuanya terinfeksi HIV.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif harus melakukan uji PCR DNA HIV pada 48
jam kehidupannya, pada usia 1 sampai 2 bulan dan selanjutnya pada usia 3 sampai
6 bulan.
10
Masalah potensial yang mungkin terjadi adalahoral lesi, neurologic,
gastrointestinal, respirasi, dermatologic, sensorik.
Pada kasus bayi dengan Ibu HIV/AIDS ini tindakan segera yang dilakukan
pada masa perawatan yaitu lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
terapi dan tidakan selanjutnya, monitor kesadaran, tanda-tanda vital (Jitowiyono
dkk, 2010).
Langkah 5 Perencanaan
Langkah 6 Pelaksanaan
11
Langkah 7 Evaluasi
Infeksi oportunis yang paling sering terjadi pada anak adalah sebagai berikut
(Ravichandra K. R. 2017):
a. Mycobacteria
• Tuberculosis
• Mycobacterium Avium complex (MAC)
b. Infeksi Bacteri
• Jamur Invasive dan recurrent
• Pneumocystis Carnii Pneumonia
• Candida, Cryptococcus, Histoplasmosis
c. Protozoa
•Toxoplasmosis
• Cryptosporidiosi
12
d. Virus
• Cytomegalovirus
• Herpes simplex virus
• Varicella zoster virus
• Molluscum Contagiosum
2.5 Penatalaksanaan Infeksi Oportunis yang paling sering Terjadi di Indonesia
a. Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri yang paling sering pada penderita HIV adalah pneumonia,
bakterimia, infeksi saluran kencing, abses serta artiritis. Gejala klinis IO
akibat bakteri tergantung dari tipe bakteri yang menginfeksi. Secara klinis
gejala infeksi bakteri yang menginfeksi. Secara klinis gejala infeksi bakteri
sama dengan penderita tanpa HIV, namun dengan derajat klinis yang lebih
berat. Pengobatan infeksi bakteri pada penderita HIV dan non HIV sama
yaitu berdasarkan hasil kultur specimen. Meskipun pada kasus infeksi serius
terapi dapat diberikan tanpa menunggu hasil kultur dengan menggunakan
antibiotic spektrum luas (Opportunistic et al., 2021).
b. Kandida
Sariawan serta diaper dermatitis terjadi pada hampir 50% sampai 85%
penderita HIV pada anak. Oral candida merupakan infeksi oportunis paling
sering pada anak dengan HIV. Sariawan muncul sebagai bercak putih krem,
seperti dadih dengan mukosa yang meradang di bawahnya yang terbuka
setelah eksudat dikeluarkan dan dapat ditemukan pada mukosa orofaringeal,
langit-langit mulut, dan amandel. OPC eritematosa ditandai dengan lesi
eritematosa datar pada permukaan mukosa. Kandidiasis hiperplastik muncul
sebagai plak putih yang menonjol pada permukaan bawah lidah, langit-langit
mulut dan mukosa bukal, dan tidak dapat dihilangkan. Cheilitis sudut muncul
sebagai lesi pecah-pecah merah di sudut mulut. Pengobatan dapat dengan
clotrimazole troches atau oral nystatin suspension untuk 7 to 14 hari. Oral
fluconazole lebih efektif dibandingkan nystatin suspension untuk terapi OPC
pada bayi, lebih mudah diberikan dibandingkan terapi topical, dan terapi yang
direkomendasikan saat pemberian terapi sistemik (Opportunistic et al., 2021).
13
c. Tuberkulosis
Metode diagnostik untuk infeksi tuberkulosis (TB) laten termasuk tes kulit
tuberkulin (TST), yang dilakukan dengan metode Mantoux dengan turunan
protein murni yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA), atau
tes pelepasan gamma interferon Pada anak usia kurang 5 tahun metode TST
dapat memberikan hasil yang lebih baik.
TST dan IGRA namun boleh digunakan untuk menyingkirkan penyakit dan
tidak dapat menggantikan skrining reguler untuk paparan TB. Karena anak
dengan HIV merupakan kelompok risiko tinggi terpapar TB maka skrining
dpat mulai dilakukan pada usia 3 sampai 5 bulan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
R., R., Praharaj, B.R. and Agarwalla, S. (2017) ‘Opportunistic infections in HIV
infected children and its correlation with CD4 count’, International Journal
of Contemporary Pediatrics, 4(5), p. 1743. Available at:
https://doi.org/10.18203/2349-3291.ijcp20173777.
Populations, K. and White, R. (2020) ‘HIV in Infants and Children’, (4), pp. 1–34.
17