Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA

ANAK

NAMA KELOMPOK II :
1. Nava Syafaat Arafa Usman (2101034)
2. Risky Kurnia Perdana (2101035)
3. Ahmad Muzzammil (2101036)
4. Dwi Saputra Mulya (2101037)
5. Gally Arifianto (2101038)
6. Saipul Umar (2101039)
7. Syaiful Huda (2101040)
8. M. Muslih Husaeni (2101041)
9. Angelin Deacy Natali (2101042)
10. Dewi Sartini (2101043)
11. Giska Ayu M (2101044)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................ i
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B. Tujuan ......................................................................................................................................... 2
C. Manfaat ....................................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................ 3
A. Konsep Dasar Medis ................................................................................................................... 3
a) DEFINISI ................................................................................................................................ 3
b) ETIOLOGI .............................................................................................................................. 3
c) PATOFISIOLOGI................................................................................................................... 4
d) MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................................ 6
e) KOMPLIKASI ........................................................................................................................ 8
f) PEMERIKSAAN PENUNJANG .......................................................................................... 10
g) PENATALAKSANAAN ...................................................................................................... 11
BAB III ................................................................................................................................................. 13
KONSEP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH.............................................................................. 13
A. Pengkajian ................................................................................................................................. 13
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................................. 17
C. Intervensi Keperawatan............................................................................................................. 18
BAB IV ................................................................................................................................................. 26
PENUTUP ............................................................................................................................................ 26
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 26
B. Saran ......................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 27

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan penularan HIV /AIDS di Indonesia saat ini telah menjadi isuprioritas
penanganan masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu yang menarik untuk dikaji dalam
persoalan ini adalah penularan HIV/AIDS pada kelompok anak, baik yang ditularkan
melalui ibu ke bayi yang dikandungnya atau yang dikenal dengan istilah penularan
vertikal, maupun melalui proses penularan horizontal atau ditularkan antar individu akibat
perilaku beresiko seperti hubungan seksual, melalui jarum suntik yang tidak steril dan
transfusi darahyangmengandung virus. Penanganan kasus HIV/AIDS pada anak berbeda
dengan penanganan kasus HIV/AIDS pada individu dewasa. Jika menggunakan asumsi
perlindungan anak, maka anak-anak pengidap HIV/AIDS dalam undang-undang
dimasukkan ke dalam dikategorikan kelompok anak yang mendapatkanperlindungan
khusus (Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak), oleh karena itu
dibutuhkan pula upaya-upaya yang secara khusus, sistematis dan komprehensif dalam
menangani permasalahan ini.

Meskipun cenderung fluktuatif, data kasus HIV AIDS di Indonesia terus


meningkat dari tahun ke tahun., terlihat bahwa selama sebelas tahun terakhir jumlah kasus
HIV di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus.
Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat 78% infeksi HIV baru di regional Asia
Pasifik. Untuk kasus AIDS tertinggi selama sebelas tahun terakhir pada tahun 2013, yaitu
12.214 kasus.( Kementerian Kesehatan RI, 2019)

Data Kementerian Kesehatan RI per September 2020, disebutkan 11.250 warga di


Sulsel berstatus positif HIV/AIDS. Sulsel menduduki urutan kedelapan tertinggi se-
Indonesia. Berdasarkan jenis kelamin, kasus HIV lebih banyak menyerang laki-laki,
yakni sebesar 62 persen, sedangkan perempuan 38 persen. Persentase infeksi berdasarkan
umur yakni, di bawah 4 tahun (2 persen), 5-14 tahun (1 persen), 15 – 19 tahun (3 persen),
20 – 24 tahun (16 persen), 25 – 49 tahun (71 persen) dan di atas 50 tahun (7 persen).
Kelompok usia anak adalah kelompok individu yang berusia dibawah 18 tahun
(berdasarkan Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2001 tentang
Perlindungan Anak).

1
Anak dalam kondisi HIV/AIDS berada dalam kondisi penyakit kronis sehingga
beresiko mengalami perubahan fisik, psikologis, perilaku dan emosional yang kronis.
Pelayanan kesehatan yang diberikan perlu komprehensif dan intensif dari yang
dibutuhkan oleh anak lain pada umumnya. Ketidakpastian sertaketergantungan pada
perawatan dan pengobatan menimbulkan perasaan tidakberdaya dan bingung pada anak
dan anggota keluarga atau keluarga pengasuhlainnya, terutama terkait masa depan (Allen
& Marshall, 2008:359).

Dibutuhkan perawatan dan pengasuhan yang bersifat holistik pada anakpengidap


HIV/AIDS. Holistik dalam hal ini berarti peran atau bantuanyangbersifat utuh, mencakup
bantuan pada pemenuhan kebutuhan aspek biologis, 7 psikologis, sosiokultural, dan
spiritual dengan segala sifatnya yang hakiki (Potter dan Perry, 2010:208).
Mengembangkan dukungan yang holistik tidaklah mudahdalam hal HIV/AIDS karena
masih terdapat stigmatisasi dalam persoalan ini.

B. Tujuan
Dengan disusun nya makalah ini dengan judul “asuhan keperawatan HIV pada Anak”
mahasiswa dan semua pihak yang bersangkutan dengan dunia kesehatan bisa menjadikan
makalah ini sebagai sumber bacaan dan sumber referensi untuk memberikan asuhan
keperawatan dengan baik khususnya pada anak dengan penderita HIV/AIDS.

C. Manfaat
Manfaat dari penyusuanan makalah ini untuk mengembangkan ilmu keperawatan
terkait Asuhan Keperawatan HIV Pada Anak dan menjadi sumber bahan bacaan yang
dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk meningkatkan mutu ilmu
keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


a) DEFINISI
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah
sekelompok gejaa penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi oleh HIV. (Kementerian Kesehatan RI , 2016)

b) ETIOLOGI
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang
merupakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam family retroviridae, subfamili
lentiviridae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk family
retrovirus yang merupakan kelompok virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7
kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing
grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak
menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Owens
et al., 2019)
Penyebab penularan HIV pada anak dengan cara , yaitu :
a. Transmisi Vertikal
Salah satu cara yang dapat menjadi penyebab penularan HIV pada anak adalah
transmisi secara vertikal. Seorang bayi dapat lahir dengan penyakit HIV atau
tertular setelah lahir yang terjadi saat masa kehamilan disebabkan oleh
perpindahan penyakit tersebut ke anaknya melalui plasenta. Setelah itu,
gangguan ini juga dapat terjadi saat persalinan melalui transfusi darah atau
cairan lainnya. Terakhir, penularan HIV pada anak juga dapat terjadi saat
menyusui. Meski begitu, tidak semua ibu yang mengidap HIV akan menularkan
penyakit tersebut kepada bayinya, terutama saat mengikuti terapi antiretroviral.
Maka dari itu, penting bagi seorang wanita yang belum atau sedang hamil untuk
memeriksakan diri terkait HIV. Dengan begitu, risiko penularan dari penyakit
tersebut dapat ditekan dan lebih berhati-hati jika anak lahir dengan kondisi
terinfeksi HIV.

3
b. Transmisi Horizontal
Penularan HIV pada anak yang lebih besar dapat terjadi disebabkan transmisi
horizontal. Beberapa cara penularannya melalui kontak dengan air mani yang
terinfeksi, cairan vagina, serta darah. gangguan ini paling umum terjadi
disebabkan oleh penularan secara seksual. Hal ini dapat disebabkan kurangnya
pendidikan seks yang aman dengan menggunakan kondom. Cara penularan ini
umumnya terjadi saat seseorang yang mengidapnya tidak tahu jika dirinya
terserang gangguan ini lalu menularkannya pada orang lain. Maka dari itu, ibu
benar-benar harus mengajarkan anak tentang pendidikan seks sejak dini. Dengan
begitu, bukan hanya HIV saja yang dapat dicegah, tetapi beberapa penyakit
menular seksual lainnya juga dapat dihindari.
Itulah beberapa hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya penularan HIV
pada anak. Dengan mengetahui hal tersebut, pencegahan awal seperti
pemeriksaan kesehatan sebelum hamil juga penting untuk dilakukan. Selain itu,
pada anak yang lebih besar, pastikan dirinya mendapatkan pendidikan seks yang
tepat.

c) PATOFISIOLOGI
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerjasebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong
dengan peran kritisdalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme
infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme
infeksi HIV yangmenyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun
kemungkinan mencakup infeksi litiksel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui
antigen viral, yang dapat bekerja sebagaisuperantigen; penghancuran sel yang
terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dankematian atau disfungsi
precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak sepertiinfeksi
pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat

4
berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat
membawa virus keorgan, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi
memperlihatkan asam nukleatviral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel
glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang
paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologiterkait HIV melibatkan
banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakanterutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut,
seringsimtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun
pada replikasi viral,selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir
gangguan imun sitomatik progresif,dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase
asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif,kelainan fungsi imun tampak pada saat
tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Faseakhir, dengan gangguan imun
simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkaitHIV, dihubungkan
dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenisvital,
pengurangInfeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
“ priodeinkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum
lebih singkat padainfeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama
fase ini, gangguan regulasiimun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan
dengan fungsi sel B;hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional
lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering
meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.Ketidak mampuan untuk berespon terhadap
antigen baru ini dengan produksi imunoglobulinsecara klinis mempengaruhi bayi
tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dankeparahan infeksi
bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4sering
merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status
simtomatik.Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit
yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko
limfosit CD4 terhadap CD8 yangnormal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa
alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan
perkembangan system saraf pusat menerangkanfrekuensi relatif ensefalopati yang
terjadi pada infeksi HIV anakan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi
aportunistik.

5
d) MANIFESTASI KLINIS
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis
dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak
tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik
bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia
untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut
yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti
penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini
beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat
membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk
merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin
menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir
dari ibu yang terinfeksi. Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada
masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan
memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh
studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka
menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala
yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi
yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik
antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis,
limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak
jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi
daripada bayi yang tidak terinfeksi.
Beberapa gejala HIV pada anak secara umum berdasarkan usianya
a. Bayi
Beberapa gejala HIV pada anak usia balita yang akan muncul, antara lain:
1. Tumbuh kembang anak terhambat. Misalnya, berat badan tidak kunjung
naik

6
2. Perut membesar karena adanya pembengkakan pada hati dan limpa
mereka.
3. Mengalami diare dengan frekuensi yang tidak menentu.
4. Sariawan akibat infeksi jamur pada mulut anak yang ditandai dengan
bercak-bercak putih di rongga pipi dan lidah.
b. Anak
Gejala HIV ringan pada anak usia sekolah:
1. Pembengkakan kelenjar getah bening.
2. Kelenjar parotis (kelenjar ludah yang terletak di dekat telinga)
membengkak.
3. Sering mengalami infeksi sinus dan telinga.
4. Mengalami gatal dan terdapat ruam pada kulit.
5. Pembengkakan perut akibat membengkaknya hati dan limpa anak.
Gejala HIV taraf sedang pada anak usia sekolah
1. Sariawan yang berlangsung lebih dari dua bulan.
2. Pneumonitis, yaitu pembengkakan dan peradangan jaringan paru-paru.
3. Diare.
4. Demam tinggi yang tidak kunjung sembuh lebih dari satu bulan.
5. Hepatitis atau peradangan organ hati.
6. Cacar air dengan komplikasi.
7. Gangguan atau penyakit ginjal.
Gejala HIV parah pada anak usia sekolah
1. Menderita dua infeksi bakteri yang serius dalam dua tahun belakangan
ini, seperti meningitis atau sepsis.
2. Infeksi jamur pada saluran pencernaan dan paru-paru.
3. Peradangan otak atau ensefalitis.
4. Tumor atau lesi ganas.
5. Pneumocytis jiroveci, jenis pneumonia yang paling sering terjadi pada
penderita HIV.

7
PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV
PADA ANAK
Kelas P-O: infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala
P-2; mungkin memiliki fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal berkembang,
limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare rekuren atau
persistem yang tidak spesifik.
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri
rekurmultidermatomal oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster
multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan
hematologi)

e) KOMPLIKASI
c. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan
gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di
balik sternum (nyeri retrosternal).
d. Neurologik
1) ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat,
sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif
global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan

8
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor,
inkontinensia, dan kematian.
2) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
e. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10%
dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang
kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain
yang dapat menjelaskan gejala ini. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan
cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri
dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia,
mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-
gatal dan diare.
f. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai
pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium
Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides.
g. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster
dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan
merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika
akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis

9
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
h. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

f) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nusalam (2013) Ada beberapa macan tes skrining yang digunakan untuk
dapat menegakkan diagnose HIV/AIDS antara lain:
a. Tes Antibodi
1) Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
ELISA merupakan tes yang digunakan dengan sampel berupa darah
vena, air liur, atau urine yang bertujuan untuk mendeteksi antibody yang
dibuat tubuh terhadap virus HIV. Tes ini disarankan dilakukan sesudah
minggu ke-12 setelah terpapar virud disebabkan karena antibodi ini biasanya
baru diproduksi mulai minggu ke-2 atau bahkan setelah minggu ke-12
setelah terpapar virus. Hasil positif ELISA belum dapat memastikan bahwa
seseorang telah terinfeksi HIV, namun masih diperlukan pemeriksaan lain
seperti western Blot atau IFA.
2) Rapid Test
Test cepat untuk mendeteksi adanya virus HIV di dalam tubuh, dimana
pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA, yaitu menggunakan sampel
berupa darah jari dan air liur.
3) Western Blot
Tes ini juga mendeteksi adanya antibody HIV, yang biasanya menjadi
tes konfirmasi bagi ELISA. Hal ini disebabkan es ini bersifat lebih spesifik
dan lebih sensitif.

b. Viral Load
Viral load adalah jumlah HIV yang hidup pada cairan tubuh, yang dinyatakan
dalam jumlah virus (copies) dalam satu milliliter atau cc cairan (copies/mL).

10
sampel yang sering digunakan berupa darah, namun memungkinkan juga melalui
cairan tubuh lainnya (cairan vagina atau sperma). Tes ini bertujuan untuk
mengukur perkembangan progresifitas penyakit HIV dan keberhasilan
pengobatan.
Salah satu metode yang digunkan untuk viral load adalah polymerase
Chain Reaction (PCR), PCR memakai enzim untuk menggandakan virus HIV
dalam sampel darah, yang kemudian reaksi kimia akan menandai virus,
selanjutnya akan diukur dan dipakai untuk mengukur virus.
c. Pengukuran kadar CD4
Sel CD4 adalah sel darah putih atau limfosit, yang menjadi bagian penting dari
system kekebalan tubuh. sel CD4 sering disebut Sel-T, dimana menjadi sel yang
akan mengakhiri tanggapan kekebalan. Jumlah CD4 normal berkisar pada 600-
1500 sel/mm3.
d. VCT (Voluntary Counseling Testing)
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak
terputus antara konselor dan kliennya untuk mencegah penularan HIV,
memberikan dukungan moral, imformasi, serta dukungan lainnya kepada
ODHA, keluarga, dan lingkungannya.

g) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis:
Obat-obat Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat
yang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS
adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga
atau lebih ARV dikomsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral
yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat menggunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
Mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah
perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC)
b. Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI’s)
Memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting, enzim tersebut sangat esensial untuk

11
HIV dalam memasukkan materi turunan ke dalam sel-sel. Obat-obatan NNRTI
termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva)
c. Protease Inhibitors (PI)
Mentargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru
tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV (+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV (+) akan
terinfeksi kira-kira 25%-35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat-obatan tersebut adalah :
1) Ziduvidine (AZT)
Dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14-28 minggu selama
masa kehamilan. Studi menunjukan bahwa hal ini dapat menurunkan angka
penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan
terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada masa persalinan sekitar 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
penggunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lumivudine (3TC)
2) Nevirapine
Diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu
dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2-3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah sakit ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.

Pencegahan HIV pada anak juga dapat dilakukan dengan memberikan


pendidikan seks sedini mungkin. Anak kecil dan remaja harus mengerti tentang
HIV dengan benar agar dapat melindungi diri mereka.

12
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. RM
2. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluhan
utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu,
demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis
lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur
Candida Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya
Harpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS adalah :
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
4. Riwayat kesehatan dahulu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
a. Prenatal care
- Pemeriksaan kehamilan
- Keluhan selama hamil
- Riwayat terkena sinar tidak
- Kenaikan berat badan selama hamil
- Imunisasi
b. Natal
- Tempat melahirkan
- Lama dan jenis persalinan
- Penolong persalinan
- Komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan
daerah vagina
c. Post natal

13
- Kondisi Bayi : BB lahir :...kg, PB :...cm
- Kondisi anak saat lahir: baik/tidak
- Penyakit yang pernah dialami setelah imunisasi
- Kecelakaan yang pernah dialami: ada/tidak ada
- Imunisasi
- Alergi
- Perkembangan anak dibanding saudara-saudara
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang mengidap HIV : missal, ibu.
6. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan, waktu pemberian dan reaksi setelah
pemberian. Missal; imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis.
7. Riwayat tumbuh kembang
a. Tinggi Badan : PB lahir ... cm, PB masuk RS :.. Cm
b. Perkembangan tiap tahap ( berapa bulan)
Berguling, duduk, merangkak, berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain, bicara
pertama kali, berpakaian tanpa bantuan .
8. Riwayat nutrisi
a. Pemberian ASI
- Pertama kali di susui : berapa jam setelah lahir
- Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
- Lama Pemberin : berapa menit
- Diberikan sampai usia berapa
b. Pemberian Susu Formula : missal ; SGM
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
9. Riwayat psikososial
a. Anak tinggal dimana, keadaan lingkungan, fasilitas rumah
b. Hubungan antar anggota keluarga
c. Pengasuh anak adalah : orang tua, pengasuh, dll
10. Riwayat spiritual
Kegiatan ibadah, tempat ibadah.
11. Reaksi hospitalisasi
a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
14
12. Aktivitas sehari-hari
Kaji sebelum sakit dirumah dan selama dirawat dirumah sakit tentang: nutrisi, cairan,
eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene, aktivitas/mobilisasi, rekreasi.
13. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: composmetis, stupor, semi koma, koma. Ekspresi wajah,
penampilan (berpakaian).
b. Tanda-tanda vital meliputi: suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah.
c. Antropometri meliputi: panjang badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar abdomen.
d. Head To Toe
- Kulit : Pucat dan turgor kulit agak buruk.
- Kepal dan leher : Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak
ada peradangan.
- Kuku : Jari tabuh.
- Mata/penglihatan :Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung.
- Hidung
:TidakadaPeradangan,tidakadareaksialergi,tidakadapolip,danfxungsipenciuma
n normal.
- Telinga :Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan.
- Mulut dan gigi: Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi
Peradangan dan perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan
mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah.
- Leher : Terjadi peradangan pada eksofagus.
- Dada : dada masih terlihat normal
- Abdomen : Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat dan
perut mules dan mual.
- Perineum dan genitalia : Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang.
- Extremitas atas/bawah : Extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot
lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit.
e. Sistem pernafasan
- Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di
sub mandibula.
15
- Dada : Bentuk dada : Normal, Perbandingan ukuran anterior-
posterior dengan tranversal: 1 : 1, Gerakan dada : simetris, tidak terdapat
retraksi, Suara nafas : ronki, Suara nafas tambahan : ronki, Tidak ada
clubbling finger.
f. Sistem kardiovaskuler
- Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi
reguler , tekanan vena jugularis : tidak meninggi.
- Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
- Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
- Capillary refilling time > 2 detik
g. Sistem pencernaan
- Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
- Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya
virus yang menyerang usus
- Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal
- Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indera
- Mata : agak cekung
- Hidung : Penciuman kurang baik
- Telinga : Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat
benyebaran penyakit, Fungsi pendengaran kesan baik.
i. Sistem saraf
- Fungsi serebral : Status mental : Orientasi masih tergantung orang
tua,Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak
mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5.
- Fungsi kranial : Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari
Nervus I – Nervus XII.
- Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh
orang tua.
- Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan
terganggu).
- Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal.
- Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.
j. Sistem muskuloskeletal
16
- Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri.
- Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien
malas bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
- Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik.
- Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif.
k. Sistem integumen
- Warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2
dt.
- Suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l. Sistem endokrin
- Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran.
- Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal.
- Tidak ada riwayat diabetes.
m. Sistem perkemihan
- Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi
berkurang.
- Tidak ditemukan odema.
- Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu.
n. Sistem reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan
gatal.
o. Sistem imun
- Klien tidak ada riwayat alergi
- Imunisasi lengkap
- Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
- Riwayat transfusi darah ada/tidak ada

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
megidentifikasi respon klien individu, keluarga atau komunitas terhadap situasi yang

17
berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan dalam
masalah ini adalah defisit nutrisi. Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme (SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut (SDKI DPP PPNI, 2016)
sebagai berikut :
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi Yang Tertahan
2. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Penurunan Ekspansi Paru
3. Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit
4. Hipovolemia berhubungan dengan Kegagalan Mekanisme Regulasi
5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Faktor Psikologis

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilain klinis untuk mencapai peningkatan,
pencegahan dan pemulihan kesehatan klien (SIKI DPP PPNI, 2018). Luaran (outcome)
keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi
kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respons
terhadap intervensi keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).
Intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan pada anak terinfeksi HIV/AIDS dengan
masalah sebagai berikut :
Diagnosa
No Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. D.0149 L.01001 I.01006

Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif


Tidak Efektif keperawatan ...x24 jam,
Observasi :
berhubungan dengan bersihan jalan nafas
Sekresi Yang Tertahan meningkat, dengan kriteria - Identifikasi
hasil :
kemampuan batuk
1. Batuk efektif meningkat - Monitor adanya retensi
(5) sputum
2. Produksi sputum - Monitor tanda dan
menurun (5) gejala infeksi saluran
3. Mengi menurun (5) napas

18
4. Wheezing menurun (5) - Monitor input dan
5. Frekuensi napas output cairan (mis.
membaik (5) Jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik :
- Atur posisi semi fowler
atau fowler
- Pasang perlak dan
bengkok dipangkuan
pasien
- Buang sekret pada
tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam
hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tark napas dalam yang
ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
mukolitik atau

19
ekspektoran, jika perlu
2. D.0005 L.01004 I.01011

Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas


Efektif berhubungan keperawatan ...x24 jam,
Obsrvasi :
dengan Penurunan pola napas membaik,
Ekspansi Paru dengan kriteria hasil : - Monitor pola napas
1. Dispnea menurun (5) (frekuensi, kedalaman,
2. Penggunaan otot bantu usaha napas)
napas menurun (5) - Monitor bunyi napas
3. Frekuensi napas tambahan (mis.
membaik (5) gurgling, mengi,
4. Kedalaman napas wheezing, ronchi
membaik (5) kering)
- Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
Terapeutk :
- Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
headtilt dan chin-lift
(jawthrust jika curiga
trauma servical)
- Posisikan semi-fowler
atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal

20
- Keluarkan sumbatan
benda pada dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
3. D.0130 L.14134 I.14507

Hipertermia Setelah dilakukan tindakan


berhubungan dengan keperawatan ...x24 jam,
Manajemen hipotermia
Proses Penyakit termoregulasi membaik,
dengan kriteria hasil : Observasi :
1. Menggigil menurun (5) - Identifkasi penyebab
2. Suhu tubuh membaik hipertermi (mis.
(5) dehidrasi terpapar
3. Suhu kulit membaik (5) lingkungan panas
penggunaan incubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik :

21
- Sediakan lingkungan
yang dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
- Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
4. D.0023 L.03028 I.03116

Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia


berhubungan dengan keperawatan selama ...x24
Observasi :
Kegagalan Mekanisme jam, status cairan membaik,
- Periksa tanda dan

22
Regulasi dengan kriteria hasil : gejala hipovolemia
1. Frekuensi nadi membaik (mis. frekuensi nadi
(5) meningkat, nadi teraba
2. Tekanan darah lemah, tekanan darah
membaik (5) menurun, tekanan nadi
3. Tekanan nadi membaik menyempit,turgor kulit
(5) menurun, membrane
4. Intake cairan membaik mukosa kering, volume
(5) urine menurun,
5. Perasaan lemah hematokrit meningkat,
menurun (5) haus dan lemah).
- Monitor intake dan
output cairan.
Terapeutik :
- Hitung kebutuhan
cairan.
- Berikan asupan cairan
oral.
Edukasi :
- Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL).
5. D.0019 L.03030 I.03119

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan keperawatan selama ...x24
Observasi :
Faktor Psikologis jam, status nutrisi membaik,
dengan kriteria hasil : - Identifikasi status
1. Porsi makan yang nutrisi.

23
dihabiskan meningkat - Identitifikasi alergi dan
(5) intoleransi makanan
2. Diare menurun (5) - Identifikasi makanan
3. Perasaan cepat kenyang yang disukai
menurun (5) - Identifikasi kebutuhan
4. Nafsu makan membaik kalori dan jenis nutrien
(5) - Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
- Monitor asupan
makanan
- Monitor berat badan h.
Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makanan yang
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi e.
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu

24
- Hentikan pemnerian
makanan melalui selang
nasogastric jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri,antiemetic), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system Kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai ole kerusakan imunitas seller yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau Denvakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan meds dan Keperawatan canggin selama
perjalanan penyakit (Carolyn, M.H.1996:601) Dengan sedikit pengecualian, bayi
dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan imunologis normal sat lahir. Kelainan
fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering mendahului gelala-gejala terkatt
HIV, meSkipun penilatan imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor
unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko
CD4/CD& memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan Kisaran yang
lebih lebar pad awal masa bayi, dukuti penurunan terhadap pada beberapa tahun
pertama Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bay jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Disease Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limtadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atas lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.

B. Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping
pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan dalam
tugas dapat dicapai

26
DAFTAR PUSTAKA

Allen S. Dari Mana HIV berasal. Diambil dari:


http://childrenhivaids.wordpress.com/2010/03/03/darimana-hiv-berasal
BerdasarkanWorld Health Organization data HIV tahun 2019
Laporan Situasi Perkembangan HIV AIDS dan PIMS di Indonesia, Triwulan IIITahun
2019.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2019
Nursalam & Kurniawati. (2007). Asuhan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.Jakarta: Salemba
Medika
Nursalam, N. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.Jakarta:
Salemba Medika.
Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.Edisi 7. Vol. 3.
Jakarta : EGC
Pusat data dan informasi HIV AIDS Kementerian Kesehatan RI per September 2020

27

Anda mungkin juga menyukai