Dosen Pengampu:
Diah Nur Anisa, S.Kep.,Ns., M.Kep
Disusun Oleh:
Kelompok A3
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada kami untuk
menyelesaikan tugas makalah ini. Atas Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
Makalah Keperawatan HIV/AIDS yang berjudul “Mnajemen kasus HIV Pada Anak” dengan
tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang di berikan oleh selaku Dosen Bu
Diah Nur Anisa, S.Kep.,Ns., M.Kep.Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS di Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.
Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
Mnajemen kasus HIV Pada Anak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Bu Diah Nur Anisa, S.Kep.,Ns., M.Kep. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni oleh kami sebagai penyusun makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah
ini.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
12 Oktober 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................4
B. TUJUAN.........................................................................................................................................5
C. RUMUSAN MASALAH................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
A. DEFINISI.......................................................................................................................................6
B. KOMPLIKASI...............................................................................................................................6
C. PATOFISIOLOGI.........................................................................................................................6
D. ETIOLOGI.....................................................................................................................................7
E. PENCEGAHAN.............................................................................................................................8
F. FAKTOR RESIKO......................................................................................................................10
G. PENATALAKSANAAN..........................................................................................................10
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................................................11
I. PERAN PERAWAT PADA KLIEN HIV..................................................................................11
J. PATHWAY HIV/AIDS...................................................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................................14
A. GAMBARAN KASUS.................................................................................................................14
B. ASKEP..........................................................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................................27
PENUTUP................................................................................................................................................27
KESIMPULAN....................................................................................................................................27
SARAN.................................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................28
BAB I
A. LATAR BELAKANG
HIV adalah penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia. Menurut data dari
World Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan bahwa 940.000 orang
meninggal karena HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir
tahun 2017 dengan 1,8 juta orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017 secara global.
Lebih dari 30% dari semua infeksi HIV baru secara global diperkirakan terjadi di
kalangan remaja usia 15 hingga 25 tahun. Diikuti dengan anak-anak yang terinfeksi saat
lahir tumbuh menjadi remaja yang harus berurusan dengan status HIV positif mereka.
Kasus HIV 2 di Indonesia pada tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga
Desember 2017 tercatat 48.300 kasus Menurut Teori Lawrence Green perilaku kesehatan
seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan
faktor penguat. Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku
seseorang, termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai,
norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi (Maulana, 2009). Dalam Teori
Lawrence Green perilaku kesehatan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor
pendorong yaitu faktor yang mendorong seseorang berperilaku beresiko tertular HIV.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan, pekerjaan, pengalaman, usia,
keyakinan, sosial budaya, dan paparan informasi (Notoatmodjo, 2010).
Penanganan kasus HIV/AIDS pada anak berbeda dengan penanganan kasus
HIV/AIDS pada individu dewasa. Jika menggunakan asumsi perlindungan anak, maka
anak-anak pengidap HIV/AIDS dalam undang-undang dimasukkan ke dalam
dikategorikan kelompok anak yang mendapatkan perlindungan khusus (Undang-Undang
No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak), oleh karena itu dibutuhkan pula upaya-
upaya yang secara khusus, sistematis dan komprehensif dalam menangani permasalahan
ini. Besarnya peluang penularan HIV dari ibu ke anak juga terlihat dari hasil kajian paruh
waktu Komisi penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang menunjukkan perubahan
perkembangan epidemi HIV dimana terjadi peningkatan prevalensi pada kelompok
populasi kunci lelaki suka lelaki (LSL) dan lelaki beresiko tinggi (LBT) serta ibu rumah
tangga. Sedangkan pada kelompok populasi kunci lainnya cenderung menurun. Hal inilah
yang disebut dengan epidemi meluas, yaitu apabila prevalensi penularan terdapat pada 1
% pada kelompok ibu hamil, Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses
melahirkan, dan sebagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi
melalui air susu ibu 4 . Kondisi ini tentu tidak berdiri sendiri, terdapat fakta bahwa
penularan HIV dari ibu ke anak ternyata terlebih dahulu ditularkan oleh sang bapak
kepada ibu dengan berbagai perilaku beresiko tinggi.
B. TUJUAN
1. Mengidentifikasi pengetahuan tentang deteksi dini penyakit HIV/AIDS pada anak,
2. Mampu melakukan pengkajian HIV pada pasien anak,
3. Mampu menerapkan keterampulan asuhan keperawatan HIV pada pasien anak.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Merumuskan masalah yaitu bagaimana pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini
penyakit HIV/AIDS pada anak
2. Bagaiamana cara menangani kasus HIV pada anak.
BAB II
A. DEFINISI
HIV adalah sebuah. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dapat menyebabkan AIDS dengan cara
menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan
tubuh manusia .AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.
Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh
kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan
kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat
kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir. AIDS
muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga
sepuluh tahun atau lebih.
B. KOMPLIKASI
a. Candidiasis
Candidiasis atau kandidiasis adalah infeksi jamur umum yang disebabkan oleh jamur
Candida albicans. Candidiasis dapat diobati dengan obat antijamur setelah dilakukan
pemeriksaan fisik sederhana oleh dokter.
b. Coccidioidomycosis
Coccidioidomycosis adalah infeksi jamur umum lainnya.Infeksi ini dapat menyebabkan
pneumonia (radang paru-paru) jika tidak ditangani.
c. Cryptococcosis
Infeksi jamur ini sering kali masuk melalui paru-paru. Cryptococcosis dapat dengan cepat
menyebar ke otak dan sering kali menyebabkan meningitis cryptococcus.
d. Cryptosporidiosis
Cryptosporidiosis adalah penyakit diare yang seringkali menjadi kronis. Penyakit ini
ditandai dengan diare parah dan kram perut.
e. Cytomegalovirus
Cytomegalovirus atau CMV adalah kelompok virus herpes yang dapat menginfeksi dan
bertahan di tubuh manusia untuk waktu yang lama.
C. PATOFISIOLOGI
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurangnya jenis Limfosit T helper yang
mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 adalah pusat dan sel utama yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi imunologik. Menurun
atau menghilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena virus HIV menginfeksi sel yang
berperan membentuk antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit T4. Setelah
virus HIV mengikatkan diri pada molekul CD4, virus masuk ke dalam targe dan melepaskan
bungkusnya kemudian dengan enzim reverse transkriptase virus tersebut merubah bentuk
RNA (Ribonucleic Acid) agar dapat bergabung dengan DNA (Deoxyribonucleic Acid) sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi
HIV dengan demikian menjadi irreversible dan berlangsung seumur hidup.Pada awal infeksi,
virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang diinfeksinya, tetapi terlebih
dahulu mengalami replikasi sehinggA ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh
penderita tersebut dan lambat laun akan merusak limfosit T4 sampai pada jumlah tertentu.
Masa ini disebut dengan masa inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak
seseorang terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS.
Pada masa inkubasi, virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium
kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa “window period”.
Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun akan terlihat gejala klinis pada penderita
sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.20 Pada sebagian penderita memperlihatkan gejala
tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah
demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk.
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala
ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun, tetapi ada sekelompok kecil penderita yang
memliki perjalanan penyakit amat cepat hanya sekitar 2 tahun dan ada juga yang sangat
lambat (non-progressor).Secara bertahap sistem kekebalan tubuh yang terinfeksi oleh virus
HIV akan menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak. Kekebalan tubuh yang rusak akan
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang bahkan hilang, sehingga penderita akaN
menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik.
D. ETIOLOGI
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang meruakan virus
sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili retroviridae, subfamili lentiviridae, genus
lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk famili retrovirus yang merupakan
kelompok virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari
2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara
kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh
dunia adalah grup HIV-1 (United States Preventive Services Task Force, 2011). HIV terdiri
dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang dikelilingi oleh lipid bilayer envelope.
Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua jenis glikoprotein yaitu gp120 dan gp41. Fungsi
utama protein ini adalah untuk memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor kemokin dan
memungkinkan virus untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian dalam terdapat
dua kopi RNA juga berbagai protein dan enzim yang penting untuk replikasi dan maturasi
HIV antara lain adalah p24, p7, p9, p17,reverse transkriptase, integrase, dan protease. Tidak
seperti retrovirus yang lain, HIV menggunakan sembilan gen untuk mengkode protein
penting dan enzim. Ada tiga gen utama yaitu gag, pol, dan env. Gen gag mengkode protein
inti, gen pol mengkode enzim reverse transkriptase, integrase, dan protease, dan gen env
mengkode komponen struktural HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu,
vpr, dan tat penting untuk HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu, vpr,
dan tat penting untuk HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu, vpr, dan
tat penting untuk replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi HIV (Calles, et al. 2006,
Kummar, et al. 2015).
E. PENCEGAHAN
Lima cara untuk mencegah penularan HIV, dikenal konsep “ABCDE” sebagai berikut.
1. A (Abstinence): artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang
belum menikah.
2. B (Be faithful): artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-
ganti pasangan).
3. C (Condom): artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom.
4. D (Drug No): artinya Dilarang menggunakan narkoba.
5. E (Education): artinya pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV, cara
penularan, pencegahan dan pengobatannya.
Individu dapat mengurangi risiko infeksi HIV dengan membatasi paparan faktor risiko.
Pendekatan utama untuk pencegahan HIV sebagai berikut :
1. Penggunaan kondom pria dan wanita
Penggunaan kondom pria dan wanita yang benar dan konsisten selama penetrasi vagina
atau dubur dapat melindungi terhadap penyebaran infeksi menular seksual, termasuk
HIV. Bukti menunjukkan bahwa kondom lateks laki-laki memiliki efek perlindungan
85% atau lebih besar terhadap HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya.
2. Tes dan konseling untuk HIV dan IMS
Pengujian untuk HIV dan IMS lainnya sangat disarankan untuk semua orang yang
terpajan salah satu faktor risiko. Dengan cara ini orang belajar tentang status infeksi
mereka sendiri dan mengakses layanan pencegahan dan perawatan yang diperlukan tanpa
penundaan. WHO juga merekomendasikan untuk menawarkan tes untuk pasangan. Selain
itu, WHO merekomendasikan pendekatan pemberitahuan mitra bantuan sehingga orang
dengan HIV menerima dukungan untuk menginformasikan mitra mereka sendiri, atau
dengan bantuan penyedia layanan kesehatan.
3. Tes dan konseling, keterkaitan dengan perawatan tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang paling umum dan penyebab kematian di antara
orang dengan HIV. Hal ini fatal jika tidak terdeteksi atau tidak diobati, yang bertanggung
jawab untuk lebih dari 1 dari 3 kematian terkait HIV.
Deteksi dini TB dan keterkaitan yang cepat dengan pengobatan TB dan ARV dapat
mencegah kematian pada ODHA. Pemeriksaan TB harus ditawarkan secara rutin di
layanan perawatan HIV dan tes HIV rutin harus ditawarkan kepada semua pasien dengan
dugaan dan terdiagnosis TB. Individu yang didiagnosis dengan HIV dan TB aktif harus
segera memulai pengobatan TB yang efektif (termasuk untuk TB yang resistan terhadap
obat) dan ARV. Terapi pencegahan TB harus ditawarkan kepada semua orang dengan
HIV yang tidak memiliki TB aktif.
4. Sunat laki-laki oleh medis secara sukarela
Sunat laki-laki oleh medis, mengurangi risiko infeksi HIV sekitar 60% pada pria
heteroseksual. Sunat laki-laki oleh medis juga dianggap sebagai pendekatan yang baik
untuk menjangkau laki-laki dan remaja laki-laki yang tidak sering mencari layanan
perawatan kesehatan.
5. Penggunaan obat antiretroviral untuk pencegahan
Penelitian menunjukkan bahwa jika orang HIV-positif mematuhi rejimen ARV yang
efektif, risiko penularan virus ke pasangan seksual yang tidak terinfeksi dapat dikurangi
sebesar 96%. Rekomendasi WHO untuk memulai ARV pada semua orang yang hidup
dengan HIV akan berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi penularan HIV.
6. Profilaksis pasca pajanan untuk HIV
Profilaksis pasca pajanan adalah penggunaan obat ARV dalam 72 jam setelah terpapar
HIV untuk mencegah infeksi. Profilaksis pasca pajanan mencakup konseling, pertolongan
pertama, tes HIV, dan pemberian obat ARV selama 28 hari dengan perawatan lanjutan.
WHO merekomendasikan penggunaan profilaksis pascapajanan untuk pajanan pekerjaan,
nonpekerjaan, dewasa dan anak-anak.
7. Pengurangan dampak buruk bagi orang-orang yang menyuntikkan dan menggunakan
narkoba
Mulai berhenti menggunakan NAPZA sebelum terinfeksi HIV, tidak memakai jarum
suntik, sehabis menggunakan jarum suntik langsung dibuang atau jika menggunakan
jarum yang sama maka disterilkan terlebih dahulu, yaitu dengan merendam pemutih
(dengan kadar campuran yang benar) atau direbus dengan suhu tinggi yang sesuai.
8. Bagi remaja
Semua orang tanpa kecuali dapat tertular, sehingga remaja tidak melakukan hubungan
seks tidak aman, berisiko IMS karena dapat memperbesar risiko penularan HIV/AIDS.
Mencari informasi yang lengkap dan benar yang berkaitan dengan HIV/AIDS.
Mendiskusikan secara terbuka permasalahan yang sering dialami remaja dalam hal ini
tentang masalah perilaku seksual dengan orang tua, guru, teman maupun orang yang
memang paham mengenai hal tersebut. Menghindari penggunaan obat-obatan terlarang
dan jarum suntik, tato dan tindik. Tidak melakukan kontak langsung percampuran darah
dengan orang yang sudah terpapar HIV. Menghindari perilaku yang dapat mengarah pada
perilaku yang tidak sehat dan tidak bertanggungjawab.
Paket komprehensif intervensi untuk pencegahan dan pengobatan HIV meliputi:
1. Program jarum dan alat suntik.
2. Terapi substitusi opioid untuk orang yang bergantung pada opioid dan pengobatan
ketergantungan obat berbasis bukti lainnya.
3. Tes dan konseling HIV.
4. Perawatan HIV.
5. Informasi dan edukasi pengurangan risiko dan penyediaan nalokson.
6. Penggunaan kondom.
7. Manajemen IMS, tuberkulosis dan virus hepatic
F. FAKTOR RESIKO
Faktor- faktor risiko yang diperkirakan meningkatkan angka kejadian HIV/AIDS antara lain:
Lingkungan Sosial ekonomi khususnya kemiskinan, latar belakang kebudayaan/etnis,
Keadaan demografi. Kelompok masyarakat yang berpotensi punya risiko tinggi HIV adalah:
Status penerima transfusi darah, bayi dari ibu yang dinyatakan menderita AIDS (proses
kehamilan, kelahiran dan pemberian ASI), (Ngwende et al., 2013), pecandu narkotik
(khususnya IDU, tindik dengan alat yang terpapar HIV/AIDS). Mereka yang mempunyai
banyak pasangan seks pramuria (baik di diskotik atau bar, WPS, waria, panti pijat, homo dan
heteroseks), Pola hubungan seks, status awal berhubungan seks, orang yang terpenjara,
keluarga dengan penderita HIV/AIDS positif (pasangan penderita misal suami/ istri) yang
tidak menggunakan pelindung, pemakai alat suntik (pecinta tatto, tindik dengan alat terpapar
HIV/AIDS ) sangat mungkin tertular HIV dan AIDS. (Badenhorst, van Staden and Coetsee,
2008).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan klinis infeksi HIV/AIDS dikonsentrasikan pada terapi umum dan terapi
khusus serta pencegahan penularan yang meliputi penderita dianjurkan untuk berisitirahat
dan meminimalkan tingkat kelelahan akibat infeksi kronis, dukungan nutrisi yang adekuat
berbasis makronutrien dan mikronutrien, konseling termasuk pendekatan psikologis dan
psikososial, motivasi dan pengawasan dalam pemberian antiretroviral therapy (ARV),
membiasakan gaya hidup sehat antara lain dengan berolahraga yang ringan dan teratur,
mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau orang yang
mempunyai banyak pasangan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibody yang
dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibody tersebut biasanya diproduksi mulai
minggu ke-2, atau bahkan minggu ke-12 setelah terpapar virus HIV.
2. Westen Bolt, sama halnya dengan etes ELISA, Western Bolt juga mendeteksi
antibody terhadap HIV. Western bolt menjadi ters konfirmasi bagi ELISA karena
pemeriksaan ini lebih sensitive dan lebih spesifik, sehingga kasus yang tidak dapat
disimpulkan sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh
keahlian lebih dalam melakukannya.
3. Rapid Tes, saat ini telah tersedia tes HIV cepat (Rapid HIV Test)
4. IFA (Indirect Fluorescent Antibody),IFA atau indirect fluorescent antibody juga
merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. IFA juga mendeteksi antibody
terhadap HIV.
5. PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung
keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapt dilakukan lebih cepat yaitu
sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV.
6. Tes CD4
7. Tes TLC
Pasien
terinveksi HIV
Sesak nafas
Ketidak seimbangan
nutrisi krg dr kebutuhan
Ketidak efektifan pola nafas
BB tidak berkembang
Menginvasi mukosa
saluran cerna
Meningkatnya Resiko tidak seimbang
Diare terus
peristalyik usus elektrolit
menerus
BAB III
A. GAMBARAN KASUS
Di Bangsal Penyakit anak didapatkan seorang anak berusia 9 tahun dengan batuk, sesak
nafas. Berat Badan dan tinggi badan tidak naik, ibu mengatakan anak mengalami
riwayat diare lebih dari 1 bulan dan demam lebih dari 1 bulan. Hasil pemeriksaan fisik
mulut anak dijumpai bercak putih dan kulit menglami dermatitis. Hasil wawancara
dengan ibu didapatkan anak dilahirkan ketika ibu belum terdeteksi HIV/AIDS. Menurut
pengakuan ibunya tertular HIV/AIDS dari suaminya. Suaminya sering jajan di luar rumah
dan status HIV baru diketahui setalah suaminya masuk rumah sakit dengan kondisi
sangat drop. Kondisi anak saat ini dengan HB 8 Mg/dl. Anak jarang masuk sekolah
karena sering di olok olok oleh temannya kena penyakit menijikkan dan di jauhi teman-
temannya. Anak kemudian tidak mau sekolah karena malu dan takut pada dirinya sendiri,
sehingga anak tidak mau minum obat ARV. Melihat kondisi tersebut ibu sangat terpukul
dan merasa pustus asa dalam merawat anaknya. Gurunya dirasakan juga tidak care
dengan anak di sekolah karena lebelnya yang tidak baik pada anaknya. \
B. ASKEP
LAMPIRAN
I. IDENTITAS
III.DIAGNOSA MEDIS
(Diisi dengan diagnose (penyakit) yang ditegakkan oleh dokter)
IV. RIWAYAT KESEHATAN
3. Antropometri
Tinggi badan :-
Berat badan : -
LLA :-
LK :-
b. Mata
c. Telinga
e. Mulut
- Mulut anak dijumpai bercak putih
f. Leher
g. Kelenjar Tiroid
3. Mata
7. Abdomen
8. Muskuloskeletal
9. Genito-urinari
10.Neurologis
Yogyakarta, ............
Ttd
(nama perawat)
DO :
Hasil pemeriksaan di
dapatkan :
•Anak batuk dan sesak
napas
• Suhu = 38,5̊C
• Nadi = 80 x/menit
•RR = 34x/menit
DO:
•Mulut anak di jumpai
bercak putih
•Kulit mengalami
dermatitis
•HB = 8 mg/dl
•Berat bedan dan tinggi
badan tidak naik
3.
Sabtu, 16 okt DS :
2021 •Ibu mengatakan anak di
lahirkan sebelum ibu Isolasi sosial Gangguan harga diri
terdeteksi HIV/AIDS
•Anak mengatakan malu
dengan
kondisi saat ini, sering di
olok2 teman2nya, dan
tidak mau masuk sekolah
DO :
Anak tidak mau minum
obat ARV
4. Instruksikan
bagaimana agar bisa
melakukan batuk
efektif
5. Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
Dukung pasien/so
untuk mengevaluasi
hasil dari interaksi
sosial,memberikan
reward pada diri
sendiri terhadap hasil
yang positif dan
penyeleseain masalah
yang hasilnya masih
kurang dari yang
diharapkan
FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Hari / Diagnosa Implementasi Evaluasi
tanggal Keperawatan
1. 16 Ketidakefektifan 08.00 S
oktobe pola nafas b.d Memonitor status pernafasan dan -
r 2021 hipertermia oksigenasi,sebagaimana mestinya O
Memotivasi pasien untuk bernafas Pasien tampak sudah
pelan,dalam, berputar,dan batuk bernafas secara normal
08.30 A
Menggunakan teknik yang Masalah teraratasi
menyenangkan untuk memotivasi P
bernafas dalam kepada anak- Hentikan intervensi
anak( misal: meniup gelembung,
meniup
kincir,peluit,harmonika,balon,meniu
p layaknya pesta;buat lomba meniup
dengan bola ping Pong, meniup bulu)
09.00
Menginstruksikan bagaimana agar
bisa melakukan batuk efektif
Memposisikan untuk meringankan
sesak nafas
2. 16 Diare b.d resiko - Memonitor serum S:
oktobe ketidakseimbanga electrolit abnormal - Ibu pasien
r 2021 n elektrolit - Memonitor manifestasi mengatakan diare
imbalance cairan sudah berkurang
- Mempertahankan O:
kepatenan akses IV - Diare pasien
- Memberikan cairan sesuai terlihat sudah
kebutuhan berkurang
- Mencatat intake dan - Pasien Nampak
outpout secara akurat lebih baik dari
- Memberikan cairan sebelumnya
intravena yang berisi A:
elektrolit dengan aliran - Masalah
yang konstan keperawatan
- Mengkonsultasikan ketidakseimbangan
dengan dokter tentang elektrolit teratasi
medikasi elektrolit P:
- Mengambil specimen - Lanjutkan
untuk analisis labor (AGD, intervensi
urim, serum)
- Memonitor hilangnya
cairan yang kaya elektrolit
- Mengajarkan
pasien/keluarga tentang
modifikasi diet
-Ajarkan klien dan
keluarga tentang tipe,
penyebab, dan perawatan
imbalance cairan.
- Mengkonsultasikan
dengan dokter tanda dan
gejala imbalance cairan
- Memonitor respon cairan
untuk pemberian terapi
elektrolit
Memantau tanda-tanda vital
3. 16 Isolasi sosial Pukul 08.00 WIB S : Pasien mengatakan
oktobe Membantu pasien untuk bahwa pasien sudah
r 2021 mengidentifikasi dari keluarga melakukan interaksi dengan
keterampilan social. orang lain, dengan bercakap
cakap.
Pukul 09.00 WIB O : Klien tampak sudah bisa
Mendukukung pasien untuk berkenalan dengan pasien
verbalisasi perasaan berkaitan lain, dengan menanyakan
dengan masalah interpersonal. nama dan alamat.
A : Pasien belum mampu
Pukul 09.30 WIB menjelaskan keuntungan dan
Membantu pasien untuk kekurangan berinteraksi
mengidentifikasi kemungkinan dengan orang lain.
tindakan dan konsekuensi dari P : Lanjutkan intervensi.
hubungan interpersonal/sosial. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
Pukul 11.40 WIB kemungkinan tindakan dan
Mengidentifikasi keterampilan konsekuensi dari hubungan
sosial yang spesifik menggunakan interpersonal/sosial.
petunjuk diskusi dan contoh yang
akan menjadi fokus latihan.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Perempuan dengan HIV/AIDS pada penelitian ini mayoritas adalah ibu rumah tangga
2. Perempuan dengan HIV/AIDS pada penelitian ini mayoritas mengetahui statusnya melalui tes atas
anjuran petugas dengan sebelumnya mendapat konseling terlebih dahulu
3. Perempuan dengan HIV/AIDS pada penelitian ini angka kepatuhan meminum ARV sudah sangat
baik
4. Perempuan dengan HIV/AIDS pada penelitian ini mayoritas mendapatkan infeksi HIV dari
pasangannya
5. Perempuan dengan HIV/AIDS pada penelitian ini mayoritas memiliki anak yang terinfeksi HIV
dan mengkonsumsi ARV
6. Perempuan dengan HIV/AIDS pada penelitian ini belum mengetahui program Prevention Mother
to Child Transmission (PMTCT) saat mereka mengandung dan melahirkan
SARAN
Perempuan dengan HIV/AIDS harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan
masyarakat karena mereka membutuhkan dukungan moril yang lebih terutama karena
statusnya sebagai korban dari pasangannya. Pemerintah perlu memberi informasi mengenai
gambaran postif dari ODHA agar stigma yang ada berkurang sehingga masyarakat menjadi
tidak takut untuk melakukan tes HIV dengan begitu pencegahan penularan juga akan
terlaksana lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2347/2/BAB%20I.pdf,
http://scholar.unand.ac.id/55255/2/BAB%20I%20Pendahuluan.pdf,
http://eprints.umpo.ac.id/2242/2/BAB%201.pdf , Global Burden Disease – Human
Immunodeficiency Virus – Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV-AIDS) | Yuliyanasari | Qanun
Medika - Medical Journal Faculty of Medicine Muhammadiyah Surabaya (um-surabaya.ac.id) ,
https://www.google.com/search?
q=jurnal+patofisiologi+hiv+aids&oq=jurnal+patofisiologi+hiv&aqs=chrome.1.69i57j0i512j0i22i30.13
105j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://amp.kompas.com/health/read/2021/03/28/161100468/19-komplikasi-hiv-aids-yang-perlu-
diwaspadai, https://publikasi.aptirmik.or.id/index.php/snarsjogja/article/view/94/94 ,
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2238/3/BAB%20II.pdf