Disusun oleh :
Kelompok 1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Mengetahui,
Puji syukur kami penjatkan kepada Allah SWT karena atas Berkat dan Rahmatnya,
kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini. Penulisan karya Asuhan Keperawata
ini di lakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam Pelatihan Keperawatan
Naonatologi level 2 dan 3. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak dari masa praktek klinik sampai penyusunan Asuhan Keperawatan ini ,
sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan Asuhan Keperawatan pada Bayi Ny. “V”
dengan Neonatus MAR di ruang Bayi RKL RSUD dr SOETOMO SURABAYA”.
Akhir kata kami berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat membawa kebaikan
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.4 Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya dan dapat menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan neonatus pada bayi dengan malformasi anorektal
khususnya pada perawat (peserta pelatihan).
1.5 Metode
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode Studi Kasus,
dengan pendekatan proses keperawatan guna mengumpulkan data, analisa
data dan menarik kesimpulan untuk memperoleh bahan atau materi yang
digunakan dalam penyusunan makalah ini. Sedangkan tehnik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah cara penelitian dengan mengumpulkan data
secara komprehensif untuk mendapatkan data atau bahan yang
berhubungan dengan penderita Malformasi Anorektal dalam rangka
mendapatkan dasar teoritis dengan jalan membaca buku catatan kuliah,
makalah literatur, atau referensi.
2. Tinjauan kasus
Dengan cara mengadakan observasi pada pasien yang di rawat di Ruang
Bayi di RSUD. Dr. Soetomo khususnya pada penderita Malformasi
Anorektal.
3. Dokumenter
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Embriologi
Secara embriologis, didalam saluran penceranaan berasal dari Foregut,
midgut dan Hindgut. Foregut akan membentuk faring, system pernafasan
bagian bawah, esophagus, lambung, sebagian duodenum, hati dan system bilier
serta pancreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum,
apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
6
meluas dari Midgut hingga ke membrane kloaka, membrane ini terusun dari
endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai
minggu keempat disebut sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang
lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomaly letak tinggi atau supra
levator. Sedangkan anomaly letak rendah atau infra levator berasal dari efek
perkembangan prokoderm dan lipatan genital. Pada anomaly letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal, sedangkan otot sfingter eksetrnus
dan tidak ada atau rudimeter.
2. Anus
Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
7
sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.4 Etiologi
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui.
Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan
anomaly gastrointestinal dan genitourinaria yang bersifat congenital (suriyadi
dan Rita yuliani. 2001 : 198)
2.1.5 Patofisiologi
Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus
dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anorektal. Malformasi anorektal terjadi karena tidak sempurnanya
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 mingggu selama
perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya
agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada
proses obstruksi. Malformasi anorektal dapat terjadi karena tida adanya
pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak
dapat dikeluarkan.
2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wong 2004 : 520
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak
ujung atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat
menjadi tipe rendah, tipe intermediate, dan tipe tinggi. Perbedaan dari 3 tipe
diatas dapat dilihat dibawah ini :
1. Tipe Bawah
8
2.1.8 Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas
yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi,
banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling
banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya
mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer,
walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi
terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula
vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-
laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan
fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan
anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.Selain
itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :
13
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Komplikasi jangka panjang
4. Eversi mukosa anal
5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
6. Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
7. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
8. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
9. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).
keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko
terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomiakan menyebabkan
aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi
saluran kencing serta pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang
lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible
disertai dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal
ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari. Double barrel
transversocolostomy dextra dengan tujuan dekomprasi dan diversi
memiliki keuntungan antara lain :
1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan
definitf tidak menimbulkan kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan
3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret
kolon distal
4. Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh
karena pembusukan feses.
5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang
buntu
Malformasi Anorektal
PRE OP
POST OP Nyeri Akut
Fistel In fistel
Sesak nafas
POST OP
Terjadi
ketidakseimbangan
Resiko Gangguan
Pola Nafas Tidak Efektif
Integritas Kulit
WOC MAR Resiko Ketidakseimbangan
Cairan dan Elektrolit
Resiko Ketidakseimbangan
Nutrisi
16
17
1) Data Subyektif
Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien atau keluarga
klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi
tersebut tidak ditentukan oleh tim kesehatan secara independen tetapi melalui
suatu interaksi atau komunikasi (Nursalam, 2009).
Dalam hal ini data yang diperoleh dari wawancara dengan keluarga dan
tim kesehatan yang lain, dimana wawancara tersebut untuk mengetahui pada
ibu meliputi:
1) Identitas
a) Identitas anak
Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor
rekam medic, alamat.
b) Identitas Orang tua
Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus
(anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi
muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan
18
fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan
dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
b) Riwayat Prenatal
Penyebab malformasi anorektal masih belum di ketahui, biasanya dari
bayi yang mengalami malormasi anorektal juga memiliki sindrom
genetik atau kelainan kromosom. nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan
atau perilaku ibu sewaktu hamil sangat penting. yang dapat merugikan
bagi perkembangan dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok,
minum kopi, minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat
obatan secara sembarang
c) Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan
persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya
pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
d) Riwayat post natal
Bayi tidak BAB selama 3 hari, semakin hari perut membesar, BAK
bercampur denga mekonium, demam, kelainan congenital, kesulitan
menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
e) Riwayat Kaesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang
berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.
f) Riwayat kehamilan sekarang
1) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
Sesuai dengan hukum Naegele yaitu dari hari pertama haid
terakhir ditambah tujuh dikurangi tiga bulan ditambah satu tahun
(Varney, 2007).
2) Hari Perkiraan Lahir(HPL)
19
h) Thorax
Bentuk simetris, kaji adanya takhikardia, retraksi, suara jantung
tambahan, frekuensi napas dan perhatikan suara napas bersih
h) Abdomen
Pada pre op bayi dengan MAR, amati muntah proyektif (karakteristik
muntah)
Pada post op, kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah
atau menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen
karena ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi
PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi,
warna pink seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan
stoma dan bagaimana jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar,
tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah adanya pembesaran atau
massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah
dicabut, tidak adanya pembesaran hepar dan limpa,pada saat
auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah terdapat
bunyi timpani atau danles.
j) Genetalia
Pada pre op bayi dengan MAR, inspeksi dengan cermat daerah
perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula ke kulit untuk
menemukan muara anus ektopik atau stenatik untuk memperbaiki
bentuk luar jangka panjang untuk melihat adanya mekonium, untuk
melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi
segeranya.
Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada
laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah
disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.
k) Ekstremitas
22
Tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji kekuatan otot
dan adakah kelainan pada tulang
l) Reflek
Tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji reflek bayi
1. Reflekmoro : Untuk mengetahui gerakan memeluk bila
dikagetkan.
2. Reflekrooting : Untuk mengetahui cara mencari putting susu
dengan rangsangan atau sentuhan pada pipi daerahmulut.
3. Reflekwalking : Bayi menggerak-gerakkan tungkainya dalam
suatu gerakan berjalan atau melangkah jika diberikan dengan
cara memegang lengannya sedangkan kakinya dibiarkan
menyentuh permukaan yang rata dan keras.
4. Refleksucking : Untuk mengetahui reflek hisap dan menelan
5. Reflekgrasping : Untuk mengetahui kekuatan menggenggam.
6. Reflek tonikneck :
Untukmengetahuiototleherbayiakanmengangkatleherdan
menoleh kekanan dan kekiri jika diletakkan pada posisi
tengkurap.
(Marmi dan Rahardjo, 2012).
m) Tonus / aktivitas
Kaji apakah bayi aktif atau tenang dan tangisan bayi keras atau lemah
n) Pola tidur/istirahat kurang
o) Pola eliminasi alvi : diare feses berwarna hijau/campur lendir
p) Pola eliminasi uri : hitung frekuensi dan jumlah kencing
q) Pola nutrisi : jumlah minum sesuai dengan kebutuhan, jenis minum
ASI/PASI, apabila muntah/retensi lambung catat (jumlah, warna,
jenis muntahan)
23
2. Pemeriksaan Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya :
haemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit.
Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi)
biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm 3, hal ini
menunjukan adanya infeksi oleh mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb
ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan yang mlebih saat
operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post operasi yang
lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang dari harga
normal.
B. Analisis data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang
dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian,
mengintreprastasikan data atau membandingkan dengan standar fsiologi setelah
dianalisa maka akan didapat penyebab terjadinya masalah pada klien.
Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan pasien yang tidak sesuai dengan
standar criteria yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli memahami tentang
standar keperawatan sebagai bahan pembandingan, apakah keadan kesehatan klien
sesuai atau tidak dengan standar yang ada.
Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien dimana klien
mengalami permasalahan kesalahan atau keperawatan berdasarkan criteria
permasalahannya, setelah data dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi
masalah keperawatan klien dan merumuskannya.
24
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan.
3. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan muntah
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Post OP
1. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
2. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen pencedera fisik (perlukaan daerah
operasi)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur tindakan invasif
4. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan
mayor
5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan penurunan konsentasi hemoglobin
6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
2.2.3 Intervensi
Pre Op
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam, maka pola napas membaik
dengan kriteria hasil :
a. Penggunaan otot bantu nafas menurun
b. Pernapasan cuping hidung menurun
c. Ekspansi dada membaik
d. Frekuensi napas membaik
25
Post Op
28
2. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen pencedera fisik (perlukaan daerah
operasi)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x3jam, maka tingkat nyeri menurun
dengan kriteria hasil :
a. Skala nyeri nyeri (NIPS) menurun
29
b. Meringis menurun
c. Gelisah menurun
d. Pola nafas membaik
e. Frekuensi nadi membaik
f. Pola tidur membaik
Intervensi (Manajemen Nyeri I.08238)
Observasi
1) Identifikasi skala nyeri (NIPS / Neonatal Infant Pain Score)
2) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3) Monitor efek samping penggunan analgetik
Terapeutik
1) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu ruangan)
2) Fasilitasi istirahat dan tidur
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
Observasi
1)Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit)
2)Monitor berat badan harian
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. hematocrit, Na, Cl, berat jenis
urine, BUN)
Terapeutik
1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
2)Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3) Berikan cairan intravena, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan mengekspresikan perasaan
2) Anjurkan membuat daftar alternatif penyelesain masalah
3) Anjurkan untuk menunda pengambilan keputusan saat stress
2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2001).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A.Aziz
Alimul,2011)
34
BAB III
No RM : 1298XXXX
1.1.1 Identitas
Identitas Bayi
Umur : 3 hari
Alamat : Sidoarjo
Umur : 22 Umur : 22
GIP00 usia gestasi 39 mgg, Anc rutin, selama usg tidak ada kelainan pada
janin.
Pada saat pengkajian di ruang bayi (RKL) pada tanggal 27-02-2023 jam
09.00 WIB bayi berumur 3 hari, BB 2.100gr, keadaan lemah, sesak, tidak
sianosis, akral hangat. Bayi dirawat di dalam incubator, menggunakan O2
nasal 1 lpm terpasang IV line di tangan kiri, terpasang OGT no.8.
1. B1 (Breath)
2. B2 (Blood)
3. B3 (Brain)
4. B4 (Bladder)
5. B5 (Bowel)
Bayi terpasang OGT no.8, reflek hisap tidak ada, residu tidak ada,
minum ASI 12x3ml, mukosa bibir kering. BAB meconium sedikit,
tekstur lembek, perut distended lunak, BBL : 2.500 gram, BBS
tanggal 27-02-2023 2.100 gram
Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan
No Tindakan Nilai Normal
25 – 02 - 23
2. Hematokrit 49 48 – 68
37
Pemeriksaan Babygram
25-2-2023
Kesimpulan :
3.1.9 Terapi
- TPN D10% 89ml; Asam Amino 63ml; Smoflipid 21ml; NaCL 15%
4ml; KCL 7,46% 2ml; Vitalipid 8ml; Soluvit 2ml. Volume total 189ml
- O2 Nasal 1 lpm
- Diit ASI 12x3ml
- Ampicillin 2x110mg
- Gentamicin 1x8mg
- Cildenafil 4x2mg
- Lisonopril 1x0,3 mg
38
ANALISA DATA
48cm makanan
supel
BAB 4
PEMBAHASAN