Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI Ny. “V” DENGAN NEONATUS MAR


DI RUANG BAYI RKL RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh :

Kelompok 1

1. Dyah Eka Riastuti.,S. Kep.,Ns 7. Dhanik Agustin.,AMd.Kep


2. Evi Nur Fadhilah.,S.Kep.,Ns 8. Endang Rubiyanti.,AMK
3. Farrah Dila Nurul islami.,S.Kep.,Ns 9. Dian Anggraeni.,AMd.Kep
4. Tiara Widya Puspita Sari.,S.Kep.,Ns 10. Sri Utami.,AMd.,Kep
5. Sri Retnaning Noviana.,S.kep.,Ns 11. Selly Dwi Oktimerdhani.,AMd.Kep
6. Alif Reza Fatikasari.,AMd.Kep 12. Yanti.,AMd.Kep

PELATIHAN KEPERAWATAN NEONATOLOGI


ANGKATAN XXXI
2023
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan asuhan Keperawatan Neonatus dengan judul “Asuhan


Keperawatan pada Bayi Ny. “V” dengan Neonatus MAR di ruang Bayi RKL RSUD dr
SOETOMO SURABAYA”.

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Dyah Eka Riastuti.,S. Kep.,Ns 7. Dhanik Agustin.,AMd.Kep


2. Evi Nur Fadhilah.,S.Kep.,Ns 8. Endang Rubiyanti.,AMK
3. Farrah Dila Nurul islami.,S.Kep.,Ns 9. Dian Anggraeni.,AMd.Kep
4. Tiara Widya Puspita Sari.,S.Kep.,Ns 10. Sri Utami.,AMd.,Kep
5. Sri Retnaning Noviana.,S.kep.,Ns 11. Selly Dwi Oktimerdhani.,AMd.Kep
6. Alif Reza Fatikasari.,AMd.Kep 12. Yanti.,AMd.Kep

Mengetahui,

Kepala Ruangan Pembimbing Ruangan


Ruang Bayi Ruang Bayi

Peni Indrarini, S.Kep.,Ns Peni Indrarini, S.Kep.,Ns


NIP 19671 108 199303 2 006 NIP 19671 108 199303 2 006
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kepada Allah SWT karena atas Berkat dan Rahmatnya,
kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini. Penulisan karya Asuhan Keperawata
ini di lakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam Pelatihan Keperawatan
Naonatologi level 2 dan 3. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak dari masa praktek klinik sampai penyusunan Asuhan Keperawatan ini ,
sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan Asuhan Keperawatan pada Bayi Ny. “V”
dengan Neonatus MAR di ruang Bayi RKL RSUD dr SOETOMO SURABAYA”.
Akhir kata kami berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat membawa kebaikan

dan manfaat bagi pengembangan ilmu.

Surabaya, Maret 2023

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan


anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena
mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini
menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi.
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini
lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami
malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh
puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari
sistem organ lainnya.
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui.
Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan
anomaly gastrointestinal dan genitourinaria yang bersifat congenital. Manajemen
dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan
menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah
apakah pasien memerlukan kolostomi atau PSARP. Prosedur ini memberikan
beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel rektourinaria
maupun rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sling, dan sfingter.
Sehingga dengan makalah ini, maka diharapkan tim kesehatan bisa
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang
lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan serta
bertambahnya pengalaman dalam memanajemen. Penting bagi tim kesehatan
2

untuk mengetahui penatalaksanaan medis agar dapat memahami dan


memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan malformasi anorektal.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian MAR ?
1.2.2 Bagaimana embriologi saluran pencernaan ?
1.2.3 Bagaimana anatomi dan fisiologi rektum dan anus ?
1.2.4 Apa penyebab etiologi dari MAR ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi MAR ?
1.2.6 Apa saja klasifikasi dari MAR ?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan diagnostik pada MAR ?
1.2.8 Apa komplikasi dari MAR ?
1.2.9 Bagaimana penatalaksaan medis pada MAR ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Penyusunan makalah ini diharapkan dapat mengerti dan melakukan


asuhan keperawatan pada bayi denganmalformasi anorektal.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada bayi dengan MAR
di ruang BAYI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.3.2.2 Menegakkan diagnosis keperawatan pada bayi dengan MAR
di ruang BAYI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.3.2.3 Menyusun rencana keperawatan pada bayi dengan MAR di
ruang BAYI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3

1.3.2.4 Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada bayi


dengan MAR di ruang BAYI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.3.2.5 Mengevaluasi bayi dengan MAR di ruang BAYI RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
1.3.2.6 Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada bayi dengan
MAR di ruang BAYI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.4 Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya dan dapat menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan neonatus pada bayi dengan malformasi anorektal
khususnya pada perawat (peserta pelatihan).

1.5 Metode
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode Studi Kasus,
dengan pendekatan proses keperawatan guna mengumpulkan data, analisa
data dan menarik kesimpulan untuk memperoleh bahan atau materi yang
digunakan dalam penyusunan makalah ini. Sedangkan tehnik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah cara penelitian dengan mengumpulkan data
secara komprehensif untuk mendapatkan data atau bahan yang
berhubungan dengan penderita Malformasi Anorektal dalam rangka
mendapatkan dasar teoritis dengan jalan membaca buku catatan kuliah,
makalah literatur, atau referensi.
2. Tinjauan kasus
Dengan cara mengadakan observasi pada pasien yang di rawat di Ruang
Bayi di RSUD. Dr. Soetomo khususnya pada penderita Malformasi
Anorektal.
3. Dokumenter
4

Dokumenter diambil dari catatan medis untuk menyesuaikan pelaksanaan


kegiatan teori. Dengan tehnik studi dokumenter ini akan lebih mendukung
pada data yang telah diambil dengan cara lain sebagai data yang diperoleh
lebih bisa dipercaya.
4. Komunikasi dan wawancara
Yaitu dengan mengadakan wawancara dengan penderita maupun
keluarganya dengan tujuan untuk mengumpulkan data mengenai riwayat
kesehatan pasien tersebut.

1.6 Sistematika Penulisan


BAB I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Metode dan Tehnik Penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka yang berisi Pengertian, Anatomi dan
Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Menifestasi Klinik,
Komplikasi, Penatalaks anaan, Pengkajian, Pemeriksaan
Penunjang, PathwaysKeperawatan serta Fokus Intervensi dan
Rasional.
BAB III : Tinjauan Kasus, Pengkajian, PathwaysKeperawatan,
Diagnosis Keperawatan,Intervensi, Implementasi,
dan Evaluasi.
BAB IV : Pembahasan yang berisi membahas kesenjangan antara BAB
II dan BAB III.
BAB V : Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Tinjauan Pustaka Penyakit


2.1.1 Pengertian
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnua
anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada
daerah anus. (Hidayat , A.Aziz Alimul.2006:26)
Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah malformasi congenital
dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau
ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan
memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus,
muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina (Donna L.Wong,2004 :520)
Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh
ganggan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
(Manjoer Arif, dkk. 2003:379)
Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal
adalah suatu kelainan congenital dan tidak lengkapnya perkembangan
embrionik dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar yang disebabkan
oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus.

2.1.2 Embriologi
Secara embriologis, didalam saluran penceranaan berasal dari Foregut,
midgut dan Hindgut. Foregut akan membentuk faring, system pernafasan
bagian bawah, esophagus, lambung, sebagian duodenum, hati dan system bilier
serta pancreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum,
apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
6

meluas dari Midgut hingga ke membrane kloaka, membrane ini terusun dari
endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai
minggu keempat disebut sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang
lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomaly letak tinggi atau supra
levator. Sedangkan anomaly letak rendah atau infra levator berasal dari efek
perkembangan prokoderm dan lipatan genital. Pada anomaly letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal, sedangkan otot sfingter eksetrnus
dan tidak ada atau rudimeter.

2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Rektum dan Anus


1. Rectum
Rektum adalah bagian terminal dari saluran pencernaan bawah yang
merupakan tabung berongga sepanjang 10-15 cm dan sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementeara feses. Biasanya
rectum ini kosong karenea tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rectum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya
dinding rectum karena penumpukan material di dalam rectum akan memicu
system saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usu besar,
dimana penyerapan air akan kembali dilakuakan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yahng
penting untuk menunda BAB.

2. Anus
Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
7

sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2.1.4 Etiologi
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui.
Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan
anomaly gastrointestinal dan genitourinaria yang bersifat congenital (suriyadi
dan Rita yuliani. 2001 : 198)
2.1.5 Patofisiologi
Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus
dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anorektal. Malformasi anorektal terjadi karena tidak sempurnanya
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 mingggu selama
perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya
agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada
proses obstruksi. Malformasi anorektal dapat terjadi karena tida adanya
pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak
dapat dikeluarkan.

2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi malformasi anorektal menurut  Wong 2004 : 520
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak
ujung atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat
menjadi tipe rendah, tipe intermediate, dan tipe tinggi. Perbedaan dari 3 tipe
diatas dapat dilihat dibawah ini :
1.  Tipe Bawah
8

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis.


Terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinaius.
2.  Tipe Intermediet
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3.      Tipe tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengfan fistula genitourinarius rektouretal (pria)
atau rektovaginal (wanita).

Klasifikasi malformasi anorektal menurut (Wingspraad, 1981). Penggolongan


anatomis malformasi anorektal:
Golongan I : Pada Laki-laki Tindakan :
 Fistel urine Kolostomi neonatus pada usia
 Atresia rekti 4-6 bulan
 Perineum datar
 Tanpa fistel udara ≥ 1cm dari kulit pada
invertogram
Golongan II : Tindakan :
1.      Fistel perineum Operasi definitif neonatus
 Membran anal tanpa kolonostomi
 Stenosis ani
 Bucket handle
 Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit pada
invertogram
9

Golongan I : Pada Perempuan Tindakan :


 Kloaka Kolostomi neonatus pada
 Fistel vagina usia 4-6 bulan
 Fistel vestibulo ano
 Atresia rekti
 Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada
invertogram
Golongan II : Tindakan :
 Fistel perineum Operasi definitif neonatus
 Stenosis ani tanpa kolonostomi
 Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit pada
invertogram

Gambaran kelainan anorektum


1. Membran anal
a) Udara direktum
b) Tulang belakang sakrum
2. Atresia ani letak rendah (mungkin dengan fistel keperineum anterior)
3. Atresia ani letak tinggi (mungkin sekali dengan fistula ke uretra atau buli –
buli)
4. Atresia rectum
a) Udara direktum
b). Tulang belakang sakrum
c). Atresia rectum
d). Anus
Gambar atresia ani letak tinggi
1. Fistula rektovesikal
a) Udara didalam rektum
10

b). Tulang belakang sakrum


c) Kandung kemih
d). Simpisis
e). Uretra
f). Fistula rektovesikal
2. Fistula rektouretra

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


1).    Pemeriksaan radiologi Invertogram
Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum
terhadap muara anus di kulit peritoneum.
2).    X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.
3).   Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya
sistouretogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius
dan kelainan urinarius.
4).    Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5).     Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut ke sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada
saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat
tinggi.
6).     Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang
umum dilakuakan pada gangguan ini.
2.1.7.1 Pemeriksaan khusus pada perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya
ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina (80%-90%).
Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak
keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancer sehingga
sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara
fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat saat
penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
11

direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat


kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus
genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rectum, anus
tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak
ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel
dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera
dilakukan kolostomi.
Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus
yang buntu ada diposteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan
obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang
seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga
biasanya harus segera dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel
dan pada invertogram udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera
dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada,
sehingga perlu dilakukan kolostomi.

2.1.7.2 Pemeriksaan khusus pada laki-laki


Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan
bentuk perineum dan ada tidknya butir mekonium di urine. Dari kedua
hal tadi pad anak laki-laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa
fistel urine dan fistel perineum.
Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar
dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel
adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan
12

urine jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup


kateter. Bila dengan kateter urine mengandung mekonium berarti fistel
ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer, penderita
memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama
dengan perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan
udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakuakn kolostomi.
Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita :
lubangnnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membrane
anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat
mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan
definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara  kurang 1
cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan
pertolongan bedah.

2.1.8 Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas
yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi,
banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling
banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya
mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer,
walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi
terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula
vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-
laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan
fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan
anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.Selain
itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :
13

1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Komplikasi jangka panjang
4. Eversi mukosa anal
5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
6. Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
7. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
8. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
9. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah
definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum abdominal),
umumnya ditunda 3-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui
sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.
Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua
tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya
baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat
diperolah. Defek yang lebih berat umumnya disertai anomaly lain, dan hal
tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan. Anus
imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase feses.
14

Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti


perineal atau colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian
atas colon dengan dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan
lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini dibentuk dari ujung usus besar
melalui insisi dan sutura ke kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan
terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu.
Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan
operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi
tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari
teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini
mempunyai resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding abdomen.      
2.1.9.1 Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal
untuk penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi
merupakan upaya dekomprasi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap
kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon
desendens mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan
kolostomi pada kolon asendens atau transversum. Bagian distal dari
kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena
tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka
segmen yang akan mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi
dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair sampai
dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan
melakukan kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik
kolon distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak di bagian
kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui
kolon, untuk kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal
tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan
15

keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko
terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomiakan menyebabkan
aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi
saluran kencing serta pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang
lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible
disertai dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal
ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari. Double barrel
transversocolostomy dextra dengan tujuan dekomprasi dan diversi
memiliki keuntungan antara lain :
1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan
definitf tidak menimbulkan kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan
3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret
kolon distal
4. Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh
karena pembusukan feses.
5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang
buntu

2.1.9.2 Posterosagital anorectoplasty (PSARP)


Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982.
Prosedur ini memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan
dalam operasi fistel rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara
membelah otot pelvis, sling, dan sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga
yaitu minimal, limited, dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan
bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai
dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna ampai
kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka
subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle
16

complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak dinding


belakang rectum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika
ada fistel dibebaskan juga, rectum dipisahkan dengan vagina yang
dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rectum ditarik melewati
otot levator, muscle complex, dan parasagital fibrekemudian
dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator
maupunvertical fibre, yang penting adalah memisahkan common
wall untuk memsahkan rectum dengan vagina dan dibelah hanya otot
sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot
sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex,serta tidak
memberlah tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi rectum agar
tidak merusak vagina. Masing-masing jenis prosedur mempunyai
indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistell
perianal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle, dan atresia ani
tanpa fistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari
kuit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel
rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak tinggi,
dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari kulit,
pada fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan
stenosis rectum.
17
18
16
Gangguan pemisahan rectum dan sinus Gangguan septumurorectal yang memisahkan
Pertumbuhan anus dari tonjolan embrional 1
urogenital

Malformasi Anus Malformasi rectal

Malformasi Anorektal
PRE OP
POST OP Nyeri Akut

Fistel In fistel

Kurangnya Tindakan Diskontinuitas


Laki laki Perempuan informasi pembedahan jarngan
mengenai
perawatan post
Menghambat pengeluaraan makonium op
Vistel rekto uretra ke kolon/ akumulasi feses BAB lewat anus buatan/ Port de entry kuman
sigmoidostomi/colostomi
Ansietas
Kurangnya pengetahuan Terjadi obstruksi usus
Mikroorganisme
masuk saluran
keluarga tentang penyakit POST OP Resiko Infeksi
kemih
Ansietas Distensi abdomen Pasien Puasa
Kontak POST OP
Urine bercampur
langsung
dengan mekonium dengan kulit
Penekanan intra Perut kembung
sekitar Perfusi Perifer Tidak
abdomen ke v Efektif
diafragma
Konstipasi
Konstipasi Muntah cairan hijau
Resiko Infeksi

Sesak nafas
POST OP
Terjadi
ketidakseimbangan
Resiko Gangguan
Pola Nafas Tidak Efektif
Integritas Kulit
WOC MAR Resiko Ketidakseimbangan
Cairan dan Elektrolit
Resiko Ketidakseimbangan
Nutrisi
16
17

2.2  Tinjauan Pustaka Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
A.    Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah menghimpun informasi tentang klien /orang yang
meminta asuhan. Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan
dilanjutkan secara terus menerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung
(Mufdlilah dkk, 2012).

1) Data Subyektif
Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien atau keluarga
klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi
tersebut tidak ditentukan oleh tim kesehatan secara independen tetapi melalui
suatu interaksi atau komunikasi (Nursalam, 2009).
Dalam hal ini data yang diperoleh dari wawancara dengan keluarga dan
tim kesehatan yang lain, dimana wawancara tersebut untuk mengetahui pada
ibu meliputi:

1)      Identitas
a)  Identitas anak
Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor
rekam medic, alamat.
b)   Identitas Orang tua
Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat.
2)    Riwayat kesehatan
a)  Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus
(anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi
muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan
18

fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan
dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
b)    Riwayat Prenatal
Penyebab malformasi anorektal masih belum di ketahui, biasanya dari
bayi yang mengalami malormasi anorektal juga memiliki sindrom
genetik atau kelainan kromosom. nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan
atau perilaku ibu sewaktu hamil sangat penting. yang dapat merugikan
bagi perkembangan dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok,
minum kopi, minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat
obatan secara sembarang
c) Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan
persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya
pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
d)      Riwayat post natal
Bayi tidak BAB selama 3 hari, semakin hari perut membesar, BAK
bercampur denga mekonium, demam, kelainan congenital, kesulitan
menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
e)      Riwayat Kaesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang
berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.
f) Riwayat kehamilan sekarang
1) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
Sesuai dengan hukum Naegele yaitu dari hari pertama haid
terakhir ditambah tujuh dikurangi tiga bulan ditambah satu tahun
(Varney, 2007).
2) Hari Perkiraan Lahir(HPL)
19

Untuk mengetahui taksiran persalinan (Varney, 2007).


3) Keluhan padakehamilan
Berisikankeluhan,pemakaianobat-obatan,maupunpenyakit pada
saat hamil, mulai dari trimester I, II dan III (Varney,2007).
4) Ante Natal Care(ANC)
Ante Natal Care yaitu pengawasan sebelum persalinan terutama
ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim (Manuaba dkk, 2012). Untuk mengetahui riwayat ANC
teratur atau tidak, sejak hamil berapa minggu, tempat ANC dan
riwayat kehamilannya (Saifuddin, 2006).
5) Penyuluhan
Penyuluhan apa yang pernah didapat klien perlu ditanyakan untuk
mengetahui pengetahuan apa saja yang kira-kira telah
didapatkliendanbergunabagikehamilannya(Astuti,2012).
6) Imunisasi Tetanus Toxoid(TT)
Untuk mengetahui sudah/belum, kapan dan berapa kali yang
nantinya akan mempengaruhi kekebalan ibu dan bayi terhadap
penyakit tetanus (Astuti, 2012).
2) DataObyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, informasi
tersebut biasanya diperoleh melalui kepekaan perawat “senses”selama
melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell) dan HT (hearing and
touch atau taste) (Nursalam, 2009).
Hal ini diperoleh dari pemeriksaan fisik yang meliputi :
1. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaanantropometri
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012), pemeriksaan antropometri
meliputi:
20

(a) Lingkar kepala :Untukmengetahui pertumbuhan otak (normal 30-


38 cm)
(b) Lingkardada :Untukmengetahui keterlambatan pertumbuhan
(normal 33-35 cm)
(c) Panjang badan : Normal (48-50cm)
(d) Beratbadan : Normal (2500-4000gram)
(e) Lingkar Abdomen : (normal : 33-35 cm)
 Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital terdiri dari suhu, frekuensi
jantung dan pernapasan
 Head to toe
a) Kulit
Kaji adanya penurunan turgor kulit, warna kulit dan penngkatan suhu
tubuh.
b) Kepala
Inspeksi : bentuk kepala bulat, kaji adanya caput atau cephal
c) Mata
Pada mata tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, Kaji wa
rna sklera daan pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
d) Hidung
Kaji adanya pernapasan cuping hidung
e) Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, kaji mukosa mulut lembab atau k
ering
f) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan kaji ada kelainan atau tidak
g) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek dan kaji ada k
elaianan atau tidak
21

h) Thorax
Bentuk simetris, kaji adanya takhikardia, retraksi, suara jantung
tambahan, frekuensi napas dan perhatikan suara napas bersih
h) Abdomen
Pada pre op bayi dengan MAR, amati muntah proyektif (karakteristik
muntah)
Pada post op, kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah
atau menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen
karena ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi
PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi,
warna pink seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan
stoma dan bagaimana jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar,
tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah adanya pembesaran atau
massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah
dicabut, tidak adanya pembesaran hepar dan limpa,pada saat
auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah terdapat
bunyi timpani atau danles.
j) Genetalia
Pada pre op bayi dengan MAR, inspeksi dengan cermat daerah
perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula ke kulit untuk
menemukan muara anus ektopik atau stenatik untuk memperbaiki
bentuk luar jangka panjang untuk melihat adanya mekonium, untuk
melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi
segeranya.
Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada
laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah
disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.
k) Ekstremitas
22

Tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji kekuatan otot
dan adakah kelainan pada tulang
l) Reflek
Tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji reflek bayi
1. Reflekmoro : Untuk mengetahui gerakan memeluk bila
dikagetkan.
2. Reflekrooting : Untuk mengetahui cara mencari putting susu
dengan rangsangan atau sentuhan pada pipi daerahmulut.
3. Reflekwalking : Bayi menggerak-gerakkan tungkainya dalam
suatu gerakan berjalan atau melangkah jika diberikan dengan
cara memegang lengannya sedangkan kakinya dibiarkan
menyentuh permukaan yang rata dan keras.
4. Refleksucking : Untuk mengetahui reflek hisap dan menelan
5. Reflekgrasping : Untuk mengetahui kekuatan menggenggam.
6. Reflek tonikneck :
Untukmengetahuiototleherbayiakanmengangkatleherdan
menoleh kekanan dan kekiri jika diletakkan pada posisi
tengkurap.
(Marmi dan Rahardjo, 2012).
m) Tonus / aktivitas
Kaji apakah bayi aktif atau tenang dan tangisan bayi keras atau lemah
n) Pola tidur/istirahat kurang
o) Pola eliminasi alvi : diare feses berwarna hijau/campur lendir
p) Pola eliminasi uri : hitung frekuensi dan jumlah kencing
q) Pola nutrisi : jumlah minum sesuai dengan kebutuhan, jenis minum
ASI/PASI, apabila muntah/retensi lambung catat (jumlah, warna,
jenis muntahan)
23

2.  Pemeriksaan Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya :
haemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit.
Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi)
biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm 3, hal ini
menunjukan adanya infeksi oleh mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb
ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan yang mlebih saat
operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post operasi yang
lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang dari harga
normal.

B.     Analisis data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang
dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian,
mengintreprastasikan data atau membandingkan dengan standar fsiologi setelah
dianalisa maka akan didapat penyebab terjadinya masalah pada klien.
Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan pasien yang tidak sesuai dengan
standar criteria yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli memahami tentang
standar keperawatan sebagai bahan pembandingan, apakah keadan kesehatan klien
sesuai atau tidak dengan standar yang ada.
Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien dimana klien
mengalami permasalahan kesalahan atau keperawatan berdasarkan criteria
permasalahannya, setelah data dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi
masalah keperawatan klien dan merumuskannya.
24

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Pre OP

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan.
3. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan muntah
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Post OP
1. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
2. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen pencedera fisik (perlukaan daerah
operasi)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur tindakan invasif
4. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan
mayor
5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan penurunan konsentasi hemoglobin
6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

2.2.3 Intervensi

Pre Op
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam, maka pola napas membaik
dengan kriteria hasil :
a. Penggunaan otot bantu nafas menurun
b. Pernapasan cuping hidung menurun
c. Ekspansi dada membaik
d. Frekuensi napas membaik
25

e. Kedalaman napas membaik

Intervensi (Pemantauan Respirasi I.01014)


Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kusmaul)
3) Palpasi kesimetrian ekspansi paru
4) Auskultasi bunyi napas
5) Monitor saturasi
Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan jika perlu

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen


lingkungan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam diharapkan
derajat infeksi berdasarkan observasi menurun dengan Kriteria Hasil :
a. Demam menurun
b. Kebersihan tangan meningkat
c. Kebersihan badan meningkat
Intervensi (Pencegahan Infeksi I.14539)
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
26

1) Batasi jumlah pengunjung


2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4) Pertahankan aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjurkan cara cuci tangan dengan benar

3. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan muntah


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
dihahapkan keseimbangan cairan meningkat dengan Kriteria Hasil :
a. Asupan cairan meningkat
b. Haluaran urin meningkat
c. Kelembaban membran mukosa meningkat
d. HR membaik
e. Turgor kulit membaik
f. Berat badan meningkat
Intervensi(Manajemen Cairan I.03098)
Observasi
1) Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit)
2) Monitor berat badan harian
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. hematocrit, Na, Cl, berat jenis
urine, BUN)
Terapeutik
1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
27

3) Berikan cairan intravena, jika perlu

4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan tingkat
ansietas menurun dengan kriteria hasil :
a. Verbalisasi kebingungan menurun
b. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
c. Perilaku gelisah menurun
d. Perilaku tegang menurun
e. Konsentrasi membaik
f. Pola tidur maembaik

Intervensi (Konseling I.10334)


Observasi
1) Identifikasi kemampuan dan beri penguatan
2) Identifikasi perilaku keluarga yang mempengaruhi pasien
Terapeutik
1) Bina hubungan terapeutik berdasarkan rasa percaya dan penghargaan
2) Berikan empati, kehangatan dan kejujuran
3) Berikan privasi dan pertahankan kerahasian
4) Fasilitasi untuk mengidentifikasi masalah
Edukasi
1) Anjurkan mengekspresikan perasaan
2) Anjurkan membuat daftar alternatif penyelesain masalah
3) Anjurkan untuk menunda pengambilan keputusan saat stress

Post Op
28

1. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam perawatan
integritas kulit/jaringan membaik dengan Kriteria Hasil:

a. Kerusakan lapisan kulit menurun


b. Kemerahan menurun
c. Nekrosis menurun
d. Suhu kulit membaik
Intervensi (Perawatan Luka I.14564)
Observasi
1) Monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran, bau)
2) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
1) Lepaskan kantong kolostomi
2) Bersihkan luka dengan cairan NaCl, sesuai kebutuhan
3) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
4) Pasang kantong kolostomi baru
5) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

2. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen pencedera fisik (perlukaan daerah
operasi)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1x3jam, maka tingkat nyeri menurun
dengan kriteria hasil :
a. Skala nyeri nyeri (NIPS) menurun
29

b. Meringis menurun
c. Gelisah menurun
d. Pola nafas membaik
e. Frekuensi nadi membaik
f. Pola tidur membaik
Intervensi (Manajemen Nyeri I.08238)
Observasi
1) Identifikasi skala nyeri (NIPS / Neonatal Infant Pain Score)
2) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3) Monitor efek samping penggunan analgetik
Terapeutik
1) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu ruangan)
2) Fasilitasi istirahat dan tidur
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur tindakan invasive


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam diharapkan
derajat infeksi berdasarkan observasi menurun dengan Kriteria Hasil :
a. Demam menurun
b. Kemerahan menurun
c. Cairan berbau busuk menurun
30

d. Kebersihan tangan meningkat


e. Kebersihan badan meningkat
f. Kadar sel darah putih membaik
Intervensi (Pencegahan Infeksi I.14539)
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) berikan perawatan kulit area operasi
3) cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4) pertahankan aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjurkan cara cuci tangan dengan benar
3) Anjurkan memeriksa kondisi luka atau luka operasi

4. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan


mayor
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
dihahapkan keseimbangan cairan meningkat dengan Kriteria Hasil :
a. Asupan cairan meningkat
b. Haluaran urin meningkat
c. Kelembaban membran mukosa meningkat
d.HR membaik
e. Turgor kulit membaik
f. Berat badan meningkat
Intervensi(Manajemen Cairan I.03098)
31

Observasi
1)Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit)
2)Monitor berat badan harian
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. hematocrit, Na, Cl, berat jenis
urine, BUN)
Terapeutik
1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
2)Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3) Berikan cairan intravena, jika perlu

5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi


hemoglobin
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil :
a. Kelembapan membrane mukosa meningkat
b. Kelembabab kulit meningkat
c. Hemoglobin membaik
d. Hematokrit membaik
e. Denyut nadi apical membaik
f. Suhu tubuh membaik
Intervensi (Manajemen Perdarahan I.02040)
Observasi
1) Identifikasi penyebab perdarahan
2) Periksa adanya darah pada muntah, sputum, feses, urine, pengeluaran NGT,
dan drainase luka, jika perlu
3) Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan jumlah)
32

4) Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan setelah kehilangan


darah
5) Monitor intake dan output cairan
6) Monitor deliveri oksigen jaringan (mis. PaO2, SaO2, hemoglobin)
7) Monitor tanda dan gejala perdarahan masif
Terapeutik
1) Pertahankan akses IV
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 1x24 jam, diharapkan
tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil :
a. Verbalisasi kebingungan menurun
b. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
c. Perilaku gelisah menurun
d. Perilaku tegang menurun
e. Konsentrasi membaik
f. Pola tidur maembaik
Intervensi (Konseling I.10334)
Observasi
1) Identifikasi kemampuan dan beri penguatan
2) Identifikasi perilaku keluarga yang mempengaruhi pasien
Terapeutik
1) Bina hubungan terapeutik berdasarkan rasa percaya dan penghargaan
2) Berikan empati, kehangatan dan kejujuran
3) Berikan privasi dan pertahankan kerahasian
4) Fasilitasi untuk mengidentifikasi masalah
33

Edukasi
1) Anjurkan mengekspresikan perasaan
2) Anjurkan membuat daftar alternatif penyelesain masalah
3) Anjurkan untuk menunda pengambilan keputusan saat stress

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2001).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A.Aziz
Alimul,2011)
34

BAB III

TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

1.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pengkajian tanggal : 27-02-2023/ Jam 08.00 WIB

Tanggal MRS : 25-02-2023/ Jam 13.28 WIB

Ruang : Ruang Bayi RKL

No RM : 1298XXXX

Diagnosa Masuk : NA + MAR Fistula Perianal

1.1.1 Identitas

Identitas Bayi

Nama : By. Ny. V

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 24 Februari 2023

Umur : 3 hari

Alamat : Sidoarjo

Identitas Orang Tua

Nama Ibu : Ny. V Nama Ayah : Tn. A

Umur : 22 Umur : 22

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Sidoarjo Alamat : Sidoarjo


35

1.1.2 Riwayat Antenatal

GIP00 usia gestasi 39 mgg, Anc rutin, selama usg tidak ada kelainan pada
janin.

1.1.3 Riwayat Natal

Bayi lahir secara SC di Rumah Sakit Islam Sakinah Mojokerto 24


Februari 2023 jam 10.17 WIB dengan jenis kelamin Perempuan. Bayi
langsung menangis, gerak aktif, Apgar Score 8-9, Ketuban jernih, BBL :
2.500 gram, PB : 48cm, LK : 33cm, LA : 29cm

1.1.4 Riwayat Post Natal

Bayi lahir langsung dirawat di dalam incubator di ruang NICU RSI


Sakinah Mojokerto, tanggal 25 Februari 2023 bayi dirujuk ke RS.
Soetomo dengan alasan rujuk membutuhkan tindakan pembedahan.
IRD RS dr. Soetomo. Kulit berwarna pink, akral hangat, Lingkar
abdomen 28 cm, HR : 137x/menit, RR : 42x/menit, SPO 2 : 99%,
S:36,6oC, CRT < 3 detik.

1.1.5 Riwayat Penyakit Sekarang

Pada saat pengkajian di ruang bayi (RKL) pada tanggal 27-02-2023 jam
09.00 WIB bayi berumur 3 hari, BB 2.100gr, keadaan lemah, sesak, tidak
sianosis, akral hangat. Bayi dirawat di dalam incubator, menggunakan O2
nasal 1 lpm terpasang IV line di tangan kiri, terpasang OGT no.8.

1.1.6 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik B1-B6

1. B1 (Breath)

Bayi menggunakan O2 nasal 1 lpm, sesak, frekuensi nafas


36

48x/menit, suara nafas vesikuler, tidak terdapat suara ronchi dan


whezzing, tidak ada cutis mermorata.

2. B2 (Blood)

HR : 166x/menit, RR : 51x/menit, S : 37,1oC, SPO2 96%, CRT<3


detik, tidak sianosis, akral hangat.

3. B3 (Brain)

Kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tidak ada kejang.

4. B4 (Bladder)

Bayi bisa BAK secara spontan, genetalia tampak bersih.

5. B5 (Bowel)

Bayi terpasang OGT no.8, reflek hisap tidak ada, residu tidak ada,
minum ASI 12x3ml, mukosa bibir kering. BAB meconium sedikit,
tekstur lembek, perut distended lunak, BBL : 2.500 gram, BBS
tanggal 27-02-2023 2.100 gram

6. B6 (Bone and skin)

Tonus otot baik, pergerakan ekstremitas atas dan bawah baik,


terpasang iv line di tangan kiri.

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan
No Tindakan Nilai Normal
25 – 02 - 23

1. Hemoglobin 17,6 16,5 – 21,5

2. Hematokrit 49 48 – 68
37

3. WBC 25.040 9.400 - 34.000

Pemeriksaan Babygram

25-2-2023

Kesimpulan :

Bayangan gas usus bercampur fecal material prominent di cavum abdomen


yang terdistribusi minimal di cavum pelvis BTK.

3.1.8 Diagnosa Medis

3.1.9 Terapi
- TPN D10% 89ml; Asam Amino 63ml; Smoflipid 21ml; NaCL 15%
4ml; KCL 7,46% 2ml; Vitalipid 8ml; Soluvit 2ml. Volume total 189ml
- O2 Nasal 1 lpm
- Diit ASI 12x3ml
- Ampicillin 2x110mg
- Gentamicin 1x8mg
- Cildenafil 4x2mg
- Lisonopril 1x0,3 mg
38

1.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

ANALISA DATA

N Data Etiologi Problem


o
Distensi abdomen
1 DS : Tidak terkaji Pola napas tidak
Penurunan intra abdomen ke efektif
DO : diafragma
berhubungan
Keadaan umum lemah, dengan hambatan
Hambatan upaya napas
tidak retraksi, terpasang O2 upaya napas
Pola napas tidak efektif
Nasal 1 lpm, HR :
(D.0005)
166x/mnt; RR 51x/mnt; S :
37,1oC, minum ASI 12x3ml,
Penurunan frekuensi
2 DS : Tidak terkaji penyapihan ASI Defisit
Nutrisi
DO : Penurunan BB lebih dari 10%
berhubungan
Keadaan umum lemah Kurangnya asupan makanan
dengan
Defisit nutrisi kurangnya
- Minum ASI 12x3ml via
(D.0019)
OGT, BBS 2.100gr, PB : asupan

48cm makanan

- TPN D10% 89ml; Asam


Amino 63ml; Smoflipid
21ml; NaCL 15% 4ml;
KCL 7,46% 2ml; Vitalipid
8ml; Soluvit 2ml. Volume
total 189ml
- Tidak muntah, abdomen
39

supel

1.3 Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan


40

1.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Tujuan : setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Pola napas tidak efektif
tindakan keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
3x24 jam diharapkan pola - Monitor vital sign
hambatan upaya napas
napas membaik (L.0104) - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
Kriteria Hasil : napas)
- Dispnea menurun - Monitor saturasi oksigen
- Frekuensi napas membaik Terapeutik :
- Kedalan napas membaik - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
2 Tujuan : setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Defisit nutrisi
tindakan keperawatan selama Observasi :
burhubungan dengan
3x24 jam diharapkan defisit - Identifikasi perubahan berat badan
kurangnya asupan
nutrisi bayi membaik - Identifikasi kemampuan menelan
makanan
(L.03031) - Monitor mual dan muntah
Kriteria Hasil : - Monitor asupan oral dan parenteral
41

- Berat badan meningkat Terapeutik :


- Panjang badan meningkat - Timbang berat badan
- Hitung perubahan berat badan
42

1.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tgl/jam No.Dx Implementasi Jam Evaluasi


27/2/23 I 1. Melakukan cuci tangan prosedural 13.00 S : Tidak dikaji
09.00 dan five moment. O : - Keadaan umum lemah
2. Monitor Vital Sign - Terdapat retraksi
HR : 166x/menit, RR : 51x/menit, - HR : 140x/menit; RR : 48x/menit, S :
S : 37.1oC SPO2 : 96% 37.1oC, SPO2 : 97%
3. Memberikan oksigen nasal 1 lpm - Bayi terpasang O2 CPAP PEEP 7, FIO
30%, Flow 8 lpm
- Terdapat retraksi, tidak ada pernapasan
cuping hidung
A : Pola napas tidak efektif
P : Lanjutkan intervensi
09.00 II 1. Melakukan cuci tangan prosedural 13.00 S : Tidak terkaji
dan five moment. O : - Keadaan umum lemah
2. Mengidentifikasi perubahan berat - BBS 2.100gr kurang dari BBL-10%
43

badan - Bayi minum ASI 12x3ml via OGT


3. Mengidentifikasi kemampuan - Mual muntah (-)
menelan - TPN D10% 89ml; Asam Amino 63ml;
4. Memonitor adanya mual muntah Smoflipid 21ml; NaCL 15% 4ml; KCL
5. Monitor asupan oral dan parenteral 7,46% 2ml; Vitalipid 8ml; Soluvit 2ml.
6. Menimbang berat badan Volume total 189ml
A : Defisit nutrisi
P : Lanjutkan intervensi
28/02/23 I 1. Melakukan cuci tangan prosedural 12.00 S : Tidak dikaji
08.00 dan five moment. O : - Keadaan umum lemah
2. Monitor Vital Sign - Terdapat retraksi
HR : 124x/menit, RR : 40x/menit, - HR : 145x/menit; RR : 45x/menit, S :
S : 36.8oC SPO2 : 98% 36.8oC, SPO2 : 96-98%
3. Memberikan O2 CPAP PEEP 7, FIO - Bayi terpasang O2 CPAP PEEP 7, FIO
25%, Flow 8 lpm 25%, Flow 8 lpm
- Retraksi minimal, tidak ada pernapasan
cuping hidung
A : Pola napas tidak efektif
P : Lanjutkan intervensi
08.00 II 1. Melakukan cuci tangan prosedural 13.00 S : Tidak terkaji
44

dan five moment.


2. Mengidentifikasi perubahan berat O : - Keadaan umum lemah
badan - BBS 1.930gr kurang dari BBL-10%
3. Mengidentifikasi kemampuan - Bayi minum ASI 12x5ml via OGT
menelan - Mual muntah (-)
4. Memonitor adanya mual muntah - TPN D10% 89ml; Asam Amino 63ml;
5. Monitor asupan oral dan parenteral Smoflipid 21ml; NaCL 15% 4ml; KCL
6. Menimbang berat badan 7,46% 2ml; Vitalipid 8ml; Soluvit 2ml.
Volume total 189ml
A : Defisit nutrisi
P : Lanjutkan intervensi
01/03/23 I 1. Melakukan cuci tangan prosedural 12.00 S : Tidak dikaji
08.00 dan five moment. O : - Keadaan umum lemah
2. Monitor Vital Sign - HR : 132x/menit; RR : 45x/menit, S :
HR : 130x/menit, RR : 43x/menit, 36.7oC, SPO2 : 96-98%
S : 36.6oC SPO2 : 98% - Bayi terpasang O2 CPAP PEEP 7, FIO
3. Memberikan O2 CPAP PEEP 7, FIO 25%, Flow 8 lpm
25%, Flow 8 lpm - Retraksi minimal, tidak ada pernapasan
cuping hidung
45

A : Pola napas tidak efektif


P : Lanjutkan intervensi
08.00 II 1. Melakukan cuci tangan prosedural 12.00 S : Tidak terkaji
dan five moment. O : - Keadaan umum lemah
2. Mengidentifikasi perubahan berat - BBS 2.150gr kurang dari BBL-10%
badan - Bayi minum ASI 12x5ml via OGT
3. Mengidentifikasi kemampuan - Mual muntah (-)
menelan - TPN D 12,5% 154ml; Amino steril 32ml;
4. Memonitor adanya mual muntah Smoflipid 20% 16ml; NaCL 15% 1ml;
5. Monitor asupan oral dan parenteral KCL 7,46% 2ml; Ca. Gluconas 10% 2ml,
6. Menimbang berat badan MgSO4 20% 1 ml Volume total 208ml.
A : Defisit nutrisi
P : Lanjutkan intervensi
10.00 III 1. Mengidentifikasi kemampuan dan 10.30 S : Ibu bayi mengatakan “mengerti dengan
memberi penguatan kondisi anaknya, dan karena ini anak yang
Ibu pasien mengatakan khawatir pertama saya tidak tau cara merawatnya sus”
dengan keadaan anaknya. O:
2. Memfasilitasi untuk - Ibu bayi tampak khawatir, bingung,
mengidentifikasi masalah mata berkaca-kaca saat berkomunikasi,
Perawat memberikan edukasi
46

tentang kondisi bayi pada ibu bayi. suara bergetar


3. Menganjurkan pengembangan - Ibu bayi mau belajar dan mengikuti
keterampilan baru intruksi suster dalam memasang popok
Perawat memberikan pengetahuan baru untuk anaknya
tentang tata cara mengganti popok A : Ansietas
bayi P : Intervensi dilanjutkan
47

BAB 4

PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan analisa dari penulis mengenai kesenjangan – kesenjangan


yang terjadi antara teori dan kasus di lapangan. Didalam kasus ini kesenjangan antara klinis
pasien dengan teori sedikit sekali mulai tahap pengkajian, analisa data, diagnose
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
Pada saat melakukan pengkajian penulis mengalami hambatan dalam memperoleh
data – data yang dibutuhkan, penulis bertemu dengan orang tua pasien tapi hanya sebentar
karena keterbatasan kesempatan waktu dengan orang tua selama pengkajian di rumah sakit.
Penulis lebih menggunakan data obyektif untuk melengkapi data dibandingkan dengan data
subyektif dari keluarga pasien. Pada data pengkajian tidak ada kesenjangan antara teori dan
kasus. Setelah dilakukan pengkajian, dapat merumuskan diagnose yang muncul sesuai
dengan keadaan pasien. Diagnose keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah pola
napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan jalan napas, defisit nutrisi berhubungan
dengan kurangnya asupan makanan dan ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi . Diagnose ini ditegakkan karena pada bayi dengan MAR rentan sekali
mengalami pola napas tidak efektif karena adanya penekanan intra abdomen ke diafragma,
defisit nutrisi karena pada nutrisi bayi MAR cenderung mengalami penurunan berat badan
yang disebabkan dari berkurangnya penyapihan ASI dan faktor sakit dari bawaan bayi,
ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Berdasarkan diagnosa yang muncul, penulis merencanakan tindakan keperawatan
sesuai dengan teori, sehingga dalam intervensi tidak ada kesenjangan antara teori dengan
praktek.

Anda mungkin juga menyukai