Anda di halaman 1dari 37

CASED ANALYZE METHOD (CAM)

MALFORMASI ANOREKTAL

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Case Analysis Metode (CAM)

dosen pengampu Eli Lusiani., S.Kep Ners M.Kep

disusun oleh:

Anggi Aprilia Hayati 302017004


Aqmarina Ghoeisani 302017012
Desi Putri Anjani 302017020
Dizza Tresa Desclara (penyaji) 302017026
Fina Asfiaul Hasanah (penyaji) 302017034
Khoirunnisa Oktaviani S 302019042
Moch Ramlan 302017046
Nur Ranti Lutfiani 302017052
Rani Sopiah Septianilova 302017059
Shafitri Nur’afifah 302017066
Sylvi Nurdiyanti 302017073
Wafa Wafiah Purnamawati 302017079
Yuli Yulianti 302017085

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat-nya


kepada kita semua, sehingga makalah “Case Analyze Method Malformasi
Anorektal” dapat terselesaikan. Dalam penyusunannya kami memperoleh banyak
bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak. Kami
berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari
materi tentang Case Analyze Method Malfornasi Anorektal. Semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusun.

Bandung, November 2019

Penyusun

i
Daftar isi

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus
atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan
karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus
digestivirus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini
memiliki anus imperforata karena mera tidak memiliki lubang dimana
seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari
anak, istilah ini lebih ditujukam pada kompleksitas sebenernya dari
malformasi. (Wong, 2009)
Insiden terjadinya malformasi anorektal berkisar dari 1500-5000
kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki 20%-75%
bayi yang menderita malformasi anorektal juga menderita anomali lain.
Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata
dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina
pada perempuan. (Alpers, 2006)
Manajemen dari malformasi anorektal pada periode neonatal
sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak.
Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan
kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang
lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan
bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan
hasil yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini akan diuraikan dalam bab
pembahasan berdasarkan latarbelakang yang telah dibuat.rumusan masalah
makalah ini terdiri dari:
1. Apa definisi dari MAR ?
2. Bagaimana etiologi MAR ?

1
2

3. Bagaimana patofisiologi MAR ?


4. Bagaimana manifestasi klinis MAR ?
5. Bagaimana klasifikasi MAR ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada MAR ?
7. Bagaimana penatalaksaan pada MAR ?
8. Apa saja komplikasi pada MAR ?
9. Apa saja diagnosa pada MAR ?
10. Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada MAR ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep umum mengenai Malformasi Anorektal.
2. Tujuan Khusus
Tujuan pembuatan makalah dapat disebut juga jawaban dari setiap
rumusan masalah. Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui definisi dari MAR
b. Untuk mengetahui bagaimana etiologi pada MAR
c. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi pada MAR
d. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinisi pada MAR
e. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi pada MAR
f. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang pada MAR
g. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada MAR
h. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi pada MAR
i. Untuk mengetahui diagnosa apa saja yang muncul pada MAR
j. Untuk mengetahui bagaimana rencana asuhan keperawatan pada
MAR.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Makformasi Anorektal


Malformasi Anorektal adalah kelainan-kelainan kongenital yang
ditemukan pada saluran cerna bagian anus dan rektum. Kelainan yang
terjadi dapat berupa tidak terbentuknya lubang anus, lubang anus terletak
tidak pada tempatnya, sampai bersatunya lubang keluar anus, saluran
kemih, dan saluran genital. (kapita selekta, 2014)
Malformasi Anorektal merupakan bentuk malformasi kongenital
yang sering ditemukan akibat perkembangan embrio yang abnormal dengan
insiden 1 dalam 2000 hingga 5000 kelahiran hidup. (wong, 2009)
B. Etiologi Malformasi Anorektal
Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari
abnormalitas perkembangan embriologi anus, rektum dan traktus
urogenital, dimana septum tidak membagi membran kloaka secara
sempurna. Terdapat beberapa faktor prognostik yang mempengaruhi
terjadinya morbiditas pada malformasi anorektal, seperti abnormalitas pada
sakrum, gangguan persarafan pelvis, sistem otot perineal yang tidak
sempurna, dan gangguan motilitas kolon. (Lokananta, 2016)
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum
diketahui. Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR)
ini merupakan anomaly gastrointestinal dan genitourinaria yang bersifat
congenital (suriyadi dan Rita yuliani. 2001 : 198).
1. faktor lingkungan
Seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama masa
kehamilan namun hal ini masih belum jelas
2. Kelainan genetik atau bawaan (autosomal)
Anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada minggu kelima
sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan pemisahan

3
4

kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena


gangguan perkembangan septum urogenital.
C. Patofisiologi Malformasi Anorektal
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut
kloaka. Pertumbuhan ke dalam sebelah lateral bagunan ini membentuk
septum urorektum yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran
kencing disebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran kencing)
menjadi terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke-7. Pada saat
yang sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai
lubang eksterna, sedangkan bagian anus tertututp oleh membran yang baru
terbuka pada kehamilan minggu ke-8. Kelainan dalam perkembangan
proses-proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu spektrum
anomali, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan bangunan
geniturinari. Hubungan yang menetap antara bagian genitourinaria dan
bagian rektum kloaka menimbulkan fistula.
MAR berdasarkan letaknya terdapat dua tipe yaitu tipe letak tinggi,
yang mana terdapat penghalang diatas otot leverator ani dan tipe letak
rendah adalah adanya penghalang dibawah otot leverataor ani. Anus dan
rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang yang berkembang jadi kloaka yang merupakan bakat
genitourinary dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon 7 dan 10 minggu
dalam perkembangan fetal.
Gangguan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesisi
sakral dan abnormalitas pada urettra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus
besar yang keluar anus juga menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.
5

D. Manifestasi Klinis Malformasi Anorektal


Neonatus dengan malformasi anorektal biasanya terdeteksi pada
pemeriksaan awal kelahiran. Malformasi tanpa fistula yang tidak terdeteksi
dalam 24 jam akan bermanifestasi sebagai distensi abdomen akibat
kegagalan mengeluarkan mekonium.
Menurut buku ajar keperawatan anak oleh H. Nabiel Ridha, manifestasi
klinis MAR adalah sebagai berikut:
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelaha kelahiran.
2. Tidak ada atau stenosis anal
3. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
4. Mekonium keluar melalui fistula eksternal pada perineum
5. Mekonium tidak keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya.
6. Distensis terhadap dan adanya tanda-tanda obtruksi usus (bila tidak ada
fistula).
7. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
8. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal.
9. Perut kembung.

E. Klasifikasi Malformasi Anorektal


1. Laki-laki
a) Anus Imperforata Tanpa Fistula
Pada lesi ini perineum benar-benar tertutup tanpa pembukaan yang
dapat diidentifikasi. Kemungkinan, ini terjadi karena hipertrofi
lipatan genital atau karena kegagalan perforasi membran anus. Anus
terletak di lokasi anatomi normal, dengan penampakan otot dan
sakrum yang baik. Uretra dan rektum berbagi dinding umum yang
tipis, dan sekitar setengah dari pasien yang memiliki kondisi ini akan
mengalami Trisomi 21. Diagnosis dibuat dengan tidak adanya
fistula dan gas yang tercatat pada posisi rendah atau menengah pada
citra radiologis. Dalam kasus bayi dengan Trisomi 21, biopsi dari
6

bagian distal rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan


aganglionosis.
b) Fistula Rektoperineal
Fistula rektoperineal juga disebut sebagai anus yang tertutup,
membran anus, atau mislokasi anus anterior. Dalam lesi ini sebagian
besar rektum terletak normal di dalam kompleks otot, tetapi aspek
yang paling distal dari rektum terletak di anterior. Pembukaan fistula
dapat terletak di mana saja mulai dari sebelah anterior posisi normal
rektum dan sepanjang garis tengah sampai ke batang penis, termasuk
raphe median skrotum. Pemeriksaan perineum adalah satu-satunya
modalitas diagnostik yang diperlukan pada pasien ini. Fistula ini
sering bersifat stenotik. Bintik mekonium dapat membantu
melokalisasi pembukaan fistula.
c) Fistula Rektourethral Rendah
Pada lesi ini rektum berakhir di atas otot bulbospongiosus. Fistula
bisa menjadi koneksi sempit ke uretra, atau sedikit lebih tinggi pada
fistula yang lebih luas. Di bagian superfisial dari rektum terdapat
sebuah kompleks otot volunter, yang dengan stimulasi saraf
perineum menunjukkan kontraksi yang baik. Sfingter ani internal
normal tidak ditemukan pada pasien ini, tetapi biasanya terdapat
sakrum normal dan lekukan anus. Rektum dan uretra berbagi
dinding umum yang semakin panjang sesuai dengan semakin
rendahnya fistula. Karena risiko kembalinya urin ke dalam rektum,
dokter harus memantau elektrolit pada bayi dengan fistula
rektourethral. Jika tingkat bikarbonat menurun hingga di bawah 20
mEq / L, bayi harus menerima natrium bikarbonat oral untuk
mengkompensasi. Tingkat ini akan kembali normal setelah fistula
diligasi. berbagi dinding umum yang semakin panjang sesuai
dengan semakin rendahnya fistula. Karena risiko kembalinya urin
ke dalam rektum, dokter harus memantau elektrolit pada bayi
dengan fistula rektourethral. Jika tingkat bikarbonat menurun hingga
di bawah 20 mEq / L, bayi harus menerima natrium bikarbonat oral
7

untuk mengkompensasi. Tingkat ini akan kembali normal setelah


fistula diligasi.
d) Atresia Rektal
Atresia rektal adalah malformasi yang jarang terjadi dimana rektum
berada dalam posisi anatomi normal. Kompleks sakrum dan otot
normal, dan anus hadir di lokasi normal. Rektum dapat berakhir
pada tingkat manapun, tetapi sebuah tali fibrosa biasanya terhubung
ke sakrum atau usus distal. Bagian atas rektum dilatasi. Saluran anal
normal sekitar 1 hingga 2 cm. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan
colok dubur dimana pemeriksa akan menemui obstruksi.
e) Fistula Rektourethral Tinggi
Lesi ini termasuk lesi tinggi. Pada lesi ini fistula membuka keluar ke
uretra di posterior. Tidak ada sfingter ani internal, dan kualitas otot
sfingter eksternal buruk. Akibatnya, inkontinensia terjadi pada
sebagian besar pasien. Selain itu, sering terjadi perkembangan
sakrum yang tidak normal. Pada pemeriksaan fisik, biasanya tidak
ada rektum yang dapat diidentifikasi, perineum datar, alur midline
yang terbentuk dengan buruk, dan lekukan anus yang hampir tidak
terlihat. Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan udara di
kandung kemih. Diagnosis akhir dan tingkatan fistula dapat
diketahui dengan colostogram. Karena adanya asosiasi yang tinggi
dengan anomali saluran kemih, urethrogram retrograde dan
mungkin sistoskopi dapat dilakukan, yang akan menguatkan temuan
kolostogram.
f) Fistula Rektovesikal
Lesi ini termasuk lesi tinggi. Pada lesi ini, saluran fistula memasuki
kandung kemih. Banyak temuan fisik mirip dengan yang terlihat
pada fistula rektourethral. Inkontinensia yang terjadi kemungkinan
sekunder akibat perkembangan yang buruk dari otot levator dan
kompleks sfingter eksternal. (Herman & Teitelbaum, 2012)
2. Perempuan
1. Fistula Rektovestibular
8

Fistula rektovestibular adalah defek yang paling umum terlihat pada


pasien perempuan. Pada defek ini, rektum biasanya akan berakhir di
atas garis pubococcygeal. Sebuah fistula halus dengan panjang 1
hingga 2 cm akan memasuki aspek posterior dari vestibula. Aspek
penting dari pemeriksaan adalah untuk memastikan bahwa ada 3
bukaan yang berbeda: uretra, vagina, dan fistula rektum (Gambar
2.7). Dengan anomali ini, tentu saja fistula berdekatan dengan
dinding posterior vagina. Sebagian kecil pasien dengan defek ini
akan memiliki 2 hemivagina dengan septum. Diagnosis defek ini
dibuat dengan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Seringkali
pembukaan fistula dapat sulit ditemukan di aspek posterior dari
vestibula, dan membutuhkan probing lubang yang berbeda untuk
memudahkan identifikasi. Jika anatomi tidak jelas, fistulogram
dapat membantu menentukan anatomi serta panjang fistula dan
posisi rektum. Vaginoskopi harus dipertimbangkan jika anatomi
tidak jelas. Sebagian besar pasien ini akan memiliki hasil fungsional
yang baik.

Gambar 1.2 bayi perempuan berumur 0 hari dengan MAR tanpa Fistula

2. Kloaka
9

Kloaka adalah ARM yang paling rumit, dengan satu fitur serupa:
fistula rektal, vagina, dan uretra semua bergabung menjadi satu
kloaka, yang merupakan satu lubang pada perineum. Lesi ini
termasuk lesi tinggi. Pada kloaka tipe pertama, 3 struktur masuk
dengan orientasi yang tepat ke dalam kloaka, dengan fistula rektal
paling posterior dan uretra paling anterior. Dalam hal ini masih
mungkin untuk memiliki vagina yang lebih pendek, yang mungkin
bisa berbentuk tunggal atau septated. Pada kloaka tipe kedua, fistula
rektal menyatu di antara 2 hemivagina dan masuk secara lebih
anterior kedalam kloaka. Cacat ini juga dapat disertai uterus bifid
(uterus didelphys). Panjang saluran kloaka menentukan prognosis
yang signifikan terhadap kontinensia rektum dan kesulitan teknis
penatalaksanaan bedah. Pasien yang memiliki saluran kloaka lebih
pendek dari 3 cm memiliki prognosis yang baik, sedangkan pasien
dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm memiliki cacat yang lebih
rumit dan prognosis yang jauh lebih buruk. Diagnosis kloaka
dilakukan pada pemeriksaan fisik melalui identifikasi orifisium
tunggal, dan konfirmasi lebih lanjut dibuat dengan ultrasonografi.
Penentuan ukuran dan lokasi fistula dapat dilakukan dengan
kolostogram (setelah pembentukannya) serta dengan sistoskopi dan
vaginoskopi. Genitogram yang dilakukan dengan injeksi

Tingkat Laki-laki Perempuan


Tinggi 1. Agnesis 1. Agnesis
anorektal anorektal
2. Fistula 2. Fistula
rectoprostat rectovaginal
uretra 3. Tanpa fistula
3. Tanpa fistula atresia rekti
atresia rekti
Sedang 1. Fistula rekto 1. Fistula rekto
bulbar uretra vestibular
10

2. Agnesis tanpa 2. Fistula rekto


fistula vaginal
3. Agrnesis tanpa
fistula
Rendah 1. Fistula ano 1. Fistula ano
kutaneus vestibular
2. Stenosis ani 2. Fistula ano
3. Malformasi kutaneus
yang langka 3. Stenosis ani
4. Kloaka
5. Malformasi
yang langka

Pada kasus lesi letak rendah (laki-laki dan perempuan), dilakukan


prosedur perbaikan tunggal tanpa kolostomi. Terdapat tiga jenis pendekatan
yang digunakan :
1) Fistula terletak di lokasi normal. Dilatasi (businasi) saja biasanya
bersifat kuratif.
2) Fistula terletak di anterior sfingter eksterneus dengan jarak lubang ke
pertengahan sfingter dekat. Pada kasus ini dilakukan PSARP minimal.
3) Fistula terletak di anterior sfingter eksterneus dengan jarak lubang ke
pertengahan sfingter jauh. Pada kasus ini dapat dilakukan limitid
PSARP dimana otot sfingter eksterneus, serabut otot, dan kompleks otot
dibedah.

Pada kasus letak sedang dan tinggi, diperlukan rekontruksi yang


terdiri dari tiga tahap :

1) Tahap 1 : kolostomi
Pada tahap ini, kolon sigmoid dibagi utuh menjadi 2 bagian yaitu bagian
proksimal sebagai kolostomi dan bagian distal untuk mukosa fistula.
2) Tahap 2 : prosedur pull through
11

Prosedur ini dilakukan 3-6 bulan setelah kolostomi. Dilakukan


penarikan kantung rektal yang paling ujung ke posisi yang normal.
PSARP (posteriosagital rektoanoplasti) merupakan prosedur yang
paling sering digunakan. PSARP membelah otot sfingter eksternus,
kompleks otot.
3) Tahap 3 : penutupan kolostomi dan businasi
Dilatasi (businasi) dimulai 2 mimggu setelah tahap 2 sampai ukuran
businasi sudah tercapai sesuai usia, baru dilakukan penutupan
kolostomi.

Usia Anak Ukuran Busi Hegar


1-4 bulan No. 12
4-12 bulan No. 13
8-12 bulan No. 14
1-3 tahun No. 15
3-12 tahun No. 16
>12 tahun No. 17

1. Pemeriksaan Daignostik Malformasi Anorektal


Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis malformasi anorektal. Bayi
ditempatkan dalam posisi litotomi dengan pencahayaan yang cukup,
dilakukan penelusuran lubang anus dengan menggunakan termometer, pipa
sonde ukuran 5 F, spekulum nasal atau probe duktus lakrimalis. Pada bayi
laki-laki dilakukan penelusuran dari anal dimple ke medial sampai ke arah
penis. Sedangkan pada perempuan dilakukan penelusuran dari lubang di
perineum ke arah vestibulum.
Pada bayi laki-laki, oleh Pena dilakukan pemeriksaan perineal dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan urinalisa. Apabila diketemukan fistula
perineal, bucket handle, stenosis ani atau anal membrane berarti atresia ani
letak rendah. Sedangkan apabila pada pemeriksaan urinalisa didapatkan
mekoneum, udara dalam vesica urinaria serta flat bottom berarti letak tinggi.
12

Apabila masih ada keraguan dilakukan pemeriksaan radiologis.


Pemeriksaan radiologis ini dilakukan dengan posisi kepala bayi diletakan di
bawah selama 3-5 menit, dengan petanda yang ditempelkan ke kulit. Posisi
ini pertama kali ditemukan oleh Wangensten dan Rice pada tahun 1930.
Apabila hasil invertogram akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit berarti
letak rendah dan apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi
anorektal letak tinggi.
1. Invertogram / knee chest position
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan hubungan antara ujung
distal rektum dengan perineum. Pasien dibiarkan dalam pisisi knee-
chest selama 5-10 menit, kemudian dilakukan foto lateral. Apabila
jarang rektum dan kulit <1 cm maka disebut lesi letak rendah, bila >1
cm disebut lesi letak tinggi.
2. MRI atau CT-Scan utuk mengevaluasi kompleks otot pelvis dan
panggul.
3. Urinalis

Selain itu, lakukan pemeriksaan lain karena anak dengan malformasi


anorektal memiliki asosiasi dengan kelainan lainnya. Asosiasi VACTERL
(vertebral, anal, cardiac, tracheal-esophageal, renal, dan limb) harus
diselidiki pada setiap pasien dengan malformasi anorektal.

2. Penatalaksaan pada MAR


1. Tata laksana umum
a. Pasien dipuasakan
b. Cairan intravena, dapat diberikan kristaloid
c. Tata laksana kondisi yang mengancam hidup seperti infeksi, dan
hipotermi. Antibiotik dapat diberikan
d. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai prosedur operasi
beberapa tahap dan lama, adanya kemungkinan infeksi dan operasi
berulang, terjadi neurogenic bladder, dan inkontinensia alvi pasca-
operasi.
2. Tata laksana operatif
a. Bayi laki-laki
13

1) Apabila pada pemeriksaan fisis didapatkan lesi rendah (fistula


prineum, bucket handle, stenosis anal, anal membran, dam
fistula midline raphe). Kolostomi tidak diperlukan. Anak hanya
memerlukan tindakan PSARP minimal. Pada tindakan ini
dilakukan pemisahan rektum dan hanya otot sfingter eksternus
yang dibelah.
2) Apabila didapatkan pasien dengan flat botton atau ada
mekonium di dalam urine atau udara pada kandung kemih,
kolostomi diperlukan sebelum operasi definitif, 4-8 minggu
setelahnya. PSARP dapat dikerjakan.
3) Apabila dari pemeriksaan klinis masih meragukan, invertogram
dikerjakan. Apabila jarak kulit dan usus >1 cm, kolostomi
diperlukan sebelum PSARP
b. Bayi perempuan
1) Adanya kloaka pada bayi perempuan merupakan kondisi yang
sangat serius dan diperlukan tindakan segera. Kolostomi,
vesikostomi, dan vaginostomi mungkin dikerjakan. Apabila bayi
tumbuh dalam keadaan baik, PSARVUP akan dikerjakan 6
bulan kemudian.
2) Pasien dengan fistula vagina/vestibular akan menjalani
kolostomi diikuti dengan PSARP 4-8 minggu kemudian.
3) Pasien dengan fistula kutaneus / perineum menjalani minimal
PSARP tanpa kolostomi pada masa neonatus sebagai terapi.
4) Pasien tanpa fistula yang tidak terhubung dengan genital atau
perineum memerlukan invertogram.
14

Gambar 2.1 Tatalaksana atresia ani pada bayi laki-laki

Gambar 2.3 Tatalaksana AtResia ani pada bayi perempuan


15

3. Komplikasi
a. Asidosis hiperkloremia
b. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
c. Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )12
d. Komplikasi jangka panjang :
e. Eversi mukosa anal
f. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
g. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
h. Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
i. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
j. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
k. Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )
16

4. Pathway

Malformasi Anorektal Fistel


Retrovestibular

Menghambat pengeluaran
PSARP Kolostomi sigmoid mekonium di kolon

Terdapat luka Terdapat


jahitan di anus kolostomi di
abdomen
sebelah

Resiko infeksi

Terpajan ujung
saraf

Stimulus menjadi
impuls

Melalui serabut
safaf A dan C

Masuk sistem
saraf pusat
Gigi kotor, lidah Deifisit perawatan
Persepsi nyeri kotor diri

Lemah, gelisah, Menolak tindakan


Nyeri akut
mudah terbangun

Ansietas Keluarga
BAB III

ANALISA KASUS

Kasus

An.S, usia 20 bulan, laki-laki, klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang
anus sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Kondisi saat ini BAB
lancar, flatus ada, mual ada muntah tidak ada, produksi stoma lancar, kembung
ada. Operasi PSARP telah dilakukan sehari sebelum pengkajian. Klien BAB
spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang uretra.
Klien lalu dirujuk ke RSHS dan terdiagnosis Atresia ani fistel retrovestibuler.
Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada usia 3 tahun. Klien lahir pada usia
kehamilan 38 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 2700 gr, PBL 48
cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.

Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B 1000
cc +KCl 25 meq, Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc). Pemeriksaan
Penunjang : DPL: Hb: 9,8 gr/dl ; Ht 27,9 % ; LED 30 mm :

Pengkajian fisik : Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan produksi feses
lancar, terdapat kemerahan pada area kulit stoma, Paska operasi tampak luka jahitan
di anus, pasien dilakukan perawatan luka. Rencana akan dilakukan businasi. BB
6,8 kg, TB 64 cm, klien tampak lemah, menolak ketika akan dilakukan tindakan.
Paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (FLACC Scale) 8. Makan
bubur/tim habis ¼ porsi. Kondisi gigi kotor, dan lidah kotor. Ibu mengatakan klien
tidak mau gosok gigi karena sakit. Paska operasi minum bertahap. Hari ini baru
minum 200 cc. Kesadaran compos mentis, suhu 37,70C, frekuensi nadi 115 x/mnt,
RR 40 x/mnt, tampak batuk, suara nafas ronchi. mukosa bibir agak kering, turgor
kulit elastis, bising usus normal, akral hangat, CRT <2 dtk, suara napas bersih. Ibu
mengarakan klien mudah sekali terbangun karena nyeri yang dirasakannya.
Keluraga mengeluh cemas dengan kondisi yang dialami oleh klien.

17
18

 Pengkajian
A. BIODATA
1. Identitas Neonatus
1. Nama : An.S
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 2-10-19
3. Usia : 20 bulan
4. Jenis Kelamin : laki-laki
5. Tanggal Masuk : 5-10-2019
6. Tanggal Pengkajian : 6-10-2019
7. DiagnosaMedis : MAR j
8. Jaminan Kesehatan : BPJS Jam :

2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah: Tn. N
2. Usia : 28 thn
3. Pendidikan : SMA
4. Pekerjaan : Buruh
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Riung Karya
7. No. HP : 081221081891
B. RIWAYAT KESEHATAN

1. Alasan masuk Rumah Sakit


Pasien dibawa oleh orang tua untuk pembuatan lubang anus
sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Klien
mengeluh nyeri dengan skala nyeri (FLACC Scale) 8, ibu klien
mengatakan klien tidak mau gosok gigi karena sakit, dan klien
mudah sekali terbangun karena nyeri yang dirasakan
2. Riwayat kesehatan dahulu
Tidak terkaji.
3. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri

Genogram :
19

Alergi : Ya √Tidak Riwayat


Sebutkan : …………………………………………… Kesehatan/Pengobatan/Perawatan
Riwayat Imunisasi Sebelumnya :
Hepatitis B : I II III Polio Pernah dirawat : Ya Tidak
: Kapan : …………………………………….
I II III Diagnosa: …………………………………
DPT : I II III BCG Riwayat Operasi : Ya Tidak
: Kapan : …………………………………….
I Diagnosa: …………………………………
Campak : Lain –lain :

Riwayat Kehamilan :
Kesehatan ibu saat hamil : Hiperemis Gravidarum Perdarahan Pervagina
Anemia
Penyakit infeksi
Pre Eklamsi/ Eklamsi Gangguan Kesehatan
Periksa Kehamilan :
Diperiksa secara teratur Ya Tidak Tempat pemeriksaan Ya
Tidak
Diperiksa oleh : …………………………………… Imunisasi TT Ya Tidak

Riwayat Kelahiran :
Usia Kehamilan : 38mgg Berat Badan Lahir : 2700gram Masalah Post Natal yang
lain
Ya Tidak
Persalinan : Spontan SC Forcep Ekstraksi Vakum Sebutkan :
..............
menangis : Ya Tidak, Nilai APGAR : ………
jaundice : Ya Tidak, Dilakukan IMD : Ya Tidak
Pengobatan yang didapat : ……………………………………………………………………………………………
20

PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
TD : ………….. mmHg BB : 6,8kg PB/TB: 64cm LILA: ….. cm
Nadi : 115x/menit RR : 40x/menit Suhu : LP (sesuai kondisi pasien) : ………..cm
37,7℃ Status Gizi……………………

a. Pernafasan b. Sirkulasi c.
Kardiovaskuler
Spontan : √ Ya Tidak Sianosis : Ya Bunyi jantung
C C
Alat bantu nafas : Kanul/ RB/ NRB √ Tidak SI SII
C c C

Oksigen :….Lt/ menit Pucat : Ya √ Tidak Sebutkan :………………………………….


Irama : Teratur Tidak Teratur CRT : √ < 3 detik Suara Jantung tambahan : Ya √
Suara Nafas : Vesikuler > 3 detik Tidak
Wheezing Akral : √ hangat Sebutkan :…………………………………
√Ronkhi Cracles Dingin Takikardi Bradikardi
Stidor Kualitas denyut nadi
Penggunaan Otot bantuan nafas : √ Kuat Lemah
Ya √ Tidak
Retraksi dada : Ya √ Tidak
Pernafasan cuping hidung : Ya √
Tidak
d. Gastrointestinal e. Eliminasi f. Integumen
Mulut : Mukosa lembab √ Kering Defekasi : Anus √ Warna kulit : normal pucat
Stomatitis stoma Kuning mottled
Labio/palatoskisis Frekuensi :…………X/hari Luka : √ Ada tidak
Pendarahan gusi Konsistensi
Pembesaran Tonsil : Ada √ Tidak Keras Lembek g. Muskuloskeletal
ada Cair Kelainan tulang : ada tidak
Mual : √ Ya Tidak Karekterisitik feses Gerakan anak : bebas
Muntah : Ya √ Tidak Hijau Terdapat terbatas
Abdomen : Normal √ Ascites darah Cair Dempul Lain-lain :…………………………………………
Turgor : √ Elastis Tidak Urin : …………………………………………………………
elastis Spontan kateter h. Genitalia
Bising usus : 15x/ menit urin Cystostomy normal kelainan
Diet Frekuensi :…………x/hari sebutkan………………………………………….
:…………………………………………………………… Karakteristik urin
ASI Formula lain-lain Kuning jernih i. Neurologi
Cara Pemberian : Terdapat darah Kesadaran :………………………
Kapan mulai diberikan ASI : Kuning pekaat GCS :………………………
Frekuensi pemberian ASI Pupil isokor anisokor
:……………x/hari J. Kelainan yang lain: Reflek thdp cahaya :
Kesulitan : Pembesaran organ : Ada Tidak ada
Mual : Ada Tidak ada Ubun-ubun :
Muntah : Sebutkan : Datar cembung cekung
Jumlah kebutuhan cairan per hari : ………………………………………. Gangguan neurologis :
Gangguan sensori : Normal kelainan
Ada Tidak ada Sebutkan…………………………
21

K. Istiharahat dan tidur Sebutkan :


Lama tidur : ……………………………………….
Apakah bayi tidur nyenyak : tidak Lain-lain:
Masalah gangguan tidur : ……………………………………….
Mudah sekali terbangun karena nyeri
yang dirasakannya.
SKRINING NYERI DAN KETIDAKNYAMANAN
Tidak ada nyeri √ ada nyeri (lampiran formulir pemantauan nyeri)
Scala nyeri : 8 Penyebab Nyeri : pasca operasi Karekteristik :…………….
Durasi :……………. Lokasi :……………… Frekuensi :…………………

PENGKAJIAN PSIKOSPIRITUAL
Persepsi klien/ orang tua terhadap kesehatan neonatus saat ini:
Pasien tampak lemah dan menolak akan dilakukan businasi. Paske operasi anak menjadi rewel dan gelisah,
anak juga mudah terbangun saaat tidur karena nyeri yang dirasakannya. Keluarga mengeluh cemas dengan
kondisi yang dialami pasien.

Harap orangtua terhadap perawatan dan pengobatan saat ini :


Kaji harapan kesehatan bayi
Aturan dalam agama yang mempengaruhi kesehatan dalam hal : Diet Pengobatan Lain-lain
Sebutkan :…………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Penerimaan keluarga :………………………………………………………………………………………………………………………………….

PENGKAJIAN SOSIOKULTURAL
Status social
Tempat tinggal : √ Rumah Panti Tempat penitipan anak
C C
Yang merawat klien : √ Ibu Nenek Pengasuh Lain – lain Sebutkan …………………………..
C
C C
Kerabat terdekat yang dapat dihubungi : Nama :…………………………….
Hubungan:…………………..telepon:…………….
Suku : Jawa Batak Madura Betawi CLain – lain Sebutkan …………………………..
C C C C
Aturan dalam budaya yang mempengaruhi kesehatan dalam hal :
Sebutkan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

Kebutuhan Edukasi
CDiagnosa Medis CTata laksana penyakit CObat- obatan
√ Manajemen nyeri CRehabilitasi CPenggunaan Alat Kesehatan
√ Perawatan Luka CDiet dan Nutrisi

CLain – lain, Sebutkan


……………………………………………………………………………………………………………………………………

PENGKAJIAN LINGKUNGAN PERAWATAN


22

Kebisingan ruangan : Ya Tidak, Alasan : …………………………………………………………………


C C
Pencahayaaan ruang redup : Ya Tidak, Alasan : …………………………………………………………………
C C
Suhu ruangan yang bising : Ya Tidak, Alasan : …………………………………………………………………
C C
Interupsi tidur : Ya Tidak, Alasan : …………………………………………………………………
C C
Monitoring pemasangan alat : Ya Tidak, Alasan : …………………………………………………………………
C C
invasive
Obat yang digunakan

No. Terapi Dosis Indikasi Efek Samping


1. Parasetamol 3x150 mg Untuk mengurangi Efek samping dapat berupa
(k/p) rasa nyeri ringan gejala ringan seperti
sampai sedang, pusing sampai efek
seperti sakit samping berat seperti
kepala, sakit gigi, gangguan ginjal, gangguan
nyeri otot, dan hati, reaksi alergi dan
nyeri setelah gangguan darah. Reaksi
pencabutan gigi alergi dapat berupa bintik –
serta menurunkan bintik merah pada kulit,
demam. Selain itu, biduran, sampai reaksi
parasetamol juga alergi berat yang
mempunyai efek mengancam nyawa.
anti-radang yang
lemah.
2. Cefotaxime 2x500 mg Salah satu obat Alergi seperti gatal-gatal,
antibiotik sulit bernapas,
sefalosporin yang pembengkakan wajah,
berfungsi untuk bibir, lidah, atau
membunuh bakteri tenggorokan diare berair
penyebab infeksi. atau berdarah ruam,
Obat ini bekerja memar, kesemutan, mati
dengan membunuh rasa, nyeri, otot lemah
bakteri dan detak jantung tidak teratur
mencegah demam, menggigil, sakit
pertumbuhannya. pada tubuh, gejala flu
Karena mudah memar atau
23

manfaatnya untuk berdarah, lemah lesu tidak


membasmi bakteri, biasa demam, sakit
antibiotik ini tidak tenggorokan, dan sakit
efektif untuk kepala dengan kulit
mengobati infeksi melepuh, mengelupas, dan
akibat virus, ruam Kejang-kejang atau
seperti flu. pingsan ataumata atau kulit
menguning
3. IV FD KaEN3B 1000 cc Untuk perawatan Efek samping yang
darah dan memungkinkan yang dapat
kehilangan cairan, terjadi dari semua bahan-
kadar kalium bahan konstitusi Ka-En 3B
rendah, Infusion
ketidakseimbangan • Peningkatan
elektrolit, cairan glukosa darah
dan nutrisi • Kebocoran
pengganti, cairan dari situs injeksi
dan nutrisi • Bekuan
pengganti, darah
kekurangan • Peradangan
kalium, kadar di tempat suntikan
natrium yang • Sakit perut
rendah, kadar atau
magnesium yang pembengkakan
rendah, Tingkat • Mual
kalsium yang • Hitam tinja
rendah, Darah dan • Mati rasa
kehilangan cairan atau kesemutan di
dan kondisi lainnya kulit
• Muntah
24

• Kaki atau
kaki lemah atau
berat
4. +KCl 25 meq Untuk mengobati Efek samping yang muncul
atau mencegah biasanya mual, muntah,
jumlah kalium berkeringat, gatal-gatal,
yang rendah dalam gatal, kesulitan bernapas,
darah. Tingkat pembengkakan wajah,
normal kalium bibir, lidah, atau
dalam darah sangat tenggorokan, atau merasa
penting. Kalium seperti Anda akan pingsan
atau juga dikenal
sebagai potassium
membantu sel,
ginjal, jantung,
otot, dan saraf
Anda berfungsi
dengan baik.
5. Ventolin Untuk mengobati Efek samping yang umum
penyakit pada adalah palpitasi (denyut
saluran pernafasan jantung tidak teratur), nyeri
seperti asma dan dada, denyut jantung cepat,
penyakit paru tremor (gemetar) terutama
obstruktif kronik pada tangan, kram otot,
(PPOK). Ventolin sakit kepala dan gugup
Nebules 2.5 mg vasodilatasi (pelebaran
Ampul termasuk diameter pembuluh darah )
obat golongan perifer, takikardi (detak
agonis jantung di atas normal
adrenoreseptor dalam kondisi
beta2 selektif kerja beristirahat), aritmia
pendek (short (gangguan detak jantung
25

acting beta- atau irama jantung),


adrenergic receptor ganguan tidur dan
agonist). gangguan tingkah laku.
6. Bisolvon Obat yang Efek samping yang
berfungsi mungkin terjadi pada
mengurangi dan saat
mengencerkan penggunaan BISOLVO
dahak yang ada Nantara lain gangguan
di saluran saluran cerna, mual dan
pernapasan. muntah, sakit kepala dan
diare.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan penunjang

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

No. Jenis pemeriksaan Jumlah Normal Hasil


DPL
1. Hb 9,8 gr/dl 10 – 15 gr/dL Rendah

2. Ht 27,9 % 29 – 40 % Rendah
3. LED 30 mm 0 – 20 mm Tinggi

C. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : PSARP Nyeri Akut
 ibu klien
mengatakan Terpajan ujung saraf
26

klien
mudah
terbangun Stimulus serabut saraf A
dan C
karena
nyeri yang
Masuk sistem saraf pusat
dirasakan
 Ibu klien
Persepsi nyeri
mengatakan
klien tidak
Nyeri akut
mau gosok
gigi karena
sakit
DO :
 Skala nyeri
(FLACC
scale) 8
 Pasca
operasi
anak
menjadi
rewel dan
gelisah
 Tampak
luka jahitan
di anus
 Nadi 115
x/menit
 Klien
menolak
dilakukan
tindakan
27

 Keadaan
tampak
lemah
 TTV:
Nadi: 155x/menit
RR: 40x/menit
Suhu: 37,7◦C

2. DS : tidak terkaji, Menghambat pengeluaran Risiko Infeksi


kaji respon klien mekonium di kolon
terhadap apa yang
dirasakaan klien PSARP
DO :
 Terdapat Terdapat luka jakitan di
anus
luka jahitan
di anus
Risiko infeksi
 Suhu tubuh
klien 37,7◦c
 Terdapat
kolostomi
 Terdapat
kemerahan
pada stoma
 Hb: 9,8 g/dl
 Ht: 27,9 %
 LED: 30
mm
3. DS:ibu mengatakan Persepsi nyeri Defisit
klien tidak mau Perawatan Diri
gosok gigi karena Gigi kotor, lidah kotor
sakit
Defisit perawatan diri
28

DO :
 Kondisi gigi
kotor
 Kondisi
lidah kotor
 Mukosa
bibir agak
kering
4. DS : Persepsi nyeri Ansietas
keluarga mengeluh
cemas dengan Lemah, gelisah, mudah
terbangun
kondisi yang
dialami klien
Menolak tindakan
DO :
1. Paska operasi
Ansietas
anak menjadi rewel
dan gelisah
2. Klien menolak
ketika akan
dilakukan tindakan
3.Anak tampak
lemah dan sering
terbangun karena
nyerinya

D. PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin
3. Defisit perawatan diri b.d nyeri
4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan
29

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Interpensi Rasional


keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui keadaan
cedera fisik keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Lakukan pengkajian nyeri secara umum klien
nyeri akut dapat teratasi dengan komprehensif termasuk lokasi, 2. Membantu mengevakuasi
kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, derajat
1. Klien tidak rewel dan gelisah kualitas dan faktor presipitasi. ketidaknyamanan atau dapat
dan sulit tidur 3. Observasi raksi nonverbal dari menyatakan terjadinya
2. Skala nyeri jadi ringan (1-3) ketidaknyamanan. komplikasi

3. TTV dalam rentang 4. Berikan tindakan kenyamanan 3. Reaksi non verbal dapat

normal misalnya pijatan punggung, ubah membantu mengidentifikasi

Nadi: 70-110x/menit posisi (gunakan tindakan derajat

RR: 20-30x/menit pendukung sesuai kebutuhan). nyeri

Suhu 36,5-37,5◦C 5. Berkolaborasi untuk 4. Mencegah ketidaknyamanan


pemberikan obat esuai indikasi menurunkan
misalnya paracetamol. tegangan otot,
30

meningkatkan relaksasi dan


dapat
meningkatkan
kemampuan koping
5. menurunkan nyeri,
meningkatkan
kenyamanan
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan a. Pantau suhu tubuh 3. Peningkatan suhu tubuh
penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam klien (peningkatan terjadi karena adanya infeksi
hemoglobin resiko infeksi dapat teratasi suhu) 4. Faktor ini paling
dengan kriteria hasil: b. Ajarkan keluarga sederhana namun paling
• Tidak ada tanda- teknik mencuci penting untuk mencegah risiko
tanda infeksi (rubor, tangan dengan benar infeksi
kalor, dolor, tumor) dan menggunakan  Mencegah terjadinya
• Suhu 36,5-37,5◦C sabun anti bakteri infeksi nosokomial
• LED 0-10 mm c. Pertahankan teknik  Mencegah terjadinya
aseptik pada infeksi luka
perawatan luka
31

d. Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
misalnya cefotaxim
2x500 mg
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan barang pribadi Agar klien tertarik dan mau
diri b.d nyeri keperawatan selama 2 x 24 jam yang diinginkan klien (sikat membersihkan diri dengan
defisit perawatan diri dapat gigi warnawarni dan tepat
teratasi dengan kriteria hasil: berkarakter) Agar klien dapat terbantu
1. Kondisi gigi bersih 2. Ajak keluarga untuk dalam melakukan
2. Kondisi lidah bersih berpartisipas dalam melakukan perawatan dirinya

3. Mukosa bibir lembab perawatan diri Lingkungan yang nyaman


3. Sediakan lingkungan yang dapat meningkatkan
nyaman (air hangat/dingi n, aktivitas klien
suasana menarik)
4. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Catat petunjuk perilaku Indikator derajat
kurangnya keperawatan selama 1 x 24 jam misalkan gelisah, peka ansietas misalkan
pengetahuan ansietas dapat teratasi dengan terhadap rangsangan, gelisah, menolak
kriteria hasil: menolak , peka
Mengidentifikasi,
32

mengungkapkan dan Dorong untuk menyatakan terhadap


menunjukkan teknik untuk perasaan dan berikan rangsangan
mengontrol rasa cemas umpan balik Membuat hubungan
Ekspresi wajah, bahasa Berikan informasi yang akurat terapetik.membantu
tubuh menunjukkan dan nyata tentang apa yang keluarga dalam
berkurangnya dilakukan mengidentifikasi
kecemasan masalah yang
menyebabkan
ansietas
Perilaku yang berhasil
dapat dikuatkan
pada penerimaaan
masalah pada saat
ini.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Malformasi Anorektal merupakan bentuk malformasi kongenital
yang sering ditemukan akibat perkembangan embrio yang abnormal dengan
insiden 1 dalam 2000 hingga 5000 kelahiran hidup. (wong, 2009)
Manajemen dari malformasi anorektal pada periode neonatal
sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak.
Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan
kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang
lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan
bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan
hasil yang lebih baik.
B. Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah keilmuan bagi yang membacanya. Akan tetapi, makalah yang
kami buat ini belum sempurna sepenuhnya sehingga kami dengan tangan
terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
agar dikemudian hari dapat membuat makalah yang lebih baik lagi dari
sekarang.

33
Daftar pustaka
Berhman, dkk. 2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Ed. 15, Vol.2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Herman, R. S. & Teitelbaum, D. H. 2012, 'Anorectal Malformations', Clinics in
Perinatology. Elsevier Inc, vol. 39, no. 2, pp. 403–422. doi:
10.1016/j.clp.2012.04.001.
Lokananta, Irene dan Rochadi. 2016. Malformasi Anorektal. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Ridha, H Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai