Malformasi Anorektal
Oleh:
Stefanus Hendra Ria
112021007
Pembimbing :
2.1 Definisi
Malformasi anorektal merupakan spektrum dari kelainan kongenital yang melibatkan
anorektum dan sistem urogenital pada pria dan wanita, yang sering disebut sebagai anus
imperforata.1 Pasien dengan diagnosis malformasi anorektal tidak memiliki lubang anus yang
normal, tetapi sebaliknya, terbentuk saluran yang abnormal yang terbuka ke arah perineum
(fistula rektoperineum), terbuka ke arah uretra (fistula rektouretra), terbuka ke arah vesika
urinaria (fistula rektovesika), atau ke struktur anatomi lain yang berdekatan. Pada pria,
saluran fistula sering terhubung ke sistem kemih dan pada wanita, ke struktur ginekologi.
Jarak pembukaan saluran fistula dari lokasi lubang anus yang seharusnya, menentukan
tingkat keparahan defek. Semakin jauh saluran fistula terbuka dari lokasi anatomi normal,
semakin besar kemungkinan bahwa ada masalah terkait tambahan seperti otot yang kurang
berkembang dan kompleks otot pada anal.2,3
2.2 Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut, dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem billier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,
sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolom
transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini
tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm/analpit. 4 Usus terbentuk mulai
minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari
septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali
letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan
genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal.
Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus tidak ada atau rudimenter.5
2.3 Etiologi
Penyebab spesifik dari malformasi anorektal tidak diketahui, namun beberapa
penelitian menunjukan adanya peran faktor genetik dalam perkembangannya. Ada beberapa
sindrom genetik dengan peningkatan insiden malformasi anorektal seperti triad Currarino
yang menunjukkan pewarisan dominan autosomal, dan pasien dengan trisomi 21 yang
diketahui memiliki hubungan dengan malformasi anorektal tanpa fistula. Sekitar 95% pasien
dengan trisomi 21 memiliki malformasi anorektal tanpa fistula dibandingkan dengan hanya
5% dari semua pasien dengan malformasi anorektal. 1 Faktor non-genetik yang secara
konsisten ditemukan terkait dengan malformasi anorektal adalah teknik reproduksi
berbantuan (Assisted Reproductive Technology/ART) atau yang sering disebut bayi tabung,
kehamilan ganda, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, kelebihan berat badan atau
obesitas pada ibu, dan diabetes yang sudah ada sebelumnya. Ada juga beberapa data yang
menunjukkan paparan faktor lingkungan lain yang terkait dengan perkembangan malformasi
anorektal seperti paparan thalidomide. Penelitian lain mengungkapkan konsumsi nikotin atau
paparan nikotin selama kehamilan juga meningkatkan faktor risiko terjadinya malformasi
anorektal.6
2.4 Epidemiologi
Malformasi anorektal merupakan masalah bedah pediatrik yang jarang terjadi dengan
insidensi 1 dari setiap 5000 kelahiran hidup. Kelainan ini lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita.3,7 Kelainan ini memiliki presentasi klinis yang bervariasi, mulai
dari malformasi anorektal letak rendah sampai letak tinggi dengan komplikasi.8 Karena
spektrum yang luas dari anomali ini, anak-anak dengan malformasi anorektal letak tinggi
biasanya muncul lebih awal setelah lahir, tetapi mereka yang memiliki kelainan letak rendah
mungkin tidak diperhatikan sampai remaja.6
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi pada kelainan ini bertujuan untuk menentukan manajemen dan memprediksi
hasil akhir. Klasifikasi yang telah lama digunakan untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasi Wingspread (1984). Klasifikasi tersebut membagi malformasi anorektal menjadi
letak tinggi, intermediet, dan rendah (tabel 1). Namun, saat ini diklasifikasikan menjadi letak
tinggi dan letak rendah. Malformasi anorektal rendah pada laki-laki yang disebut dengan
fistula rektoperineal memiliki beberapa manifestasi seperti anus tertutup, membran anus,
mislokasi anus anterior, dan malformasi bucket-handle. Pada wanita, malformasi anorektal
rendah disebut sebagai fistula rektoperineal. Sisanya diklasifikasikan ke dalam anomali
tinggi.7
Klasifikasi Wingspread saat ini banyak ditinggalkan karena tidak membantu dalam
aspek terapetik dan prognostik. Oleh karena itu, klasifikasi Krickenbeck (2005) yang
didasarkan pada kelainan anatomi yang tetap, dinilai jauh lebih berguna.3 Klasifikasi
Krickenbeck dikembangkan untuk menentukan sistem klasifikasi diagnostik malformasi
anorektal, prosedur operasi kategori prosedur dan hasil fungsional pasien malformasi
anorektal setelah operasi.9
2.7 Diagnosis
Pemeriksaan ultrasonografi pada masa prenatal memiliki sensitifitas dan spesifisitas
yang rendah untuk mendeteksi adanya malformasi anorektal. Diagnosis malformasi anorektal
selama antenatal sangat jarang, di bawah 15% kasus. Pada pemeriksaan ultrasonografi,
temuan langsung meliputi tidak adanya kompleks otot perianal dan tidak ada “target sign”
(sfingter anal hipoekoik dan mukosa anus ekogenik). Dengan tidak ditemukannya gambaran
tersebut, menandakan adanya anus yang imperforasi. Temuan tidak langsung meliputi dilatasi
segmen usus distal dan kalsifikasi mekonium intraluminal pada trimester 2 dan 3.
Ultrasonografi tiga dimensi lebih akurat untuk menentukan jenis dari malformasi anorektal.
Rekonstruksi 3D digunakan untuk menentukan lokasi sfingter anal ektopik. MRI janin adalah
pemeriksaan tambahan yang sangat baik untuk memastikan adanya dilatasi usus dan
enterolitiasis.7,11
Pemeriksaan selama kelahiran tetap merupakan prosedur standar dimana tidak adanya
atau letak abnormal anus terlihat, meskipun dalam beberapa kasus bayi tampak normal dan
tidak terdiagnosis sesaat setelah lahir. Pada laki-laki, pemeriksaan perineum dicari lubang
anus untuk tingkat rendah. Pada wanita, biasanya ada tiga lubang yang terlihat, yaitu uretra
sebagai yang paling anterior, diikuti oleh vagina dan dibelakang perineum adalah anus.
Adanya tiga lubang dengan anus tidak pada tempat yang normal, menunjukkan adanya fistula
rektoperineal (sebelumnya disebut anus perineum anterior); jika lubang di dalam vestibulum
menunjukkan fistula vestibular. Bila hanya ada dua lubang, ini menunjukkan fistula
rektovaginal atau rektum buntu tanpa fistula. Sebuah lubang tunggal menunjukkan kloaka
persisten.7
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.8.1 Invertogram
Wangensteen dan Rice pertama kali menjelaskan penggunaan radiografi inversi pada
tahun 1930 untuk menunjukkan jarak antara gelembung gas kolon bagian distal dan
perineum. Dilakukan pengukuran langsung antara usus yang berisi gas dan kulit anus dengan
menempatkan penanda radiopak pada kulit. Selanjutnya, garis P–C (pubococcygeal) dan garis
I (ischial) ditentukan dengan invertografi. Jika rektum berakhir di bawah garis P-C, tetapi
tidak di bawah garis I, dinamakan letak intermediet. Bila rektal yang secara jelas berada di
bawah garis I, dapat disebut sebagai letak rendah, sedangkan bila kantong berakhir di atas
garis P–C disebut sebagai letak tinggi. Pada pasien laki-laki, jika keberadaan mekonium pada
perineum tanpa fistula perineum yang jelas tidak muncul pada 24 jam kehidupan, prone
cross-table lateral view, atau invertogram, harus dilakukan. Sebelum melakukan
invertogram, pasien harus diposisikan tengkurap dengan bokong ditinggikan setidaknya
selama 15 menit sehingga udara di saluran pencernaan memiliki waktu untuk bermigrasi ke
rektum paling distal. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang ada diujung distal
rektum ke tanda logam di perineum. Ini akan membantu dalam penilaian tingkat usus yang
paling distal dan membantu menentukan perlunya kolostomi.2,12,13
2.9.1 Tatalaksana
2.9.1 Tatalaksana Umum
Penatalaksanaan dini bayi baru lahir dengan anomali anorektal sangat penting. Selama
24 jam pertama kehidupan, neonatus harus menerima cairan intravena, antibiotik, dan
dekompresi nasogastrik dan dievaluasi untuk kelainan lain yang terkait, meliputi malformasi
jantung, atresia esofagus, dan anomali ginjal. Edukasi kepada keluarga pasien juga penting
mengenai prosedur operasi beberapa tahap dan lama, adanya kemungkinan infeksi dan
operasi berulang, terjadi neurogenic bladder, dan inkontinensia alvi pasca-operasi. Setelah 24
jam, apabila tidak ditemukan adanya fistula pada pemeriksaan radiografi prone-cross table
lateral dengan gambaran udara di rectum yang terletak di bawah tulang ekor, dapat dilakukan
posterior sagital anorectoplasty (PSARP). Sedangkan apabila gas pada rectum tidak
melampaui tulang ekor, dapat dilakukan kolostomi (gambar 1).3
Gambar 1. Gambaran cross-table lateral pada neonatus, (a) gambaran udara di rectum yang
terletak di bawah tulang ekor (b) gas pada rectum tidak melampaui tulang ekor
Bayi Laki-Laki
Apabila pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi letak rendah (fistula perineum, bucket
handle, stenosis anal, anal membran, dan fistula midline raphe), kolostomi tidak diperlukan.
Anak hanya memerlukan tindakan PSARP (Posterior Sagittal Anorectoplasty) minimal. Pada
tindakan ini dilakukan pemisahan rectum dan hanya otot sfingter eksternus yang di belah.
Apabila didapatkan pasien dengan flat bottom atau ada mekonium di dalam urin atau udara
pada kandung kemih, kolostomi diperlukan sebelum operasi defenitif. Empat sampai delapan
minggu setelahnya, PSARP dapat dikerjakan. Apabila dari pemeriksaan klinis masih
meragukan, invertogram dikerjakan. Apabila jarak kulit dan usus >1 cm, kolostomi perlu
1,3
dilakukan sebelum PSARP.
Gambar 2. Alur diagram malformasi anorektal (a) perempuan (b) laki-laki3
Pada kasus lesi letak rendah (laki-laki dan perempuan), dilakukan prosedur perbaikan tunggal
tanpa kolostomi. Terdapat tiga jenis pendekatan yang digunakan:3,12
1. Fistula terletak di lokasi normal. Dilatasi (businasi) saja biasanya bersifat kuratif.
2. Fistula terletak di anterior sfingter eksternus dengan jarak lubang ke pertengahan
sfingter dekat. Pada kasus ini dilakukan PSARP minimal.
3. Fistula terletak di anterior sfingter eksternus dengan jarak lubang ke pertengahan
sfingter jauh. Pada kasus ini dapat dilakukan limited PSARP dimana otot sfingter
eksternus, serabut otot, dan kompleks otot dibedah, tetapi tidak membelah os.
koksigeus.
Pada kasus letak sedang dan tinggi, diperlukan rekonstruksi yag terdiri dari tiga tahap:3,12
1. Tahap 1: kolostomi. Pada tahap ini, kolon sigmoid dibagi utuh menjadi 2 bagian distal
untuk mukosa fistula.
2. Tahap 2: prosedur pull through. Prosedur ini dilakukan 3-6 bulan setelah kolostomi.
Dilakukan penarikan kantung rektal yang paling ujung ke posisi normal. PSARP
(posteriosagital rektoanoplasti) merupakan prosedur yang paling sering digunakan.
PSARP membelah otot sfingter eksternus, kompleks otot, dan os. koksigeus.
3. Tahap 3: penutupan kolostomi dan businasi. Dilatasi anus (businasi) dimulai 2
minggu setelah tahap 2 sampai ukuran businasi sudah tercapai sesuai usia baru
dilakukan penutupan kolostomi.
2.10 Prognosis
Prognosis pasien dengan malformasi anorektal terkait dengan potensi jangka panjang
untuk kontrol usus, atau kemampuan untuk menjadi kontinen. Tiga faktor yang dapat
membantu memprediksi kontinensia adalah jenis malformasi anorektal, rasio sakral, dan
kualitas sumsum tulang belakang. Semakin jauh fistula dari lokasi anatomis normal, semakin
kecil kemungkinan kontinensia untuk anak seiring bertambahnya usia. Rasio sakral yang
rendah juga bisa menjadi indikasi penurunan kontinensia. Masalah tulang belakang, seperti
tali pusat, jika ada, juga merupakan indikator prognostik negatif untuk kontinensia. Namun,
meskipun ada prediktor ini, seorang anak dengan faktor prognostik ini masih teratasi dan
kontinen secara sosial dengan program manajemen usus yang tepat dan perawatan khusus.2
2.11 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi intraoperatif, yang juga dapat menyebabkan salah penempatan
anus atau penempatan di luar pusat kompleks otot anus. Komplikasi intraoperatif tambahan
untuk laki-laki dapat mencakup cedera pada struktur kemih, termasuk uretra, vesikula
seminalis, dan vas deferens. Pada wanita, vagina bisa mengalami luka. Komplikasi pasca
operasi dapat mencakup infeksi luka superfisial dan dalam, dehisensi anastomosis, prolaps
anoplasti, atau striktur anoplasti. Fistula berulang antara sistem kemih pada pria atau sistem
ginekologi pada wanita juga dapat terjadi. Ini biasanya terjadi jika perbaikan bedah pada
ketegangan yang berlebihan atau ada suplai darah yang tidak memadai ke rektum. Fistula
rekuren juga dapat terjadi pada cedera intraoperatif pada struktur anterior seperti uretra atau
vagina. Dalam pengaturan ini, perawatan harus dilakukan untuk memastikan dinding rektum
yang sehat berlawanan dengan struktur yang diperbaiki, dan bantalan lemak juga harus
ditempatkan untuk menopang perbaikan.2
BAB III
KESIMPULAN