Anda di halaman 1dari 9

World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status pandemi

global untuk penyakit virus Corona 2019 atau yang juga disebut corona virus disease
2019 (Covid-19) pada 11 Maret 2020. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk
keprihatinan dunia atas penyebaran virus dan dampak yang mengkhawatirkan, serta
mengingatkan semua negara untuk mengaktifkan dan meningkatkan mekanisme
respon darurat. Dalam waktu yang bersamaan seluruh warga dunia berpotensi terkena
infeksi penyakit Covid-19. Penyebarannya yang masif dan mengakibatkan tingginya
angka kematian membuat sebagian belahan dunia lumpuh dari segala aktivitas.
Beberapa negara melakukan penguncian wilayahnya dan menonaktifkan semua
aktivitas masyarakat dengan pelarangan keluar rumah. (Suprihatin 2020)

Pandemi Covid-19 menyebabkan gangguan pada rantai pasok global, dalam


negeri, volatilitas pasar keuangan, guncangan permintaan konsumen dan dampak
negatif di sektorsektor utama seperti perjalanan dan pariwisata. Dampak wabah
Covid-19 tidak diragukan lagi akan terasa di seluruh rantai nilai pariwisata.
Perusahaan kecil dan menengah diperkirakan akan sangat terpengaruh. (Sugihamretha
2020)
Organisasi pariwisata dunia (UNWTO) pada bulan Maret 2020
mengumumkan bahwa dampak wabah Covid-19 akan terasa di seluruh rantai nilai
pariwisata. Sekitar 80% usaha kecil dan menengah dari sektor pariwisata dengan
jutaan mata pencaharian di seluruh dunia terkena dampak Covid-19. Dalam merespon
wabah Covid-19, UNWTO telah merevisi prospek pertumbuhan wisatawan
internasional negatif 1% hingga 3%. Hal ini berdampak pada menurunnya
penerimaan atau perkiraan kerugian US $ 30 miliar sampai dengan US $ 50 miliar.
Sebelum wabah Covid-19, wisatawan internasional diperkirakan tumbuh antara 3%
sampai 4%. Asia dan Pasifik akan menjadi wilayah yang terkena dampak terburuk,
dengan penurunan kedatangan yang diperkirakan antara 9% hingga 12%.
(Sugihamretha 2020)
Indonesia mengumumkan kasus COVID-19 pertamanya pada 2 Maret 2020,
dan pada 11 Maret 2020 WHO mengumumkan bahwa COVID-19 adalah wabah
pandemic karena telah melampaui kasus epidemic SARS pada 2003, maka secara
berurutan beberapa negara memberlakukan lockdown dan pembatasan perjalanan.
Sama halnya dengan Indonesia, disaat angka positif COVID-19 berlanjut tambah,
presiden Jokowi memutuskan untuk memberlakukan lockdown dan PSBB diberbagai
kota. Dengan adanya pemberlakuan lockdown di Indonesia dan juga PSBB diberbagai
kota, beberapa aktivitas yang mengharuskan berkumpulnya orang dalam jumlah
banyak diharuskan berhenti atau sementara ditunda, guna mencegah penyebaran virus
ini. Dunia wisata sudah tentu merasakan dampak dari adanya pandemi ini. Beberapa
wisata mengumumkan bahwa mereka tutup sementara sampai dengan waktu yang
belum ditentukan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui (Kepala Dinas Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, 2020) mengeluarkan Surat Edaran nomor:
155/SE/2020, 160/SE/2020 DAN 184/SE/2020 tentang penutupan sementara kegiatan
operasional industri pariwisata, mulai dari tanggal 20 Maret hingga 2 April, 20
Maret-5 April 2020 dan 6-19 April 2020 (Soehardi et al., 2020), juga beberapa
wisatawan yang sudah berencana untuk liburan juga diharuskan membatalkan tiket
mereka. Hal ini tentu berakibat pada presentase tingkat minat wisatawan berkunjung
pada masa pandemi 2020. Catatan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa adanya
penurunan pada kunjungan wisatawan mancanegara terjadi pada bulan Maret 2020
sebesar 45,50 persen dibanding bulan Februari 2020, sementara jika dibanding bulan
Maret 2019 turun sebesar 64,11 persen. (Hidayat 2020)
Atas dasar penerapan pembatasan-pembatasan tersebut, aktivitas berwisata
juga mengalami penurunan secara global. UNWTO (United Nation World Trading
Organization) memperkirakan jumlah wisatawan internasional di tahun 2020
berkurang antara 850 juta hingga 1,1 miliar orang akibat wabah virus corona.
Berkurangnya jumlah wisatawan diperkirakan menimbulkan kerugian antara US$910
miliar hingga US$1,2 triliun. UNWTO (2020) mencatat pada bulan April tahun 2020
terjadinya penurunan perjalanan internasional sebesar 97% dengan kisaran kerugian
sebesar $195 milyar, yang menandakan adanya pembatasan perjalanan secara global
sebagai langkah untuk menekan penyebaran dampak penyebaran pandemi.(Suprihatin
2020)
kemampuan sektor pariwisata di Indonesia menjadi motor penggerak
perkonomian. efektif. Pandemi Covid-19 menyebabkan gangguan pada rantai pasok
global, dalam negeri, volatilitas pasar keuangan, guncangan permintaan konsumen
dan dampak negatif di sektorsektor utama seperti perjalanan dan pariwisata. (Elistia
2020)
Salah satu sektor yang mengalami goncangan cukup parah akibat wabah
pandemi COVID-19 adalah sektor pariwisata. Pukulan tersebut juga dialami oleh
turunan sektor pariwisata seperti perhotelan, restoran, transportasi, airlines dan
dampak tersebut juga dialami oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).(Elistia
2020)
BPS (2020) mencatat jumlah kunjungan wisman ke Indonesia periode Mei
2020 mengalami penurunan sebesar 86,90 persen dibanding jumlah kunjungan pada
Mei 2019. Selain itu, jika dibandingkan dengan April 2020, jumlah kunjungan
wisman pada Mei 2020 mengalami kenaikan sebesar 3,10 persen (BPS, 2020). Secara
kumulatif (Januari–Mei 2020), jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai
2,93 juta kunjungan atau turun 53,36 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan
wisman pada periode yang sama tahun 2019 yang berjumlah 6,28 juta kunjungan.
Berdasarkan Briefing Note LPEM FEB UI dalam Suhud (2020), wisman mengalami
penurunan drastis seiring pengurangan penerbangan internasional. Wisatawan
domestik juga mengalami penurunan drastis sejak pandemi COVID-19, dan akan
semakin memburuk seiring social and physical distancing. (Kartiko 2020)
Berdasarkan sektor transportasi dan jasa perjalanan, salah satunya
penerbangan yaitu maskapai penerbangan secara drastis harus mengurangi dan dalam
beberapa kasus menghentikan armada mereka serta menghentikan aktivitas mereka.
Pelayaran yaitu pada perusahaan pelayaran menghadapi tantangan ganda untuk
memastikan keamanan pengunjung dan pekerja, karena beberapa kapal pesiar tidak
dapat bersandar dan memulangkan klien, serta mengalami kerugian karena
pembatalan pemesanan. Berikutunya sektor perkeretaapian dimana karena pergerakan
orang dibatasi, perkeretaapian mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.
Berdasarkan sektor jasa perjalanan yaitu jasa perjalanan mengalami penurunan
pendapatan seiring dengan dibatasinya wisatawan, penerbangan, dan ditutupnya
tempat wisata. Selain itu jasa akomodasi dan kuliner usaha seperti hotel, platform
pemesanan akomodasi (Hotel, Penerbangan, Penginapan), resort, dan restoran
mengalami penurunan pendapatan seiring dengan dibatasinya wisatawan,
penerbangan, dan ditutupnya tempat wisata.(Kartiko 2020)
Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), (Pemerintah Republik
Indonesia, 2020) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19), (Kemenkes RI, 2020) Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman
PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 adalah Pembatasan Sosial
Berskala Besar, (Peraturan Gubernur, 2020) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan COVID-19 di Provinsi
DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) yang pertama tanggal 10 – 23 April 2020), yang kedua
tanggal 24 April hingga 22 Mei 2020, yang ketiga tanggal 23 Mei hingga 4 Juni
2020, yang keempat tanggal 5 hingga 30 Juni 2020, Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul
Fitri 1441 H dalam rangka pencegahan penyebaran Covid 19, Kedua peraturan ini
sangat mempengaruhi industri pariwisata seperti pengurangan pegawai, pemutusan
hubungan kerja, pemotongan gaji dan insentif.(Soehardi, Permatasari, and Sihite
2020)
Berdasarkan penelitian dari Soehardi, dkk pada tahun 2020 mendapatkan 3
hasil hasil yang pertama, adanya pengaruh pandemik pandemik covid-19 terhadap
kinerja karyawan pariwsata di Jakarta. Semakin lama pendemik covid-19, maka
semakin berpengaruh pada penurunan kinerja karyawan pariwisata. Penutupan
sementara tempat wisata dan hiburan berdampak negatif pada penurunan kinerja
karyawan pariwisata seperti work from office menjadi work from home, pengurangan
karyawan dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kedua, ada pengaruh pandemik
pandemik covid-19 terhadap pendapatan tempat wisata di Jakarta. Semakin lama
pendemik covid-19, maka semakin berpengaruh pada penurunan pendapatan
pendapatan tempat wisata. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh (Dinas Pariwisata DKI Jakarta, 2020) bahwa pandemik covid-19
berdampak pada penurunan jumlah tempat wisata dan penurunan pendapatan pajak
tempat wisata dan hiburan. Pandemik covid-19 berpengaruh pada penutupan
sementara tempat wisata dan hiburan sebanyak 28 atau mengalami penurunan sebesar
80% dari total keseluruhan berjumlah 35. Realisasi pajak tempat wisata dan hiburan
pada Januari hingga Mei 2020 diperkirakan mencapai 122.430.000.000 atau
mengalami penurunan 34,17% apabila dibandingkan Januari hingga Mei 2019
berjumlah 358.333.000.000. Hasil ketiga, ada pengaruh pendapatan tempat wisata
terhadap karyawan pariwsata di Jakarta. Semakin menurun pendapatan pendapatan
tempat wisata, maka semakin berpengaruh pada penurunan kinerja karyawan
pariwisata. Penelitian ini juga mendukung data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran
Indonesia yang dilakukan oleh (Sukamdani, 2020) yang mengatakan pekerja sektor
pariwisata sebanyak 90% dirumahkan atau unpaid leave, di mana jumlah pekerja
sektor pariwisata di Indonesia mencapai sekitar 13 juta orang. Penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Dinas Pariwisata DKI
Jakarta, 2020) bahwa penutupan sementara tempat wisata dan hiburan sebanyak 28
atau mengalami penurunan sebesar 80% dari total keseluruhan berjumlah 35.
Penutupan jumlah tempat wisata selama bulan Maret hingga Juni 2020 berpengaruh
pada penurunan pendapatan pajak wisata dan hiburan mempengaruhi kinerja
karyawan pariwisata seperti pemotongan gaji dan insentif, tidak dibayar selama
pandemic hingga pemutusan hubungan kerja atau PHK. (Soehardi, Permatasari, and
Sihite 2020)
Bali merupakan salah satu tempat yang paling diminati sebagai tempat
parawisata baik tingkat international maupun domestik. Kebijakan Pemprov Bali
telah membuka akses pariwisata domestiknya pada 31 Juli 2020, dengan harapan
mulai ada kunjungan tamu- tamu melancong ke Bali, meski di lapangan banyak hotel
atau objek pariwisata yang merumahkan karyawannya. Namun, rasa optimisme untuk
kebangkitan pariwisata mulai tumbuh di Bali. Sektor pariwisata ini paling nyata
terdampak di balik pandemi Covid-19. Peneliti tertarik mengamati di lapangan,
khususnya Daya Tarik Wisata (DTW) di wilayah pariwisata Kuta, Badung. Jenis
usaha pariwisata hotel banyak yang tutup. Pariwisata Bali yang banyak
memberdayakan tenaga kerja dan menggerakan ekonomi, geliat sektor pariwisatanya
mendadak menurun. Munculnya Covid-19 berdampak langsung ke warga masyarakat
Bali. Promosi destinasi pariwisata perlahan mulai terhenti, program wisata,revitalisasi
fasilitas pariwisata, hingga akselerasi sektor-sektor wisata daerah seketika redup.(Fay
2020)
Pada kabupaten Badung (salah satu kabupaten di Provinsi Bali) yang selama
ini mengandalkan pendapatan dari sektor pariwisata, khususnya Pajak Hotel dan
Restoran (PHR) mengalami penurunan pendapatan hingga 80 persen. Penutupan
tempat wisata membuat kunjungan wisatawan anjlok. Sehingga berimbas pada
berkurangnya pemasukan hotel dan restoran. Pariwisata di Bali berpotensi mengalami
kerugian hingga USD9 miliar atau setara Rp139 triliun sampai dengan Rp140 triliun.
Pariwisata di Bali mulai terimbas COVID-19 ini sejak Februari 2020. Sebagian besar
surat kabar menuliskan bahwa sektor pariwisata di Pulau Bali anjlok sampain dengan
93%.(Kartiko 2020)

Tabel 1 Jumlah Kunjungan Mancanegara

BULAN 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Januari 279,257 301,748 350,592 460,824 358,065 455,570


Februari 275,795 338,991 375,744 453,985 452,423 437,456
Maret 276,573 305,272 364,113 425,499 492,678 449,569
April 280,096 313,763 380,767 477,464 516,777 477,069
Mei 286,033 295,973 394,557 489,376 528,512 486,602
Juni 330,396 359,702 405,835 504,141 544,550 549,516
Juli 361,066 382,683 484,231 592,046 624,366 604,323
Agutus 336,763 303,621 438,135 601,884 573,766 606,412
September 354,762 389,060 445,716 550,520 555,903 590,398
Oktober 341,651 369,447 432,215 465,085 517,889 567,967
November 296,876 270,935 413,232 361,006 406,725 497,925
Desember 347,370 370,640 442,800 315,909 498,819 552,403

TOTAL 3,766,638 4,001,835 4,927,937 5,697,739 6,070,473 6,275,210


PERTUMB 14,89% 6.24% 23.14% 15.62% 6.54% 3,37
UHAN
Sumber : BPS Provins Bali, tahun 2020

Berdasarkan Tabel 1 diatas maka BPS Provinsi Bali melaporkan, jumlah


kedatangan wisatawan mancanegara yang langsung ke Bali pada Maret 2020 sebanyak
156.876 kunjungan. Jumlah kunjungan selama Maret 2020 itu turun sedalam 56,89
persen dibandingkan jumlah kedatangan wisman selama Februari 2020 yang tercatat
sebanyak 363.937 kunjungan. Penurunan pada sektor pariwisata diyakini berdampak
domino terhadap lapangan usaha lainnya yang juga mengalami penurunan. Bahkan,
tekanan terhadap ekonomi Bali pada triwulan I (Januari-Maret) 2020 digambarkan
paling keras dan paling dalam selama empat tahun terakhir sejak 2017.(Ida Bagus Gede
Paramita 2020)

Kondisi ini juga dipengaruhi siklus industri pariwisata Bali yang memang
memasuki low season. Penurunan kunjungan wisman itu seiring penutupan sementara
penerbangan langsung dari dan ke China sejak Februari 2020. Situasi itu juga
memengaruhi aktivitas pariwisata, terutama perhotelan yang mulai lesu. Tingkat hunian
kamar hotel berbintang di Bali yang juga anjlok sedalam 20,57 poin, yakni dari 45,98
persen pada Februari 2020 menjadi 25,41 persen pada Maret 2020. Penurunan yang
dialami sektor pariwisata itu menyebabkan lapangan usaha lain yang terkait juga
mengalami penurunan. Pandemi penyakit Covid-19 diduga berdampak besar terhadap
penurunan tersebut.(Ida Bagus Gede Paramita 2020)

Sementara itu, dari hasil pendataan pekerja sektor pariwisata oleh Dinas
Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama Kemenparekraf RI itu untuk
merancang pembenahan dan pemulihan industri kreatif dan pariwisata di NTB
tercatat sebanyak 15.000 pekerja sektor Pariwisata yang dirumahkan sebagai dampak
Covid-19. Adapun rinciannya adalah 6.122 di bidang hotel, kemudian 1874 di bidang
Pokdarwis, sebanyak 1357 Travel/Guide, 676 Porter, bidang Homestay 213, 2410
Ekraf/IKM, selanjutnya 394 Sanggar Seni, 353 Lapak Kuliner, 617 Boatman dan 984
kebersihan, tiket dan asongan.(Ju et al. 2020)

Dampak berikutnya bagi sektor pariwisata di Yogyakarta salah satunya adalah


wilayah Desa Pucung. Desa Pucung terletak di daerah Kecamatan Girisubo,
Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Pucung sendiri
memiliki banyak kekayaan dan potensi, salah satunya adalah dalam bidang potensi
wisatanya. Desa Pucung memiliki 3 pantai yang sangat indah yaitu Pantai Sadeng,
Pantai Srakung dan Pantai Ngungap serta wisata lain yaitu Bengawan Solo Purba.
Hal ini cukup mengakibatkan kerugian besar bagi warga desa sekitar, karena dapat
menurunkan tingkat pendapatan yang dihasilkan. Kerugian ini juga berdampak bagi
para pemilik usaha yang berjualan di sekitar pantai seperti warung makan, penyewa
kapal, dan sebagainya karena tidak ada wisatawan lokal maupun asing yang
mengunjungi pantai akibat adanya himbauan untuk Social Distancing selama
menghadapi situasi pandemi Covid-19 dan larangan untuk bepergian.(Intan 2021)

Daftar Pustaka

Elistia. 2020. “Perkembangan Dan Dampak Pariwisata Di Indonesia Masa Pandemi


Covid- 19.” Prosiding Konferensi Nasional Ekonomi Manajemen Dan
Akuntansi (KNEMA) 1177: 1–16.
Fay, Daniel Lenox. 2020. “済無 No Title No Title No Title.” Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952. 03 (02): 40–47.
Hidayat, Muhammad Taufik. 2020. “Jurnal Abdidas.” Jurnal Abdidas 1 (3): 149–56.
Ida Bagus Gede Paramita, I Gede Gita Purnama Arsa Putra. 2020. “New Normal Bagi
Pariwisata Bali Di Masa PandemiCovid-19.” Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama
Dan Budaya EISSN 2614: ISSN 2527-9734. https://doi.org/10.36275/mws.
Intan, Dkk. 2021. “ANALISIS PENGARUH DAMPAK PANDEMI COVID-19
TERHADAP POTENSI” 1 (3).
Ju, Jiandong, Shang Jin Wei, Fitria Savira, Yudi Suharsono, Roberto Aragão, Lukas
Linsi, Book Editor, et al. 2020. “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者
における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title.” Journal of
Chemical Information and Modeling 43 (1): 7728.
https://online210.psych.wisc.edu/wp-content/uploads/PSY-
210_Unit_Materials/PSY-210_Unit01_Materials/Frost_Blog_2020.pdf
%0Ahttps://www.economist.com/special-report/2020/02/06/china-is-making-
substantial-investment-in-ports-and-pipelines-worldwide%0Ahttp://www.
Kartiko, Nafis Dwi. 2020. “Insentif Pajak Dalam Merespons Dampak Pandemi
Covid-19 Pada Sektor Pariwisata.” Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara 2 (1):
124–37.
Soehardi, Soehardi, Diah Ayu Permatasari, and Janfry Sihite. 2020. “Pengaruh
Pandemik Covid-19 Terhadap Pendapatan Tempat Wisata Dan Kinerja
Karyawan Pariwisata Di Jakarta.” Jurnal Kajian Ilmiah 1 (1): 1–14.
https://doi.org/10.31599/jki.v1i1.216.
Sugihamretha, I Dewa Gde. 2020. “Respon Kebijakan: Mitigasi Dampak Wabah
Covid-19 Pada Sektor Pariwisata.” Jurnal Perencanaan Pembangunan: The
Indonesian Journal of Development Planning 4 (2): 191–206.
https://doi.org/10.36574/jpp.v4i2.113.
Suprihatin, Wiwik. 2020. “Analisis Perilaku Konsumen Wisatawan Era Pandemi
Covid-19 ( Studi Kasus Pariwisata Di Nusa Tenggara Barat ).” Jurnal Bestari 19
(1): 56–66.

Anda mungkin juga menyukai