Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Proposal
Tugas Akhir Pada Program Studi Akuntansi
DISUSUN OLEH:
170301054
b. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada pelaku
usaha tentang insentif pajak pada masa pandemi Covid-19.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi merupakan salah satu teori dasar yang digunakan dalam dunia
usaha untuk menjelaskan hubungan agensi (agency relationship) antara
prisipal sebagai pemilik perusahaan dan agen sebagai pengelola perusahaan.
Teori agensi (agency theory) dikembangkan tahun 1970-an pada tulisan
Jansen & Meckling, (1976) yang berjudul “Theory of the frim: Managerial
behavior, agency costs, and ownership structure” menjelaskan bahwa:
“Agency relationship as a contract under which one or more person (the
principals) engage another person (the agen) to perform some service on
their behalf which involes delegating some decision making authority to
the agen”
Teori ini menjelaskan hubungan agensi yang merupakan suatu kontrak
dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintahkan orang lain agen
untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang
kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Menurut
Eisenhardt (1989) dalam Midiastuty, et al., (2016), menyatakan bahwa teori
agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu pada umumnya manusia
cenderung mementingkan dirinya sendiri (self interest), manusia memiliki
keterbatasan daya pikir tentang persepsi masa depan (bounded rationality) dan
manusia cenderung menghindari risiko (risk averse).
Dalam kaitan teori agensi dengan variabel dalam penelitian ini di mana
dalam insentif pajak. Pada teori agensi, dalam hal ini pemerintah sebagai
pihak prinsipal dan perusahaan sebagai pihak agen masing-masing memiliki
kepentingan yang berbeda dalam hal pembayaran pajak. Perusahaan sebagai
agen berusaha membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar
pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis perusahaan. Upaya yang
dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan manajemen laba agar bisa
meminimalkan pembayaran pajak dengan menggunakan cara yang legal,
sehingga akan terlihat laba yang stabil.
2.2 Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H di kutip dari buku (Siti
Resmi, 2017) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbale balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
2.1.2 Ciri-Ciri Pajak
Berdasarkan buku Siti Resmi (2017) ciri-ciri pajak adalah:
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan
untuk membiayai public investment.
2.1.3 Fungsi Pajak
Berdasarkan buku Siti Resmi (2017) fungsi pajak adalah:
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran,
baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara,
pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk
ke kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi
dan intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempuranaan
peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan
sebagainya.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar
bidang keuangan.
2.1.4 Jenis Pajak
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifat, dan
menurut lembaga pemungutnya (Resmi, 2017):
1. Menurut Golongan
a. Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus
menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak
ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu
kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan
terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau
jasa.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang
memperhatikan keadaan subjeknya.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan
objeknya, baik berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi
Subjek Pajak (Wajib Pajak) dan tempat tinggal.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
3. Menurut Lembaga Pemungut
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara pada umumnya.
Contoh: PPh, PPN, dan PPnBM
b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah,
baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah
tingkat II (pajak kabupaten/kota), dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak
Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009.
Conoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan.
2.1.5 Tata Cara Pemungutan Pajak
Tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas
pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak.
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata (Riil)
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan
pada objek yang sesungguhnya terjadi (untuk PPh, objeknya
adalah penghasilan).
b. Stelsel Anggapan (Fiktif)
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan
pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan
pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak
atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal
di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak yang berdomisili
atau bertempat tinggal di wilayah Indonesia (Wajib Pajak
dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang
diperolehnya, baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia.
b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak
atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang
yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan
pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.
c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan
dengan kebangsaan suatu negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Officia Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan
aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak
yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem
ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak
sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.
b. Self Assessment Sytem
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenag Wajib
Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta
kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya
berada di tangan Wajib Pajak.
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga
ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan
perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk
memotong serta memungut pajak, menyetor, dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang
tersedia.
2.1.6 Pengertian Insentif Pajak
Insentif pajak merujuk pada ketentuan khusus dalam peraturan
perpajakan dapat berupa pengecualian dari objek pajak, kredit, perlakuan
tarif pajak khusus atau penangguhan kewajiban perpajakan. Bentuk
insentif fiskal itu sendiri dapat berupa pembebasan pajak dalam periode
tertentu, dapat dikurangkannya sebuah biaya atas jenis pengeluaran
tertentu atau pengurangan tarif impor atau pengurangan tarif bea dan
cukai (UN & CIAT, 2018).
Cambridge Dictionary mengartikan insentif pajak sebagai “a
reduction in taxes that encourages companies or people to do something
that will help the country's economy”. Secara umum insentif pajak dapat
diartikan sebagai ketentuan khusus dalam peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan yang umumnya berdampak pada
berkurangnya jumlah pajak yang seharusnya dibayar ke negara.
Ketentuan ini diberikan oleh negara dalam rangka membantu
perekonomian negara. Dalam penelitian ini akan dibahas insentif pajak
pada sektor pariwisata, serta bagaimana manfaat insentif tersebut dan
adakah alternatif solusi dalam mengatasi kebutuhan sektor pariwisata
akibat adanya pandemi COVID-19.
2.1.7 Peluasan Insentif Pajak
Ada lima jenis insentif pajak yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha,
antara lain:
1. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP),
2. PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah,
3. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor,
4. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%,
5. Pengembalian pendahuluan PPN sebagai PKP berisiko rendah bagi
WP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi paling
banyak 5 miliar rupiah.
2.3 Pariwisata
2.3.1 Pengertian Pariwisata
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pariwisata diartikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi.
Dalam Bab I Pasal 1 Undang-undang RI nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dijelaskan bahwa:
a. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
b. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
c. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
d. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi
antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Menurut Daly dan Gereff dalam Nhamo et al (2020), terdapat dua
tipe perjalanan wisata yaitu wisata untuk tujuan rekreasi (wisata
rekreasi) dan wisata untuk tujuan bisnis (wisata bisnis). Wisata rekreasi
dapat diartikan sebagai setiap perjalanan yang dilakukan turis untuk
memperoleh kesenangan. Bentuk wisata rekreasi contohnya wisata alam,
wisata petualangan, dan wisata kebudayaan. Sedangkan wisata bisnis
adalah sebuah perjalanan untuk kepentingan profesional, termasuk
didalamnya bertemu dengan klien, perjalanan untuk melihat potensi
investasi, dan perjalanan untuk mengikuti konferensi. Dalam penelitian
ini akan dibahas secara integral bagaimana kebutuhan sektor pariwisata
selama pandemi COVID-19 baik untuk wisata rekreasi.
2.3.2 Sektor Pariwisata
Sektor pariwisata adalah sekumpulan unit produksi dalam industri
berbeda yang menyediakan barang dan jasa yang khususnya dibutuhkan
para pengunjung. Dalam rangka pembangunan daerah sektor pariwisata
memegang peranan yang menentukan dan dapat sebagai katalisator
untuk meningkatkan pembangunan sektor-sektor lain secara bertahap.
Keberhasilan pengembangan sektor kepariwisataan, berarti akan
meningkatkan perannya dalam penerimaan daerah, dimana
kepariwisataan merupakan komponen utama (Wahab, 2003: 16).
Pembangunan sektor pariwisata meyangkut aspek sosial budaya,
ekonomi dan politik (Spillane, 1994:14). Hal ini sejalan dengan yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan
kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
memperluas dan meretakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja,
mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan
mendayagunakan objek dan daya tarik wisata di Indonesia serta
memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar
negara.
Sektor pariwisata juga sangat berperan terhadap membantu
peningkatan perekonomian, khususnya melalui pendapatan pajak dan
retribusi. Pajak dan retribusi merupakan sumber pendapatan pemerintah
dalam mengembangkan dan membayar sektor pariwisata. Barang dan
jasa yang biasanya dibutuhkan oleh para pengunjung dapat berupa
sarana dan prasarana pendukung objek wisata.
2.3.3 Usaha dalam Sektor Pariwisata
Usaha dalam sektor pariwisata atau dapat juga disebut sebagai Usaha
Pariwisata, secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan (UU Kepariwisataan). Definisi Usaha
Pariwisata dalam UU Kepariwisataan adalah usaha yang menyediakan
barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan
penyelenggaraan pariwisata. Dalam Bab VI Pasal 14 UU
Kepariwisataan, usaha pariwisata meliputi, antara lain:
1. daya tarik wisata;
2. kawasan pariwisata;
3. jasa transportasi wisata;
4. jasa perjalanan wisata;
5. jasa makanan dan minuman;
6. penyediaan akomodasi;
7. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
8. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan
pameran;
9. jasa informasi pariwisata;
10. jasa konsultan pariwisata;
11. jasa pramuwisata;
12. wisata tirta; dan
13. spa.
BAB III
METODE PENELITIAN