Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK

PENGHASILAN UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI


CORONAVIRUS DISEASE 2019
Ghifari Wirandika
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Terbuka
ghifariwirandika@gmail.com

ABSTRAK
Karya ilmiah ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan
pandemi COVID-19 terhadap kegiatan perekonomian dan perpajakan di Indonesia,
mengidentifikasi insentif pajak penghasilan yang diberikan Kementerian Keuangan dan
Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak terdampak pandemi COVID-19, dan
mengetahui pertimbangan yang mendasari pemberian insentif pajak penghasilan kepada
wajib pajak terdampak pandemi COVID-19. Insentif PPh yang diberikan meliputi insentif
PPh Pasal 21 DTP, PPh Pasal 22 Impor DTP, PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018
DTP, PPh Final Jasa kontruksi P3-TGAI DTP, dan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25.
Pemberian insentif ini diharapkan dapat memberikan tambahan penghasilan bagi para
pekerja, mempertahankan daya beli masyarakat, memberikan stimulus bagi industri untuk
tetap mempertahankan laju impor, menjaga stabilitas ekonomi, peningkatan ekspor, dan WP
dapat lebih optimal dalam manajemen kas dengan adanya percepatan restitusi.
Kata-kata kunci: Insentif Perpajakan, COVID-19, Pajak Penghasilan

PENDAHULUAN
Dalam sejarah, dunia beberapa kali mengalami keadaan krisis yang disebabkan oleh suatu
wabah penyakit, beredarnya Corona Virus Disease 2019 atau yang selanjutnya disebut COVID-19
menjadi sebuah catatan baru dalam sejarah kehidupan manusia. Pada tahun 2020, seluruh dunia
digemparkan oleh kemunculan suatu wabah yang ditemukan secara tiba-tiba, hal ini berawal dari
sebuah kabar burung yang beredar pada penghujung tahun 2019, telah muncul virus yang menyerupai
Severe-Acute Respiratory Syndrome (SARS) di daerah Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei, Tiongkok,
penemuan ini menggegerkan seisi dunia yang panik tanpa persiapan. Pada tanggal 5 Januari 2020,
Badan Dunia untuk Kesehatan atau World Health Organization (WHO) untuk pertama kalinya
mengumumkan bahwa telah muncul sebuah virus baru di Wuhan, Tiongkok, virus tersebut adalah
Corona Virus Disease 2019 yang secara resmi dinamakan COVID-19. COVID-19 menyebar begitu
cepat ke seluruh penjuru dunia dalam skala yang luas, sehingga pada tanggal 11 Maret 2020, WHO
mendeklarasikan bahwa COVID-19 merupakan sebuah pandemi global.
COVID-19 menyebabkan kepanikan massal bagi masyarakat dan pemerintah di tiap-tiap
negara yang terdampak, terlepas dari status kemakmuran ekonomi dan kemajuan teknologi di suatu
negara. Di Indonesia, pada tanggal 13 April 2020, Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan
COVID-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2020. Semenjak saat itu, masyarakat diimbau untuk melakukan karantina mandiri atau self-
quarantine, yang menyebabkan berbagai kegiatan terutama aktivitas ekonomi di segala sektor ditunda
dan bahkan terpaksa diberhentikan demi memperlambat laju transmisi COVID-19.
COVID-19 melahirkan dampak sosial-ekonomi yang sangat signifikan, selain menyebabkan
kekacauan di bidang kesehatan, COVID-19 juga memaksa dunia untuk memperlambat laju
perekonomian di negara masing-masing, kegiatan dunia usaha mengalami gangguan di bidang
produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya, hal ini tentu menghambat kinerja
perekonomian negara.
Dengan keadaan seperti ini, pemerintah dituntut untuk mengelola kebijakan penanganan
pandemi dengan tata kelola yang cepat tanggap melalui sistem manajemen krisis yang baik agar
keadaan perekonomian negara tidak terpuruk, pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan
Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka
menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional, sekaligus melindungi dan
mempertahankan kemampuan para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.
Dalam penulisan karya tulis tugas akhir ini, penulis akan menganalisis kebijakan yang
dibuat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak,
dalam pemberian insentif pajak untuk wajib pajak yang terdampak pandemi Corona Virus
Disease 2019 atau COVID-19, terutama insentif pajak penghasilan. Melalui Karya Tulis
Tugas Akhir ini penulis mengangkat judul “Analisis Kebijakan Pemberian Insentif Pajak
Penghasilan Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Coronavirus Disease 2019”. Tujuan
penulisan karya tulis ini adalah untuk mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan pandemi
COVID-19 terhadap kegiatan perekonomian dan perpajakan di Indonesia, mengidentifikasi
insentif pajak penghasilan yang diberikan Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal
Pajak kepada wajib pajak terdampak pandemi COVID-19, dan mengetahui pertimbangan
yang mendasari pemberian insentif pajak penghasilan kepada wajib pajak terdampak pandemi
COVID-19.

METODE
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang dikumpulkan oleh penulis langsung dari sumber pertama objek atau subjek
penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh penulis tidak
langsung dari sumber pertama objek atau subjek penelitian dan bersifat sebagai data
pendukung. Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh data tersebut adalah metode
penelitian kepustakaan dan metode studi dokumen.
Metode penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari sejumlah literatur,
buku, jurnal, penelitian sebelumnya, dan peraturan perpajakan yang berlaku terkait dengan
pemberian insentif pajak penghasilan untuk wajib pajak terdampak pandemi COVID-19
2019. Tujuan penelitian kepustakaan ini adalah agar diperolehnya landasan teoritis mengenai
permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini.
Metode studi dokumen adalah metode pengumpulan data dengan menganalisis
kumpulan dokumen yang dapat membantu analisis penulisan karya tulis. Dokumen yang
dapat membantu analisis penulis antara lain dokumen yang menunjukkan data pengaruh
COVID-19 terhadap perekonomian dunia dan proses bisnis wajib pajak baik secara langsung
maupun tidak langsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Dampak yang Ditimbulkan Pandemi COVID-19 terhadap Kegiatan
Perekonomian dan Perpajakan di Indonesia
International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook edisi April 2020
memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan menyusut sebesar 3%. Ekonomi
global diprediksikan akan mengalami resesi terburuk semenjak era The Great Depression.
krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1929 hingga
1939. IMF bahkan memiliki julukan baru bagi krisis ekonomi di tahun 2020 ini, yaitu The
Great Lockdown.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menyusut tanpa terkecuali. Badan Pusat
Statistik dalam Berita Resmi Statistik No. 39/05/Th. XXIII yang dirilis pada tanggal 5 Mei
2020 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap triwulan
I-2019 (y-on-y) tumbuh 2,97% dan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap
triwulan IV-2019 (q-on-q) terkontraksi sebesar 2,41%. Hal ini mengimplikasikan bahwa
keadaan ekonomi negara mengalami perlambatan yang signifikan dibandingkan dengan
capaian kuartal tahun sebelumnya.
Gambar 1. Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 2018-2020
Sumber: Berita Resmi Statistik No. 39/05/Th. XXIII
Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu indikator akurat yang
mengindikasikan dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia. Bank
Indonesia (BI) menyatakan bahwa laju perekonomian global akan semakin terpuruk karena
pandemi COVID-19 membatasi ruang kebijakan fiskal dan moneter di tengah pertumbuhan
ekonomi yang relatif rendah. Pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah ini dapat dilihat dari
Indikator Ekonomi Makro dalam Asumsi Dasar Ekonomi Makro yang dipaparkan oleh Wakil
Menteri Keuangan pada Konferensi Pers APBN Kita Edisi Mei 2020.
Tabel 1. Asumsi Dasar Ekonomi Makro Q1-2020
2019 2020
Indikator Realisasi Realisasi
APBN APBN
Januari-April Januari-April
Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,3 5,07 5,3 2,97
(% yoy) 2,83 2,67
Inflasi 3,5 3,1
(% ytd) 0,80 0,84
Tingkat Bunga SPN 3 Bulan 5,3 5,8 5,4 3,2
Nilai (Rp/US$) 14.140 14.642
15.000 14.400
Tukar (Rp/US$, eop) 14.215 15.157
Harga Minyak Mentah
70 62 63 44
Indonesia (US$/barel)
Lifting Minyak (ribu
775 742 755 702
barel/hari)
Lifting Gas (ribu barel
1.250 1.038 1.191 1.036,1
setara minyak/hari)
Sumber: Konferensi Pers APBN Kita Edisi Mei 2020
Menanggapi hal tersebut, pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54
Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun
Anggaran 2020 melakukan revisi postur APBN 2020. Target penerimaan negara diturunkan
dengan perincian sebagai berikut!

Tabel 2. Revisi Postur APBN 2020


Persentase
Target di APBN-P 2020 Target di APBN 2020
Pos Penerimaan Perubahan
(dalam triliun rupiah) (dalam triliun rupiah)
(%)
Perpajakan 1.462,6 1.865,7 27,56
PNBP 297,75 367 23,26
Penerimaan Hibah 0,5 0,5 -
Total 1.760,8 2.233,2 26,83
Sumber: Kementerian Keuangan
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa penurunan target penerimaan APBN 2020
dari sektor perpajakan turun sebesar 27,56%. Menteri Keuangan Sri Mulyani, dilansir dari
situs DDTC, menyatakan bahwa terpadat lima aspek utama yang mendasari penurunan target
penerimaan pajak, yaitu sebagai berikut!
1. Menurunnya pertumbuhan ekonomi serta peperangan harga minyak di antara Arab Saudi
dan Rusia;
2. Pemberian insentif pajak dalam rangka memitigasi dampak pandemi COVID-19 untuk
berbagai sektor usaha dan masyarakat;
3. Adanya perluasan insentif atau relaksasi pajak tambahan dikarenakan adanya perluasan
stimulus ekonomi bagi pelaku usaha;
4. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang sebelumnya 25% menjadi 22%; dan
5. Adanya kemungkinan penundaan Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen jika suatu saat
Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Perpajakan disahkan.
Penurunan target penerimaan perpajakan di APBN 2020 dilakukan mengingat
performa realisasi penerimaan perpajakan yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya
akibat dampak pandemi COVID-19. Wakil Menteri keuangan Suahasil dalam Konferensi
Pers APBN Kita Edisi Mei 2020 menyampaikan bahwa Realisasi penerimaan perpajakan
sejak bulan Januari hingga Maret 2020 hanya berkisar di persentase 30% terhadap perubahan
APBN 2020 yaitu sejumlah Rp376,7 triliun. Total realisasi penerimaan perpajakan serta
kepabeanan dan cukai terhitung sejak bulan Januari hingga April 2020 jatuh ke angka
Rp434,4 triliun, 0,9% lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian periode sebelumnya
yaitu Rp438,1 triliun.
2. Insentif Pajak Penghasilan yang Diberikan Kementerian Keuangan dan
Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak Terdampak Pandemi COVID-19
Kementerian Keuangan RI, dalam menanggapi dampak pandemic COVID-19
terhadap perekonomia dan perpajakan Indonesia, memberikan insentif atau keringanan pajak
bagi wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang terdampak pandemi COVID-
19. Pemberian insentif ini tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) yang terus
diubah dan diperbarui mengikuti besarnya dampak COVID-19 terhadap perekonomian
Indonesia agar perekonomian tetap dapat berjalan di masa sulit pandemi. Intensif yang
diberikan Kementerian Keuangan dimulai dengan terbitnya PMK No. 23/PMK.03/2020
Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona yang kemudian terus
diperbaharui sebanyak 3 kali hingga terbitnya PMK No. 110/PMK. 03/2020. Lebih lengkapnya,
berikut histori PMK insentif perpajakan yang diterbitkan Kementerian Keuangan selama
masa pandemi COVID-19!
1. PMK No. 23/PMK.03/2020 Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus
Corona;
2. PMK No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (mencabut dan menggantikan PMK No. 23/PMK.03/2020);
3. PMK No. 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (mencabut dan menggantikan PMK No. 44/PMK.03/2020 ); dan
4. PMK No. 110/PMK.03/2020 tentang Perubahan atas PMK No. 86/PMK.03/2020 tentang
Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis akan memfokuskan pada insentif yang
diberikan sesuai PMK No. 110/PMK.03/2020 tentang tentang Perubahan atas PMK No.
86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus
Disease 2019 karena merupakan peraturan insentif perpajakan yang terbaru dan masih berlaku
sampai saat penulisan karya ilmiah ini dilakukan.
Pada PMK No. 110/PMK.03/2020, terdapat 6 jenis insentif perpajakan yang diberikan. 5
diantara 6 insentif perpajakan yang diberikan terkait pajak penghasilan (PPh) dan sisanya adalah
insentif terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jenis-jenis intensif perpajakan yang disebutkan
dalam PMK No. 110/PMK.03/2020 antara lain:
1. Insentif PPh Pasal 21;
2. Insentif PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018;
3. Insentif PPh Final Jasa kontruksi;
4. Insentif PPh Pasal 22 Impor;
5. Insentif PPh Pasal 25; dan
6. Insentif PPN.
2.1. Insentif PPh Pasal 21

Insentif PPh Pasal 21 pada PMK No. 86/PMK.03/2020 sttd. PMK No.
110/PMK.03/2020 berupa PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah (DTP) atas penghasilan yang
diterima Pegawai dengan kriteria tertentu diberikan sejak Masa Pajak April 2020 sampai
dengan Masa Pajak Desember 2020. Berdasarkan pasal 2 ayat (3) PMK ini, pegawai yang
dapat menerima insentif PPh 21 DTP harus memenuhi syarat-syarat antara lain:
1. Menerima atau memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja sektor tertentu, yaitu WP
yang termasuk kedalam 1.189 KLU yang terlampir pada Lampiran PMK
86/PMK.03/2020, WP KITE dan WP yang telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB;
2. Memiliki NPWP; dan
3. Pada Masa Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang
bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
Untuk menerima manfaat insentif tersebut, pemberi kerja diwajibkan menyampaikan
pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Pemberi Kerja terdaftar melaluisaluran tertentu
pada laman www.pajak.go.id. Untuk pemberi kerja yang memiliki kantor pusat dan cabang,
pemberitahuan tersebut hanya perlu dilakukan oleh kantorpusat dan berlaku untuk seluruh
kantor cabang.
2.2. Insentif PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018

Insentif PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 pada PMK No. 86/PMK.03/2020
sttd. PMK No. 110/PMK.03/2020 berupa PPh Final PP 23 DTP Atas penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu diberikan
sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. Berdasarkan pasal
6 PMK ini, WP PP 23 Tahun 2010 yang dapat menerima insentif PPh Final PP 23 tahun 2010
DTP harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran
tertentu pada laman www.pajak.go.id tiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
2.3. Insentif PPh Final Jasa Kontruksi

Insentif PPh Final Jasa Konstruksi pada PMK No. 86/PMK.03/2020 sttd. PMK No.
110/PMK.03/2020 berupa PPh final Jasa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Penerima Program Percepatan Peningkatan tata guna Air irigasi (P3-TGAI) DTP sejak
Tanggal 14 Agustus sd Masa Desember 2020. Yang dimaksud WP P3-TGAI adalah
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air
(GP3A). dan/atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) yang melaksanakan P3-
TGAI sebagaimana telah ditetapkan olek Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan disahkan
oleh Kepala Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai atau Balai Wilayah Sungai
kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Untuk menerima manfaat
insentif tersebut, pemotong PPh Final Jasa Kontruksi tersebut diwajibkan menyampaikan
laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman
www.pajak.go.id tiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
2.4. Insentif PPh Pasal 22 Impor

Insentif PPh Pasal 22 Impor pada PMK No. 86/PMK.03/2020 sttd. PMK No.
110/PMK.03/2020 berupa PPh Pasal 22 Impor dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib
Pajak Tertentu berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan sampai
dengan tanggal 31 Desember 2020. WP tertentu yang dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal
22 Impor dibebaskan antara lain;
1. Termasuk kedalam 721 KLU yang terlampir pada Lampiran PMK 110/PMK.03/2020;
2. Telah ditetapkan sebagai WP KITE; dan
3. Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat,
atau izin PDKB.
Untuk menerima manfaat insentif tersebut, WP diwajibkan mengajukan permohonan
SKB melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. Selain itu, Wajib Pajak yang
telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulan melalui
saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. Laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22
Impor paling lambat disampaikan tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Khusus untuk Masa Pajak April – Juni, laporan realisasi disampaikan paling lambat tanggal
20 Juli 2020.
2.5. Insentif PPh Pasal 25

Terdapat 3 macam jenis insentif PPh Pasal 25 yang dimaksud pada PMK No.
86/PMK.03/2020 sttd. PMK No. 110/PMK.03/2020, yaitu:
1. Insentif PPh Pasal 25 Badan berupa penurunan Tarif dari 25% menjadi 22% berlaku sejak
masa April 2020 sampai dengan Masa Desember 2020;
2. Insentif PPh Pasal 25 Badan berupa pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar
30% (tiga puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang berlaku
sejak masa April 2020 sampai dengan Masa Juni 2020; dan
3. Insentif PPh Pasal 25 Badan berupa pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar
50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang berlaku
sejak masa Juli 2020 sampai dengan Masa Desember 2020.
WP yang dapat menerima insentif penguran angsuran PPh pasal 25 sebesar 30% dan
50% sesuai dengan poin 1 dan 2 diatas antara lain:
1. Termasuk kedalam 1.013 KLU yang terlampir pada Lampiran PMK 110/PMK.03/2020;
2. Telah ditetapkan sebagai WP KITE; dan
3. Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan
Berikat, atau izin PDKB.
Untuk menerima manfaat insentif tersebut, WP diwajibkan pemberitahuan kepada
kepala KPP tempat WP terdaftar melalui laman www.pajak.go.id. dan diwajibkan
menyampaikan laporan realisasi penguran angsuran PPh pasal 25 setiap bulannya melalui
saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id tiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. Khusus untuk Masa Pajak April – Juni, laporan ealisasi disampaikan paling
lambat tanggal 20 Juli 2020.
2.6. Perbandinga Insentif Insentif Pepajakan antara PMK No.
44/PMK.03/2020 dan PMK No. 86/PMK.03/2020 sttd. PMK No.
110/PMK.03/2020.

Tabel 3. Perbandingan insentif perpajakan PMK No. 44/PMK.03/2020 dan PMK No.
86/PMK.03/2020 sttd. PMK No. 110/PMK.03/2020
PMK No. 86/PMK.03/2020 sttd. PMK
Bentuk Insentif PMK No. 44/PMK.03/2020
No. 110/PMK.03/2020
 Sektor tertentu (1.189 KLU), WP
 Sektor tertentu (1.062
KITE & KB
1. PPh KLU), WP KITE &
 Insentif s.d. Desember 2020
Pasal 21 Kawasan Berikat (KB).
 Pemberitahuan pusat & cabang
Ditanggung  Insentif s.d. September
(WP KITE & KB)
Pemerintah 2020.
 Pemberitahuan hanya disampaikan
(DTP).  Pemberitahuan pusat &
pusat & berlaku untuk semua cabang
cabang.
(WP sektor tertentu/KLU)
 WP PP 23 Tahun 2018
 WP harus mengajukan
Surat Keterangan &  WP PP 23 Tahun 2018
menyampaikan Laporan  WP tidak perlu mengajukan Surat
2. PPh Final
Realisasi untuk Keterangan, cukup
UMKM
memanfaatkan insentif  menyampaikan Laporan Realisasi
Ditanggung
 Laporan Realisasi tiap  Laporan Realisasi tiap bulan p.l.
Pemerintah.
bulan p.l. tgl 20 bulan tgl 20 bulan berikut
berikutnya  Insentif s.d. Desember 2020
 Insentif s.d. September
2020
3. PPh Final TIDAK DIATUR  WP penerima P3-TGAI
Jasa  Laporan Realisasi tiap bulan p.l.
Kontruksi tgl 20 bulan berikut
Penerima
 Insentif s.d. Desember 2020
P3-TGAI
 Sektor tertentu (721 KLU)
 Sektor tertentu (431
 WP KITE & KB
3. Pembeba KLU)
 Insentif s.d. Desember 2020
san PPh  WP KITE & KB
 Pelaporan April-Juni: paling
Pasal 22  Insentif s.d. September
Impor. lambat 20 Juli 2020
2020
 Pelaporan Juli-Des: setiap bulan
 Pelaporan 3 bulanan
p.l. tgl 20 bulan berikutnya
4. Penguran  Sektor tertentu (1.013 KLU)
 Sektor tertentu (846
gan  WP KITE & KB
KLU)
Angsuran  Insentif s.d. Desember 2020
 WP KITE & KB
PPh PasaL  Pelaporan :
 Insentif s.d. September
25 sebesar  April-Juni: paling lambat 20 Juli
2020
30% dan 2020
50%  Pelaporan 3 bulanan
 Juli-Des: setiap bulan p.l. tgl 20
bulan berikutnya
Sumber: Diolah Penulis

3. Pertimbangan yang Mendasari Pemberian Insentif Pajak Penghasilan kepada


Wajib Pajak Terdampak Pandemi COVID-19.
Pemberian insentif perpajakan selama pandemi COVID-19 yang diawali oleh
terbitnya PMK No. 23/PMK.03/2020 dilatarbelakangi oleh dampak pandemi COVID-19
telah memperlambat ekonomi dunia secara masif dan signifikan termasuk perekonomian
Indonesia. Untuk mengantisipasi beberapa dampak COVID-19 tersebut, pemerintah perlu
segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah untuk mengantisipasinya dengan tujuan
untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan produktivitas
sektor tertentu sehubungan dampak wabah COVID-19 dan untuk mendukung
penanggulangan dampak COVID-19. Secara umum, pertimbangan inilah yang mendasari
terbitnya 4 PMK terkait insentif perpajakan COVID-19 mulai dari PMK No.
23/PMK.03/2020 hingga terbitnya PMK No. 110/PMK.03/2020, sebagaimana dilansir di web
resmi Kementerian Keuangan dalam Frequently Asked Questions (FAQ) masing-masing
PMK tersebut. Kemudian PMK insentif perpajakan di era COVID-19 ini secara terus-
menerus diperbaharui dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian,
luasnya dampak pandemi COVID-19, dan perlu memberikan perluasan insentif pajak bagi
setiap wajib pajak baik untuk PPh dan PPN.
Pemberian insentif pajak PPh Pasal 21 DTP ditujukan agar beban para pemberi kerja
diberikan menjadi lebih ringan, sehingga operasional bisnis dapat bertahan dan tidak
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Para pegawai diberikan keringan agar daya
beli atau daya konsumsi mereka dapat tetap terjaga. Menurut Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (Kadin), per 25 Juni 2020, tercatat sejumlah 6,4 juta orang dirumahkan dan diputus
hubungan kerja. Ditambah lagi kepemilikan NPWP di Indonesia saat ini didominasi oleh WP
orang pribadi karyawan. Mengingat PPh Pasal 21 juga merupakan penyumbang penerimaan pajak
terbesar selain PPN dan PPh Badan, Insentif PPh 21 DTP ini sudah seyogyanya diterapkan.
Pemberian insentif PPh Pasal 22 Impor dilatarbelakangi dengan penurunan aktivitas
impor dan pengiriman barang yang masuk ke Indonesia. Menurut Berita Resmi Statistik No.
47/06/Th. XXIII yang dirilis Badan Pusat Statistik pada tanggal 15 Juni 2020, nilai impor
Indonesia Mei 2020 mencapai US$8,44 miliar, turun sebesar 32,65 persen dibanding April
2020. Jika dibandingkan dengan Mei 2019, nilai impor Indonesia turun sebesar 42,20 persen.
Pemberian insentif PPh Final DTP UMKM dan PPh Pasal 25 berangkat dari
memburuknya keadaan iklim usaha di tengah pandemi. Menurut survei International Labour
Organization (ILO) Indonesia, hasil survei terhadap 571 responden yang merupakan pelaku
UMKM pada tanggal 6 April 2020 hingga 24 April 2020 menunjukkan bahwa 70% pelaku
usaha mikro kecil dan menengah yang disurvei mengalami kesulitan melanjutkan operasional
usahanya, beberapa perusahaan menghentikan kegiatan operasionalnya secara sementara
maupun permanen. Kondisi pandemic produktivitas wajib pajak akan menurun, sehingga
perlu adanya insentif terhadap angsuran PPh Pasal 25 maupun WP PPh Final PP 23 tahun
2018.
Adapun dampak yang diharapkan dari insentif pajak bagi masyarakat dan
perekonomian Indonesia sebagaima dilansir dalam FAQ penerbitan PMK insentif antara lain:
1. Memberikan tambahan penghasilan bagi para pekerja di sektor industri pengolahan untuk
mempertahankan adaya beli;
2. Stimulus bagi industry dimaksud untuk tetap mempertahankan laju impornya;
3. Stabilitas ekonomi dapat terjaga dan diharapkan ekspor dapat meningkat; dan
4. Dengan adanya percepatan restitusi, WP dapat lebih optimal dalam manajemen kas.

KESIMPULAN
Menanggapi dampak negatif pandemic COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi
dan penerimaan perpajakan, Pemerintah melaksanakan program PEN dalam rangka
menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional, sekaligus melindungi
dan mempertahankan kemampuan para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Salah
satu cara yang dilakukan Pemerintah adalah dengan memberikan insentif perpajakan PPh
melalui PMK No. 86/PMK.03/2020 sttd. PMK No. 110/PMK.03/2020. Insentif PPh yang
diberikan meliputi insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh Pasal 22 Impor DTP, PPh Final
berdasarkan PP 23 Tahun 2018 DTP, PPh Final Jasa kontruksi P3-TGAI DTP, dan
Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25. Pemberian insentif ini diharapkan dapat memberikan
tambahan penghasilan bagi para pekerja, mempertahankan daya beli masyarakat,
memberikan stimulus bagi industri untuk tetap mempertahankan laju impor, menjaga
stabilitas ekonomi, peningkatan ekspor, dan WP dapat lebih optimal dalam manajemen kas
dengan adanya percepatan restitusi.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2020). Berita Resmi Statistik No. 39/05/TH. XXIII. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2020). Kajian Stabilitas Keuangan No. 34, Maret 2020 (KSK 34).
Jakarta: Badan Pusat Statistik.

DDTC. (2020, November 14). APBN Perubahan 2020, Penerimaan Pajak Turun 23,65%
dari Target Awal. Diambil kembali dari DDTC: https://news.ddtc.co.id/apbn-
perubahan-2020-penerimaan-pajak-turun-2365-dari-target-awal-20078.

DDTC. (2020, November 14). Lengkap! Ini Realisasi Penerimaan Perpajakan Per Akhir
April 2020. Diambil kembali dari DDTC: https://news.ddtc.co.id/lengkap-ini-
realisasi-penerimaan-perpajakan-per-akhir-april-2020-21046?page_y=1160

DDTC. (2020, 14 November). Postur APBN 2020 Direvisi Karena Pandemi Corona, Ini
Perinciannya. Diambil kembali dari DDTC: https://news.ddtc.co.id/postur-apbn-
2020-direvisi-karena-pandemi-corona-ini-perinciannya-20075?page_y=5

International Monetary Fund. (2020, April). World Economic Outlook. Washington D.C.:
International Monetary Fund.

Kementerian Keuangan. (2020). Peraturan Menteri Keuangan No. 110/PMK.03/2020 tentang


Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 86/PMK.03/2020 tentang Insentif
Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Jakarta:
Sekretariat Negara.

Kementerian Keuangan. (2020). Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.03/2020 tentang


Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Jakarta: Sekretariat negara.

Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008


tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. (2020). Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan
Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun Anggaran 2020. Jakarta:
Sekretariat Negara.

World Health Organization. (2020). Situation Report Number 142. Geneva: World Health
Organization.

Anda mungkin juga menyukai