Saat ini perekonomian global sedang mengalami resesi akibat pandemi COVID-19.
Dampak pandemi COVID-19 mulai terasa yang terefleksi di triwulan II. Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian nasional triwulan II terkontraksi -
5,32% year to year (y-on-y) menurun 1,26% cumulative to cumulative (c-to-c)
dibandingkan triwulan I tahun 2020. Kontraksi dimaksud terjadi pada hampir
semua lapangan usaha dengan kontraksi pertumbuhan tertinggi berasal dari
transportasi dan pergudangan diikuti dengan sektor akomodasi dan makan minum.
Obstfeld et al. (2012) dalam buku yang berjudul “Global Economic Crisis: Impacts,
Transition and Recovery” menjabarkan krisis perbankan/keuangan yang pernah
terjadi di dunia setidaknya terjadi pada beberapa periode di masa yang lalu yaitu di
tahun 1890-1891, 1907-1908, 1913-1914, 1931-1932, 2007-2008.
Secara teori dan empiris, dalam masa ekonomi lesu akibat pandemi COVID-19,
berbagai komponen pembentuk permintaan agregat (aggregate demand) juga
merosot, yaitu konsumsi (C) menurun, investasi (I) menurun, begitu juga dengan
ekspor (X) dan impor (M). Dalam kondisi seperti ini, APBN menjadi instrumen
utama untuk menggerakkan roda perekonomian dan meredam dampak krisis
terhadap masyarakat. Para ekonom Keynesian membuktikan bahwa dalam kondisi
resesi ekonomi, intervensi pemerintah melalui belanja APBN efektif dalam
menangani krisis-krisis di masa lalu. Dalam kondisi krisis, belanja negara (G atau
government spending) menjadi salah satu ujung tombak pemulihan permintaan
agregat dan APBN menjadi alat stabilisasi ekonomi (economic stabilizer).
Jika niatan baik (kebijakan) tercermin dari peningkatan belanja negara sebagai
bentuk stimulus fiskal bagi perekonomian, isu yang muncul saat ini adalah realisasi
dari belanja APBN yang berada pada tahapan pelaksanaan anggaran. Stimulus
fiskal tidak dapat tercapai dengan baik tanpa pencairan anggaran yang cepat, tepat
sasaran dan menegakkan prinsip-prinsip tata kelola keuangan yang baik. Tujuannya
adalah ketidakserapan anggaran (budget underspending) tidak terjadi dikarenakan
realisasi anggaran diharapkan menjadi motor perekonomian dalam krisis.
Untuk kategori dana yang sudah di DIPA-kan yakni untuk dana yang siap
dieksekusi, peran kementerian teknis dan Kementerian Keuangan termasuk kantor
bayar pemerintah (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara/KPPN) menjadi
krusial. Dengan prinsip ‘let the managers manage’, pencairan belanja APBN oleh
KPPN di seluruh Indonesia hanya bisa dilakukan jika terdapat permintaan
pencairan dana dari satuan kerja kementerian teknis. Demikian pula untuk dana
yang masih dalam proses revisi dan yang masih belum dialokasikan menjadi ranah
Kementerian Keuangan baik Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dan Kanwil
Ditjen Perbendaharaan dan juga satuan kerja (satker) kementerian teknis. Dengan
kata lain, keterlibatan semua pihak terkait diperlukan untuk mempercepat proses
penyesuaian anggaran dan pencairan belanja pemerintah baik belanja yang sudah
berlangsung (existing) maupun belanja program PEN.
Selama ini, target anggaran (target pendapatan dan pagu belanja) jelas tercantum
baik dalam Undang-Undang APBN maupun secara rinci dalam Perpres Rincian
APBN dan DIPA. Dalam kondisi saat ini dimana kecepatan dan ketepatan
pencairan menjadi penting, target pencairan belanja perlu juga disusun untuk
memastikan pencairan dana terlaksana dengan baik. Dalam tataran makroekonomi,
semakin cepat pencairan semakin cepat pula efek pengganda (multiplier effect)
terbentuk. Artinya, dorongan ekonomi dari intervensi belanja pemerintah semakin
nyata.
Untuk itu, simplifikasi dan relaksasi bukan hanya di ranah penganggaran (proses
revisi anggaran), namun juga dalam tataran eksekusi anggaran telah dilakukan
pemerintah. Kedua, pemerintah secara intensif meningkatkan sense of urgency dan
sense of crisis terkait belanja PEN kepada seluruh pihak terkait seperti satuan kerja
pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Artinya, kementerian teknis diharapkan
siap untuk memenuhi semua persyaratan pencairan APBN dan bersama dengan
Kementerian Keuangan berupaya memastikan kelancaran pelaksanaan anggaran.