Anda di halaman 1dari 6

Hal 154

Selama orde baru hingga krisis asia 1997-1998 APBN disusun dan diumumkan setiap april.
Jadi, pada masa itu, tahun fiskal di mulai setiap april. Sejarah krisis keuangan asia 1997-1998 tahun
fiskal di tetapkan mulai januari hingga desember berarti dalam beberapa bulan menjelang akhir
tahun, semua departemen pemerintah dan lembaga pemerintah non departemen sibuk
mempersiapkan anggaran pengeluarannya.

Penyusunan RAPBN atau penetapan besarnya pengeluaran dan pendapatan untuk tahun
depan di dasarkan pada asumsi-asumsi mengenai nilai-nilai dari sejumlah variabel ekonomi makro
pada tahun depan. Seperti tingkat instansi nilai tukar rupiah terutama terhadap dolar vs
pertumbuhan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi indonesia yang ingin di capai dan harga
minyak di pasar internasional. Variabel terakhir ini penting karena ekonomi indonesia masih sangat
tergantung pada minyak jika pada era orde baru lebih pada sisi ekspornya, sekarang ini lebih pada
sisi inpornya. Dalam kata lain karena indonesia sekarang lebih banyak inpor daripada ekspor minyak
yang membuat pemerintah indonesia memutuskan keluar dari OPF.C maka kenaikan harga minyak di
pasar internasional akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti pada
era soeharto dulu.

Hal 155

RAPBN didasarkan pada asumsi berikut ini, pertumbuhan ekonomi antara 6,4 persen hingga
6,9 persen (namun akhirnya direvisi berdasarkan ketetapan antara komisi VI DPR dengan
kementerian keuangan menjadi 6,0 persen), inflasi antara 3,5 persen hingga 5,5 persen (5,5 persen
kesepakatan) nilai tukar per 1 dolar AS antara Rp 9.600 hingga Rp 9.800 (kesepakatan akhirnya
menjadi Rp 10.500) suku bunga SPN 3 bulan antara 4,5 persen hingga 5,5 persen (kesepakatan juga
5,5 persen) harga minyak mentah (ICF) antara 100 hingga 115 dolar AS per barel hfhning gas 1.240
ribu barel karena minyak per hari.

Besarnya perubahan dan jumlah pengeluaran dan pendapatan di dalam APBN dalan uapaya
mencapai pertumbuhan ekonomi, penciptaan lebih banyak kesempatan kerja, stabilitas harga, dan
stabilitas posisi eksternal (yang tercerminkan dalam besar kecilnya defisit neraca pembayaran)
dicerminkan dari sifat kebijakan fisikal. Jika pemerintan menambah defisit APBN, yakni menambah
pengeluaran atau mengurangi pendapatan lewat misalnya menerima tarif pajak , maka dikatakan
bahwa pemerintah melakukan kebijakan fisikal ekspansif, karena. Paling tidak secara teori atau
harapan pemerintah, bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat.

APBN mempunyai dua komponen besar, yakni anggaran pengeluaran dan anggaran
pendapatan selanjutnya, kedua komponen tersebut, masing-masing mempunyai banyak hub-
komponen. Anggaran pendapatn terdiri ats berbagai macam pajak, retribusi, royalti, bagian dari laba
BUMN, dan berbagai pendapatan non pajak lainnya.

Hal 156

3. definisi anggaran

Seperti telah dibahas sebelunya, salah satu jalur lewat mana pemerintah bisa
mempengaruhi atau mempermainkan peran ekonominya adalah lewat kebijakan fiskal. Hal ini
dilakukan dengan menaikkan atau mengurangi pengeluarannya, yang didalam model ekonomi
makro keynesian di tandai dengan variabel G, atau/ dan menaikkan atau menurunkan tarif pajak ,
ditandai dengan variabel T, dan ini semua tercerminkan oleh besar kecilnya defisit APBN. Oleh
karena itu, dalam penyusunan RAPBN saat ini untuk tahun depan, yang berarti untuk mempengaruhi
perekonomian nasional tahun depan, pemerintah harus terlebih dahulu membuat perkiraan-
perkiraan mengenai kondisi perekonomian indonesia dan global tahun depan.

Salah satu indikator untuk mengukur sejauh mana peran pemerintah lewat kebijakan
fiskalnya dalam perekonomian indonesia adalah tren perkembangan defisit APBN atau umum
disebut desifit anggaran pemerintah. Biasanya kebijakan fiskal ekspansif dilakukan pada saat
ekonomi dornetik lagi lesu yang ditunjukan oleh menurunnys lsju pertumbuhan ekonomi atau
bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif, seperti yang indonesia pernah alami saat krisis
keuangan asian mencapai titik terburuknya pada tahun 1998.

Hal 158

Pada saat krisis ekonomi global 2008-2009, pemerintah juga membuat pengeluaran
tambahan,disebut simulus fiskal dengan tujuan untuk meningkatkan pemerintahan dalam negeri
agar penurunan ekspor akibat krisis itu bisa di kompensasi dengan pertumbuhan pasar domestik
sehingga pertumbuhan PDB tidak merosot tajam.

Hal 159

Pengeluaran pemerintah setiap tahun meningkat (walaupun laju pertumbuhannya tidak


selalu sama setiap tahun) yang terdiri atsa pemerintah pusat dan transfer ke daerah (salah sumber
pendapatan bagi APBN). Belanja pemerintah terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial dan belanja lain-lain.

Hal 160

Pada APBN-P 2013, jumlah pengeluaran pemerintah untuk pos ini tercatat sebanyak Rp 8,2
triliun, atau sekitar hanya 6,9 persen dari jumlah belanja pemerintah pusat. Pada RAPBN 2014,
porsinya lebih kecinya lagi, yakni Rp 55,9 triliun atau 4,5 persen (kompas, jumat, 25 oktober 2013,
halaman 74).

Namun seperti biasanya, angka-angka di RAPBN tidak selalu sama dengan angka-angka pada
saat pelaksanaanya (APBN berjalan). Berdasarkan laporan dari kementerian keuangan RI pada bulan
desember 2013, untuk APBN 2014, jumlah kebutuhan pengeluaran pemerintah pusat/ negara
mencapai Rp 1.918 triliun, yang terdiri atas Rp 1. 842,5 triliunnuntuk belanja negara dan
pengeluaran pembiayaan sebanyak Rp 75,5 triliun.

Dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyesuaian adalah jumlah transfer ke
daerah, yakni Rp 592,5 triliun. Dana perimbangan terdiri atas (a) DBH sebanyak Rp 113,7 triliun
dialokasikan kepada daerah berdasarkan pendapatan APBN guna mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, (b) DAU Rp 341, 2 triliun dialokasikan sebagai alat
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dari mengurangi kesenjangan fiskal antara daerah,
dan (c) DAK Rp 33,0 triliun dialokasikan untuk urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional
dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional.
Sedangkan dana otonomi khusus dan penyesuaian terdiri atas tiga kategori, yakni: (a) dana otonomi
khusus Rp 16,1 triliun dibagi untuk provinsi papua, provinsi papua barat, dan provinsi aceh, termasuk
dana tambahan untuk mempercepat pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sebesar RP 2,5
triliun di provinsi papua dan provinsi papua barat, (b) dana keistimewaan daerah untuk
penyelenggaraan keistimewaan daerah istimewa (DI) yogyakarta sebanyak Rp 523,9 miliar, dan (c)
dana penyesuaian sebanyak Rp 87,9 triliun dialokasikan antara lain untuk (i) tunjangan profesi guru
PNSD dan bantuan operasional sekolah (BOS), dan (ii) dana insentif daerah (DID) diberikan agar
daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yang di tunjukan dengan
perolehan bahan opini pemeriksa keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah (pemda) dan
menetapkan APBD secara tepat waktu (kompas, rabu, 11 desember halaman 25).

Hal 161

Sejak pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fisikal, dana transfer ke daerah
menjadi salah satu komponen penting dari sisi pengeluaran APBN. Dana subsidi yang ditunjukan
pada tabel 6,4 sedikit di bawah target semula RAPBN 2014. Pengurangan subsidi ini didasarkan pada
arah kebijakan subsidi yang dalam tahun 2014 adalah untuk meningkatkan wfisiensi subsidi energi
dan meningkatkan ketetapan target sasaran dalam rangka peningkatan kualitas belanja negara.

Hal 162

Jumlah pengeluaran pemerintah pusat untuk subsidi BBM cenderung meningkat, selain
perbedaanyya dengan subsidi listrik juga cenderung membesar disebabkan oleh jumlah BBM yang
setia tahun terus bertambah seiring dengan penambahan jumlah penduduk dan kegiatan
pertumbuhan ekonomi, seperti dapat diamati di gambar 6,6, volume BBM yang paling besar nilai
subsidinya adalah premium yang penambahannya cenderung semakin pesat darihanya sej]kitar 19,5
juta kiloliter pada tahun 2008 menjadi sedikit di atas 31 juta kiloliter, disusul kemudia oleh solardari
11,8 juta kilometer menjadi 16,7 juta kiloliter untuk jangka waktu yang sama.

Sedangkan penyaluran BBM bersubsidi untuk minyak tanah cenderung terus berkurang dari
7,9 juta kiloliter pada tahun 2008 menjadi 1,2 juta kiloliter pada tahun 2013. Bahkan sering kali
dalam pelaksanaan subsidi BBM, seperti yang diperlihatkan di gambar 6,7 volume realisasi konsumsi
BBM khususnya premium dari solar lebih banyak daripada volume kuotanya, terkecuali untuk tahun
2012, sedangkan volume realisasi konsumsinya cenderung lebih sedikit dibandingkan volume
kuotanya setiap tahunnya.

Hal 163

Sedangkan subsidi non-energi meliputi: (a) subsidi pangan yaitu persediaan beras dengan
harga murah untuk rakyak miskin sebesar Rp 18,8 triliun, denga sasaran 15,5 juta rumah tangga
sasaran (RTS) dengan 15 kg per RTS selama setahun, (b) subsidi pupuk Rp 21,0 triliun dan subsidi
benih Rp 1,6 triliun untuk membantu petani agar bisa tetap mampu membeli pupuk dan demi
ketahanan pangan, (c) subsidi PSO Rp 2,2 triliun untuk PSO penumpang kereta api , PSO penumpang
angkutan laut kelas ekonomi , dan PSO informasi publik, (d) subsidi bunga kredit sebesar Rp 3,2
triliun untuk mendukung perkembangan usaha mikro ,kecil dan menegah (UMKM), peningkatan
ketahanan pangan, dan program diversifiksi energi, dan (e) subsidi pajak Rp 4,7 triliun untuk
mendukung kebijakan stabilisasi harga kebutuhan pokok dan program pengembangan industri
strategi.

Hal 164

Dari pendapatan ada dua sumber utama, yakni: (a) pendapatan negara yang terdiri atas
penerimaan pajak, penerimaan kepabeanan,dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak ( tiga
komponen ini disebut juga pendapatan dalam negeri), dan hibah dan, (b) penerimaan pembiayaan.
Dari kategori (a) penghasilan pajak selalu lebih besar daripada penghasilan non pajak.
Hal 165

Sejak berakhirnya krisis keuangan Asia 1997-1998 hingga saat ini, pemerintah terus fokus
pada peningkatan pendapatan pajak. Berdasarkan pada APBN-P 2013, target pada tahun 2013
tambah Rp 110 triliun atau tambah 12 persen dibandingkan tahun 2012 (APBN-P 2912). Namun
hingga bulan akhir oktober 2013, realisasi penerimaan pajak masih kurang Rp 273 triliun atau sekitar
27, 48 persen dari target. Sedangkan pada tahun 2014 target penghasilan pajak hanya bertambah Rp
35 triliun atau meningkat hanya 3,15 persen dibandingkan APBN-P 2013.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penambahan target pendapatan pajak tidak pernah
sampai 100 persen. Di sisi lain, realisasinya tidak selalu sesuai targetnya. Misalnya, hingga agustus
2013, rata-rata penerimaan pajak sudah tercapai antara 50 persen hingga 60 persen lebih, terkecuali
PBB (pajak bumi dan bangunan), yang sangat sedikit sekali, hanya sekitar 6 persen dari APBN-P 2013.
Sedangkan pemasukan dari cukai selama semester 1 2013 tercatat sebanyak Rp 52, 61 triliun atau
sekitar 50,2 persen dari APBN-P tahun itu, dan jumlah pemasuka bea berkaitan dengan perdagangan
internasional secara pada semester 1 2013 mencapai sekitar Rp 21 triliun lebih.

Hal 166

Walaupun setiap tahun realisasi penerimaan pajak tidak selalu sesuai targetnya, namu realisasi
penerimaan jumlah penerimaan pajak meningkat terus setiap tahun dalam beberapa tahun terakhir
ini. Misalnya pada tahun 2009, realisasi jumlah pemasukan dari pajak tercatat sebanyak Rp 619,92
triliun (sedikit menurun dibandingkan tahun 2008 yang tercatat mencapai Rp 658,7 triliun), yang
terdiri atas pajak dalam negeri sebanyak Rp 601,25 triliun dan pajak perdagangan inter nasional
sebesar RP 18,67 triliun. Pada tahun 2012, realisasi jumlah pemasukan pajak tercatat mencapai
angka Rp 1.019,33 triliun yang terdiri ats pajak dalam negeri sebesar Rp 976,90 triliun dan pajak dari
kegiatan ekpor dan inpor sebanyak Rp 42,43 triliun.

Satu indikator yang namun digunakan untuk melihat apakah peningkatan pendapatan pajak
signifikan atau tidak adalah tren perkembangan rasio pendapatan pajak terhadap pendapatan
nasional atau PDB. Walaupun secara nominal pendapatan pajak meningkat setiap tahun, namun
presentasenya terhadap pajak tersebut tidak optimal. Artinya potensi pendapatan pajak sangat
besar didalam ekonomi yang belum terjangkau oleh pemerintah.

Hal 167

Salah satu cara yang efektif untuk menaikkan pendapatan pajak adalah dengan menambah jumlah
wajib pajak yang terdaftar, selain menaikkan tarif pajak (walaupun yang terakhir ini tidak mudah
untuk dilakukan karena tarif pajak yang terlalu tinggi bisa menimbulkan efek bumerang atau menjadi
faktor disinsentif bagi pertumbuhan perekonomian nasional). Selama ini pemerintah memang telah
berusaha untuk menjaring jumlah orang pribadi yang seharusnya sudah harus masuk ke dalam
kategori wajib pajak karena sudah berpenghasilan tinggi dan menengah yang kena pajak, namun
belum pernah membayar oajak atau belum terdaftar sebagai wajib pajak.

Hal 168

B Kebijakan Monemeter
1. Teori dan Model

Uang mempunyai peran sentral di dalam perekonomian modern. Berbeda dengan zaman
dahulu kala, sekarang ini tanpa uang tidak mungkin ekonomi bisa berjalan karena tidak ada
permintaan atau konsumsi rumah tangga. Sedangkan di sisi lain, terlalu banyak uang beredar di
masyarakat mengakibatkan terlalu banyak permintaan. Jika produksi atau penawaran di pasar
terbatas, maka tingkat inflasi akan meningkat, dan laju inflasi yang terlalu tinggi akan
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hal 169

Hingga tingkat tertentu, kenaikan harga akan memberi insentif badi industri/ sektor untuk
meningkatkan produksi (seperti yang digambarkan pada kurva penawaran agregat dengan sudut
yang positif, yang artinya semakin tinggi tingkat harga semakin merosot (seperti yang di
gambarkan oleh kurva permintaan agregat dengan sudut negatif: harga naik permintaan
menurun). Oleh karena itu dapat dipahami betapa pentingnya kebijakan monemeter untuk
menjaga stabilitas peredaran uang, jangan terlalu banyak uang yang beredar di tangan
masyarakat akan menimbulkan terlalu banyak permintaan di dalam ekonomi.

Hal 170

Dasar pemikiran dari teori Gambridge adalah bahwa permintaan uang tidak hanya
dipengaruhi oleh volume transaksi yang diukur dengan PDB riil (y), tetapi juga dipengaruhi oleh
tiga faktor lainnya, yaitu tingkat kekayaan seseorang, tingkat bunga (r), dan ekspektasi seseorang
tentang masa depan. Di dalam model Gambridge ini, nilai aset, seperti pendapatan atau
kekayaan dihitung dalam nilai nominal dan oleh karena itu, permintaan uang karena faktor
kekayaan dinyatakan proposional dengan pendapatan nasional nominal.

Hal 171

Karena permintaan uang untuk tujuan transaksi di tentukan oleh tingkat pendapatan
nasional, sementara hargabuang yang dicerminkan oleh tingkat suky bunga ditentukan oleh
keseimbangan di pasar uang, maka dapat diturunkan kurva 1.M. yakni suatu garis yang
menghubungkan sejumlah titik kombinasi antara suku bunga dan pendapatan di mana pasar
uang pada posisi keseimbangan.

Kebijakan moneter di indonesia sepenuhnya tanggung jawab dari bank sentral indonesia,
yakni Bank indonesia (BI), sebagai otoritas moneter (MO). Sistem moneter di indonesia terdiri
ats OM dan bank-bank yang menciptakan uang giral dan uang kuasi yang adalah bank-bank
umum yang mempunyai kedudukan khusus dalam sistem keuangan karena dapat menciptakan
kedua jenis uang tersebut. OM atau BI adalah lembaga yang melakukan pengendalian moneter
dengan empat fungsi utama: (i) mencetak dan mengedarkan uang kartal sebagai alat
pembayaran yang sah; (ii) memelihara dan menjaga posisi cadangan devisa; (iii) melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap bank-bank yang ada di indonesia; dan (iv) memegang kas
pemerintah. Kewajiban OM terdiri ats uang kertas dan uang logam yang berada di luar BI dan
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ( KPKN) yang dimiliki oleh bank umum dan sektor
swasta (masyarakat), serta simpanan giro bank umum dan masyarajat pada BI. Kewajiban ini
disebut uang primer.

Anda mungkin juga menyukai