1. Jelaskan permasalahan dan tantangan ekonomi indonesia saat pandemi covid 19 !
Jawab : Pandemi Covid-19 mendera Indonesia sejak pemerintah mengonfirmasi infeksi korona pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Tak hanya menciptakan krisis kesehatan masyarakat, pandemi Covid-19 secara nyata juga mengganggu aktivitas ekonomi nasional. Keputusan pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak April 2020 berdampak luas dalam proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu kinerja perekonomian. Ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan tumbuh negatif. Angka pengangguran dan kemiskinan meningkat. Untuk membangkitkan kembali ekonomi nasional di tengah pandemi, pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi dengan tujuan agar roda ekonomi nasional kembali bergerak ke arah positif. Secara umum, pandemi Covid-19 telah berdampak buruk pada ekonomi nasional sepanjang tahun 2020 lalu kendati mulai triwulan tiga 2020 mulai membaik. Kondisi ekonomi nasional itu tampak dari sejumlah indikator perekonomian, seperti pertumbuhan ekonomi, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Indeks Manufaktur (PMI), Retail Sales Index, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan jasa keuangan. Laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97 persen, tetapi memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen. Kuartal II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada pada triwulan II 2020. Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat. Kontraksi ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Dengan catatan dua kuartal berturut-turut kontraksi, maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk dalam resesi. Pada kuartal IV, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, ekonomi masih akan minus di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 0,9 persen. Itu artinya, Indonesia diperkirakan menutup tahun 2020 pada angka pertumbuhan ekonomi minus. elama tahun 2020, pemerintah tercatat tiga kali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada Maret-April, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4 persen hingga minus 2,3 persen. Pada Mei-Juni, perkiraan lebih pesimistis di angka minus 0,4 persen hingga minus 1 persen. Setelah melihat berbagai perkembangan, pada September- Oktober, proyeksi pertumbuhan kembali direvisi menjadi kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada triwulan III dan IV 2020 adalah sebesar minus 5,97 dan 2,21 persen, meningkat dibandingkan kondisi pada triwulan II yang mencapai minus 35,7 persen. Berdasarkan hasil data survei, perbaikan kegiatan dunia usaha terjadi pada seluruh sektor ekonomi terutama pada sektor industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan, serta komunikasi. Dari sisi aktivitas manufaktur, terjadi perbaikan hingga Desember 2020. Indeks Manufaktur (PMI) pada bulan Desember 2020 mencapai 51,3, atau berada di level ekspansi. Angka PMI itu naik dari 50,6 pada bulan November 2020. Indeks manufaktur yang telah kembali ke titik 50 poin pada November dan Desember 2020 merupakan satu indikator bahwa perusahaan manufaktur kembali berekspansi karena mengalami peningkatan penjualan yang berakibat pada peningkatan produksi. Selama pandemi, PMI pernah mencapai level terburuk dengan skor hanya 27,5 pada April 2020. Perbaikan sektor manufaktur akan menentukan pemulihan ekonomi. Di sisi permintaan konsumen terhadap barang jadi, pola pengeluaran konsumsi masyarakat menunjukkan penurunan. Pada bulan November 2020, retail sales index menunjukkan penurunan dengan nilai indeks sebesar 181,3, turun dibandingkan bulan Oktober sebesar 194,11. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung menahan untuk melakukan konsumsi. Indikator lain yang dapat dilihat adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan optimisme dan pesimisme konsumen terhadap perekonomian. Pada Desember 2020, IKK keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi menguat, mendekati zona optimis. IKK meningkat dari 92 pada November 2020 menjadi 96,5 pada Desember 2020. Sejak April 2020, IKK berada di level pesimis. IKK terburuk terjadi pada Mei, pada angka 77,8, setelah itu merangkak naik hingga akhir tahun. Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang belum pulih, penyaluran kredit juga merosot. Bank Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit industri perbankan hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp 5.482,5 triliun, masih mengalami kontraksi 2,7 persen secara tahunan. Kontraksi tersebut terjadi karena penurunan kredit kepada debitur korporasi yang belum banyak melakukan investasi. Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mengalami kenaikan, yang mencerminkan sikap kehati-hatian di dalam konsumsi masyarakat. DPK perbankan di bulan November 2020 tumbuh 11,55 persen. Meski demikian, rasio kredit bermasalah atau NPL perbankan pada November 2020 terjaga dengan NPL Gross 3,18 persen dan NPL Net 0,99 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR) terjaga di 24,19 persen.
Untuk meredam dampak ekonomi Covid-19 seperti disebut di atas, sepanjang
tahun 2020, pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi dan kebijakan untuk menahan dampak buruk di bidang ekonomi sekaligus mengupayakan pemulihan ekonomi. Awalnya, pemerintah merespons dampak Covid-19 dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 pada 31 Maret 2020. Secara garis besar, Perppu tersebut mengatur kebijakan keuangan negara dan kebijakan stabilitas sistem keuangan negara. Kebijakan keuangan negara tersebut meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan. Sedangkan, kebijakan stabilitas sistem keuangan meliputi kebijakan untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Sebagai turunan dari Perppu tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 pada tanggal 4 April 2020. Perpres itu kemudian diubah denganPeraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 dan ditetapkan pada 24 Juni 2020. Penyesuaian postur dan rincian APBN 2020 dilakukan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan APBN 2020. Selain itu, penyesuaian dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penanganan Covid-19 dan menghadapi ancaman yang dapat membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas keuangan. Seiring penurunan kinerja ekonomi karena terganggunya belanja pemulihan kesehatan dan ekonomi, pemerintah mulai melakukan upaya pemulihan ekonomi nasional melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tujuannya untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19. Program PEN itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 yang ditetapkan pada tanggal 9 Mei 2020. Dalam PP setebal 24 halaman itu, disebutkan program PEN dilaksanakan melalui empat modalitas dan belanja negara, yaitu penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh pemerintah. Selanjutnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 yang dikeluarkan 27 Juli 2020. Aturan ini membahas Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
2. Jelaskan strategi pembangunan ekonomi indonesia saat ini !
Jawab : Pemerintah menyakini, tahun 2021 akan menjadi titik balik perekonomian Indonesia. Untuk membangkitkan kembali ekonomi, pemerintah tetap melanjutkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Melalui PEN ini, diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat di tahun 2021 sekaligus untuk memperluas penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Strategi PEN tahun 2021 akan difokuskan pada empat kegiatan. Pertama, belanja kesehatan akan menjadi prioritas pertama, termasuk pengadaan testing, obat-obatan, alat kesehatan, insentif tenaga kesehatan dan rumah sakit, serta memastikan ketersediaan vaksin. Kedua, melanjutkan stimulus fiskal, baik kementerian/lembaga (K/L) maupun non-K/L pada sektor-sektor yang memberi dampak multiplier tinggi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan maupun pertumbuhan ekonomi. Ketiga, belanja pemerintah akan diarahkan kepada pembelian barang yang diproduksi dalam negeri sehingga dapat memberikan dampak besar terhadap permintaan barang dalam negeri. Keempat, belanja bantuan sosial, program cash for work, program sembako, PKH, subsidi tenaga kerja baik sektor formal maupun informal, sehingga dapat menambah daya beli kelompok berpenghasilan rendah yang selanjutnya dapat mendorong konsumsi masyarakat. Di sisi moneter, Gubernur Bank Indonesia secara khusus menekankan lima kebijakan untuk memperkuat pemulihan ekonomi nasional, yaitu pembukaan sektor produktif dan aman, percepatan realisasi stimulus fiskal, peningkatan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha, keberlanjutan stimulus moneter dan makroprudensial, serta digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya UMKM. Bank Indonesia mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus kebijakan moneter yang akan dilanjutkan pada tahun 2021. Kebijakan itu antara lain ditempuh melalui menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar, suku bunga yang akan tetap rendah sampai dengan muncul tanda- tanda tekanan inflasi meningkat, dan melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN tahun 2021 sebagai pembeli siaga (non-competitive bidder), serta kebijakan makroprudensial yang juga tetap akan akomodatif pada tahun 2021. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan enam inisiatif strategis kebijakan di 2021 untuk menghadapi berbagai perkembangan dan tantangan di sektor jasa keuangan termasuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Enam inisiatif strategis 2021 tersebut meliputi arah pengembangan dan pengawasan Sektor Jasa Keuangan (SJK), penajaman pengawasan SJK terintegrasi berbasis teknologi informasi, percepatan digitalisasi serta optimalisasi ekosistem digital dan literasi digital, perluasan akses keuangan, penguatan ketahanan dan daya saing SJK, serta pengembangan sustainable finance.