Anda di halaman 1dari 4

NAMA : CHATERINA

NIM : 020528403

TUGAS 3 “SISTEM EKONOMI INDONESIA”

1. Jelaskan permasalahan dan tantangan ekonomi indonesia saat pandemi covid 19 !


Jawab :
Pandemi Covid-19 mendera Indonesia sejak pemerintah mengonfirmasi
infeksi korona pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Tak hanya
menciptakan krisis kesehatan masyarakat, pandemi Covid-19 secara nyata juga
mengganggu aktivitas ekonomi nasional. Keputusan pemerintah menerapkan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak April 2020 berdampak luas dalam
proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya
mengganggu kinerja perekonomian. Ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan tumbuh
negatif. Angka pengangguran dan kemiskinan meningkat. Untuk membangkitkan
kembali ekonomi nasional di tengah pandemi, pemerintah telah menerbitkan beragam
regulasi dengan tujuan agar roda ekonomi nasional kembali bergerak ke arah positif.
Secara umum, pandemi Covid-19 telah berdampak buruk pada ekonomi nasional
sepanjang tahun 2020 lalu kendati mulai triwulan tiga 2020 mulai membaik. Kondisi
ekonomi  nasional itu tampak dari sejumlah indikator perekonomian, seperti
pertumbuhan ekonomi, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Indeks Manufaktur
(PMI),  Retail Sales Index, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan jasa keuangan.
Laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan mengalami
pertumbuhan negatif. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97
persen, tetapi memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen. Kuartal II
merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha
ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB
sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah
daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan
ekonomi pada pada triwulan II 2020. Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai
dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat. Kontraksi ekonomi mulai
berkurang menjadi 3,49 persen. Dengan catatan dua kuartal berturut-turut kontraksi,
maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk dalam resesi. Pada kuartal IV, Menteri
Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, ekonomi masih akan minus di kisaran minus
2,9 persen hingga minus 0,9 persen. Itu artinya, Indonesia diperkirakan menutup
tahun 2020 pada angka pertumbuhan ekonomi minus. elama tahun 2020, pemerintah
tercatat tiga kali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada Maret-April,
pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4 persen hingga
minus 2,3 persen. Pada Mei-Juni, perkiraan lebih pesimistis di angka minus 0,4 persen
hingga minus 1 persen. Setelah melihat berbagai perkembangan, pada September-
Oktober, proyeksi pertumbuhan kembali direvisi menjadi kontraksi 1,7 persen hingga
0,6 persen. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat, Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) kegiatan usaha pada triwulan III dan IV 2020 adalah sebesar minus 5,97 dan
2,21 persen, meningkat dibandingkan kondisi pada triwulan II yang mencapai minus
35,7 persen. Berdasarkan hasil data survei, perbaikan kegiatan dunia usaha terjadi
pada seluruh sektor ekonomi terutama pada sektor industri pengolahan, perdagangan
hotel dan restoran, sektor pengangkutan, serta komunikasi. Dari sisi aktivitas
manufaktur, terjadi perbaikan hingga Desember 2020. Indeks Manufaktur (PMI) pada
bulan Desember 2020 mencapai 51,3, atau berada di level ekspansi. Angka PMI itu
naik dari 50,6 pada bulan November 2020.  Indeks manufaktur yang telah kembali ke
titik 50 poin pada November dan Desember 2020 merupakan satu indikator bahwa
perusahaan manufaktur kembali berekspansi karena mengalami peningkatan
penjualan yang berakibat pada peningkatan produksi. Selama pandemi, PMI pernah
mencapai level terburuk dengan skor hanya 27,5 pada April 2020. Perbaikan sektor
manufaktur akan menentukan pemulihan ekonomi. Di sisi permintaan konsumen
terhadap barang jadi, pola pengeluaran konsumsi masyarakat menunjukkan
penurunan. Pada bulan November 2020, retail sales index menunjukkan penurunan
dengan nilai indeks sebesar 181,3, turun dibandingkan bulan Oktober sebesar 194,11.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung menahan untuk melakukan
konsumsi. Indikator lain yang dapat dilihat adalah Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) yang menunjukkan optimisme dan pesimisme konsumen terhadap
perekonomian. Pada Desember 2020, IKK keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi menguat, mendekati zona optimis. IKK meningkat dari 92 pada November
2020 menjadi 96,5 pada Desember 2020. Sejak April 2020, IKK berada di level
pesimis. IKK terburuk terjadi pada Mei, pada angka 77,8, setelah itu merangkak naik
hingga akhir tahun. Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang belum pulih,
penyaluran kredit juga merosot. Bank Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit
industri perbankan hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp 5.482,5 triliun, masih
mengalami kontraksi 2,7 persen secara tahunan. Kontraksi tersebut terjadi karena
penurunan kredit kepada debitur korporasi yang belum banyak melakukan investasi.
Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mengalami kenaikan, yang
mencerminkan sikap kehati-hatian di dalam konsumsi masyarakat. DPK perbankan di
bulan November 2020 tumbuh 11,55 persen. Meski demikian, rasio kredit bermasalah
atau NPL perbankan pada November 2020 terjaga dengan NPL Gross 3,18 persen dan
NPL Net 0,99 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR) terjaga di 24,19 persen.

Untuk meredam dampak ekonomi Covid-19 seperti disebut di atas, sepanjang


tahun 2020, pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi dan kebijakan untuk
menahan dampak buruk di bidang ekonomi sekaligus mengupayakan pemulihan
ekonomi. Awalnya, pemerintah merespons dampak Covid-19 dengan
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk Penanganan Pandemik Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam
Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional
dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu tersebut kemudian disahkan
menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 pada 31 Maret 2020. Secara garis
besar, Perppu tersebut mengatur kebijakan keuangan negara dan kebijakan stabilitas
sistem keuangan negara. Kebijakan keuangan negara tersebut meliputi kebijakan
pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara
termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan.
Sedangkan, kebijakan stabilitas sistem keuangan meliputi kebijakan untuk
penanganan permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan perekonomian
nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Sebagai turunan dari Perppu tersebut,
pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang
Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2020 pada tanggal 4 April 2020. Perpres itu kemudian diubah
denganPeraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan
Rincian APBN 2020 dan ditetapkan pada 24 Juni 2020. Penyesuaian postur dan
rincian APBN 2020 dilakukan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan APBN
2020. Selain itu, penyesuaian dilakukan untuk memenuhi  kebutuhan penanganan
Covid-19 dan menghadapi ancaman yang dapat membahayakan perekonomian
nasional dan stabilitas keuangan. Seiring penurunan kinerja ekonomi karena
terganggunya belanja pemulihan kesehatan dan ekonomi, pemerintah mulai
melakukan upaya pemulihan ekonomi nasional melalui Program Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN). Tujuannya untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan
usahanya selama pandemi Covid-19. Program PEN itu tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 yang ditetapkan pada tanggal 9 Mei 2020. Dalam
PP setebal 24 halaman itu, disebutkan program PEN dilaksanakan melalui empat
modalitas dan belanja negara, yaitu penyertaan modal negara (PMN), penempatan
dana, investasi pemerintah, dan kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan
oleh pemerintah.
Selanjutnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 yang
dikeluarkan 27 Juli 2020. Aturan ini membahas Komite Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

2. Jelaskan strategi pembangunan ekonomi indonesia saat ini !


Jawab :
Pemerintah menyakini, tahun 2021 akan menjadi titik balik perekonomian
Indonesia. Untuk membangkitkan kembali ekonomi, pemerintah tetap melanjutkan
program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Melalui PEN ini, diharapkan dapat
mendorong daya beli masyarakat di tahun 2021 sekaligus untuk memperluas
penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Strategi PEN tahun 2021 akan difokuskan
pada empat kegiatan.
Pertama, belanja kesehatan akan menjadi prioritas pertama, termasuk
pengadaan testing, obat-obatan, alat kesehatan, insentif tenaga kesehatan dan rumah
sakit, serta memastikan ketersediaan vaksin.
Kedua, melanjutkan stimulus fiskal, baik kementerian/lembaga (K/L) maupun
non-K/L pada sektor-sektor yang memberi dampak multiplier tinggi terhadap
penciptaan lapangan pekerjaan maupun pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, belanja pemerintah akan diarahkan kepada pembelian barang yang
diproduksi dalam negeri sehingga dapat memberikan dampak besar terhadap
permintaan barang dalam negeri.
Keempat, belanja bantuan sosial, program cash for work, program sembako,
PKH, subsidi tenaga kerja baik sektor formal maupun informal, sehingga dapat
menambah daya beli kelompok berpenghasilan rendah yang  selanjutnya dapat
mendorong konsumsi masyarakat.
Di sisi moneter, Gubernur Bank Indonesia secara khusus menekankan lima
kebijakan untuk memperkuat pemulihan ekonomi nasional, yaitu pembukaan sektor
produktif dan aman, percepatan realisasi stimulus fiskal, peningkatan
kredit/pembiayaan kepada dunia usaha, keberlanjutan stimulus moneter dan
makroprudensial, serta digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya UMKM.
Bank Indonesia mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus
kebijakan moneter yang akan dilanjutkan pada tahun 2021. Kebijakan itu antara lain
ditempuh melalui menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan
mekanisme pasar, suku bunga yang akan tetap rendah sampai dengan muncul tanda-
tanda tekanan inflasi meningkat, dan melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana
untuk pembiayaan APBN tahun 2021 sebagai pembeli siaga (non-competitive bidder),
serta kebijakan makroprudensial yang juga tetap akan akomodatif pada tahun 2021.
Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan enam inisiatif strategis
kebijakan di 2021 untuk menghadapi berbagai perkembangan dan tantangan di sektor
jasa keuangan termasuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Enam inisiatif
strategis 2021 tersebut meliputi arah pengembangan dan pengawasan Sektor Jasa
Keuangan (SJK), penajaman pengawasan SJK terintegrasi berbasis teknologi
informasi, percepatan digitalisasi serta optimalisasi ekosistem digital dan literasi
digital, perluasan akses keuangan, penguatan ketahanan dan daya saing SJK, serta
pengembangan sustainable finance.

Anda mungkin juga menyukai