Anda di halaman 1dari 5

Ekonomi Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19:

Potret dan Strategi Pemulihan 2020-2021


Beragam kebijakan ekonomi telah ditetapkan pemerintah untuk menahan dampak negatif
Covid-19 sepanjang 2020. Tahun 2021 ini, strategi pemulihan ekonomi nasional tetap dilanjutkan
agar roda ekonomi nasional pulih kembali. Pandemi Covid-19 sudah hampir sebelas bulan lamanya
mendera Indonesia sejak pemerintah mengonfirmasi infeksi korona pertama di Indonesia pada
tanggal 2 Maret 2020. Tak hanya menciptakan krisis kesehatan masyarakat, pandemi Covid-19
secara nyata juga mengganggu aktivitas ekonomi nasional.Keputusan pemerintah menerapkan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak April 2020 berdampak luas dalam proses produksi,
distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu kinerja perekonomian.
Ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan tumbuh negatif. Angka pengangguran dan kemiskinan
meningkat.Untuk membangkitkan kembali ekonomi nasional di tengah pandemi, pemerintah telah
menerbitkan beragam regulasi dengan tujuan agar roda ekonomi nasional kembali bergerak ke arah
positif.

Ekonomi Indonesia selama Covid-19


ecara umum, pandemi Covid-19 telah berdampak buruk pada ekonomi nasional sepanjang
tahun 2020 lalu kendati mulai triwulan tiga 2020 mulai membaik. Kondisi ekonomi nasional itu
tampak dari sejumlah indikator perekonomian, seperti pertumbuhan ekonomi, Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU), Indeks Manufaktur (PMI), Retail Sales Index, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan
jasa keuangan.

Laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif. Pada
kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97 persen (yoy), tetapi memasuki kuartal II
terkontraksi hingga 5,32 persen (yoy).

Kuartal II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha
ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB sebagai langkah
penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan
faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada pada triwulan II 2020.

Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat. Kontraksi
ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Dengan catatan dua kuartal berturut-turut kontraksi,
maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk dalam resesi. Pada kuartal IV, Menteri Keuangan Sri
Mulyani memperkirakan, ekonomi masih akan minus di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 0,9
persen. Itu artinya, Indonesia diperkirakan menutup tahun 2020 pada angka pertumbuhan ekonomi
minus.
Selama tahun 2020, pemerintah tercatat tiga kali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada
Maret-April, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4 persen hingga
minus 2,3 persen. Pada Mei-Juni, perkiraan lebih pesimistis di angka minus 0,4 persen hingga minus
1 persen. Setelah melihat berbagai perkembangan, pada September-Oktober, proyeksi pertumbuhan
kembali direvisi menjadi kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen.

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha
pada triwulan III dan IV 2020 adalah sebesar minus 5,97 dan 2,21 persen, meningkat dibandingkan
kondisi pada triwulan II yang mencapai minus 35,7 persen. Berdasarkan hasil data survei, perbaikan
kegiatan dunia usaha terjadi pada seluruh sektor ekonomi terutama pada sektor industri pengolahan,
perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan, serta komunikasi.

Dari sisi aktivitas manufaktur, terjadi perbaikan hingga Desember 2020. Indeks Manufaktur (PMI)
pada bulan Desember 2020 mencapai 51,3, atau berada di level ekspansi. Angka PMI itu naik dari
50,6 pada bulan November 2020. Indeks manufaktur yang telah kembali ke titik 50 poin pada
November dan Desember 2020 merupakan satu indikator bahwa perusahaan manufaktur kembali
berekspansi karena mengalami peningkatan penjualan yang berakibat pada peningkatan produksi.
Selama pandemi, PMI pernah mencapai level terburuk dengan skor hanya 27,5 pada April 2020.
Perbaikan sektor manufaktur akan menentukan pemulihan ekonomi.

Di sisi permintaan konsumen terhadap barang jadi, pola pengeluaran konsumsi masyarakat
menunjukkan penurunan. Pada bulan November 2020, retail sales index menunjukkan penurunan
dengan nilai indeks sebesar 181,3, turun dibandingkan bulan Oktober sebesar 194,11. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung menahan untuk melakukan konsumsi.

Indikator lain yang dapat dilihat adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan
optimisme dan pesimisme konsumen terhadap perekonomian. Pada Desember 2020, IKK keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi menguat, mendekati zona optimis. IKK meningkat dari 92 pada
November 2020 menjadi 96,5 pada Desember 2020. Sejak April 2020, IKK berada di level pesimis.
IKK terburuk terjadi pada Mei, pada angka 77,8, setelah itu merangkak naik hingga akhir tahun.

Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang belum pulih, penyaluran kredit juga merosot. Bank
Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit industri perbankan hingga akhir Desember 2020 mencapai
Rp 5.482,5 triliun, masih mengalami kontraksi 2,7 persen secara tahunan (yoy). Kontraksi tersebut
terjadi karena penurunan kredit kepada debitur korporasi yang belum banyak melakukan investasi.

Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mengalami kenaikan, yang mencerminkan sikap
kehati-hatian di dalam konsumsi masyarakat. DPK perbankan di bulan November 2020 tumbuh 11,55
persen (yoy). Meski demikian, rasio kredit bermasalah atau NPL perbankan pada November 2020
terjaga dengan NPL Gross 3,18 persen dan NPL Net 0,99 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR)
terjaga di 24,19 persen.
Daya beli masyarakat
Pertumbuhan ekonomi yang memburuk sepanjang 2020 tak terlepas dari daya beli
masyarakat yang tergerus selama pandemi. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menjadi
tumpuan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada 2019, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi hingga 57 persen pada pertumbuhan
ekonomi. Sepanjang 2020, pandemi membuat jutaan pekerja harus kehilangan pekerjaan atau
mengalami penurunan pendapatan.

Kebijakan PSBB untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 menyebabkan terbatasnya


mobilitas dan aktivitas masyarakat yang berdampak pada penurunan permintaan domestik.

Seiring dengan kondisi tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2020 tercatat
2,84 persen (yoy), kemudian pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi 5,51 persen (yoy), dan
triwulan III terkontraksi 4,04 persen (yoy).

Daya beli masyarakat turun terutama karena berkurangnya penghasilan di samping karena
terbatasnya aktivitas. Di tengah semua ketidakpastian, masyarakat terutama golongan menengah ke
atas mengerem pembelian barang-barang yang dianggap tidak pokok.

Penghasilan masyarakat yang menurun karena pandemi menyebabkan sebagian besar sektor usaha
mengurangi aktivitasnya atau tutup total. Angka pengangguran pun meningkat. Badan Pusat Statistik
dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020 menunjukkan, Covid-19 berimbas pada sektor
ketenagakerjaan. Sebanyak 29,12 juta orang atau 14,28 persen dari 203,97 juta orang penduduk usia
kerja terdampak pandemi.

Jumlah pengangguran meningkat sejumlah 2,56 juta orang menjadi 9,77 juta orang. Jumlah pekerja
formal turun 39,53 persen menjadi 50,77 juta orang dari total 128,45 juta penduduk yang bekerja.
Sebaliknya, jumlah pekerja informal melonjak 60,47 persen menjadi 77,68 juta orang.

Sementara, salah satu indikator dari lemahnya daya beli terlihat dari sisi penjualan riil yang tercatat
masih mengalami kontraksi. Indeks Penjualan Riil (IPR) November tercatat masih mengalami
kontraksi 1,2 persen, lebih baik dibandingkan kontraksi pada Oktober di angka 5,3 persen. Perbaikan
terjadi pada sebagian besar kelompok barang, dengan penjualan sandang, bahan bakar kendaraan
bermotor, serta suku cadang dan aksesoris tumbuh positif. Seiring penurunan kinerja ekonomi karena
terganggunya belanja pemulihan kesehatan dan ekonomi, pemerintah mulai melakukan upaya
pemulihan ekonomi nasional melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tujuannya untuk
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan
sektor keuangan dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19.Program PEN itu tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 yang ditetapkan pada tanggal 9 Mei 2020. Dalam
PP setebal 24 halaman itu, disebutkan program PEN dilaksanakan melalui empat modalitas dan
belanja negara, yaitu penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan
kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh pemerintah.
Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
2020
Pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal dan moneter yang
komprehensif. Di samping itu, pemerintah juga mengalokasikan dana APBN 2020 untuk pemulihan
ekonomi sebesar Rp 695,23 triliun.

Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III 2020. Meskipun tidak
bertumbuh positif, diharapkan, ekonomi nasional tidak berkontraksi sebesar triwulan II. Selanjutnya,
pada triwulan IV 2020, diharapkan ekonomi nasional bertumbuh positif sehingga kontraksi tahun 2020
bisa ditekan sekecil mungkin.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga kebijakan yang dilakukan pemerintah, yaitu
peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha, serta menjaga stabilitasi
ekonomi dan ekspansi moneter.

Kebijakan tersebut dilaksanakan secara bersamaan dengan sinergi antara pemegang kebijakan
fiskal, pemegang kebijakan moneter, dan institusi terkait.Terkait daya beli masyarakat, pemerintah
telah mengalokasi anggaran sebesar Rp 172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya
beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui bantuan langsung tunai (BLT), Kartu Pra Kerja,
pembebasan listrik, dan lain-lain.

Pemerintah juga mendorong konsumsi kementerian/lembaga serta pemerintah daerah melalui


percepatan realisasi APBN/APBD. Selain itu, konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri
sehingga memberikan multiplier effects. Di sektor dunia usaha, pemerintah berusaha menggerakkan
melalui pemberian insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM, pemerintah antara
lain memberikan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (Umi), penjaminan modal kerja sampai Rp 10 miliar dan
pemberian insentif pajak, misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) ditanggung pemerintah.

Untuk korporasi, pemerintah memberikan insentif pajak, antara lain bebas PPh Pasal 22 impor,
pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pengembalian pendahuluan PPN serta menempatkan
dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur. Pemerintah juga memberikan
penjaminan modal kerja untuk korporasi yang strategis, prioritas, atau padat karya.

Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia berupaya tetap menjaga stabilisasi
nilai tukar rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian surat berharga negara (SBN), dan
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan
likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.
Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional 2021
Pemerintah menyakini, tahun 2021 akan menjadi titik balik perekonomian Indonesia. Untuk
membangkitkan kembali ekonomi, pemerintah tetap melanjutkan program pemulihan ekonomi
nasional (PEN). Melalui PEN ini, diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat di tahun 2021
sekaligus untuk memperluas penciptaan lapangan kerja di Indonesia.Strategi PEN tahun 2021 akan
difokuskan pada empat kegiatan. Pertama, belanja kesehatan akan menjadi prioritas pertama,
termasuk pengadaan testing, obat-obatan, alat kesehatan, insentif tenaga kesehatan dan rumah
sakit, serta memastikan ketersediaan vaksin.Kedua, melanjutkan stimulus fiskal, baik
kementerian/lembaga (K/L) maupun non-K/L pada sektor-sektor yang memberi dampak multiplier
tinggi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan maupun pertumbuhan ekonomi.Ketiga, belanja
pemerintah akan diarahkan kepada pembelian barang yang diproduksi dalam negeri sehingga dapat
memberikan dampak besar terhadap permintaan barang dalam negeri.Keempat, belanja bantuan
sosial, program cash for work, program sembako, PKH, subsidi tenaga kerja baik sektor formal
maupun informal, sehingga dapat menambah daya beli kelompok berpenghasilan rendah yang
selanjutnya dapat mendorong konsumsi masyarakat.Pada 26 Januari 2021, Menko Perekonomian
Airlangga Hartarto mengemukakan bahwa anggaran untuk program PEN 2021 ditetapkan sebesar Rp
553,09 triliun. Nilai tersebut hampir setara dengan realisasi angggaran PEN 2020, yakni Rp 579,78
triliun. Anggaran tersebut akan difokuskan pada empat aspek, yakni kesehatan Rp 104,7 triliun,
perlindungan sosial Rp 150,96 triliun, program prioritas Rp 141,36 triliun, serta dukungan UMKM dan
pembiayaan korporasi Rp 156,06 triliun.Di sisi moneter, Gubernur Bank Indonesia secara khusus
menekankan lima kebijakan untuk memperkuat pemulihan ekonomi nasional, yaitu pembukaan sektor
produktif dan aman, percepatan realisasi stimulus fiskal, peningkatan kredit/pembiayaan kepada
dunia usaha, keberlanjutan stimulus moneter dan makroprudensial, serta digitalisasi ekonomi dan
keuangan, khususnya UMKM.Bank Indonesia mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui
stimulus kebijakan moneter yang akan dilanjutkan pada tahun 2021. Kebijakan itu antara lain
ditempuh melalui menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar,
suku bunga yang akan tetap rendah sampai dengan muncul tanda-tanda tekanan inflasi meningkat,
dan melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN tahun 2021 sebagai
pembeli siaga (non-competitive bidder), serta kebijakan makroprudensial yang juga tetap akan
akomodatif pada tahun 2021.Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan enam inisiatif
strategis kebijakan di 2021 untuk menghadapi berbagai perkembangan dan tantangan di sektor jasa
keuangan termasuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Enam inisiatif strategis 2021 tersebut
meliputi arah pengembangan dan pengawasan Sektor Jasa Keuangan (SJK), penajaman
pengawasan SJK terintegrasi berbasis teknologi informasi, percepatan digitalisasi serta optimalisasi
ekosistem digital dan literasi digital, perluasan akses keuangan, penguatan ketahanan dan daya
saing SJK, serta pengembangan sustainable finance.

Anda mungkin juga menyukai