Anda di halaman 1dari 3

FLEXIBLE BUDGET

A. Teori tentang Flexible Budget


Menurut Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti dalam buku Akuntansi Manjemen
(2009:133) bahwa fleksibilitasnya anggaran terbagi atas dua yaitu anggaran statis yaitu suatu
anggaran yang disusun hanya untuk satu tingkat saja. Kemudian anggaran fleksibel yang
merupakan anggaran yang disusun berdasarkan beberapa tingkat aktivitas. Selanjutnya
menurut Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti (2009:134) menyatakan bahwa anggaran
fleksibel dapat menjadi salah satu alternatif dalam memberikan solusi pada pengukuran
kinerja yang memberikan akibat lanjut bagi kemampuan mengantisipasi perubahan-
perubahan yang terjadi pada tingkat aktivitas dalam periode anggaran dan dapat digunakan
untuk menganalisis penyimpangan biaya dengan lebih baik. Dengan demikian, anggaran
fleksibel sangat bermanfaat dalam pengendalian biaya produksi.
Pada umumnya, flexible budget adalah laporan yang menunjukkan estimasi besarnya
revenue dan cost yang seharusnya, pada tingkat aktual aktivitas tertentu selama periode.
Flexible budget memperhitungkan perubahan-perubahan dalam aktivitas yang mempengaruhi
cost. Pada saat flexible budget digunakan dalam evaluasi kinerja, actual cost dibandingkan
dengan cost yang seharusnya terjadi pada tingkat aktivitas selama periode tertentu bukan
dengan static planning budget. Ini merupakan perbedaan yang sangat penting. Jika
penyesuaian untuk tingkat aktivitas tidak dibuat, maka sangat sulit untuk mengintrepretasikan
perbedaan antara actual cost dengan budgeted. Sebagai alat pengendalian, flexible budget
sangat berguna karena memungkinkan pemetintah untuk menghitung cost yang harus
dikeluarkan pada berbagai tingkat aktivitas.

B. Pelaksanaan Flexible Budget pada Pemerintah


Pelaksanaan flexible budget tidak hanya dijalankan oleh sektor swasta, tetapi juga
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini dapat terlihat dari munculnya istilah pola anggaran
fleksibel pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.05/2011 tentang
Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum. Pada ketentuan umum dari PMK
tersebut, pola anggaran fleksibel (flexible budget) mempunyai definisi sebagai suatu pola
anggaran yang penganggarannya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan
sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Untuk mencapai tujuannya
BLU diberikan beberapa fleksibilitas dalam mengelola keuangan dan pengelolaan aset yang
berada dalam penguasaannya. BLU menganut pola anggaran fleksibilitas (flexible budget).
Pola anggaran ini mengizinkan pemimpin BLU melakukan belanja lebih besar daripada yang
ditetapkan dalam dokumen pelaksaanan anggaran. Besarnya ambang batas fleksibilitas
anggaran tentunya ditetapkan terlebih dahulu dalam dokumen Rencana Bisnis Anggaran
tahunan sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran BLU. Dalam mekanisme PPK-
BLU, pendapatan yang berasal dari jasa layanan dapat dikelola secara langsung untuk
membiayai kegiatan operasional. Sebaliknya menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2007, Satuan kerja non-BLU, yang memiliki Penerimaan Negara Bukan Pajak, wajib
menyetor secepatnya ke rekening kas Negara. Istimewanya, BLU hanya perlu melaporkan
jumlah penerimaan sekaligus mempertanggungjawabkan belanja yang sudah dilakukan
melalui Surat Perintah Pengesahan Pertanggungjawaban Belanja (SP3B) minimal sekali
dalam tiga bulan (Per-30/PB/2011). Singkatnya, selain tidak diwajibkan untuk menyetor
PNBP secara langsung ke rekening kas Negara, BLU diberi kewenangan untuk melampaui
pagu anggaran dalam rangka menambah volume output kegiatan dalam satu periode
anggaran. Namun perlu digarisbawahi bahwa pengeluaran BLU yang dapat dilampaui hanya
yang sumber dananya berasal dari PNBP sesuai dengan ambang batas yang telah ditetapkan
dalam dokumen Rencana Bisnis Anggaran (RBA).
BLU dapat memiliki saldo akhir tahun sebagai surplus kas. Surplus BLU terjadi
apabila terdapat selisih lebih antara pendapatan operasional dengan pengeluaran rutin dalam
satu tahun anggaran. Selain itu, pemimpin BLU dapat memanfaatkan saldo awal sebagai uang
muka kerja sehingga dalam proses pelayanan publik tidak mengalami kekuarangan
sumberdaya sebelum dokumen pelaksanaan anggaran dapat direalisasikan pada awal tahun.
Ketentuan tersebut jelas sangat berbeda dengan aturan dalam pengelolaan keuangan berbasis
satker dimana satker wajib menyetorkan saldo akhir tahun anggaran ke rekening kas Negara
pada akhir tahun anggaran.
REFERENSI

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran
Serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum
http://dswinata.blogspot.co.id/2010/03/fleksibilitas-blu.html diakses tanggal 10 Oktober 2016
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-
perbendaharaan/20413-optimalisasi-pelayanan-dan-pendapatan-negara-dengan-blu diakses
tangal 10 Oktober 2016
https://www.academia.edu/11448353/FLEXIBLE_BUDGET diakses tanggal 10 Oktober
2016

Anda mungkin juga menyukai