Anda di halaman 1dari 27

KONSEP DASAR

PAJAK
INTERNASIONAL
Tiofanni. S ( 2110247620 )
Melinda Putri ( 2110247633 )
Fadhillah Octa V.R. ( 2110247698 )
Siti Indah Dhiyavani ( 2110247708 )
Pada umumnya terdapat dua faktor yang
mempengaruhi ketentuan pajak internasional suatu
negara, di antaranya:

Personal Connecting Factor

Objective Connecting Factor


- Hukum pajak nasional yang mengatur hukum pajak
luar negeri (National External Tax Law)  

- Hukum pajak luar negeri (Foreign Tax Law) 

- Hukum pajak internasional (International Tax Law) 


Dasar Hukum Pajak Internasional di Indonesia 

1. Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda  (Pasal 32
A Undang Undang PPh) mengenai pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan
pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan
pajak.
2. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak termasuk Subjek Pajak.
3. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang Subjek Pajak Luar Negeri dan Bentuk
Usaha Tetap (BUT).
4. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa, Bilamana
terdapat Ketidakwajaran dalam Perpajakan.
5. Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar Negeri.
Pemajakan Transaksi Lintas Negara
Transaksi Lintas Batas Negara adalah transaksi antar pihak
yang berasal dari dua negara (ruang lingkup internasional).
Hal ini mengakibatkan adanya perlakuan lebih dari satu
yurisdiksi hukum perpajakan dari masing-masing negara
Konsep Dasar Pemajakan Lintas Batas Negara Menurut Rochmat
Sumitro, azas-azas perpajakan adalah sebagai berikut :

Azas Domisili

Azas Sumber

Azas Kewarganegaraan
Konsep Dasar Pemajakan Lintas Batas Negara Secara umum, ketentuan pajak
internasional suatu negara meliputi dua dimensi luas yaitu,
1. Pemajakan terhadap WPDN atas Penghasilan Luar Negeri Pemajakan atas
penghasilan luar negeri atau transaksi ke luar batas negara (outward, outbound
transaction) karena umumnya melibatkan eksportasi modal ke mancanegara.

2. Pemajakan terhadap WPLN atas Penghasilan dari Dalam Negeri Pemajakan atas
penghasilan domestik atau transaksi ke dalam batas negara (inward, inbound
transaction) karena umumnya melibatkan importasi modal dari manca negara. Secara
umum, pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara domisili (residence
country), sedangkan pemajakan penghasilan domestik dilakukan oleh negara sumber
(source country) sesuai yurisdiksi hukum pajak masing- masing negara.
Konsep Juridical Versus Economic Double Taxation
Pajak berganda yuridis terjadi apabila atas
penghasilan yang sama yang diterima oleh orang
yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu
negara, sedangkan pajak berganda ekonomis terjadi
apabila dua orang yang berbeda (secara hukum)
dikenakan pajak atas suatu penghasilan yang sama
(atau identik)
Sumber Hukum Perpajakan Internasional
Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit
adalah “Kaedah-kaedah norma hukum perselisihan
9 yang didasarkan pada hukum antar bangsa
(hukum internasional),”

Sedangkan hukum pajak dalam arti luas ialah


“Kaedah-kaedah hukum antar bangsa ini ditambah
peraturan nasional yang mempunyai obyek hukum
perselisihan, khususnya tentang perpajakan.”
Kaidah Hukum Pajak Nasional/Inilateral yang Mengandung
Unsur Asing
 Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang
“Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan negara lain dalam rangka
penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.”;
 Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang : Subjek Pajak Luar Negeri dan
Bentunk Usaha Tetap (BUT);
 Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subyek Pajak;
 Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 5 ayat (2) UU PPh) tentang: Peraturan Perpajakan
Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subyek Pajak. Bentuk Peraturan
Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subjek Pajak Usaha
Tetap;
 Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa,
Billamana Terdapat Ketidakwajaran dalam Perpajakan;
 Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar Negeri; g)
Peraturan Perpajakan Nasianal (Pasal 26 UU PPh) tentang: Pemotongan Pajak atas Subjek
Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia. 11
Sedangkan kaedah-kaedah yang berasal dari
traktat adalah:

1. Perjanjian bilateral;
2. Perjanjanjian ini diwujudkan dengan adanya
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B).
3. Perjanjian multirateral. Perjanjian ini seperti
Konvensi Wina
Prinsip Non
Diskriminasi
Prinsip non-diskriminasi versi OECD (Organisation for Economic
Co-operation and Development) Model terdapat dalam Pasal 24.
diskriminasi dalam konteks Pasal 24 OECD Model dapat diartikan
sebagai: (i) perlakuan yang tidak sama atas kasus yang sama; atau
(ii) perlakuan yang sama atas kasus yang tidak sama. Tujuan
diadakannya Pasal 24 OECD Model untuk menghindari adanya
pemajakan yang tidak adil.
a. Pasal 24 ayat (1) OECD Model mengatur tentang larangan
untuk mengenakan pajak yang kurang menguntungkan atas
dasar kewarganegaraan dari subjek pajak.
b. Pasal 24 ayat (2) OECD Model menyatakan bahwa subjek
pajak yang tidak mempunyai status kewarganegaraan yang
menjadi subjek pajak dalam negeri di negara yang mengadakan
P3B tidak boleh diberi perlakuan pajak yang kurang
menguntungkan di negara mitra perjanjian lainnya
dibandingkan dengan subjek pajak dalam negeri lainnya yang
mempunyai status kewarganegaraan di negara yang
mengadakan P3B tersebut
c. Pasal 24 ayat (5) OECD Model melarang suatu negara
(misalkan Negara B) mengenakan pajak yang kurang
menguntungkan kepada suatu perusahaan (misalkan
Perusahaan A) yang menjalankan kegiatan usaha di Negara B,
di mana Perusahaan A tersebut dimiliki oleh subjek pajak
dalam negeri dari Negara A.
Sebagai perusahaan yang berorientasi laba, sudah tentu suatu
perusahaan domestik maupun perusahaan multinasional berusaha
meminimalkan beban pajak dengan cara memanfaatkan kelemahan
sistem ketentuan pajak dari suatu negara. Di banyak negara, skema
penghindaran pajak dapat dibedakan menjadi:
a. Penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance).
b. Penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax
avoidance).
Konsep Anti Tax
Avidance
Dalam rangka mencegah praktik
penghindaran pajak, umumnya terdapat
dua jenis instrumen yang dipergunakan
yaitu specific anti-avoidance rule
(SAAR) dan general anti-avoidance rule
(GAAR).
Ketentuan Anti Penghindaran
Pajak di Indonesia
1. Anti Thin Capitalization
2. Controlled Foreign Corporation (CFC)
Rules
3. Transfer Pricing
4. Anti-treaty Shopping
5. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
PERJANJIAN
PENGHINDARAN
PAJAK
BERGANDA
(P3B)
Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda atau Tax treaty adalah
perjanjian perpajakan antara
negara ( dua negara / bilateral )
yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas
penghasilan yang diperoleh atau
diterima oleh penduduk dalam
salah satu negara atau kedua
negara yang melakukan perjanjian
penghindaran pajak berganda
tersebut.
Tujuan P3B
Tidak terjadi pemajakan
Pertukaran informasi
01 berganda yang 04 guna mencegah
memberatkan ikim dunia
usaha; pengelakan pajak;

Peningkatan investasi
02 modal dari luar negeri ke
05 Kedudukan yang setara
dalam hal pemajakan
dalam negeri; antar kedua negara

03 Peningkatan sumber daya


manusia;
PENYEBAB TERJADINYA PAJAK
BERGANDA INTERNASIONAL

SECARA SECARA
EKONOMIS
merujuk pada situasi di YURIDIS
merujuk pada situasi di
mana satu subjek pajak mana suatu penghasilan
dikenakan pajak oleh yang sama dikenakan
lebih dari satu negara atas pajak lebih dari satu kali
penghasilan yang sama di dua atau lebih subjek
pada suatu periode pajak yang berbeda
(tahun) pajak yang sama.
PENDEKATAN UNTUK MENGATASI
PENGHINDARAN PERPAJAKAN
BERGANDA

MULTILATERA
UNILATERAL BILATERAL
L
STUDI
Indonesia-Singapura Perbarui Perjanjian
KASUS

Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Indonesia dan Singapura menandatangani pengkinian Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B). P3B ini ditandatangani oleh
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri
Keuangan II Singapura Indranee Rajah. Indonesia dan Singapura 
menyepakati peninjauan ulang P3B yang terdahulu ditandatangani
pada 8 Mei 1990 dan berlaku efektif 1 Januari 1992. 

Kedua penurunan pajak ini, baik royalti dan branch profit tax,
konsisten dengan banyak P3B yang sudah ditandatangani oleh
Republik Indonesia dengan negara-negara mitra. Singapura ingin
diperlakukan sama dengan negara lain. Pemerintah Indonesia berharap
dengan penurunan ini, investasi dari Singapura makin tinggi.
Indonesia-Singapura Perbarui Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa Indonesia
mendapatkan positifnya adalah penghapusan clausula
Most Favored Nation / MFN (perlakuan yang sama
untuk semua anggota) dalam pengaturan perpajakan
kontrak bagi hasil (production sharing contracts) dan
kontrak karya (contract of work) terkait sektor minyak,
gas, dan pertambangan; dan juga pengaturan yang
lebih eksplisit mengenai penghindaran pajak (tax
avoidance), anti penghindaran dan pengelakan pajak,
dan pengambilan keuntungan (capital gains) atas
penjualan aset, serta pertukaran informasi (exchange of
information) sesuai dengan standar internasional.

source: kemenkeu.go.id
ありがとう
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai