Anda di halaman 1dari 68

LEMBAR PENGESAHAN JUDUL

Ditulis Oleh : Alfia Libriesti Visca


Nim : 05.158
Judul : ASUHAN KEBIDANAN PADA By. ”F” UMUR 3 BULAN
DENGAN IKTERUS OBSTRUKTIF DI RUANG ANAK RSU.
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Malang, Januari 2008


Mengetahui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

(Lilik Winarsih, SST) (Siti Masamah, S. Kep, Ns)


LEMBAR PENGESAHAN

Ditulis Oleh : Alfia Libriesti Visca


Nim : 05.158
Judul : ASUHAN KEBIDANAN PADA By. ”F” UMUR 3 BULAN
DENGAN IKTERUS OBSTRUKTIF DI RUANG ANAK RSU.
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Malang, Januari 2008


Mengetahui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

(Lilik Winarsih, SST) (Siti Masamah, S. Kep, Ns)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
Hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan “Asuhan Kebidanan
pada By. ”F” Umur 3 Bulan dengan Ikterus Obstruktif di Ruang Anak RSU. Dr.
Saiful Anwar Malang”.
Penulis sadar bahwa penulisan asuhan Kebidanan ini tidak mungkin dapat
terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Pawik Supriyadi, Sp.J (K), selaku Direktur RSU Dr. Saiful Anwar
Malang.
2. Drg. Asri Kusuma Djadi, MMR, selaku Kepala Bidang Pendidikan dan
Penelitian di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
3. Dr. Masdar Muid, SpA, selaku kepala IRNA IV RSU Dr. Saiful Anwar
Malang.
4. Andreas Supriyanto, S.Kep. NS, selaku Kepala UPP IRNA IV RSU Dr.
Saiful Anwar Malang.
5. Siti Masamah, S. Kep. Ns, selaku Kepala Ruangan dan Pembimbing
Klinik Ruang Anak RSU. Dr. Saiful Anwar Malang.
6. Drg. Suharwati, selaku Ketua Yayasan Kendedes Malang
7. Dr. Djabro Widarto, SpOG, selaku Dekan Koordinator Yayasan Kendedes
Malang.
8. Sri Untari, AMd. Keb. SPd. M. Kes, selaku Direktur Akademi Kebidanan
Kendedes Malang.
9. Lilik Winarsih, SST, selaku Pembimbing Akademik Kebidanan Kendedes
Malang.
10. Para bidan dan perawat yang telah membantu dan membimbing kami.
11. Orang tua dan rekan-rekan yang telah memberi dukungan dan bantuan
baik moral maupun material.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini. Karena keterbatasan kemampuan, waktu dan dana. Untuk itu mohon masukan
serta saran yang membangun demi perbaikan penulisan berikutnya dan semoga
penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Malang, Januari 2008
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikterus adalah keadaan kuning pada kulit atau organ lain akibat
penumpukan bilirubin. Pada anak dan orang dewasa ikterus merupakan suatu
tanda penyakit yang serius, sedangkan pada masa neonatal dapat merupakan
manifestasi dari suatu keadaan patologia stadium maturasi fungsional. Apapun
penyebabnya penumpukan bilirubin dapat mengakibatkan ikterus atau
hiperbilirubin pada saat dan kondisi tertentu.
( Kapita Selekta Kedokteran, 2001)

Prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sangat bervariasi. Pada


keadaan diruang neonatus biasa. Ikterus fisiologis dapat ditemukan pada
minggu pertama kehidupan sekitar 50% bayi aterm dan 75% bayi prematur.
Sedangkan pada ikterus patologis dapat ditemukan 24 jam pertama kehidupan
bayi. Kemudian ikterus patologis dapat disertai dengan keadaan: berat badan
lahir < 2000 gram; masa gestasi < 36 minggu; asfiksia, hipoksia, sindrom
gawat nafas pada neonatus; infeksi; trauma lahir pada kepala; hipoglikemi,
hiperkarbia. Hal ini dapat disebabkan adanya kolestasis pada bayi yaitu suatu
sindroma klinis yang disebabkan oleh terganggunya aliran empedu ke usus.
Kolestasis tidak selalu disertai dengan adanya ikterus, terutama pada fase-fase
awal penyakit. Karenanya pada beberapa penyakit hepar, ikterus sudah
merupakan gejala lanjut karena sebenarnya kolestasisnya sudah berjalan agak
lama
(http:///www.tabloid-nakita.com. 2007)
Berdasarkan data dari ruang anak RSSA Malang di dapatkan
kejadian bayi ikterus obstruktif. Bayi yang mengalami ikterus obstruktif
memerlukan pengawasan yang ketat karena kemungkinan dilakukannya terapi
CT-Scan. Untuk menanggulangi berbagai permasalahan pada bayi dengan
ikterus obstruktif, maka peran dan fungsi perawat serta petugas kesehatan
sangat menentukan dalam memberikan asuhan kebidanan.
Disamping itu petugas kesehatan berperan sebagai kolaborator
dalam pemberian tranfusi darah dan terapi medikasi untuk mengantisipasi
terjadinya kern ikterus. Dari beberapa hal tersebut diatas maka penyusun
tertarik untuk mengambil kasus pada bayi “F” usia 3 bulan dengan ikterus
obstruktif.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada By. “F” umur 3 bulan
dengan ikterus obstruktif, diharapkan mahasiswa mampu memberikan
dan melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif dan sesuai
dengan standar kebidanan.
2.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengerti teori tentang
ikterus obstruktif.
2. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian data baik
data subyektif maupun obyektif pada By. “F” umur 3 bulan dengan
ikterus obstruktif.
3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa kebidanan dan
mengidentifikasi masalah kebidanan berdasarkan data subyektif dan
obyektif pada By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif.
4. Mahasiswa mampu memahami antisipasi masalah potensial
pada By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif
5. Memahami kebutuhan segera atas diagnosa yang telah
diambil pada By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif
6. Mahasiswa mampu memahami tindakan yang akan
dilakukan untuk menangani kasus sesuai dengan diagnosa kebidanan
dan masalah yang ada pada By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus
obstruktif
7. Mahasiswa mampu memahami implementasi dari rencana
yang telah disusun pada By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus
obstruktif
8. Mahasiswa mampu memahami evaluasi atas tindakan yang
telah dilakukan pada By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif
1.3 Manfaat
a. Mahasiswa dapat lebih mengerti dan memahami tentang asuhan
kebidanan pada bayi dengan ikterus obstruktif
b. Memberikan pelayanan kesehatan kepada bayi dengan ikterus
obstruktif secara komprehensif dan menyeluruh sesuai dengan manajemen
kebidanan.
c. Mengevaluasi institusi dalam pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standart pelayanan operasional yang telah ditetapkan

1.3 Metode Penulisan


a. Wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung
kepada keluarga.
b. Observasi yaitu dengan melakukan pemantauan dan melihat
tindakan yang dilakukan pada pasien.
c. Praktek langsung yaitu dengan melakukan tindakan yang dilakukan
kepada klien secara langsung.
d. Studi Rekam Medik yaitu dengan cara melihat pada pencatatan
data pendokumentasian mengenai klien di rumah sakit.
e. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca dan meninjau kasus
yang diangkat pada buku atau literatur yang ada.

1.4. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah asuhan kebidanan ini, adalah sbb :
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
1.4. Metode Penulisan
1.5. Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Ikterus
2.2. Konsep Ikterus Obstruktif
2.3. Tinjauan Teori Menurut Manajemen Varney
BAB III : TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.2. Identifikasi masalah / masalah potensial
3.3. Identifikasi kebutuhan segera
3.4. Antisipasi Masalah Potensial
3.5. Intervensi
3.6. Implementasi
3.7. Evaluasi
Catatan perkembangan.
BAB IV : PEMBAHASAN
Berisi tentang kesenjangan antara teori dengan kasus /
praktek lapangan.
BAB V : PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. KONSEP IKTERUS


2.1.1 Pengertian
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa
akibat penumpukan bilirubin
(FK UI, 2000 : 5003 )
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konstrasi bilirubin serum
yang menjurus kearah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin
bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.
(Kapita Selekta,edisi III jilid 2 :2001)
Ikterus neonatorum adalah warna kuning pada kulit bayi dan
selaput lendir yang disebabkan oleh meningkatnya bilirubin dalam darah
melalui nilai normal, dengan gejala klinis.
(http:/republika.co.id/2005)

2.1.2. Klasifikasi
1. Ikterus fisiologis
Warna kuning akan timbul pada hari ke - 2 atau ke - 3, dan
tampak jelas pada hari ke 5 - 6 dan menghilang pada hari ke- 1. Bayi
tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa. Kadar bilirubin
serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR
10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke - 14. Penyebab ikterus
fisiologi diantaranya karena kurang aseptor y dan z, enzim
glukononyl trasferase.
( Ngastiyah, 2002 )
2. Ikterus patologis
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik :
a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum
bilirubin total lebih dari 12 mg/dl
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih dalam 24
jam.
c. Kontraksi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi
kurang bulan dan 12,5 mg % pada bayi cukup bulan.
d. Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin
serum 1 mg/dl jam atau lebih 5 mg/dl/hari.
e. Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup
bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir rendah.
Menurut Monintja dkk (1981) suatu keadaaan dianggap hiperbilirubin
bila:
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
b. Peningkatan bilirubin 5 mg % atau lebih dari 24 jam
c. Kosentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus
kurang bulan 12,5 mg % pada neonatus cukup bulan.
d. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut :
1) Berat lahir kurang dari 2000 gram
2) Masa gestasi kurang dari 36 minggu
3) Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
4) Infeksi
5) Trauma lahir pada kepala
6) Hipoglikemia, hiperkarbia
7) Hiperosmolaritas darah
8) Proses hemolisis (inkompatibiliti darah, defisiensi GGPD,
atau sepsis)
e. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 8
hari (pada NCB) atau 14 hari (pada NKB).
( Ngastiyah, 2002 )

2.1.3. Metabolisme Bilirubin


75% dari bilirubin yang ada pada BBL berasal dari penghancuran
hemoglobin, dan 25% dari mioglobin, sitokrum, katalase dan tritofan
purolase. Satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg
bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak
1gr/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin
bebas ( 1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin ). Bilirubin
indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan
masuk kedalam otak dan terjadilah kern ikterus.
Di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glukoronil
trasferase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi ke sistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus karena
disini terdapat beta glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus
selanjutnya masuk kembali kehati ( siklus intrahepatik ).

2.1.4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kadar Bilirubin


1. Genetik : Pada orang asia kadar bilirubin biasanya lebih tinggi
2. Kejadian perinatal, misalnya pada keadaan terlambatnya jepitan
tali pusat, lahir dengan vacum ekstraksi / forsep, dll
3. Penyakit ibu dengan penyakit diabetes militus
4. Obat - obatan yang dimakan ibu, misalnya pada ibu yang mendapat
pengobatan oksitosin.

2.1.5. Etiologi
 Etiologi ikterus fisiologis
a. Peningkatan pembentukan bilirubin yang berlebihan.
b. Defek pengambilan bilirubin plasma
c. Defek konjugasi bilirubin.
d. Ekskresi bilirubin menurun.

Faktor-faktor Yang Berperan Pada Ikterus Fisiologis:


Faktor Korelasi Klinik
1. Peningkatan beban bilirubin ke sel hati. Kadar bilirubin cenderung lebih
Bayi yang mengalami peningkatan tinggi pada bayi dengan
volume darah, eritropoesis yang tidak polisitemia atau terlambat
efektif dan reabsorbsi bilirubin oleh usus penjepitan tali pusat dan
2. Defek pengambilan bilirubin dari plasma motilitas usus yang berkurang

Ikatan bilirubin – protein akan


3. Defek konjugasi bilirubin akan berkurang, menyebabkan kadar
menurunkan aktivitas enzim glukoronil bilirubin meningkat
transferase
Aktivitas enzim glukoronil
transrerase kurang. Aktivitas
juga dapat dihambat oleh faktor
4. Defek ekskresi bilirubin yang terdapat di ASI dan
hipotiroid
5. Perfusi hepar yang tidak adekuat
Infeksi kongenital
6. Sirkulasi enterohepatik
Dapat terjadi pada bayi hipoksia
atau penyakit jantung kongenital

Kadar bilirubin akan meningkat


pada bayi dengan pasase
mekonium yang lambat atau
obstruksi usus

 Etiologi ikterus patologis


a.Anemia hemolitik
- Isoimuniasi
- Defek eritrosit
- Penyakit hemolitik bawaan, sekunder dari infeksi, obat dan
mikroangiopati.
b.Ekstravasasi darah, hematoma, ptekie, perdarahan paru, otak dan
retroperitoneal dan sephalhematom
c.Polisitemia
d.Sirkulasi enterohepatik yang berlebihan
- Obstruksi usus
- Stenosis pilorus
- Ileus mekonium
- Ileus paralitik
- Penyakit hirschprung
Berkurangnya uptake hepatik dari bilirubin:
- Defek konjugasi
- Gangguan transportasi bilirubin direk yang keluar dari
hepatosit
- Obstruksi aliran empedu (ikterus obstruktif)

2.1.6. Patofisiologi
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung
normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi lebih besar
dibandingkan kemampuan hati, sehingga kadar bilirubin tak
terkonjugasi akan meningkat. Bilirubin tak terkonjugasi ini tidak
larut dalam air dan tidak diekskresikan ke urin, tetapi terdapat
peningkatan pembentukan urobilin yang diekskresikan ke urin
akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan
mengakibatkan peningkatan ekskresi sterkobilin ke feses.
Pembentukan bilirubin yang berlebihan, misalnya pada
keadaan penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan dekstruksi
sel darah merah. Ikterus yang terjadi sering disebut sebagai ikterus
hemolitik
 Defek pengambilan bilirubin
Gangguan pengambilan bilirubin akibat berkurangnya
ligandi, pengikatan aseptor y dan z protein oleh amnion lain
atau pada keadaan asupan kalori yang menurun pada 24 jam
sampai 72 jam pertama kehidupan.
 Defek konjugasi bilirubin
Gangguan konjugasi didalam sel hati terjadi akibat
berkurangnya aktivitas enzim glukoronil transferase, dapat
bersifat total, dan parsial.

 Ekskresi bilirubin menurun


Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan faktor
fungsional atau obstruktif. Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi yang larut dalam air
dan dapat diekskresikan ke urin, sehingga timbul bilirubinuria,
peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti garam empedu.
Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatal (dalam sel hati
kanalikulil atau kolongiol) atau ekstra hepatal (mengenai
saluran empedu di luar hati). Pada keadaan ini terjadi
perubahan warna kulit dan mukosa, yaitu kuning jingga sampai
kuning hijau pada kasus obstruksi total saluran empedu.
 Campuran
Peningkatan kadar bilirubin terjadi oleh karena produksi
yang berlebihan dan ekskresi yang menurun. Keadaan ini dapat
ditemukan misalnya pada keadaan: sepsis, infeksi intra uterin,
asfiksia.

2.1.7 Faktor Predisposisi


Keadaan yang mengurangi kapasitas ikat bilirubin
 Asidosis
 Asfiksia
 Hipoalbuminemia
 Infeksi
 Prematuritas
 Hipoglikemi
2.1.8. Pemeriksaan penunjang
Klinis : Ikterometer dari kramer atau dengan bilirubin meter,
seperti tampak pada gambar ini

Daerah kulit bayi yang berwarna kuning untuk penerapan rumus


KRAMER.

Daerah Luas Ikterus Kadar bilirubin


1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 (+) badan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 (+) Badan bagian bawah dan 11
tungkai
4 Daerah 1,2,3 (+) Lengan dan kaki dibawah 12
lutut
5 Daerah 1,2,3,4 (+) Tangan dan Kaki 16

2.1.9. Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus sriatum, talamus,
nukleus subtalamushipokampus, nukleus merah, dan nukleus didasar
ventrikel IV.
Stadium 1 : Reflek moro jelek, hipotoni, letargi, poor feediny,
vomihu, hing pitch cry.
Stadium 2 : Opistotonus, panas, rigiditas, occculogyric crises, mata
cenderung deviasi ke atas.
Stadium 3 : Spasitisitas menurun.
Stadium 4 : Gejala sisa lanjut, spasitas, atetosis, tuli parsial/komplit,
vetardasi, retardi mental.

2.2 KONSEP IKTERUS OBSTRUKTIF (KOLESTASIS PADA BAYI)


2.2.1 Pengertian
Kolestasis adalah hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang
harus diekskresi hati, yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
bilirubin direk dan penumpukkan garam empedu. Kadar bilirubin direk
meningkat menjadi lebih dari 2 mg/dl dan komponen bilirubin direk
melebihi 20% kadar bilirubin total.
(Arif Mansjoer, 2000:536 )
Kolestasis adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh
terganggunya aliran empedu ke usus. Kolestasis tidak selalu disertai
dengan adanya ikterus, terutama pada fase-fase awal penyakit.
Karenanya pada beberapa penyakit hepar, ikterus sudah merupakan
gejala lanjut karena sebenarnya kolestasisnya sudah berjalan agak lama.
(Buletin IKA, tahun XXIX, no.1. 2001)
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran
empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan
ekstra-hepata.
(http://www.pediatrik.com. 2008)

2.2.2 Etiologi dan Patogenesa


Berdasarkan kekerapannya, etiologi kolestasis secara berturut-turut
adalah hepatitis neonatal idiopatik (35-40%), artresia bilier ekstrahepatik
(25-30%), defisiensi alfa 1 antitripsin (7-10%), sindrom kolestasis
intrahepatik (5-6%), sepsis bakterial, hepatitis akibat TORCH (3-5%),
kelainan endokrin (1%), dan galaktosemia (1%).
Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan laki-laki adalah 2:1,
sedangkan pada hepatitis neonatal rasionya terbalik.
(Arif Mansjoer, 2000:536 )
Sebenarnya gangguan transpor empedu bisa terjadi sejak awal
pembentukkannya. Saat ini dibedakan 2 fase gangguan transpor yang
dapat terjadi pada kolestasis:
Fase 1: gangguan pembentukan bilirubin oleh sel hepar, yang dapat
terjadi karena berbagai sebab, antara lain:
 Adanya kelainan bentuk (distorsi, sirosis)
 Berkurangnya jumlah sel hepar
(“deparenchymatised liver”)
 Gangguan fungsi sel hepar
Pada keadaan ini, berbagai bahan yang seharusnya dibuang melalui
empedu akan tertumpuk dan tidak mencapai usus yang akan sangat
mengganggu pencernaan sehingga terjadi berbagai defisiensi, kondisi
toksik, serta penumpukan pigmen empedu yang menyebabkan ikterus.
Gangguan fase pertama ini disebut “kolestasis primer”.
Fase 2: gangguan transpor yang terjadi pada perjalanan dari bilirubin
mulai dari hepar ke kandung empedu sampai ke usus.
Bayi pada minggu pertama sering menunjukkan gejala kolestasis dengan
tinja akolis/hipokolis, karena proses kolestasis yang terjadi fisiologis
akibat masih kurang matangnya fungsi hepar. Namun harus diwaspadai
bila hal ini terjadi pada minggu-minggu berikutnya. Hepar hampir selalu
membesar sejak dari permulaan penyakit. Pembesaran limpa pada 2
bulan pertama lebih sering terdapat pada kolestasis intarhepatik dari
pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya lebih banyak
pada kolestasis ekstrahepatik.
(Buletin IKA, tahun XXIX, no.1. 2001)
2.2.3 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena
keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
 Tinja akolis/hipokolis
 Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
 Urobilin dalam air seni negatif
 Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
 Steatore
 Hipoprotrombinemia
2. Akumulasi empedu dalam darah
 Ikterus
 Gatal-gatal
 Hiperkolesterolemia
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
 Anatomis
- Akumulasi pigmen
- Reaksi keradangan dan nekrosis
 Fungsional
- Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil
transpeptidase meningkat)
- Transaminase serum meningkat (ringan)
- Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
- Asam empedu dalam serum meningkat
(Buletin IKA, tahun XXIX, no.1. 2001)

2.2.4 Diagnosis banding kolestasis pada bayi


1. Kelainan Ekstrahepatik : atresia bilier, hipoplasis bilier, stenosis duktus
bilier, perforasi spontan duktus bilier, massa (neoplasma, batu), inspissated
bile syndrome
2. Kelainan intrahepatik
a. Idiopatik : hepatitis neonatal idiopatik, kolestasis intrahepatik, persisten
(sindrome alagille, zellweger, intrahepatic bile duct paucity).
b. Anatomik : hepatik fibrosis kongenital, penyakit Caroli.
c. Kelainan metabolisme : asam amino (tirosenemia), lipid (penyakit
Wolman, Niemann-Pick dan penyakit Gaucher), karbohidrat
(galaktosemia, fruktosemia), asam empedu, defisiensi alfa 1 antitripsin,
fibrosis kistik, hipopituitarisme idiopatik, hipotiroidisme.
d. Hepatitis
e. Infeksi (hepatitis pada neonatus) : TORCH, virus hepatitis B, Reovirus
tipe 3, dll., endotoksemia.
f. Genetik atau kromosomal : trisomi E, sindrome Down.
g. Lain-lain : histiositosis X, renjatan atau hipoperfusi, obstruksi intestinal
Sumber : Upaya diagnostik kolestasis pada bayi
(Arif Mansjoer, 2000:537 )

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin, darah tepi
lengkap, uji fungsi hati termasuk transaminase serum (SGOT, SGPT,
GGT), alkali fosfatase, masa protrombin, ureum, kreatinin, elektroforesis
protein, dan bilirubin urin. Dari pemeriksaan tinja 3 porsi dapat
dibedakan kolestasis ekstrahepatik (selama beberapa hari ketiga porsi
tinja tetap dempul) dan intrahepatik (hasil berfluktuasi atau kuning terus
menerus). Data laboratorium yang dapat membedakan kolestasis
ekstrahepatik dan intrahepatik.
Pemeriksaan USG dapat melihat patensi duktus bilier, keadaan
kandung empedu saat puasa dan sesudah minum; serta dapat mendeteksi
adanya kista duktus koledokus, batu kandung empedu, dan tumor.
Pemeriksaan penunjang awal pada kolestasis intrahepatik adalah
pemeriksaan serologis TORCH, petanda hepatitis B (bayi dan ibu), kadar
alfa-1 antitripsin dan fenotipnya, kultur urin, urinalisis untuk reduksi
substansi non-glukosa, gula darah, dan elektrolit. Bila terdapat demam
atau tanda-tanda infeksi lain dilakukan biakan darah.

Tabel. Data laboratorium awal pada bayi kolestasis


Kolestasis Kolestasis
Ekstrahepat Intrahepatik
ik
Bilirubin total (mg/dl) 10.2 2.5 12.7 9.6
Bilirubin direk (mg/dl) 6.2 2.6 8.0 6.8
SGOT (peningkatan dari N) < 4x < 10x
SGPT (peningkatan dari N) < 5x < 10x
GGT (peningkatan dari N) > 5x > 5x

Sumber : Upaya diagnostik kolestasis pada bayi


(Arif Mansjoer, 2000:537 )

2.2.6 Penatalaksanaan
Selama evaluasi dikerjakan, dapat diberikan :
1. Terapi medikamentosa yang bertujuan :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan :
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi dua dosis, peroral.
Fenobarbital merangsang enzim glukuronil transferase
(merangsang ekstresi bilirubin), enzim sitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na-K-ase (menginduksi aliran
empedu).
- Kolestiramin. Dosis untuk neonatus 1 g/kgBB/hari dibagi 6
dosis atau sesuai jadwal pemberian susu/minum. Dosis bayi
250-750 mg/kgBB/hari. Dosis anak besar maksimal 16
gram/hari. (1 sachet = 4 gram). kolestiramin memotong
siklus enterohepatik asam empedu sekunder.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan asam
ursodeoksikolat, 3-10 ng/kgBB/hari dibagi 3 dosis, peroral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.
c. Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, maka
penaganannya sesuai dengan situasi dan kondisi.
2. Terapi nutrisi agar anak dapat tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin. Dilakukan :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglicerides (MCT) untuk mengatasi malabsorbsi lemak.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak
dengan memberikan tambahan :
- Vitamin A, 5.000-10.00 IU/hari
- Vitamin D3, (kalsitriol) 0.05-0.2 ug/kg/BB/hari
- Vitamin E, 25 IU/kgBB/hari
- Vitamin K1, (yang larut dalam air) 2.5-5 mg/hari
- Kalsium dan fosfor bila dianggap perlu
3. Terapi kausatif :
Pada atresia bilier dilakukan intervensi bedah
portoenetrostomi terhadap atresia bilier yang dapat dikoreksi yaitu
tipe I dan II (belum terjadi fibrosis dan sirosis bilier). Adanya sirosis
bilier merupakan kontraindikasi pembedahan. Bila terdapat demam
atau tanda-tanda infeksi lain, segera antibiotik spektrum luas. Terapi
lain sesuai dengan penyebab kolestasis.
(Arif Mansjoer, 2000:538 )

2.3 KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN VARNEY


Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung
jawab dalam pelayanan pada klien yang mempunyai kebutuhan / masalah
dalam bidang kesehatan selama masa hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir
dan KB.

I. PENGKAJIAN DATA
Dilakukan dengan mengumpulkan semua data baik data subyektif
maupun data obyektif disertai hari, tanggal, jam, tanggal masuk rumah sakit,
jam masuk rumah sakit, nomer register.
A. Data Subyektif.
1. Biodata
 Biodata Bayi
Nama bayi : nama anak untuk mengenal, memanggil, dan
menghindari terjadinya kekeliruan.
(Christina, 2000 : 41)
Umur : Ikterus obstruktif dapat terjadi sejak bayi baru
lahir dan warna kuning tidak dapat
menghilang atau menetap setelah bayi berusia
2 minggu.
Tanggal lahir : Tanggal lahir bayi dikaji untuk mengetahui
umur bayi.
Jenis kelamin : Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki,
sedangkan atresia bilier ekstrahepatal lebih
banyak pada anak perempuan.
(Buletin IKA, tahun XXIX, no.1. 2001)
BBL / PBL : Pertumbuhan pasien dengan kolestasis
intrahepatik menunjukkan perlambatan sejak
awal. Pada pasien dengan kolestasis
ekstrahepatik umumnya bertumbuh dengan
baik pada awalnya, tetapi kemudian akan
mengalami gangguan pertumbuhan sesuai
dengan perkembangan penyakit. Pasien
dengan kolestasis perlu dipantau
pertumbuhannya dengan membuat kurva
pertumbuhan berat badan dan tinggi badan
bayi/anak. Kolestasis intrahepatik umumnya
berat lahirnya < 3000 gram dan pertumbuhan
janin terganggu.
(http://www.pediatrik.com. 2008)
Anak ke : Untuk mengetahui paritas dari orang tua
 Biodata orang tua
Nama : Untuk mengenal/ memanggil klien, serta sebagai
penanggung jawab terhadap anak.
(Christina, 2000 : 41)
Umur : Untuk mengetahui umur dari ibu serta suami,selain itu
digunakan untuk mengetahui keadaan ibu apakah
termasuk primipara atau primipara tua.
Agama : Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan
pengaruhnya terhadap kebiasaan kesehatan pasien /
klien. Dengan diketahuinya agama pasien, akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan di dalam
melaksanankan asuhan kebidanan.
(Depkes RI, 2002:14)
Suku : untuk mengetahui dari suku mana ibu dan suami
berasal dan menentukan cara pendekatan serta
pemberian asuhan kepada anak
Pendidikan : Tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya di
dalam tindakan asuhan kebidanan selain itu anak
akan lebih terjamin pada orang tua pasien (anak)
yang tingkat pendidikannya tinggi.
(Modul pelatihan fungsional bidan di desa, Depkes RI : 10).
Pekerjaan : jenis pekerjaan dapat menunjukkan tingkat keadaan
ekonomi keluarga juga dapat mempengaruhi
kesehatan.
(Modul pelatihan fungsional bidan di desa, Depkes RI : 10).
Penghasilan : mengetahui taraf hidup ekonomi dan berkaitan
dengan status gizi pada anak.
Alamat dicatat untuk mempermudah hubungan bila keadaan
mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan
tempat tinggal pasien.
(Modul pelatihan fungsional bidan di desa, Depkes RI : 10).
2. Keluhan Utama.
Umumnya keluarga mengatakan badan bayi berwarna kuning dan
warna kencing bayi seperti teh. Warna urin pada peningkatan
bilirubin direk dalam darah yang kita kenal sebagai kolestasis
umumnya kuning tua atau sedikit lebih tua dari biasanya. Pada bayi
mungkin saja tidak ditemukan warna kuning tua karena volume
urin bayi umumnya cukup besar sehingga mungkin ada efek dilusi
bilirubin dalam urin. Selain itu ditanyakan warna feses. Pada
kolestasis dapat dijumpai warna feses yang pucat seperti dempul,
dapat terus menerus atau berfluktuasi.
(http://www.idai.or.id.2006)
3. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Pada umumnya keadaan bayi berwarna kuning pada organ tubuh
tertentu, bahkan terdapat warna kuning pada seluruh tubuh.
(http://www.suryaharapan.2007)
4. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Pada umumnya keadaan bayi berwarna kuning sejak lahir pada
organ tubuh tertentu, bahkan terdapat warna kuning pada seluruh
tubuh dan menetap setelah bayi berusia 2 minggu.
(http://www.suryaharapan.2007)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dalam riwayat keluaarga didapatkan riwayat kuning, tumor hati,
hepatitis B, hepatitis C, hemokro-matosis, perkawinan antar
keluarga. Resiko hepatitis virus B/C (transfusi darah, operasi, dll)
paparan terhadap toksin/obat-obat.
(http://www.pediatrik.com. 2008)
6. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, dan neonatal
Riwayat kehamilan dan persalinan: dapat terjadi infeksi ibu pada
saat hamil atau melahirkan, dan hal ini dapat ada hubungannya
dengan penyakit TORCH pada ibu selama hamil.
(http://www.pediatrik.com. 2008)
Riwayat nifas: dengan memberikan ASI (colostrum) segera setelah
bayi lahir yang banyak mengandung antibodi, dapat melindungi
bayi secara alami sampai usia 6 bulan.
(Arif Mansjoer, 2000:531)
Riwayat neonatal: Berat lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin
(kolestasis intrahepatik umumnya berat lahirnya < 3000 g dan
pertumbuhan janin terganggu). Ikterus patologis akan timbul dalam
24 jam pertama kehidupan dan akan menetap setelah bayi berumur
10 hari. Menurut Monintja dkk (1981) suatu keadaaan dianggap
hiperbilirubin bila:
- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
- Peningkatan bilirubin 5 mg % atau lebih dari 24 jam
- Kosentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus
kurang bulan 12,5 mg % pada neonatus cukup bulan.
- Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut :
1) Berat lahir kurang dari 2000 gram
2) Masa gestasi kurang dari 36 minggu
3) Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
4) Infeksi
5) Trauma lahir pada kepala
6) Hipoglikemia, hiperkarbia
7) Hiperosmolaritas darah
8) Proses hemolisis (inkompatibiliti darah, defisiensi
GGPD, atau sepsis)
9) Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia
lebih dari 8 hari (pada NCB) atau 14 hari (pada NKB).
( Perawatan anak sakit, 2000 )
7. Riwayat Imunisasi
Mengetahui deteksi dini terhadap penyakit tertentu, terutama
hepatitis B. Imunisasi pasif buatan dengan hepatitis B
imunoglobulin dapat menimbulkan imunitas sementara terhadap
penyakit hepatitis.
(Arif Mansjoer, 2000:531)
8. Pola Kebiasaan Sehari – hari.
Nutrisi : pemberian ASI sesering dan sedini mungkin, dapat
menurunkan kejadian ikterus. Terutama ASI pertama
kali keluar (colostrum) karena kolostrum banyak
mengandung antibodi, sehinnga dapat melindungi
bayi secara alami sampai usia 6 bulan.
(Arif Mansjoer, 2000:531)
Eliminasi :
BAB : pada ikterus obstruktif BAB bayi berwarna pucat, hal
ini disebabkan karena sterkobilin tidak dapat ikut
dalam feses.
BAK : pada ikterus obstruktif warna urin kuning tua, karena
terjadi pada peningkatan bilirubin direk dalam darah.
(http://www.idai.or.id/2006)
Istirahat : bila terjadi kern ikterus maka kesadaran bayi akan
menurun dan dapat terjadi koma, karena adanya
toksik bilirubin yang dapat menembus sawar otak,
sehingga kesadaran dapat menurun.
Personal hygiene (kebersihan) : pada bayi dengan kesadaran yang
menurun, untuk menjaga personal hygiene, dapat
dibantu oleh ibu atau keluarga dan tenaga kesehatan.
9. Riwayat Psikososial dan budaya
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga atas kehadiran bayi dan
untuk mengetahui budaya masyarakat yang ada disekitar keluarga
bayi.
10. Riwayat Spiritual
Untuk mengetahui pengaruh dan keadaan spiritual dalam keluarga
bayi
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Untuk mengetahui bagaimana kesehatan umum anak dan adanya
kelainan yang dapat mempengaruhi kesehatan anak seperti:
- Keadaan umum : Lemah apabila telah terjadi kern ikterus
- Kesadaran : Bila terjadi kern ikterus maka keadaan bayi
akan apatis
- Tanda-tanda vital :
 Nadi : pada hiperbilirubin tidak terjadi
peningkatan maupun penurunan nadi. Tetapi
apabila bayi terjadi sepsis nadi akan meningkat
yaitu > 160 x/ menit.
(Depkes RI,
2002)
 Suhu : suhu pada hjperbilirubin tidak
terjadi peningkatan maupun penururunan. Tetapi
apabila bayi terjadi sepsis maka suhu bayi akan
meningkat yaitu >37,2oC.
(Depkes RI, 2002)
 Pernapasan: pada umumnya bayi yang
mengalami ikterus patologis dapat disertai
gangguan nafas.
(Perawatan anak sakit, 2000))
 Berat badan sekarang : Pasien
dengan kelainan metabolik atau neonatal
hepatitis umumnya terlihat kecil sedangkan
atresia bilier umumnya besar seperti anak
normal saja dan pada ikterus obstruktif akan
terjadi gagngguan pertumbuhan,
dikarenakan terjadi malabsorbsi lemak.
(Buletin IKA, tahun XXIX, no.1. 2001)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kepala : Bila terjadi infeksi konginetal, kepala terlihat
kecil. Selain itu, kita dapat dikejutkan dengan
adanya perdarahan kepala akibat defisiensi
vitamin K. Selain itu, anak dapat kejang karena
adanya toksik bilirubin yang menembus sawar
otak.
(http://www.idai.or.id.2006)
Muka : wajah tampak ikterus
Mata : Mata ikterik selain itu perlu diperiksa apakah
terlihat katarak yang mengarah ke galaktosemia.
(http://www.idai.or.id.2006)
Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
Hidung : simetris, terdapat pernafasan cuping hidung bila
bayi tidak terpasang O2, tidak ada secret, dan
tidak terjadi perdarahan
Mulut : bibir tidak kering, berwarna gelap karena adanya
ikterus, tidak sianosis, tidak ada stomatitis, tidak
ada labiokizis, tidak ada laboipalatokizis, tidak
ada moniliasis, lidah bersih
Leher : bersih, ikterus, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak
ada pembesaran vena jugularis
Dada : simetris, terdapat retraksi sela iga apabila bayi
sesak, tampak ikterus, puting susu menonjol
Abdomen : bentuk normal, terlihat ikterik, terlihat
pembesaran pada hepar.
Genetalia : bersih, tidak ada kelainan
Anus : bersih, tidak ada atresia ani, tidak ada prolaps
rekti
Ekstermitas :
Atas : simetris, tidak ada polidaktile, tidak ada
sindaktile, kuku tidak pucat, tidak terpasang
infus, terlihat ikterus
Bawah : simetris, tidak ada polidaktile, tidak ada
sindaktile, tidak terpasang infus, terlihat ikterus
Integumen : bersih, terlihat ikterus
b. Palpasi
Kepala : tidak teraba benjolan, sutura telah menutup
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar limfe, tidak
teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba
pembesaran vena jugularis
Abdomen : teraba pembesaran pada hepar, tidak ada nyeri
tekan
Ekstermitas :
Atas : oedema -/-
Bawah : oedema -/-
Integumen : turgor baik

c. Auskultasi
Dada : tidak terdengar suara tambahan (ronchi maupun
wheezing)
Abdomen : terdengar bising usus

d. Perkusi
Abdomen : tidak kembung

e. Reflek
 Moro reflek (-), karena terjadi penurunan kesadaran
 Rooting reflek (-), karena terjadi penurunan kesadaran
 Reflek menelan (-), karena pasien di puasakan
 Reflek menghisap (-), karena terjadi penurunan kesadaran
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran darah tepi
b. Biokimia darah
Serum bilirubin direk dan indirek :
 ALT (SGPT), AST (SGOT)
 Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT)
 Masa protrombin
 Albumin, globulin
 Kolesterol, trigliserida
 Gula darah puasa
 Ureum, kreatinin
 Asam empedu
c. Urin : rutin (leukosit urin, bilirubin,
urobilinogen, reduksi) dan kultur urin
d. DAT (aspirasi cairan duodenum)
e. Pemeriksaan etiologi : TORCH
(toksoplasma, rubella, CMV, herpes simpleks), hepatitis virus B,
C, skrining sederhana penyakit metabolik (gula darah,
trigliserida).
f. Pencitraan :
 USG dua fase (puasa 4-6 jam dan sesudah minum)
 CT scan, MRI
 Skintigrafi
g. Kolangiografi intraoperatif untuk
kasus kolestasis ekstrahepatik
h. Biopsi hati
(http://www.pediatrik.com. 2008)

Tabel. Data laboratorium awal pada bayi kolestasis


Kolestasis Kolestasis
Ekstrahepatik Intrahepat
ik
Bilirubin total (mg/dl) 10.2 2.5 12.7 9.6
Bilirubin direk (mg/dl) 6.2 2.6 8.0 6.8
SGOT (peningkatan dari N) < 4x < 10x
SGPT (peningkatan dari N) < 5x < 10x
GGT (peningkatan dari N) > 5x > 5x
Sumber : Upaya diagnostik kolestasis pada bayi
(Arif Mansjoer, 2000:537 )

II. IDENTIFIKASI MASALAH / DIAGNOSA.


Dx : By. “...” umur....bulan dengan ikterus obstruktif
Ds : - Ibu/ keluarga mengatakan bayinya kuning sejak lahir
- Ibu/ keluarga mengatakan kencing bayi berwarna seperti teh
- Ibu/ keluarga mengatakan tinja bayi berwarna seperti dempul
- Ibu/ keluarga mengatakan bayinya panas
- Ibu/ keluarga mengatakan bayinya sesak nafas
Do : Keadaan Umum : Lemah apabila telah terjadi kern ikterus
Kesadaran : Bila terjadi kern ikterus maka keadaan bayi
akan apatis

Tanda – tanda Vital :


Nadi : pada hiperbilirubin tidak terjadi peningkatan maupun
penurunan nadi. Tetapi apabila bayi terjadi sepsis nadi
akan meningkat yaitu > 160 x/ menit.
(Depkes RI,
2002)
Pernafasan : pada umumnya bayi yang mengalami ikterus
patologis dapat disertai gangguan nafas.
(Perawatan anak sakit, 2000))
Suhu :suhu pada hjperbilirubin tidak terjadi
peningkatan maupun penururunan. Tetapi
apabila bayi terjadi sepsis maka suhu bayi akan
meningkat yaitu >37,2oC.
(Depkes RI, 2002)
BB dan PB : Pasien dengan kelainan metabolik atau neonatal
hepatitis umumnya terlihat kecil sedangkan
atresia bilier umumnya besar seperti anak
normal saja dan pada ikterus obstruktif akan
terjadi gagngguan pertumbuhan, dikarenakan
terjadi malabsorbsi lemak.
(Buletin IKA, tahun XXIX, no.1. 2001)
Wajah : tampak ikterus
Mata : Mata ikterik selain itu perlu diperiksa apakah
terlihat katarak yang mengarah ke galaktosemia.
(http://www.idai.or.id.2006)
Hidung : simetris, terdapat pernafasan cuping hidung bila
bayi tidak terpasang O2, tidak ada secret, dan tidak
terjadi perdarahan
Mulut : bibir tidak kering, berwarna gelap karena adanya
ikterus, tidak sianosis, tidak ada stomatitis, tidak
ada labiokizis, tidak ada laboipalatokizis, tidak
ada moniliasis, lidah bersih
Dada : simetris, terdapat retraksi sela iga apabila bayi
sesak, tampak ikterus, puting susu menonjol
Abdomen : bentuk normal, terlihat ikterik, terlihat
pembesaran pada hepar.
Ekstermitas :
Atas : simetris, tidak ada polidaktile, tidak ada
sindaktile, kuku tidak pucat, tidak terpasang
infus, terlihat ikterus
Bawah : simetris, tidak ada polidaktile, tidak ada
sindaktile, tidak terpasang infus, terlihat ikterus

Pemeriksaan Laboraturium :.
Tabel. Data laboratorium awal pada bayi kolestasis
Kolestasis Kolestasis
Ekstrahepatik Intrahepatik
Bilirubin total (mg/dl) 10.2 2.5 12.7 9.6
Bilirubin direk (mg/dl) 6.2 2.6 8.0 6.8
SGOT (peningkatan dari N) < 4x < 10x
SGPT (peningkatan dari N) < 5x < 10x
GGT (peningkatan dari N) > 5x > 5x
Sumber : Upaya diagnostik kolestasis pada bayi
(Arif Mansjoer, 2000:537 )

III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL


- Potensial terjadi kern ikterus
Ds : - Ibu/ keluarga mengatakan bayinya kuning sejak lahir
- Ibu/ keluarga mengatakan kencing bayi berwarna seperti teh
- Ibu/ keluarga mengatakan tinja bayi berwarna seperti dempul
- Ibu/ keluarga mengatakan bayinya panas
- Ibu/ keluarga mengatakan bayinya sesak nafas

Do : Keadaan umum : Lemah apabila telah terjadi kern ikterus


Kesadaran : Bila terjadi kern ikterus maka keadaan bayi
akan apatis
Wajah : tampak ikterus
Mata : Mata ikterik selain itu perlu diperiksa apakah
terlihat katarak yang mengarah ke galaktosemia.
(http://www.idai.or.id.2006)
Hidung : simetris, terdapat pernafasan cuping hidung bila
bayi tidak terpasang O2, tidak ada secret, dan tidak
terjadi perdarahan
Mulut : bibir tidak kering, berwarna gelap karena adanya
ikterus, tidak sianosis, tidak ada stomatitis, tidak
ada labiokizis, tidak ada laboipalatokizis, tidak
ada moniliasis, lidah bersih
Dada : simetris, terdapat retraksi sela iga apabila bayi
sesak, tampak ikterus, puting susu menonjol
Abdomen : bentuk normal, terlihat ikterik, terlihat
pembesaran pada hepar.
Ekstermitas :
Atas : simetris, tidak ada polidaktile, tidak ada
sindaktile, kuku tidak pucat, tidak terpasang
infus, terlihat ikterus
Bawah : simetris, tidak ada polidaktile, tidak ada
sindaktile, tidak terpasang infus, terlihat ikterus

Reflek :
 Moro reflek (-), karena terjadi penurunan kesadaran
 Rooting reflek (-), karena terjadi penurunan kesadaran
 Reflek menelan (-), karena pasien di puasakan
 Reflek menghisap (-), karena terjadi penurunan kesadaran

- Resiko penyebaran infeksi


Ds : -
Do : - Genetalia : kotor, terlihat ada darah kering di sekitar daerah
genetalia, dan terpasang dower kateter
- Ekstremitas atas : terpasang infus pada
tangan sebelah kiri
- Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin : N : 11,0 – 16,5 gr/ dl
Lekosit : N : 3500 – 10.000 mm3
L. E. D : N : <50 mm/ jam
Trombosit : N : 150.000 – 390.000/mm3

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA.


Kebutuhan yang diidentifikasi dan bersifat emergensi

V. INTERVENSI.
Dx : Bayi Ny. “...” umur... bulan dengan ikterus obstruksi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan diharapkan ikterus dapat
berkurang dan keadaan dapat membaik
Kriteria hasil :
Keadaan umum : ikterus berkurang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
Nadi : 120 – 140 x/menit
Suhu : 36,5 0C - 37,2 0C
Pernafasan : 30 – 60 x/menit

Pemeriksaan fisik
Wajah : tidak ikterus
Mata : sklera tidak ikterus, reflek pupil (+) , mata dapat berkedip
Hidung : tidak terpasang O2 nasal
Mulut : bibir tidak kering dan tidak kotor
Dada : tidak ikterus
Abdomen : tidak teraba pembesaran herpar, dan tidak terlihat ikterus
Genetalia : bersih, dan tidak terpasang dower cateter
Ekstremitas :
Atas : tidak terlihat ikterus dan tidak terpasang infus
Bawah : tidak terlihat ikterus

Intervensi
1. Lakukan pendekatan therapeutik
R/ Ibu dan keluarga lebih kooperatif dan percaya dengan petugas
2. Jelaskan kepada ibu dan keluarga tentang keadaan anaknya
R/ menambah pengetahuan ibu tentang perubahan-perubahan yang trjadi
pada ibu
3. Jelaskan kepada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
pada anaknya
R/ menambah pengetahuan ibu tentang tindakan yang akan dilakukan oleh
petugas
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
R/ pemberian terapi yang tepat dapat menurunkan kadar bilirubin dalam
darah
5. Observasi TTV setiap 2 jam sekali
R/ parameter adanya kelainan yang terjadi pada bayi
6. Kaji dan pantau derajad ikterik menurut kramer
R/ memberi refleksi terhadap tingginya kadar bilirubin dalam darah

Masalah Potensial
- Potensial terjadi kern ikterus
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan kepada bayi derajad ikterus
dapat berkurang sehingga tidak terjadi kern ikterus
Kriteria hasil
Keadaan umum : ikterus berkurang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
Nadi : 120-140 x/menit
Pernafasan : 40-60 x/menit
Suhu : 36,2 0C - 37,5 0C
Reflek :
 Moro reflek (+)
 Rooting reflek (+)
 Reflek menelan (+)
 Reflek menghisap (+)

Intervensi
1. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu
dengan sering
R/ keadaan dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang bersaing
pada posisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar
bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
R/ terapi yang tepat dapat mempercepat penyembuhan

- Potensial terjadi penyebaran infeksi


Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil
Keadaan umum : baik
Suhu normal : 36,5 0C - 37,2 0C
Nadi : 120-140 x/menit
Pernafasan : 30-60 x/menit
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, color, dolor, dan
disfungsiolaesa)

Intervensi
1. Cuci tangan dengan sabun dan dibilas dibawah air mengalir
R/ mencuci tangan merupakan upaya pencegahan infeksi dan dapat
membunuh kuman sampai 80%
2. Memakai sarung tangan sebelum melakukan tindakan
R/ mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan dan pada bayi
3. Jaga personal hygiene bayi
R/ mencegah terjadinya infeksi pada bayi

VI. IMPLEMENTASI.
Tanggal : ...-...-...
Dx : By. “...” umur ... bulan dengan ikterus obstruktif
1. Melakukan pendekatan terapheutik pada ibu dan keluarga dengan
berperilaku sopan, memperkenalkan diri dan menanyakan masalah yang
dialami bayinya
2. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang keadaan anaknya
yaitu anak mengalami penyumbatan pada saluran empedu, yang mana
warna kuning yang mewarnai tinja dan kencing tidak dapat tersalurkan,
sehingga warna kuning masuk dalam pembuluh darah adan akhirnya
seluruh tubuh anak kuning
3. Berkolaborasi dengan dokterdalam pemberian terapi diantaranya :
Cefriaxon 250 mg
Amikasin 37,5 mg
Diberikan dalam waktu yang bersamaan
Phenobarbital 75 mg
Vitamin K 2 mg
4. Mengobservasi tanda-tanda vital 2 jam sekali pada pukul :
Pada 2 Jam I :
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
Nadi : 120-160 x/menit
Pernafasan : 30-60 x/menit
Suhu : 36,50-37,2 0C
Pada 2 jam II
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
Nadi : 120-160 x/menit
Pernafasan : 30-60 x/menit
Suhu : 36,50-376,2 0C
5. Mengkaji dan memantau derajad ikterik menurut krame yaitu
didapatkan hasil bahwa bayi... kramer....
Masalah Potensial
- Potensial terjadi kern ikterus
1. Mempertahankan bayi tetap hangat dan kering, serta memantau
kulit dan suhu dengan sering sehingga dapat dengan segera
mengetahui tanda-tanda kern ikterus
2. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

- Potensial terjadi penyebaran infeksi


1. Mencuci tangan dengan sabun dan dibilas dibawah air mengalir
setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Memakai sarung tangan sebelum melakukan tindakan
3. Menjaga personal hygiene bayi dengan cara membersihkan darah
kering yang berada di alat genetalia

VII. EVALUASI
Dilakukan evaluasi sejauh mana manfaat dan keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan.

CATATAN PERKEMBANGAN
Dilakukan pada pasien dengan rawat inap dengan cara
mengobservasi perkembangan pasien dan perjalanan penyakit, yang
dilakukan minimal dalam waktu tiga hari dalam jam yang sama.
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 21 Januari 2008
Jam : 09.00 WIB
No. Reg : 801851
Tanggal MRS : 20 Januari 2008
Jam : 08.00 WIB

A. Data Subyektif
1. Biodata
 Biodata Anak
Nama : By “F”
Tanggal lahir : 22-10-2007
Usia : 3 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke : III
 Biodata Orang tua
Nama Ibu : Ny. “H” Nama Ayah : Tn. “S”
Umur : 33 tahun Umur : 35 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMEA Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Supir truk
Penghasilan :- Penghasilan :+Rp. 200.000/minggu
Alamat : Aran-aran Alamat : Aran-aran
Poncokusumo Poncokusumo

2.
3. Alasan masuk ruang anak
Ibu mengatakan bahwa bayinya panas, kesadaran menurun, serta bayi
terlihat kuning diseluruh badan dan bayi menglami kejang.
4. Keluhan utama
Ibu mengatakan bahwa bayinya saat ini masih terlihat kuning
diseluruh badan dan bayi belum sadar.
5. Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengatakan satu bulan terakhir bayinya terlihat lebih kuning dari
biasanya, dan bayi sering diare ± 3 sampai 4 hari dalam satu minggu,
BAB cair, berwarna agak pucat dan berampas.
6. Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan delapan hari sebelum masuk rumah sakit bayinya
panas disertai BAK yang berwarna merah seperti teh, dan pada saat
bayi BAB, tinja bayi berwarna pucat, agak cair, dan sedikit berampas.
Kemudian, lima jam sebelum masuk rumah sakit, bayi mengalami
kejang yang berlangsung selama ± 15 menit. Antara kejang yang satu
dengan yang lain berjarak 30-45 menit. Pada saat kejang bayi sudah
tidak sadarkan diri, setelah itu ibu dan keluarga segera membawa
bayinya ke RSU. Dr. Saiful Anwar.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengatakan dari pihak ibu (ayah ibu) menderita penyakit
asma, ibu juga menderita penyakit asma, tetapi dari pihak bapak tidak
ada yang menderita menular seperti penyakit kuning, TBC, tipes, serta
keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit menurun seperti kencing
manis, darah tinggi.
8. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Neonatal
a. Riwayat Kehamilan
- Trimester I
Ibu mengatakan pada awal-awal kehamilan, ibu tidak enak
makan, mual dan muntah. Ibu hanya makan buah-buahan saja
dan minum susu 2 kali sehari. Ibu periksa ke bidan 2 minggu
sekali, dan dokter 1 kali. Ibu diberi vitamin dan obat anti mual
- Trimester II
Ibu mengatakan sudah enak makan, dan perasaan mual serta
muntah sudah menghilang. Ibu periksa hamil 6 kali, di bidan 2
kali, di dokter 2 kai, dan di rumah sakit 2 kali karena tekanan
darah ibu tinggi yaitu 150/ 110 mmHg. Ibu tidak diberi obat
penurun darah, ibu hanya mendapatkan vitamin dan kalk serta
ibu mendapat suntik TT pada saat usia kehamilan 4 bulan
- Trimester III
Ibu mengatakan pada kehamilan tua, ibu merasa sering kencing
dan ibu periksa ke dokter 2 kali karena tekanan darah ibu
rendah selama satu bulan yaitu 80/60 mmHg kemudian pada
saat usia kehamilan 8 sampai 9 bulan, tekanan darah ibu tinggi
lagi yaitu 150/110 mmHg. Oleh dokter ibu kemudian
dianjurkan untuk USG, kemudian ibu USG dan hasilnya
kehamilan ibu dalam keadaan normal
b. Riwayat Persalinan
Sehari sebelum melahirkan ibu mulai mules-mules tetapi ibu
menganggapnya biasa-biasa saja. Pada tanggal 22 Oktober 2007
pukul 03.45 WIB, mules-mules ibu semakin sering kemudian ibu
dibawa ke rumah bersalinan Pancakusumo. Tidak lama kemudian
pukul 04.00 WIB ketuban pecah dan bayi segera lahir, ditolong
oleh bidan, ketuban berwarna bening dan bayi langsung menangis.
c. Riwayat Nifas
Ibu mengatakan mengeluarkan darah normal/ biasnya + 2 tella
pada hari pertama, dan hari berikutnya jumlah darah yang keluar
semakin berkurang. ASI telah keluar dan ibu langsung menyusui
saat bayi lahir.
d. Riwayat Neonatal
Ibu mengatakan sejak lahir bayinya terlihat kuning, tapi ibu
menganggapnya biasa saja. Tetapi pada saat usia 1 bulan, bayi
terlihat kuning kembali. Anak tidak pernah sakit panas, dan tidak
pernah kejang sebelumnya. Anak hanya sakit batuk dan pilek saat
usia 2 bulan.
9. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi Usia
BCG 1 bulan
Hepatitis B 2 minggu
DPT 2 bulan
Polio 2 bulan
Campak -

10.Pola kebiasaan sehari-hari


Pola kebiasaan Di rumah Di rumah sakit
Nutrisi Bayi hanya minum ASI saja, Bayi hanya dipasang infus
tanpa batas mulai kemarin dan bayi masih
dipuasakan.
Istirahat Bayi lebih banyak tidur dan Bayi tidak sadar mulai
terbangun pada saat lapar atau kemarin
pada saat BAK dan BAB
Eliminasi Satu bulan terakhir bayi sering Saat pengkajian bayi telah
diare + 3-4 hari dalam seminggu, BAB 2 kali, berwarna pucat,
BAB dalam sehari 3-4 kali, dan konsistensi lunak, BAK :
konsistensi cair dan berampas, anak memakai selang dari alat
warna agak pucat dan berminyak, kelaminnya. Kencing
BAK 8-10/ hari berwarna kuning berwarna merah seperti teh
jernih, tetapi 8 hari sebelumnya
masuk rumah sakit warna
kencing berubah menjadi merah
seperti teh
Aktifitas Bayi aktif, bayi dapat tersenyum Bayi tidak beraktifitas apapun,
apabila diajak bicara, dan bayi karena bayi tidak sadarkan diri
menceloteh apabila diajak bicara,
bayi dapat tengkurap sendiri
Personal hygiene Bayi mandi 2 kali sehari, ganti bayi belum ganti baju sejak
baju dan celana dalam sehabis kemarin, bayi hanya ganti
mandi serta apabila kotor dan pampers pada saat BAB
basah
11. Riwayat Psikososial dan Budaya
- Riwayat Psikologi
Ibu dan keluarga merasa sedih dan khawatir terhadap keadaan
bayinya sekarang
- Riwayat Sosial
Ibu mengatakan tinggal serumah bersama anak dan suaminya, dan
ibu merawat serta mengasuh bayinya sendiri. Hubungan ibu dan
keluarga sangat baik. Hal ini dibuktikan ada sanak saudara yang
ikut menjenguk bayi
- Riwayat Budaya
Ibu mengatakan bila bayinya sakit, ibu dan keluarga langsung
membawa bayinya ke rumah bidan atau dokter terdekat. Ibu dan
keluarga mengadakan selamatan 40 hari kelahiran bayi.
12.Riwayat Spiritual
Di dalam keluarga bayi menganut agama islam, dan keluarga
menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : apatis
Nadi : 125 x/menit
Suhu : 36,70C
Pernafasan : 42 x/menit
BBL/ PBL : 3200 gram/ 48 cm
BB sekarang : 5,5 kg (Gizi normal)
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Kepala : bersih, tidak terlihat adanya bejolan yang abnormal
Wajah : tampak ikterus, tidak oedema, dan tidak sianosis
Mata : bersih, simetris, konjungtiva tidak anemis, terlihat
ikterus, reflek pupil (-) , mata masih belum bisa
berkedip dan mata dikompres dengan kasa yang diberi
air hangat.
Hidung : bersih, simetris, terpasang O2 nasal, tidak ada polip,
dan tidak ada sekret
Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen, serta tidak
terlihat adanya perdarahan yang keluar dari telinga
Mulut : bibir kering dan terlihat ikterus, gigi belum tumbuh
dan mulut terlihat kotor
Leher : tidak terlihat pembesaran pada kelenjar limfe, tidak
terlihat pembesaran kelenjar tiroid, tidak terlihat
pembesaran pada vena jugularis dan leher terlihat
ikterus
Dada : simetris, tidak terlihat adanya retraksi dada, tidak
terlihat adanya benjolan yang abnormal, terlihat
ikterus
Abdomen : simetris, tidak terlihat benjolan yang abnormal,
terlihat ikterus
Genetalia : kotor, terlihat ada darah kering di sekitar daerah
genetalia, terpasang dower cateter
Ekstremitas :
Atas : simetris, tidak terlihat oedema, terpasang infus
pada tangan sebelah kiri, terlihat ikterus, kuku
terlihat ikterus
Bawah : simetris, tidak terlihat oedema, terlihat jelas ikterus
pada telapak kaki
Integumen : bersih, terlihat ikterus di seluruh tubuh
b. Palpasi
Kepala : tidak terasa benjolan yang abnormal, sutura telah
menutup
Wajah : tidak odema
Leher : tidak teraba benjolan yang abnormal, tidak teraba
pembesaran pada kelenjar tiroid, kelenjar limfe, dan
tidak teraba pembesaran pada vena jugularis
Abdomen : teraba pembesaran hepar
Ekstremitas :
Atas : tidak oedema
Bawah : tidak oedema
c. Auskultasi
Dada : tidak terdengar wheezing dan tidak terdengar
ronchi
Abdomen : terdengar bising usus
d. Perkusi
Abdomen : tidak kembung
e. Reflek :
 Moro reflek (-)
 Rooting reflek (-)
 Reflek menelan (-)
 Reflek menghisap (-)
3. Data Penunjang (Tanggal 21 Januari 2008, pukul 13.00 WIB)
Nama : By”F”
Umur : 3 bulan
No. Lab : 37
 Hasil pemeriksaan darah
Hemoglobin : 6,2 gr/ dl (N : 11,0 – 16,5 gr/ dl)
Lekosit : 25.500 mm3 (N :3500 – 10.000 mm3)
LED : 200 m/jam (N : < 50 )
Trombosit : 1.016.000/ m3 (N : 150.000 – 390.000/mm3)
Hitung jenis :
SEG : 65
LY : 31
MUO : 4
SI (Serum Iron): 13 ug/dl (N : 53-167)
TIBC : 37,0 ug/dl (N : 300-400)
Saturasi iron : 35,1 % (N : 20 – 55%)
 Evaluasi Hapusan Darah
Eritrosit : polikronosi, aminositin
Lekosit : kesan meningkat
Trombosit : kesan meningkat

 Rencana dokter
- Rencana USG Abdomen/ kepala
- Rencana CT-scan
- Alkali fosfatase
- Gama GT
- SI/ TIBC hitung jenis
 Terapi dokter
- O2 2 Lpm
- IVFD C1 : 4 = = 11 tetes/ menit (mikro)
825 cc
24 jam
- Transfusi FFP 50 cc (selama 3 hari) → hari ke-2
- Transfusi PRC 50 cc → hari ke-2
- Pre lasik 5 mg
- Posttiglukonas 0,5 cc
- IM : - loading phemobarbital 75 mg
- maentenance : phenobarbital 2 x 12,5 mg
- Vitamin K 1x2 mg
- Gizi : - Pasang NGT = ASI adilb/ PASI 6 x 50 cc (IT/ 30
cc)
- IVFD : D 10% 5000 cc
NaCl 3% 20 cc / 24 jam (7 tetes/menit mika)
Kcl 7 µ % 5 cc

 Status Gizi = .....................................


II. IDENTIFIKASI MASALAH/ DIAGNOSA
Dx : By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif
Ds : - Ibu mengatakan bahwa anaknya saat ini masih terlihat kuning di
seluruh tubuh
- Ibu mengatakan delapan hari sebelum masuk rumah sakit anak
kencing bayi berwarna merah seperti teh, serta pada saat bayi
BAB, tinja berwarna pucat, agak cair, dan sedikit berampas.
Do : Inspeksi
Wajah : terlihat ikterus, tidak oedema dan tidak sianosis
Mata : sklera terlihat ikterus, bersih, dan tidak anemis
Mulut : bibir kering dan terlihat ikterus
Leher : terlihat ikterus, tidak terlihat pembesaran pada
kelenjar limfe, tidak terlihat pembesaran kelenjar
tiroid, dan tidak terlihat pembesaran pada vena
jugularis
Dada : terlihat ikterus, tidak terlihat adanya retraksi dada,
tidak terlihat adanya benjolan yang abnormal
Abdomen : terlihat ikterus, tidak terlihat benjolan yang abnormal,
Ekstremitas :
Atas : terlihat ikterus, dan kuku terlihat ikterus
Bawah : terlihat ikterus pada telapak kaki, dan kuku terlihat
ikterus
Palpasi
Abdomen : teraba pembesaran hepar

III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL


- Potensial terjadi kern ikterus
Ds : - Ibu mengatakan bahwa bayinya saat ini masih terlihat kuning
diseluruh badan dan bayi belum sadar.
Do :
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : apatis
Inspeksi
Mata : sklera terlihat ikterus, reflek pupil (-), mata masih
belum bisa berkedip dan mata dikompres dengan kasa
yang diberi air hangat.
Hidung : terpasang O2 nasal
Genetalia : terpasang dower cateter
Ekstremitas :
Atas : terpasang infus pada tangan sebelah kiri
Integumen : bersih, terlihat ikterus di seluruh tubuh
Reflek :
 Moro reflek (-)
 Rooting reflek (-)
 Reflek menelan (-)
 Reflek menghisap (-)
- Resiko terjadi penyebaran infeksi
Ds : -
Do : - Genetalia : terpasang dower kateter
- Ekstremitas atas : terpasang infus pada
tangan sebelah kiri

- Pemeriksaan penunjang (21 januari 2008,


pukul: 13.00 WIB)
Hemoglobin : 6,2 gr/ dl (N : 11,0 – 16,5 gr/ dl)
Lekosit : 25.500 mm3 (N : 3500 – 10.000 mm3)
L. E. D : 200 mm/ jam (N : <50 mm/ jam)
Trombosit :1.016.000/ m3 (N : 150.000 – 390.000/mm3)

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


-

V. INTERVENSI
Dx : By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan ikterus dapat
berkurang
Kriteria hasil :
- Inspeksi
Wajah : terlihat ikterus, tidak oedema dan tidak sianosis
Mata : sklera terlihat ikterus, bersih, dan tidak anemis
Mulut : bibir kering dan terlihat ikterus
Leher : terlihat ikterus, tidak terlihat pembesaran pada
kelenjar limfe, tidak terlihat pembesaran kelenjar
tiroid, dan tidak terlihat pembesaran pada vena
jugularis
Dada : terlihat ikterus, tidak terlihat adanya retraksi dada,
tidak terlihat adanya benjolan yang abnormal
Abdomen : terlihat ikterus, tidak terlihat benjolan yang abnormal,
Ekstremitas :
Atas : terlihat ikterus, dan kuku terlihat ikterus
Bawah : terlihat ikterus pada telapak kaki, dan kuku terlihat
ikterus
Palpasi
Abdomen : teraba pembesaran hepar
- Kuning diseluruh tubuh mulai berkurang
- Warna pucat pada tinja bayi dapat berkurang, tidak cair, dan tidak
berampas, serta warna merah seperti teh pada kencing bayi dapat
berkurang
Intervensi
1. Lakukan pendekatan therapeutik
R/ Ibu dan keluarga lebih kooperatif dan percaya dengan petugas
2. Jelaskan kepada ibu dan keluarga tentang keadaan bayinya
R/ menambah pengetahuan ibu tentang perubahan-perubahan yang trjadi
pada ibu
3. Jelaskan kepada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
pada bayinya
R/ menambah pengetahuan ibu tentang tindakan yang akan dilakukan oleh
petugas
4. Observasi TTV setiap 2 jam sekali
R/ parameter adanya kelainan yang terjadi pada bayi
5. Kaji dan pantau derajad ikterik menurut kramer
R/ memberi refleksi terhadap tingginya kadar bilirubin dalam darah

Masalah Potensial
- Potensial terjadi kern ikterus
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan kepada bayi derajad ikterus
dapat berkurang sehingga tidak terjadi kern ikterus
Kriteria hasil :
Keadaan umum : ikterus berkurang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
Nadi : 120-140 x/menit
Pernafasan : 30-60 x/menit
Suhu : 36,5 0C - 37,2 0C
Inspeksi
Mata : sklera tidak terlihat ikterus, reflek pupil (+), mata bisa
berkedip
Hidung : tidak terpasang O2 nasal
Genetalia : tidak terpasang dower cateter
Ekstremitas :
Atas : tidak terpasang infus pada tangan sebelah kanan
maupun kiri
Integumen : bersih, tidak terlihat ikterus di seluruh tubuh

Reflek :
 Moro reflek (+)
 Rooting reflek (+)
 Reflek menelan (+)
 Reflek menghisap (+)
BAB : tinja berwarna kuning dan tidak berwarna pucat,
konsistensi lunak
BAK : berwarna kuning jernih, dan tidak ada kelainan

Intervensi
1. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu
dengan sering
R/ keadaan dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang bersaing
pada posisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar
bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
2. Beri obat sesuai advis dokter
R/ pemberian terapi yang tepat dapat menurunkan kadar bilirubin
dalam darah

- Potensial terjadi penyebaran infeksi


Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
Keadaan umum : baik
Suhu normal : 36,5 0C - 37,2 0C
Nadi : 120-140 x/menit
Pernafasan : 30-60 x/menit
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, color, dolor, dan
disfungsiolaesa)
Pemeriksaan penunjang (Hasil laboratorium)
Hemoglobin : 11,0 – 16,5 gr/ dl
Lekosit : 3500 – 10.000 mm3
L. E. D : <50 mm/ jam
Trombosit : 150.000 – 390.000/mm3
Intervensi
1. Cuci tangan dengan sabun dan dibilas dibawah air mengalir
R/ mencuci tangan merupakan upaya pencegahan infeksi dan dapat
membunuh kuman sampai 80%
2. Memakai sarung tangan sebelum melakukan tindakan
R/ mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan dan pada bayi
3. Jaga personal hygiene bayi
R/ mencegah terjadinya infeksi pada bayi

VI. IMPLEMENTASI
Tanggal : 21 Januari 2008
Dx : By. “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif
1. Melakukan pendekatan terapheutik pada ibu dan keluarga dengan
berperilaku sopan, memperkenalkan diri dan menanyakan masalah yang
dialami bayinya
2. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang keadaan anaknya
yaitu anak mengalami penyumbatan pada saluran empedu, yang mana
warna kuning yang mewarnai tinja dan kencing tidak dapat tersalurkan,
sehingga warna kuning masuk dalam pembuluh darah adan akhirnya
seluruh tubuh anak kuning
3. Mengobservasi tanda-tanda vital 2 jam sekali pada pukul :
 11.00 WIB dengan hasil
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : apatis
Tanda-tanda vital
Nadi : 128 x/menit
Pernafasan : 46 x/menit
Suhu : 37 0C
 13.00 WIB dengan hasil :
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : apatis

Tanda-tanda vital
Nadi : 130 x/menit
Pernafasan : 48 x/menit
Suhu : 38 0C
4. Mengkaji dan memantau derajat ikterik menurut kramer yaitu
didapatkan hasil bahwa bayi “F” kramer 5 yaitu kulit bayi berwarna
kuning pada daerah kepala, leher, badan bagian atas, badan bagian
bawah, lengan, kaki dibawah lutut, tangan dan kaki.

Masalah Potensial
Potensial terjadi kern ikterus
1. Mempertahankan bayi tetap hangat dan kering, serta memantau
kulit dan suhu dengan sering sehingga dapat dengan segera
mengetahui tanda-tanda kern ikterus
2. Memberikan obat sesuai advis dokter pada pukul 09.15 WIB,
diantaranya
Injeksi IV Cefriaxon 250 mg
Injeksi IV Amikasin 37,5 mg
Injeksi IV Phenobarbital 75 mg
Injeksi IM Vitamin K 2 mg
Potensial terjadi penyebaran infeksi
1. Mencuci tangan dengan sabun dan dibilas dibawah air mengalir
setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Memakai sarung tangan sebelum melakukan tindakan
3. Menjaga personal hygiene bayi dengan cara merawat dower kateter

VII. EVALUASI
Tanggal : 21 Januari 2008
Pukul : 01.15 WIB
Dx : By. “F” umur 3 bulan denagn ikterus obstruktif

1. Ibu dan keluarga sangat kooperatif pada saat petugas


kesehatan datang untuk memeriksa bayinya
2. Ibu dan keluarga telah mengerti keadaan bayinya
3. Ibu telah mengerti tentang tindakan yang akan dilakukan
pada bayinya
4. Telah melakukan observasi TTV setiap 2 jam sekali yaitu
pada pukul 11.00 WIB dan pada pukul 13.00 WIB
5. Telah mengkaji dan memantau keadaan bayi, derajad
ikterik menurut kramer.
Evaluasi masalah potensial terjadi kern ikterus
1. Telah mempertahankan keadaan bayi untuk tetap hangat
dan kering sehingga tanda-tanda kern ikterus dapat diketahui secara
dini
2. Telah memberikan obat sesuai dengan advis dokter pada
pukul 09.15 WIB, diantaranya :
Injeksi IV Cefriaxon 250 mg
Injeksi IV Amikasin 37,5 mg
Injeksi IV Phenobarbital 75 mg
Injeksi IM Vitamin K 2 mg
Evaluasi masalah potensial terjadi penyebaran infeksi
1. Telah mencuci tangan dengan sabun, dibilas di bawah air
mengalir dan dikeringkan dengan handuk bersih dan kering setiap
sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2. Petugas kesehatan telah memakai sarung tangan sebelum
melakukan tindakan
3. Telah menjaga personal higiene bayi dengan cara merawat
dower kateter
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/ tanggal : Selasa, 22 Januari 2008


Jam : 21.00 – 07.00 WIB
DX : Bayi F umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif

S : Ibu mengatakan nafas anak berbunyi keras (grok-grok) setelah anak


dilakukan perhisapan lendir oleh dokter dan anak tetap kuning di seluruh
tubuh

O : Keadaan umum : cukup


Kesadaran : apatis
Pernafasan : 10 – 20 x/menit
Suhu : 37,1 0C

A : Bayi “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif

P :- mencuci tangan dengan sabun dan membilasnya dibawah air mengalir


setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan/ pemeriksaan pada
bayi
- melakukan instruksi dokter, yaitu
 O2 nasal 2 lpm
 Nabulazer dan suction / 4 jam
 IVFD d10 % 500 cc
NaCl 5% / 20 cc / 24 jam 7 tetes/menit (mikro)
KCl 7,4 %/ 5 cc
 IV : meropenen 3 x 100 mg
Sibital 2 x 12,5 mg
 Transfusi : - PRC 50 cc (II) pre IV lasix 5 mg, post Ca
glukonas
0,5 cc
- FFP 50 cc (II) pre IV lasix 5 mg
 IM : Vit. K 1 x 2 mg : terakhir
 PO/ NGT : Undafalk 2 x 30 mg
Paracetamol 3x cth ½
 Diit : ASI / PASI 4 x 50 cc
- Menjadi asisten dokter untuk melakukan pemasangan ETT (Endo
Tracheal Tube) :
 RR Gasping → intubasi + VTP aktif → HR = 120 x/menit
dan RR = 10 x/menit
 Bayi puasa dulu
Hari/ tanggal : Rabu, 23 Januari 2008
Jam : 21.00 – 07.00 WIB
Dx : Bayi “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif

S : - Ibu mengatakan nafas anak tidak grok-grok lagi


- Ibu mengatakan bayinya masih belum sadar
- Ibu mengatakan bayinya tetap kuning diseluruh tubuh

O : Keadaan umum : lemah


Kesadaran : apatis
Pernafasan : 44 x/menit
Suhu : 37,2 0C
Nadi : 130 x/menit

A : Bayi “F” umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif

P :- melakukan tindakan yang dilakukan oleh dokter, antara lain


 VTP aktif
 ETT
 GCS 1 x 1
 Colistin 30.000 u x 3
- pada tanggal (24 Januari 2008) pukul :
 04.14 WIB :
HR : 70 x/menit
RR : VTP aktif
Tax : 37,2
 04.20 WIB
HR : 50 x/menit
RR : VTP aktif
Resusistasi → reaksi membaik
HR : 120 x/menit

 04.30 WIB : HR = 40 x/menit → dilakukan resusistasi


 04.45 WIB : HR = 50 x/menit → dilakukan resusistasi
 05.05 WIB
Resusistasi gagal
HR : -
Pupil : Midnusis
Reflek pupil - / -
Pasien meninggal dunia, dokter, perawat dan keluarga tahu
- Memberi dukungan pada keluarga
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tanggal 21 Januari 2008 pukul 09.00 WIB penulis melakukan


pengkajian pada By.“F”. Dari data-data yang telah dikumpulkan, didapatkan
diagnosa dari By.“F” adalah umur 3 bulan dengan ikterus obstruktif. Penulis akan
mencoba membahas kasus tersebut.
Menurut Ngastiah, 2002 klasifikasi ikterus ada 2 yaitu: ikterus fisiologis
dan ikterus patologis.
1. Ikterus fisiologis
Warna kuning akan timbul pada hari ke - 2 atau ke - 3, dan tampak
jelas pada hari ke 5 - 6 dan menghilang pada hari ke- 1. Bayi tampak biasa,
minum baik, berat badan naik biasa. Kadar bilirubin serum pada bayi cukup
bulan tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada
hari ke - 14. Penyebab ikterus fisiologi diantaranya karena kurang aseptor y
dan z, enzim glukononyl trasferase.
2. Ikterus patologis
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik :
 Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin
total lebih dari 12 mg/dl
 Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih dalam 24 jam.
 Kontraksi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang
bulan dan 12,5 mg % pada bayi cukup bulan.
 Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1
mg/dl jam atau lebih 5 mg/dl/hari.
 Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan dan
lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir rendah.
Menurut Monintja dkk (1981) suatu keadaaan dianggap hiperbilirubin bila:
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan bilirubin 5 mg % atau lebih dari 24 jam
3. Kosentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang
bulan 12,5 mg % pada neonatus cukup bulan.
4.
5. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut :
 Berat lahir kurang dari 2000 gram
 Masa gestasi kurang dari 36 minggu
 Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
 Infeksi
 Trauma lahir pada kepala
 Hipoglikemia, hiperkarbia
 Hiperosmolaritas darah
 Proses hemolisis (inkompatibiliti darah, defisiensi GGPD,
atau sepsis)
6. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 8 hari
(pada NCB) atau 14 hari (pada NKB).

Ikterus patologis juga dapat disebabkan oleh adanya kolestasis, yaitu


suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh terganggunya aliran empedu dan
bahan-bahan yang harus diekskresi hati, yang menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar bilirubin direk dan penumpukan garam empedu. Kadar
bilirubin direk meningkat menjadi lebih dari 2 mg/dl dan komponen bilirubin
direk melebihi 20% kadar bilirubin total.
Keadaan yang dialami oleh By. “F” telah sesuai dengan teori tersebut.
Data subyektif yang didapat yaitu dari keluhan utama saat pengkajian yaitu ibu
mengatakan bahwa saat ini anaknya masih terlihat kuning di seluruh badan. Dari
riwayat kesehatan yang lalu, ibu mengatakan sejak lahir bayinya terlihat kuning,
tapi ibu menganggapnya biasa saja. Tetapi pada saat usia 1 bulan, bayi terlihat
kuning kembali. Hal ini yang menunjukkan adanya kolestasis pada bayi.
Gejala kolestasis bayi menurut Buletin IKA, tahun XXIX, no.1. 2001
adalah tinja akolis/hipokolis pada minggu-minggu pertama, karena proses
kolestasis yang terjadi fisiologis akibat masih kurang matangnya fungsi hepar.
Namun harus diwaspadai bila hal ini terjadi pada minggu-minggu berikutnya.
Selain itu terjadi perubahan warna pada urin, karena terjadi peningkatan bilirubin
direk dalam darah yang umumnya berwarna kuning tua atau sedikit lebih tua dari
biasanya. Hepar hampir selalu membesar sejak dari permulaan penyakit.
Pembesaran limpa pada 2 bulan pertama lebih sering terdapat pada kolestasis
intarhepatik dari pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya lebih
banyak pada kolestasis ekstrahepatik.
Kasus pada bayi “F” ini, dari hasil pemeriksaan obyektif didapatkan,
pada pola kebiasaan eliminasi sehari-hari di rumah sakit tinja bayi berwarna
pucat seperti dempul dan pada saat 8 hari sebelum masuk rumah sakit, warna
kencing berubah menjadi merah seperti teh. Pada pemeriksaan fisik bayi,
didapatkan palpasi abdomen yaitu teraba pembesaran pada hepar.
Dalam penatalaksanaan menurut Mansjoer, 2002 Selama evaluasi
dikerjakan, dapat diberikan :
1. Terapi medikamentosa yang bertujuan :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan :
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi dua dosis, peroral.
Fenobarbital merangsang enzim glukuronil transferase
(merangsang ekstresi bilirubin), enzim sitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na-K-ase (menginduksi aliran
empedu).
- Kolestiramin. Dosis untuk neonatus 1 g/kgBB/hari dibagi 6 dosis
atau sesuai jadwal pemberian susu/minum. Dosis bayi 250-750
mg/kgBB/hari. Dosis anak besar maksimal 16 gram/hari. (1
sachet = 4 gram). kolestiramin memotong siklus enterohepatik
asam empedu sekunder.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan asam
ursodeoksikolat, 3-10 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, peroral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.
c. Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, maka penaganannya
sesuai dengan situasi dan kondisi.
2. Terapi nutrisi agar anak dapat tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin. Dilakukan :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglicerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorbsi lemak.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak dengan
memberikan tambahan :
- Vitamin A, 5.000-10.00 IU/hari
- Vitamin D3, (kalsitriol) 0.05-0.2 ug/kg/BB/hari
- Vitamin E, 25 IU/kgBB/hari
- Vitamin K1, (yang larut dalam air) 2.5-5 mg/hari
- Kalsium dan fosfor bila dianggap perlu
3. Terapi kausatif :
Pada atresia bilier dilakukan intervensi bedah portoenetrostomi
terhadap atresia bilier yang dapat dikoreksi yaitu tipe I dan II (belum terjadi
fibrosis dan sirosis bilier). Adanya sirosis bilier merupakan kontraindikasi
pembedahan. Bila terdapat demam atau tanda-tanda infeksi lain, segera
antibiotik spektrum luas. Terapi lain sesuai dengan penyebab kolestasis.
Dari data penunjang pada By. “F” didapatkan terapi dokter yang telah
sesuai dengan teori yaitu pada pemberian phenobarbital 2x12,5 mg. Pemberian
terapi ini, dapat kita hitung dengan menggunakan rumus yang ada yaitu:
5 mg/ kg BB/hari di bagi dua dosis = 5 mg x 5,5 kg BB/hari : 2
= 13,5 mg/ kg BB/hari : 2
= 27,5 mg/kg BB/hari : 2
= 13,75 mg/kg BB/hari ≈ 12,5 mg/kg BB/hari
Pemberian vitamin K menurut teori yaitu 2,5-5 mg/hari, tetapi pada kasus bayi
“F” diberikan terapi vitamin K dengan dosis 1x2 mg.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin. Ikterus dibagi 2 yaitu ikterus fisiologis dan ikterus
patologis. Ikterus patologis dapat terjadi karena adanya kolestasis pada bayi
yaitu suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh terganggunya aliran empedu
ke usus.
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada bayi “F” umur 3 bulan dengan
ikterus obstruktif maka penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk
menanggulangi berbagai permasalahan pada bayi dengan ikterus patologis
diperlukan asuhan kebidanan antara lain pemberian cairan, pemenuhan
kebutuhan nutrisi, observasi kualitas dan kuantitas eliminasi urine dan feses,
menjaga keseimbangan tubuh, meminimalkan efek samping suatu terapi
terhadap integumen, retina, ginjal dan tumbuh kembang bayi sehingga bayi
tidak mengalami suatu komplikasi.

5.2 Saran
Sesuai dengan bahan kasus di atas, melalui pendekatan manajemen
kebidanan maka penyusun menyarankan :
1. Bagi petugas kesehatan:
 Perlu ditingkatkan kerjasama yang baik antara pasien, keluarga
pasien, medis serta paramedis dalam proses asuhan kebidanan dan
pelayanan kebidanan bertambah baik
 Dalam melakukan proses kebidanan perlu dilakukan asuhan secara
menyeluruh agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
 Etika dan sopan santun diperhatikan dan diterapkan dalam
menghadapi pasien maupun keluarga pasien agar mereka tidak cemas
dan percaya pada petugas kesehatan
2. Bagi ibu pasien harus tetap menjaga bayinya, selain itu ibu juga harus
selalu menyusui bayinya sampai berumur 6 bulan tanpa diberikan
makanan tambahan (ASI eksklusif). Manfaat dari pemberian ASI secara
eksklusif diantaranya bagi ibu yaitu mempercepat proses involusio uterus,
menunda kehamilan dan bagi bayi yaitu mendapat kekebalan secara pasif
alami sampai bayi barumur 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Manjoer. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I . Jakarta: EGC

Arief, Manjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : EGC

Buletin IKA tahun XXIX. 2001. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2005. Instrumen Deteksi Dini Penyimpangan


Perkembangan pada Balita dan Anak Prasekolah. Jakarta: Departemen
Kesehatan

Doengoes, M. E. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Maternal. Jakarta: EGC

Dongoes. M.E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi, Pedoman Untuk


Perencanaan & Dokumentasi Perawatan Klien. Jakarta : EGC.

Hassan, Rusepno. 2004. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.

http://republika.co.id/. Diakses pada tanggal 18 Mei 2005.

http://www.idai.or.id. Diakses pada tanggal 2 Juni 2006

http://www,pediatrik.com. Diakses pada tanggal 6 Februari 2008

http://www.tabloid-nakita.com. Diakses pada tanggal 25 desember 2006.

Ngastiah. 2002. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka -


Sarwono Prawirohardjo.
LEMBAR KONSULTASI

NAMA : ALFIA LIBRIESTI VISCA


NIM : 05.158
JUDUL : BAYI “F” UMUR 3 BULAN DENGAN IKTERUS
OBSTRUKTIF RSU. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Tanggal Materi yang Dikonsulkan Perbaikan Tanda Tangan

Anda mungkin juga menyukai