Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS DENGAN PENYULIT

POST SC ATAS INDIKASI BEKAS SC + DM GESTASIONAL


DI RUANG MERPATI IRNA OBGYN
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
7 - 26 SEPTEMBER 2015

Oleh :
ALIFIA CANDRA PURIASTUTI
011513243050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dengan Penyulit, Post Sc Atas Indikasi Bekas
SC + DM Gestasional di Ruang Merpati IRNA Obgyn RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Periode Praktek Klinik 7 – 26 September 2015.

Penyusun : Alifia Candra Puriastuti (011513243050)

telah disahkan pada tanggal :

Mengetahui,
Kepala Ruang Merpati, Pembimbing Klinik,

Faridah, Amd. Keb Sulianah, SST


NIP.196703131994032004 NIP. 198007202005012014

Pembimbing Akademik,

Woro Setia Ningtyas, S.Keb. Bd


NIK. 139111395

Menyetujui,
Pembimbing Akademik

Dr. Budi Prasetyo, dr. Sp.OG (K)


NIP. 197605032005011001
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk, 2002). Masa post partum dibagi dalam
tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period
(minggu pertama) dan Late post partum period (minggu kedua sampai minggu ke enam).
Dalam periode tersebut alat – alat reproduksi akan kembali normal seperti keadaan
sebelum hamil, selain itu perlukaan akibat trauma persalinan pun segera sembuh dalam
masa nifas ini.
Ibu nifas yang memiliki riwayat persalinan secara secsio sesaria akan mengalami
fase involusi sekaligus fase penyembuhan luka. Berbagai macam hal dapat
mempengaruhi kondisi masa nifasnya, dimana dalam hal ini berkaitan dengan proses
penyembuhan luka. Salah satunya adalah riwayat penyakit ibu seperti infesi saat
kehamilan, anemia maupun penyakit yang diderita ibu seperti DM baik pregestasional
maupun gestasional.
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi
glukosa dengan tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan
penderita perlu mendapat insulin atau tidak. Di Indonesia, dengan menggunakan kriteria
diagnosis O’Sullivan-Mahan dilaporkan prevalensi diabetes mellitus pada kehamilan
adalah sebesar 1,9–3,6% pada kehamilan umum. Pada ibu hamil dengan riwayat keluarga
menderita diabetes mellitus, prevalensinya menjadi 5,1%.(Yenni. 2008). Sedangkan
menurut Dr. Diapari Siregar Sp.OG dari berbagai Rumah Sakit di Jakarta, setiap wanita
hamil memiliki risiko menderita DMG berkisar 2-5 persen, bahkan pada populasi tinggi
bisa meningkat 7-9 persen dan seorang wanita yang telah menderita diabetes mellitus
sebelum hamil memiliki risiko lebih besar untuk menderita diabetes mellitus saat hamil.
Diabetes Melitus menempati urutan ke-4 dalam ranking pembunuh manusia. Kongres
Federasi Diabetes International tahun 2003 menyebutkan bahwa sekitar 194 Juta orang di
dunia menderita penyakit ini. Di Indonesia sendiri tercatat 2,5 juta orang dan
diperkirakan akan terus bertambah. Diabetes mellitus perlu untuk diperhatikan karena
risiko morbiditas dan mortalitas pada maternal dan perinatal tinggi. Akan tetapi, dengan
pengelolaan dan penatalaksanaan yang baik maka hasilnya dapat menjadi baik.
Riwayat penyakit diabetes akan mempengaruhi masa nifas ibu begitu juga
sebaliknya, masa nifas akan memepengaruhi riwayat diabetes ibu. Berkaitan dengan hal
ini penulis ingin mempelajari dan mengkaji lebih lanjut bagaimana kedua hal tersebut
saling mempengaruhi, melalui pemberian asuhan pada masa nifas kepada ibu post SC
dengan riwayat DMG.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas
post secsio sesarea atas indikasi diabetes melitus gestasional sesuai dengan
manajemen kebidanan dan mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar nifas.
2. Menjelaskan konsep dasar seksio sesarea.
3. Menjelaskan konsep dasar diabetes melitus gestasional.
4. Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif.
5. Menentukan diagnosis aktual dan diagnosis potensial.
6. Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan.
7. Melaksanakan Asuhan Kebidanan sesuai dengan perencanaan.
8. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan.
9. Melakukan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan dengan SOAP

1.3 Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan.
2. Manfaat Bagi Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan yang bermutu

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, pelaksanaan, manfaat
dan sistematika penulisan
Bab II Tinjauan Toeri
Menguraikan tentang konsep dasar masa nifas, konsep dasar seksio sesarea,
konsep dasar penyembuhan luka, konsep dasar diabetes gestasional, dan
konsep dasar asuhan kebidanan pada ibu nifas.
BAB III Tinjauan kasus
Menyajikan dokumentasi secara SOAP
BAB IV Pembahasan
BAB V Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Nifas


2.1.1 Pengertian Post Partum
Postpartum atau masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya 4
sampai 6 minggu (Cunningham, et. al, 2013).

2.1.2 Perubahan Pada Masa Nifas


a. Sistem Reproduksi
1. Involusi uterus
Involusi uterus adalah kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil, baik dalam
bentuk maupun posisi. Selain uterus, vagina, ligament uterus, dan otot dasar
panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil. Bila ligament uterus dan otot
dasar panggul tidak kembali ke keadaan sebelum hamil, kemungkinan terjadinya
prolaps uteri semakin besar. Selama proses involusi, uterus menipis dan
mengeluarkan lokia yang diganti dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi
dan plasenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang
menuju uterus berhenti dan ini disebut dengan iskemia. Otot redundant, fibrous,
dan jaringan elastis bekerja. Fagosit dalam pembuluh darah dipecah menjadi dua
fagositosis. Enzim proteolitik diserap oleh serat otot yang disebut autolysis.
Lisozim dalam sel ikut berperan dalam proses ini. produk ini dibawa oleh
pembuluh darah yang kemudian disaring di ginjal.
Lapisan desidua yang dilepaskan dari dinding uterus disebut lokia. Endometrium
baru tumbuh dan terbentuk selama 10 hari postpartum dan menjadi sempurna
sekitar 6 minggu. Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu. Selama proses
involusi berlangsung, berat uterus mengalami penurunan dari 1000 gram menjadi
60 gram, dan ukuran uterus berubah dari 15x11x7,5 cm menjadi 7,5x5x2,5 cm.
Setiap minggu berat uterus turun sekitar 500 gram dan serviks menutup hingga
selebar 1 jari.
Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU). Pada
hari pertama, TFU diatas simpisis pubis atau sekitar 12 cm. Proses ini terus
berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm setiap harinya, sehingga pada hari
ketujuh TFU berkisar sekitar 5 cm, dan pada hari ke 10 TFU tidak teraba.
2. Lokia
Lokia keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan tiga atau empat minggu
postpartum. Perubahan lokia terjadi dalam tiga tahap, yaitu lokia rubra, serosa, dan
alba. Lokia rubra merupakan darah pertama yang keluar dan berasal dari tempat
lepasnya plasenta. Setelah beberapa hari, lokia berubah warna menjadi kecoklatan
yang terdiri dari darah dan serum yang berisi leukosit dan jaringan yang disebut
lokia serosa. Pada minggu kedua, lokia berwarna putih kekuningan yang terdiri
dari mukus serviks, leukosit, dan jaringan.
3. Ovarium dan Tuba Fallopii
Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesteron menurun, sehingga
menimbulkan mekanisme timbal balik dari sirkulasi menstruasi. Pada saat inilah
dimulai kembali proses ovulasi, sehingga wanita dapat hamil kembali.
4. Segmen serviks dan uterus bagian bawah
Menurut Cunningham, et. al (2013), selama persalinan, batas serviks bagian luar,
yang berhubungan dengan ostium eksternum, biasanya mengalami laserasi,
terutama pada bagian lateral. Pembukaan serviks berkontraksi secara perlahan dan
selama beberapa hari setelah persalinan masih sebesar dua jari. Di akhir minggu
perrtama, pembukaan ini menyempit, serviks menebal dan kanalis endoservikal
kembali terbentuk. Selama beberapa minggu berikutnya, segmen bawah yang
sebelumnya secara jelas merupakan substruktur tersendiri yang cukup besar untuk
mengakomodasi kepala bayi, berubah menjadi isthmus uteri yang hampir tidak
terlihar yang terletak antara corpus dan ostium internum.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesterone, sehingga
menyebabkan nyeri ulu hati (heartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa
hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motalitas usus akibat kurangnya
keseimbangan cairan selama persalinan, dan adanya refleks hambatan defekasi
karena adanya rasa nyeri pada perineum akibat luka episiotomi.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Dieresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Dieresis terjadi karena saluran
urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu
postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti,
dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistensi pada saat kala dua
persalinan dan pengeluaran urine yang tertahan selama proses persalinan.
Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya trauma saat persalinan berlangsung
dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam postpartum.
Menurut Cunningham, et. al (2013), ureter yang berdilatasi dan pelvis renal
kembali ke keadaan sebelum hamil dalam dua sampai delapan minggu setelah
melahirkan. Infeksi saluran kemih harus diwaspadai karena adanya residu urin dan
bakteriuria pada kandung kemih yang mengalami trauma, ditambah dengan sistem
saluran yang berdilatasi, sehingga bersifat kondusif bagi terjadinya infeksi.
d. Perubahan sistem endokrin
Saat plasenta terlepas dari dinding utrerus, kadat HCG dan HPL secara berangsur
turun dan normal kembali setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam
urin ibu setelah 2 hari postpartum, dan HPL tidak lagi dalam plasma.
e. Perubahan Sistem Kardiovaskular
Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala tiga
ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari
pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ketiga
postpartum.
f. Perubahan Sistem Hematologi
Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000
selama persalinan. Peningkatan sel darah putih berkisar antara 25.000-30.000 yang
merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat
meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan
darah serta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2-3 hari postpartum,
konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada
saat persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml.
Pada sebagian besar wanita, volume darah hampir kembali ke keadaan sebelum
hamil 1 minggu setelah persalinan. Curah jantung biasanya tetap naik dalam 24
sampai 48 jam pascapartum dan menurun ke nilai sebelum hamil dalam 10 hari.
(Cunningham, et. al, 2013).
2.2 Konsep Secsio Sesaria
2.2.1 Pengertian Seksio Sesarea
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding depan perut atau vagina, atau suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Mochtar,2007).
Dikatakan juga menurut Long, seksio sesarea adalah memindahkan fetus dari uterus
melalui insisi yang dibuat dalam dinding abdomen dan uterus (http://contoh-
asuhan.blogspot.com, 2008).
2.2.2 Istilah-istilah Seksio Sesarea
1. Seksio sesarea primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea,
tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.
2. Seksio sesarea sekunder
Bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada
kemajuan baru dilakukan seksio sesarea.
3. Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section)
Dilakukan seksio sesarea ulang setelah kehamilan sebelumnya dilakukan seksio
sesarea.
4. Seksio sesarea histerektomi
Suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung
dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
5. Operasi Porro
Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah mati), dan
langsung dilakukan histerektomi misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.

2.2.3 Indikasi Seksio Sesarea


Menurut Kasdu (2003) indikasi seksio sesarea di bagi menjadi dua factor :
1. Faktor Janin
a. Bayi terlalu besar
Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan
lahir
b. Kelainan letak bayi
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang
c. Ancaman gawat janin (Fetal Distres)
Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau
kejang rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam air
ketuban. Apabila proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan operasi
seksio sesarea.
d. Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetik dan hidrosephalus.
e. Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada
ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta
previa dan solutio plasenta.
f. Kelainan tali pusat
Ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi yaitu prolaps tali pusat dan terlilit
tali pusat.
g. Multiple pregnancy (kehamilan kembar)
Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar
memiliki resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir prematur sering terjadi
preeklamsi pada ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang.
Oleh karena itu pada persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan
dilakukan tindakan operasi.
2. Faktor Ibu
a. Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun
ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya
hipertensi, jantung, DM dan eklamsia.
b. Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin.
c. Persalinan sebelumnya dengan operasi
d. Faktor hambatan jalan lahir
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini
menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju.
e. Ketuban pecah dini
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami
ketuban pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat
waktu, maka dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea.
(http://konsep-seksio-sesarea.html)
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi seksio sesarea sebagai berikut:
1. Infeksi puerperal (nifas)
a. Ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Sedang : kenaikan suhu lebih tinggi diseryai dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
c. Berat : dengan peritonitis, sepsi dan ileus paralitik.
2. Perdarahan, disebabkan oleh :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
b. Atonia uteri.
c. Perdarahan pada placental bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru, dan keluhan kandung kemih bila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan yang mendatang.
2.2.5 Nasihat Pasca Operasi
1. Dianjurkan tidak hamil selama lebih kurang satu tahun dengan memakai kontrasepsi.
2. Kehamilan berikutnya diawasi dengan antenatal care yang baik.
3. Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
4. Apakah persalinan yang berikutnya harus dengan seksio sesarea bergantung dari
indikasi seksio sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.

2.3 Konsep Penyembuhan Luka


2.3 Konsep Penyembuhan Luka
Proses dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan semua
cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai;
luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar; atau luka akibat tindakan bedah.
Proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama :
I. Respons inflamasi akut terhadap cedera: mencakup hemostasis, pelepasan histamin
dan mediator lain dari sel-sel. yang rusak, dan migrasi sel darah putih (leukosit
polimorfonuklear dan makrofag) ke tempat yang rusak tersebut.
II. Fase destruktif., Pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami devitalisasi
oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.
III. Fase proliferatif: Yaitu pada saat pembuluh darah baru, yang diperkuat oleh
jaringan ikat, menginfiltrasi luka.
IV. Fase maturasi: Mencakup re-epitelisasi, konstraksi luka dan reorganisasi jaringan
ikat.
Peristiwa seluler dan biokimia utama di dalam setiap fase dijelaskan secara lebih
terinci pada, yang memperjelas implikasi praktis untuk penatalaksanaan luka pada setiap
tingkat.
Dalam kenyataannya, fase-fase penyembuhan tersebut saling tumpang-tindih dan
durasi dari setiap fase serta waktu untuk penyembuhan yang sempuma bergantung pada
beberapa faktor, termasuk ukuran dan tempat luka, kondisi fisiologis umum pasien, dan
adanya bantuan ataupun intervensi dari luar yang ditujukan dalam rangka mendukung
penyembuhan.

Fase dan ringkasan proses fisiologis Durasi fase Implikasi utuk penatalaksanaan luka
I. RESPONS INFLAMASI AKUT 0-3 hari Fase ini merupakan bagian yang
TERHADAP CEDERA esensial dari proses penyembuhan
Hemostasis vasokonstriksi dan tidak ada upaya yang dapat
sementara dari pembuluh darah menghentikan proses ini, kecuali
yang rusak terjadi pada saat jika proses ini terjadi pada
sumbatan trombosit dibentuk dan kompartemen tertutup di mana
diperkuat juga oleh serabut fibrin struktur-struktur penting mungkin
untuk membentuk sebuah bekuan. tertekan (mis, luka bakar pada
Respons jaringan yang rusak : leher). Meski demikian, jika hal
jaringan yang rusak dan sel mast tersebut diperpanjang oleh adanya
melepaskan histamin dan mediator jaringan yang mengalami
lain, sehingga menyebabkan devitalisasi secara terus menerus,
vasodilatasi dari pembuluh darah adanya benda asing, pengelupasan
sekeliling yang masih utuh serta jaringan yang luas, trauma
meningkatnya penyediaan darah ke kambuhan, atau oleh penggunaan
daerah tersebut, sehingga menjadi yang tidak bijaksana preparat topikal
merah dan hangat. Permeabilitas untuk luka, seperti antiseptik,
kapiler-kapiler darah meningkat dan antibiotik, atau krim asam, sehingga
cairan yang kaya akan protein penyembuhan diperlambat dan
mengalir ke dalam spasium kekuatan regangan luka menjadi
interstisial, menyebabkan edema tetap rendah. Sejumlah besar sel
lokal dan mungkin hilangnya fungsi tertarik ke tempat tersebut untuk
di atas sendi tersebut. Leukosit bersaing mendapatkan gizi yang
polimorfonuklear (polimorf) dan tersedia. Inflamasi yang terlalu
makrofag mengadakan migrasi ke banyak dapat menyebabkan
luar dari kapiler dan masuk ke granulasi yang berlebihan pada Fase
dalam daerah yang rusak sebagai III dan dapat menyebabkan jaringan
reaksi terhadap agens kemotaktik parut hipertrofik. Ketidaknyamanan
yang dipacu oleh adanya cedera. karena edema dan denyutan pada
tempat luka juga menjadi
berkepanjangan.
II. FASE DESTRUKTIF Polimorf dan makrofag mudah
Pembersihan terhadap jaringan mati dipengaruhi oleh turunnya suhu pada
yang mengalami devitalisasi dan tempat luka, sebagaimana yang
bakteri oleh polimorf dan makrofag. dapat terjadi bilamana sebuah luka
Polimorf menelan dan yang basah dibiarkan tetap terbuka,
menghancurkan bakteri. Tingkat pada daat aktivitas mereka dapat
aktivitas polimorf yang tinggi turun sampai nol. Aktivitas mereka
hidupnya singkat saja dan dapat juga dihambat oleh agens
penyembuhan dapat berjalan terus kimia, hipoksia, dan juga perluasan
tanpa keberadaan sel tersebut. limbah metabolik yang disebabkan
Meski demikian, penyembuhan karena buruknya perfusi jaringan.
berhenti bila makrofag mengalami
deaktivasi. Sel-sel tersebut tidak
hanya mampu menghancurkan
bakteri dan mengeluarkan jaringan
yang mengalami divitalisasi serta
fibrin yang berlebihan, tetapi juga
mampu merangsang pembentukkan
fibroblas, yang melakukan sintesa
struktur protein kolagen dan
menghasilkan sebuah faktor yang
dapat merangsang angiogenesis
(Fase III).
III. FASE PROLIFERATIF 3-24 hari Gelung kapiler baru jumlahnya
Fibroblas meletakkan substansi sangat banyak dan rapuh serta
dasar dan serabut-serabut kolagen mudah sekali rusak karena
serta pembuluh darah baru mulai penanganan yang kasar, mis,
menginfiltrasi luka. Begitu kolagen menarik balutan yang melekat.
diletakkan, maka terjadi Vitamin C penting untuk sintesis
peningkatan yang cepat pada kolagen. Tanpa vitamin C, sintesis
kekuatan regangan luka. Kapiler- kolagen berhenti, kapiler darah baru
kapiler dibentuk oleh endotelial, rusak dan mengalami perdarahan,
suatu proses yang disebut serta penyambuhan luka terhenti.
angiogenesis. Bekuan fibrin yang Faktor sistemik lain yang dapat
dihasilkan pada Fase I dikeluarkan memperlambat penyembuhan pada
begitu kapiler baru menyediakan stadium ini termasuk defisiensi besi,
enzim yang diperlukan. Tand-tanda hipoproteinemia, serta hipoksia.
inflamasi mulai berkurang. Jaringan Fase proliferatif terus berlangsung
yang dibentuk dari gelung kapiler secara lebih lambat seiring dengan
baru, yang menopang kolagen dan bertambahnya usia.
sunbstansi dasar, disbeut jaringan
granulasi karena penampakannya
yang granuler. Warnanya merah
terang.
IV. FASE MATURASI 24-365 hari Luka masih sangat rentan terhadap
Epitelialisasi, kontraksi dan trauma mekanis (hanya 50%
reorganisasi jaringan ikat : Dalam kekuatan regangan normal dari kulit
setiap cedera yang mengakibatkan diperoleh kembali dalam tiga bulan
hilangnya kulit, sel epitel pada pertama). Epitelialisasi terjadi
pinggir luka dan dari sisa-sisa sampai tiga kali lebih cepat di
folikel rambut, serta glandula lingkungan yang lembab (di bawah
sebasea dan glandula sudorifera, balutan oklusif atau balutan
membelah dan mulai bermigrasi di semipermeabel) daripada di
atas jaringan granula baru. Karena lingkungan yang kering. Kontraksi
jaringan tersebut hanya dapat luka biasanya membantu, yakni
bergerak di atas jaringan yang menurunkan daerah permukaan luka
hidup, maka mereka lewat di bawah dan meninggalkan jaringan parut
eskar atau dermis yang mengering. yang relatif kecil, tetapi kontraksi
Apabila jaringan tersebut bertemu berlanjut dengan buruk pada daerah
dengan sel-sel epitel lain yang juga tertentu, seperti di atas tibia, dan
mengalami migrasi, maka mitosis dapat menyebabkan distorsi
berhenti, akibat inhibibisi kontak. penampilan pada cedera wajah.
Kontraksi luka disebabkan karena Kadang, jaringan fibrosa pada
miofibroblas kontraktil yang dermis menjadi sangat hipertrofi,
membantu menyatukan tepi-tepi kemerahan, dan menonjol, yang
luka. Terdapat suatu penurunan pada kasus ekstrim menyebabkan
progresif dalam vaskularitas jaringan parut keloid tidak sedap
jaringan parut, yang berubah dalam dipandang.
penampilannya dari merah
kehitaman menjadi putih. Serabut-
serabut kolagen mengadakan
reorganisasi dan kekuatan regangan
luka meningkat.

2.4 Konsep DM Gestasional


2.4.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Mansjoer, 2000).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau
berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. (Francis dan John, 2000),
2.4.2 Pengertian Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional adalah penyakit diabetes yang dialami ibu selama
masa kehamilan atau masa gestasi.
2.4.3 Tanda Gejala
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni
(urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose).
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan.
Sinclair (2009) merumuskan beberap kriteria untuk diagnosis diabetes, anatara
lain :
1. Kadar glukosa plasma acak ≥ 200 mg/dL dengan gejala diabetes diatas.
2. Kadar glukosa plasma puasa (≥ 8 jam tanpa kalori) ≥ 126 mg/dL menunjukkan
diagnosis DM; 110-125 mg/dL mengindikasikan IFT (impaired fasting tolerance);
nilai norma adalah < 110 mg/dL
3. Tes tantangan glukosa 75 gram
Kadar glukosa plasma 2 jam ≥ 200 mg/dL menunjukkan diagnostic DM; 140-199
mg/dL mengindikasikan IGT (impaired glucose tolerance); < 140 mg/dL adalah
nilai normal (rekomendasi ECDCDM 1997 untuk DM tipe 2 postpartum 4-6
minggu setelah persalinan)
4. Tes tantangan glukosa 50 gram direkomendasikan oleh ECOG untuk penapisan
wanita hamil. Kadar glukosa plasma 1 jam ≥130-140 mg/dL mengindikasikan
kebutuhan terhadap tes toleransi glukosa oral
5. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Dilakukan pada pagi hari setelah puasa 8-14 jam. Wanita tetap duduk dan tidak
merokok. Untuk diagnosis positif, harus ada dua kali atau lebih nilai positif.
Glukosa Plasma 50 gram 100 gram
Puasa - 105 mg/dL
1 jam 140 mg/dL 190 mg/dL
2 jam - 160 mg/dL
3 jam - 145 mg/dL

2.4.4 Faktor Resiko


Beberapa wanita dengan diabetes gestasional memiliki factor resiko
(Sinclair,2009) :
1. DM pada garis keturunan pertama
2. Obesitas
3. Riwayat metabolism glukosa abnormal
4. Riwayat obstetric buruk
5. Ras dengan factor resiko
6. Usia tua
7. Riwayat prematuritas, proteinuria, glikosuria, atau hipertensi pada kehamilan
sebelumnya
2.4.5 Pengaruh kehamilan, persalinan, dan nifas terhadap diabetes
1. Pengaruh kehamilan
Glukosuria renal sering dijumpai dalam kehamilan. Kelainan ini didapatkan karena
ambang ginjal terhadap glukasa rendah, bukan karena kadar glukosa dalam darah
yang tinggi. Oleh sebab itu pemeriksaan reduksi urin tidak dapat digunakan dalam
kehamilan.
Gejala – gejala pada saat pre-diabetes dapat menjadi manifest, atau penyakitnya
menjadi lebih berat dan lebih sukar dikendalikan dalam kehamilan, sehingga
pengobatan akan lebih sulit. Hal ini disebabkan :
a. Hiperemesis menyebabkan perubahan metabolisme hidrat-arang
b. Pemakaian glikogen bertambah karena miometrium dan jaringan – jaringan lain
juga bertambah.
c. Janin tumbuh demakin memerlukan banyak bahan hidrat-arang
d. Pankreas dan adrenal janin yang telah berfungsin in utero
e. Peningkatan metabolisme basal dengan pertukaran zat yang lebih cepat dalam
hati ibu mengurangi banyaknya glikogen cadangan.
f. Sebagian insulin ibu dimusnahkan oleh enzim insulinase dalam plasenta
g. Khasiat insulin dalam kehamilan dikurangi oleh plasenta laktogen, dan mungkin
juga oleh estrogen dan progesteron.
2. Pengaruh persalinan
Kegiatan otot – otot rahim dan usaha meneran mengakibatkan pemakaian glukosa
lebih banyak, sehingga dapat terjadi higlikemia, terutama bila wanita tersebut
muntah – muntah.
3. Pengaruh nifas
Laktasi menyebabkan keluarnya zat – zat makanan, termasuk hidrat-arang dari tubuh
ibu.
2.4.6 Pengaruh diabetes terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas
1. Pengaruh terhadap kehamilan
Dalam kehamilan, diabetes dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut :
a. Abortus dan partus prematurus
b. Pre-eklamsia
c. Hidramnion
d. Kelainan letak janin
e. Insufisiensi plasenta
2. Pengaruh terhadap persalinan
Penyulit yang sering dijumpai dalam persalinan antara lain :
a. Inersia uteri dan atonia uteri
b. Distosia bahu karena makrosomia
c. Kelahiran mati
d. Lebih sering pengakiran partus dengan tindakan termasuk secsio sesaria
e. Lebih mudah terjadi infeksi
f. Angka kematian maternal lebih tinggi
3. Pengaruh terhadap nifas
Dalam nifas diabetes lebih sering mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis, dan
menghambat penyembuhan luka jalan lahir baik ruptura perinei maupun luka
episiotomi.

2.5 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan


2.5.1 Pengkajian Data
I. Data Subyektif
Tanggal : Jam : Tempat :
Oleh :
1. Identitas
Nama klien dan suami
Usia klien dan suami : usia ibu > 35 tahun memiliki factor resiko penyakit
degeneratif salah satunya DM
Suku / bangsa : beberapa ras memiliki factor resiko DM
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2. Keluhan Utama
Beberapa keluhan ibu nifas dengan DMG antara lain :
 Lemas, pusing, dan ingin pingsan (hipoglikemi)
 Pandangan mata kabur (nefretenopati DM)
 Keluhan-keluhan DM lainnya
3. Riwayat Obstetri
N Kehamilan Persalinan Bayi/Anak Nifas K K
o Suami Anak UK Pnylt Peno Jeni Tm Pny Seks BB Hidup Keadaan ASI B et
Ke l. s pt lt PB Mati

4. Riwayat Persalinan Sekarang


Bersalin tanggal :
Cara Persalinan : beresiko peningkatan kejadian persalinan SC
Penolong :
Ketuban :
Perdarahan : beresiko atonia uteri
Penyulit / komplikasi : beresiko distosia bahu
BBL : beresiko makrosomia maupun IUGR
Apgar score : beresiko asfiksia neonatorum
Rencana KB : beberapa metode KB hormonal memiliki efek samping
peningkatan kadar glukosa darah jika pemakaian KB
dalam jangka waktu lama
5. Riwayat Kesehatan yang Lalu dan Sekarang
Penyakit yang pernah diderita seperti penyakit jantung, hipertensi, asma,
ginjal, hepatitis, TBC dan terutama DM sebelum hamil
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang diderita oleh keluarga terutama garis keturunan pertama, seperti
penyakit jantung, hipertensi, asma, ginjal, hepatitis, TBC dan terutama DM.
7. Riwayat Perjalanan Penyakit
Diagnosis DMG diperoleh ketika UK 24 – 28 minggu dengan pemeriksaan :
TTGO 50 gram : klien di beri glukosa oral tanpa puasa sebelumnya. Setelah 1
jam cek GDA hasil positif bila ≥ 135. Bila didapatkan hasil positif dilanjutkan
ke TTGO 100 gram.
TTGO 100 gram : pemeriksaan dilakukan pada UK > 28 minggu dan bila hasil
TTGO 50 gram positif.
Terapi yang diberikan : pengaturan diit hingga penggunaan suntikan insulin.
8. Pola Fungsional Kesehatan
Nutrisi : diperlukan diit untuk mengatur pola makan ibu
Aktivitas : hipoglikemi menyebabkan ibu merasa lemah dan pusing
Eliminasi : apakah ibu sudah berkemih setelah persalinan
Laktasi : apakah ibu sudah mulai menyusui bayinya. Karena bayi yang lahir
pada ibu dengan DM beresiko hipoglikemi
9. Data Psikososial dan budaya
Kemampuan ibu dalam merawat bayi, penerimaan ibu dan keluarga pada bayi
yang dilahirkan serta kebudayaan yang mengganggu kesehatan ibu nifas.
II. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : cukup / lemah
Kesadaran : composmentis / apatis / somnolen
TD :
Nadi : takikardi dan palpitasi merupakan tanda hipoglikemia
RR :
Suhu : hipertermi menandakan perdarahan disertai infeksi
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : wajah tampak pucat
Mata : gerakan mata tidak terkoordinasi tanda hipoglikemia, keadaan
sclera dan konjungtiva, pada preeklamsia disertai oedem
palpebra
Leher : adakah pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan
kelainan endokrin termasuk kelainan produksi insulin
Payudara : hiperpigmentasi pada putting dan areola, konsistensi, keadaan
puting susu, pengeluaran ASI, kebersihan
Abdomen : perlu dikaji bekas luka SC dan keadaan luka, kontraksi uterus,
dan TFU
Genitalia : jenis lochea, jumlah lochea, warna dan bau. Adanya
condiloma lata atau akuminata. Kondisi perineum adakah
jahitan
Ekstremitas : keluar keringat dingin, tremor tanda dari hipoglikemia, pada
preeklamsi disertai oedem
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan urine

2.5.2 Intrepetasi Data


P APIAH Post partum hari ke.. atau … jam Post partum dengan riwayat diabetes
gestasional
1. Data Subyektif
 Ibu mengatakan melahirkan anak ke … pada jam/tanggal … secara …
 Ibu mengatakan memiliki riwayat diabetes sejak kehamilannya berusia …
2. Data Obyektif
 KU : cukup / lemah
 TTV :
 Abdomen :
 Vulva :
 Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan serum glukosa darah
- Pemeriksaan urinalis

2.5.3 Diagnosa / Masalah Potensial


1. Infeksi luka operasi / infeksi luka perineum
2. Infeksi puerperium
3. Sepsis puerperium

2.5.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


1. Atasi hipoglikemia
2. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG dan Sp.PD dalam pemberian terapi
3. Kolaborasi dengan petugas gizi dalam pengaturan diit

2.5.5 Intervensi
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
R/: ibu dan keluarga mengetahui tentang keadaannya sehingga dapat membuat ibu
dan keluarga menjadi tenang
2. Jelaskan penyebab dari keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu
R/: Informasi dari tenaga kesehatan akan membuat ibu tenang
3. Observasi tanda – tanda vital
R/: Tanda – tanda vital merupakan salah satu indikator untuk mengetahui keadaan
ibu
4. Observasi TFU, kontraksi uterus, dan pengeluaran lokea setiap hari
R/:
 TFU merupakan salah satu indicator untuk mengetahui bahwa proses
involusio berlangsung normal, normalnya TFU mengalami penurunan 1
cm/ hari yang teraba keras dan bundar
 Dengan mengobservasi kontraksi uterus dapat mengetahui apakah uterus
berkontraksi dengan baik atau tidak, karena apabila uterus kurang
berkontraksi akan menyebabkan perdarahan dan memperlambat proses
involusi.
 Perubahan warna, bau, jumlah dan perpanjangan lokea merupakan
terjadinya infeksi yang disebabkan oleh involusio yang kurang baik.
5. Pemenuhan Kebutuhan nutrisi dan hidrasi
R/ Bila kebutuhan nutrisi ibu terpenuhi maka ibu akan tetap mempunyai tenaga dan
untuk proses laktasi.
6. Anjurkan Ibu untuk mobilisasi secara bertahap
R/: Dengan mobilisasi lokea akan keluar dengan lancar dan mencegah terjadinya
perdarahan serta mempercepat proses involusi uterus.
7. Berikan HE tentang personal hygiene
R/: Diharapkan ibu secara mandiri mampu menjaga kebersihan dirinya sehingga
terhindar dari infeksi
8. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG dan Sp.PD dalam pemberian obat – obatan
R/: Terapi yang benar akan mempercepat kesembuhan pasien
9. Kolaborasi dengan petugas gizi mengenai diit
R/: Diit pada ibu riwayat DM diperlukan agar masa nifas dapat berjalan dengan
baik

2.5.6 Implementasi
-

2.5.7 Evaluasi
-
BAB III
TINJAUAN KASUS

Pengkajian dilakukan pada Kamis, 10 September 2015 pukul 11.00 WIB


No. RMK : 12.42.xx.xx
Oleh : Alifia Candra P.
Tempat : Ruang Merpati – IRNA Obgin RSUD dr. Soetomo Surabaya

I. Data Subyektif
1. Identitas
Nama klien : Ny. “D” Nama suami : Tn. “T”
Usia : 28 tahun Usia : 30 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : Tidak bekerja Pekerjaan : PNS
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Kedung Asem - Surabaya
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan kakinya masih terasa tebal dan menggigil
3. Riwayat Obstetri
N Kehamilan Persalinan Bayi/Anak Nifas KB K
o Sua Anak UK Pnyl Penol. Jeni Tmp Pnylt Seks BB Hidup Keada ASI et
mi Ke t s t PB Mati an
1 I 1 9 - Sp.OG SC RDD Fetal L 2400 H baik 1 Sunti
S distress 46 3 thn tahu k3
n bln
2 N I F A S I N I

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sekarang


Ibu melakukan pemeriksaan rutin di bidan hingga usia 7 bulan, ibu periksa ke Poli
Hamil 1 RSUD Dr. Soetomo dan dilakukan screening diabetes serta beberapa cek
laboratorium.
Ibu bersalin pada usia kehamilan 37 – 38 minggu secara sesar atas indikasi bekas
sesar pada tanggal 10 – 9 – 2015 pukul 08.55. jenis kelamin bayi laki – laki, langsung
menanggis, BB = 3000 gram, PB = 48 cm, tidak ada penyulit saat persalinan. Ibu
menggunakan KB IUD pasca bersalin.
5. Riwayat KB
Ibu menggunakan KB suntik 3 bulan selama 2 tahun. Dan saat ini telah terpasang KB
IUD.
6. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Ibu tidak pernah menderita penyakit seperti : jantung, hipertensi, asma, TBC maupun
DM
7. Riwayat Perjalanan Penyakit
Saat ibu hamil 7 bulan, ibu mendapatkan screening diabetes yaitu dengan
mengkonsumsi gula yang sebelumnya harus puasa terlebih dahulu.
Ibu mengatakan dikonsultasikan ke bagian IPD dan disarankan dapatkan suntikan
insulin setiap sebelum makan, namun ibu menolak.
Ibu berkonsultasi dengan bagian gizi dan mendapat diet 1900 kalori.
8. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan ibunya menderita jantung. Selain itu tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit jantung, hipertensi, asma, TBC maupun DM.
9. Data Fungsional Kesehatan
Nutrisi : puasa sejak pukul 00.00, minum terakhir pukul 04.00.
Aktivitas : ibu hanya bias terlentang, kaki mulai dapat digerakkan.
Eliminasi : terpasang catheter dengan jumlah urine 500 cc / 4 jam. ibu belum
flatus
Istirahat : ibu dapat beristirahat ± 2 jam setelah persalinan
Laktasi : di kamar operasi ibu telah melakukan IMD selama ± 45 menit
Personal hygiene : ibu diseka oleh petugas
10. Data Psikososial Budaya
Ibu senang dengan persalinan keduanya dan bersyukur karena kondisi dirinya dan
bayi baik.
Dikeluarga ibu tidak ada kebiasaan pantang makan saat nifas.

II. Data Obyektif


1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum: cukup
Kesadaran : composmentis
Tanda – tanda vital :
TD : 120/70 mmHg Nadi : 98
Pernapasan : 22 x/mnt Suhu : 36,5 oC
2. Pemeriksaan Fisik
Muka : tidak pucat, tidak oedem
Mata : sklera putih, konjungtiva merah muda
Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis
Payudara : putting susu menonjol, payudara teraba lembek, pengeluaran ASI
belum ada
Abdomen : terdapat luka operasi secsio sesaria, TFU teraba 3 jari bawah pusat,
kontraksi uterus baik
Genitalia : terpasang dower catheter, lochea rubra satu pembalut, tidak berbau
Ekstrimitas atas : simetris, tidak ada oedem, tremor
bawah : simetris, tidak ada oedem, tremor
3. Data Rekam Medis
a. Data rekam medik laboratorium tanggal 23 – 7 – 2015
Hb : 10,6 g/dL Nilai rujukan : 10,8 – 14,2 g/dL
Leukosit : 13.700 / UL Nilai rujukan : 3,70 – 10,1 / UL
Platelete : 304.000 / UL Nilai rujukan : 155 – 366 103 / UL
HCT :30,5 % Nilai rujukan : 37,7 – 53,7 %
Hbs Ag : non reaktif
HIV rapid test : non reaktif
b. Hasil tes TTGO tanggal 23 – 7 – 2015
TTGO 100 gram. Puasa : 90 (normal) Nilai Rujukan : < 90
1 jam : 298 (tinggi) Nilai Rujukan : < 165
2 jam : 171 (tinggi) Nilai Rujukan : < 145
3 jam : 118 (normal) Nilai Rujukan : < 125
c. Hasil laboratorium darah tanggal 7 – 9 – 2015
GDP : 64 Nilai rujukan : < 200
GD 2PP : 127 Nilai rujukan :
SGOT : 18 U/L Nilai rujukan : P = 0 – 35 U/L
SGPT : 16 U/L Nilai rujukan : P = 0 – 35 U/L
Albumin : 3,5 Nilai rujukan :
BUN : 8 mg/dL Nilai rujukan : 7 – 18 mg/dL
Crearinin : 0,3 mg/dL Nilai rujukan : 0,6 – 1,3 mg/dL
Kalium : 3,9 mmol/l Nilai rujukan : 3,5 – 5,1 mmol/l
Natrium : 135 mmol/l Nilai rujukan : 136 – 145 mmol/l
Klorida : 101 mmol/l Nilai rujukan : 98 – 107 mmol/l
d. GDA pro operasi : 91
4. Advice dokter :
Infus RL + 2 amp oxytocin 500 cc dilanjutkan Inf RD5 500 cc/24 jam
Injeksi Ketorolac 3 x 1
Alinamin 2 x 1
Ranitidin 2 x 1
Minum : pukul 13.00
Makan lunak : pukul 17.00

III. Analisa
P 2002 3 jam Post SC + IUD dengan DM gestasional dengan potensial hipoglikemi dan
gangguan aktivitas

IV. Penatalaksanaan
Tanggal 10 – 9 -2015
WAKTU PENATALAKSANAAN TTD
 Menginformasikan kepada ibu hasil pemeriksaan Alifia
11.30 dan asuhan yang akan diberikan, ibu mengerti
kondisi kesehatannya
 Menjelaskan kepada ibu penyebab dari keluhan Alifia
yang dirasakan oleh ibu dan memberikan suhu
panas dari luar (mematikan AC dan memberi
selimut), ibu mengerti bahwa keluhannya adalah
efek samping dari anastesi yang telah diperoleh ibu
Memberikan terapi sesuai advice dokter, ibu Alifia
11.45 mendapatkan infus RL + 2 amp oxytocin 500 cc
dilanjutkan Inf RD5 500 cc/24 jam
 Memberikan health education mengenai: Alifia
 mobilisasi bertahap
12.00  nutrisi dan diit bertahap
ibu mengerti dan mampu mengulangi penjelasan
 memenuhi kebutuhan nutrisi ibu yaitu diit TKTP,
ibu habis 1 porsi
 Memberikan terapi sesuai advice dokter, ibu Alifia
mendapatkan injeksi
14.00 Ketorolac 1 amp
Alinamin 1 amp
Ranitidin 1 amp
 Melaksanakan advice dokter untuk pengambilan Alifia
darah untuk pemeriksaan darah lengkap

CATATAN PERKEMBANGAN I
Pada 11 September 2015 pukul 09.00
Oleh : Alifia Candra P.
Tempat : Ruang Merpati – IRNA Obgin RSUD dr. Soetomo Surabaya

Subyektif
Ibu masih merasa nyeri pada luka jahitan operasi saat melakukan mobilisasi, skala 2
Sejak 10 September 2015 pukul 16.00 dilakukan rawat gabung dengan bayinya
ASI belum lancar dan ibu ingi menyusui bayinya

Obyektif
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda – tanda vital :
TD : 90/60 mmHg Nadi : 98 x/mnt
Pernapasan : 20 x/mnt Suhu : 36,5 oC
Payudara : putting susu menonjol, bersih, konsistensi lunak, pengeluaran colostrum
sedikit
Abdomen : terdapat luka operasi secsio sesaria tertutup kasa dan bersih, TFU teraba 3
jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
Genitalia :loche rubra ¼ pembalut, tidak berbau
Advice dokter :
Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
Tablet Sulfat Ferrosus 2 x 1
Hasil laboratorium darah 10 – 9 – 2015
Hb = 12,8 mg/dL Leukosit = 28,8 103 mg/dL
Platelet = 293.000

Analisa
P 2002 Hari ke-1 Post SC + IUD atas indikasi DM Gestasional dengan potensial
hipoglikemi

Penatalaksanaan
Tanggal 11 – 9 -2015
WAKTU PENATALAKSANAAN TTD
 Menginformasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang Alifia
09.15 akan diberikan kepada ibu dan keluarga, ibu dan
keluarga mengerti
 Melakukan perawatan payudara kepada ibu, ibu Alifia
menyetujuan dilakukan perawatan payudara
 Membimbing cara meneteki yang benar, ibu dapat Alifia
09.45
melaksanakan
 Memberikan health education mengenai makanan Alifia
makanan bergizi, ibu mengerti
Memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dengan memberikan diit Alifia
12.00
TKTP, ibu habis 1 porsi
Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter ibu Alifia
14.00
mendapatkan terapi : asam mefenamat 500 mg
CATATAN PERKEMBANGAN II
Pada 12 September 2015 pukul 09.00
Oleh : Alifia Candra P.
Tempat : Ruang Merpati – IRNA Obgin RSUD dr. Soetomo Surabaya

Subyektif
Ibu tidak ada keluhan

Obyektif
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda – tanda vital :
TD : 100/70 mmHg Nadi : 88 x/mnt
Pernapasan : 20 x/mnt Suhu : 36,7 oC
Payudara : produksi ASI lebih lancar
Abdomen : terdapat luka operasi secsio sesaria tertutup kasa dan bersih, TFU teraba 3
jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
Genitalia :loche rubra ¼ pembalut, tidak berbau

Analisa
P 2002 Hari ke-2 Post SC + IUD atas indikasi DM Gestasional dengan potensial
hipoglikemi teratasi sebagian

Penatalaksanaan
Tanggal 12 – 9 -2015
WAKTU PEANATALAKSANAAN TTD
Menginformasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang Alifia
09.15
akan diberikan kepada ibu, ibu mengerti kondisi dirinya.
Memberikan health education mengenai perawatan masa Alifia
nifas dirumah, ibu mengerti.
Memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dengan pemberian diit Alifia
12.00
TKTP, ibu habis 1 piring
14.00 Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter ibu Alifia
mendapatkan terapi : Asam mefenamat 500 mg

CATATAN PERKEMBANGAN III


Pada 14 September 2015 pukul 09.00
Oleh : Alifia Candra P.
Tempat : Ruang Merpati – IRNA Obgin RSUD dr. Soetomo Surabaya

Subyektif
Ibu mengatakan tidak ada keluhan
Ibu mengatakan bayinya mendapatkan foto terapi 2 x 24 jam

Obyektif
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda – tanda vital :
TD : 110/70 mmHg Nadi : 90 x/mnt
Pernapasan : 20 x/mnt Suhu : 36,5 oC
Pemeriksaan Fisik
Payudara : payudara teraba lunal, produksi ASI lebih lancar
Abdomen : terdapat luka operasi secsio sesaria tertutup kasa dan bersih, TFU teraba 3
jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
Genitalia :loche rubra sedikit, tidak berbau
Pemeriksaan Gula Darah 13 – 9 – 2015
GDP = 75 GD 2J PP = 48

Analisa
P 2002 Hari ke-4 PSC + IUD atas indikasi DM Gestasional dengan potensial hipoglikemi
teratasi sebagian
Penatalaksanaan
Tanggal 14 – 9 -2015
WAKTU PENATALAKSANAAN TTD
Menginformasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang Alifia
09.15
akan dibrikan kepada ibu, ibu mengerti kondisi dirinya.
Melakukan perawatan luka jahitan operasi, luka jahitan Alifia
09.40 operasi ibu bersih dan kering verban diganti dengan perban
anti air
Melaksanakan advice dokter untuk melakukan tes Gula Alifia
10.00 darah ulang, ibu menolak dilakukan dan telah
menandatangani form penolakan tindakan
 Melaksanakan discharge planning : Alifia
 Memberikan terapi oral untuk di rumah
11.00
 Menyepakati kunjungan ulang 1 minggu lagi
Ibu mengerti penjelasan petugas
Memberikan health education : Alifia
 makanan bergizi bagi ibu menyusui
 tanda bahaya masa nifas
Ibu mengerti dan mampu mengulang informasi
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ny. “D” P 2002, 3 jam Post SC +
IUD atas indikasi DM Gestasional didapatkan :
Ibu berada pada masa kritis terjadinya perdarahan pasca persalinan (< 24 jam post
partum). Dimana dalam masa ini potensial terjadinya atonia uteri maupun penyebab
perdarahan lainnya. Ibu yang bersalin secara sesar, proses involusi uterus sedikit terganggu
karena uterus kurang dapat berkontraksi secara spontan. Oleh karena itu pada pasien – pasien
post sesar diberikan oksitosin drip setelah persalinan. Asuhan yang diberikan pun sebaiknya
berfokus pada observasi perubahan tanda – tanda vital, jumlah perdarahan dan pemberian
laktasi awal.
Pada Ny. “D” juga telah diberikan KB pasca bersalin yaitu IUD. Pemasangan IUD
dapat dilaksanakan setelah plasenta lahir baik pada persalinan normal maupun persalinan
sesar. Tujuan umum dari KB pasca salin adalah untuk menurunkan angka kematian ibu, salah
satunya dalam komponen terlalu dekat dari empat terlalu (Syaifudin, 2010). Sesuai dengan
teori tersbut, pemasangan IUD pada Ny. “D” juga bertujuan untuk menjarangkan kehamilan.
Pada pengkajian data subyektif keluhan utama yang didapatkan adalah ibu merasa
kakinya tebal, sulit digerakkan dan menggigil. Ibu yang melahirkan secara sesar, akan
menggunakan anstesi sebelum dilakukan pembedahan. Anastesi yang digunakan dalam
operasi sesar adalah anastesi spinal (SAB (sub-arachnoid block)) menginjeksikan anastesi
local kedalam cairan serebrospinal, hal ini dapat dicapai hanya dengan pungsi subaraknoid
lumbal. Efek samping yang mungkin timbul antara lain : gatal – gatal, mual, muntah,
gemetar, penurunan panas tubuh dan hipotensi. Shivering atau penurunan panas tubuh
disebabkan karena sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas oleh metabolism
berkurang. Terjadinya vasodilatasi pada anggota tubuh bawah merupakan predisposisi
terjadinya hipotermi. Sehingga rasa menggigil yang dirasakan oleh ibu merupakan efek
samping yang normal terjadi setelah proses anastesi (Ivan, 2012). Penatalaksanaan yang
diberikan untuk mengatasi keluhan ibu bertujuan unuk menghindari ibu hipotermi dan
memberikan suhu hangat dari luar.Efek samping pasca anastesi pun menjadi pertimbangan
tahapan mobilisasi dan diit secara bertahap.
Pengaruh DM terhadap nifas lebih sering mengakibatkan infeksi nifas yaitu berkaitan
dengan proses penyembuhan luka. Secara fisiologis, pada hari ke 0 – 3 terjadi respon
inflamasi akut terhadap luka operasi. Penurunan suplai oksigen dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka, salah satu penyebab penurunan oksigen dengan adanya gangguan
kardiovaskuler mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan. Hal tersebut tersebut secara
khusus bermakna pada saat sirkulasi perifer terganggu. Pada diabetes terdapat kerusakan
katup pada vena – vena profunda dan vena yang mengalami perforasi (Sandhi, 2009). Untuk
menghindari terjadinya infeksi luka operasi pada ibu dengan DM gestasional, maka diberikan
penatalaksanaan dengan pemberian asupan nutrisi yang tinggi protein.
Kebutuhan kalori dan protein menjadi lebih tinggi daripada orang normal ketika
terdapat luka yang besar. Asam amino diperlukan untuk sintesis protein yang berperan di
dalam respon imun. Defisiensi protein tidak hanya memperlambat penyembuhan, tetapi juga
mengakibatkan luka tersebut sembuh dengan regangan yang menyusut. Konsumsi vitamin
dan mineral yang cukup juga diperlukan untuk penyembuhan yang optimal. Kondisi ini
ditambah dengan ibu sedang dalam masa laktasi dimana kebutuhan kalori meningkat 3x lipat
dari sebelum hamil.
Melalui asuhan yang berkesinambungan yang dapat dievauasi melalui catatan
perkembangan, proses penyembuhan luka operasi pada ibu tidak mengalami masalah. Namun
tetap perlu di berikan HE kepada ibu mengenai pola nutrisi, personal hygiene, dan tanda
bahaya masa nifas yang dapat dilakukan ibu setelah ibu berada di rumah.
Diabetes mellitus gestasional merupakan penyakit diabetes yang dialami ibu selama
masa kehamilan, baik sebelum ataupun setelah kehamilan kadar glukosa ibu kembali normal.
Diagnosa diabetes gestasional melalui tes TTGO 100 gram. Yaitu didapati nilai gula darah 1
jam setelah pemberian gula 100 gram sebesar 298 mg/dL dan 2 jam setelah pemberian 171
mg/dL. Dalam Prawirohardjo (2010) menyebutkan nilai normal gula darah setelah 1 jam dan
2 jam pemberian gula 100 gram adalah < 165 mg/dL dan < 145 mg/dL. Maka sesuai dengan
teori bahwa Ny. “D” dengan DM gestasional melalui pemberian TTGO 100 gram. Namun,
menurut Sinclair (2009), untuk diagnosis postif, harus ada dua kali atau lebih nilai positif dari
tes TTGO, yaitu melalui tes TTGO 50 gram menghhasilkan nilai positif kemudian
dilanjutkan tes TTGO 100 gram. Hasil tes TTGO ini juga tidak ditunjang dengan hasil
laboratorium pemeriksaan gula darah.
Tingginya kadar glukosa ibu selama kehamilan kemudian tiba – tiba menurun setelah
persalinan dapat menyebabkan hipoglikemia pada ibu. Sehingga masalah potensial bagi ibu
adalah terjadinya hipoglikemi. Hal ini di evaluasi melalui catatan perkembangan yakni pada
hari ke-3 kadar gula ibu menjadi normal dan ibu tidak menunjukkan gejala hipoglikemia.
Penatalaksanaan diberikan untuk mencegah ibu hipoglikemia yaitu dengan pemberian diit
TKTP dan HE tentang kebutuhan nutrisi ibu menyusui.
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
1. Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8
minggu (Sofian, 2013). Menurut Saifuddin (2008), masa nifas di mulai sejak 1 jam
setelah lahirnya placenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.
2. Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding depan perut.
3. Pengaruh DM terhadap nifas lebih sering mengakibatkan infeksi nifas dan
menghambat penyembuhan luka.
4. Asuhan yang dilakukan bertujuan untuk memandirikan klien dalam menghadapi masa
nifas dengan penyulit diabetes dan mencegah komplikasi nifas yang terjadi akibat
diabetes.
5. Asuhan berkesinambungan yang diberikan didokumentasikan dengan SOAP

5.2 Saran
1. Bagi institusi
Diharapkan dapat menambah kepustakaan yang telah dimiliki dan diharapkan dapat
menambah kajian baru serta dapat dijadikan rujukan untuk penyusunan laporan yang
akan datang
2. Bagi tempat praktik
Dapat menjadikan laporan ini sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas
pelayanan dan selalu berperan aktif terhadap proses penelitian dan pendidikan.
3. Bagi mahasiswa
Dapat menjadikan laporan ini sebagai pertimbangan dasar atau bahan data untuk
menyusun laporan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Ivan. 2012. Spinal Anastesia. Diakses pada 15 September 2015 Pkl. 05.00 http://ivan-
atjeh.blogspot.co.id
Manuaba, IBG, Chandranita M dan Fajar 2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan KB
untuk pendidikan bidan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPS
Sandhi, Ayu. 2009. Faktor yang Menghambat Penyembuhan Luka. Diakses pada 15
September Pkl. 05.25 http://tandakehidupan.blogspot.co.id
Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai