Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM


KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Oleh
Anggie Yuan As`ari, S.Kep

NIM 222311101142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
PERSETUJUAN

Lembar laporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan Postpartum KPD


(ketuban pecah dini) telah dilaksanakan pada tanggal 10 April 2023 di Ruang
Dahlia RSUD dr.Soebandi Jember.

Jember, 10 April 2023

Pembimbing Ruangan Pembimbing Klinik

Nurul Fajrin Kurniawati,S.Tr.Keb Ns. Dini Kurniawati,M.Kep.,M.Psi.,Sp.Kep.Mat


NIP 198607132010012012 NIP. 198201282008012012

Mengetahui,
Kepala Ruangan Dahlia
RSD dr.Soebandi Jember

Bd.Dina Ulfia, S.ST


NIP 198008032002122006
LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM KPD (KETUBAN PECAH DINI)
Oleh:
Anggie Yuan As`ari, S.Kep
NIM 222311101142

1. Kasus (masalah utama)


Post Partum KPD (Ketuban Pecah Dini)
2. Konsep dasar Nifas
2.1 Pengertian nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (42 hari) setelah itu. Puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous
yang artinya melahirkan. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan
angka kematian ibu sebesar 50% terjadi masa nifas (Rini dan Kumala, 2017). Periode pasca
partum (puerperium) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir hingga organ – organ
reproduksi kembali pada keadaan normal (Wahyuni, 2018).
Adapun tahapan masa nifas menurut Wahyuni (2018), yaitu:
1. Periode immediate postpartum: masa segera setelah plasenta lahir hingga 24 jam dan
merupakan fase kritis yang sering terjadi perdarahan postpartum dikarenakan atonia uteri.
Hal yang perlu diobservasi meliputi: kontraksi uterus, pengeluaran lokia, kandungkemih,
dan tekanan darah serta suhu.
2. Periode early postpartum : Masa pemulihan waktu >24 jam – 1 minggu. Pada fase ini
harus memastikan adanya involusi uterus dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,
lokia tidak berbau busuk, tidak demam, cukup nutrisi dan cairan, serta dapat menyusui
dengan baik.
3. Periode late postpartum: masa >1 minggu – 6 minggu. Pada masa ini, asuhan dan
pemeriksaan sehari – hari tetap dilakukan serta konseling perencanaan KB.
4. Remote Puerperium: merupakan waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama
jika selama masa kehamilan atau bersalin pasien memiliki penyulit atau komplikasi.
2.2 Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Perubahan fisiologi yang terjadi pada masa nifas menurut Kemenkes (2019), adalah:
1) Perubahan sistem reproduksi
Involusi uterus merupakan perubahan pada sistem reproduksi secara keseluruhan. Organ
yang menggalami perubahan yaitu:
a. Uterus
Pada masa pasca persalinan, uterus akan mengalami involusi, yaitu pengerutan uterus
yang menjadi proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram. Menurut Maryunani (2016) tinggi fundus uterus dan berat uterus pada
masa involusi sebagai berikut:

Pada tempat plasenta, segera setelah persalinan akan terjadi hemostasis akibat kontraksi
otot polos pembuluh darah arterial dan kompresi pembuluh darah akibat kontraksi
miometrium (ligasi fisiologis). Selain itu, ukuran tempat implantasi juga akan berkurang
dan akan memengaruhi kualitas dan kuantitas dari lokhia. Lokhia adalah ekskresi cairan
rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa dan locheamempunyai bau yang amis
meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.
Komposisi lochea adalah jaringan endometrial, darah dan lifme. Lokhia mengalami
perubahan karena proses involusi, tahap lochea yaitu:
1. Lokhia rubra (merah)
Lochea muncul pada 2 hari post partum. Warnanya merah dan mengandung darahdari luka
pada plasenta.
2. Lokhia sanguinolenta (merah kuning)
Lokhia yang keluar pada 3 – 7 hari post partum.
3. Serosa (pink kecoklatan)
Lochea ini muncul pada hari 7 – 14 post partum. Warnanya kekuningan atau kecoklatan,
karena tidak lagi berdarah.
4. Alba (kuning-putih)
Terjadi setelah 2 minggu post partum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan, lebih
banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.

b. Vulva dan vagina


Pada minggu ke-3, vagina mengecil dan timbul rugae kembali. Pada minggu ke 6-8 ukuran
akan kembali seperti sebelum hamil, dan rugae akan terlihat kembali pada mingu ke 3 atau
4.

c. Perineum

Peregangan dan penekanan selama proses persalinan akan menyebabkan organ


mengendur bahkan terdapat robekan yang memerlukan penjahitan, namun akan pulih
setelah 2-3 minggu.

d. Perubahan payudara
Pada periode post partum, kadar progesteron menurun tajam yang dapat memicu mulainya
produksi air susu disertai pembengkakan dan pembesaran payudara. Pengeluaran yang
reguler dari air susu (pengosongan air susu) akan memicu sekresi prolaktin. Penghisapan
puting susu akan memicu pelepasan oksitosin yang menyebabkan sel-sel mioepitel
payudara berkontraksi dan akan mendorong air susu terkumpul di rongga alveolar untuk
kemudian menuju duktus laktoferus. Jika ibu tidakmenyusui, maka pengeluaran air susu
akan terhambat yang kemudian akan meningkatkan tekanan intramamae.
2) Perubahan sistem pencernaan
Ibu diperbolehkan untuk makan pada 1-2 jam setelah bersalin. Kurangnya konsumsi
makanan dan pengendalian diri terhadap BAB akan memicu terjadinya masalah
konstipasi. Ibu kurang dapat melakukan pengendalian terhadap BAB karena kurang
pengetahuan dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila BAB.
3) Perubahan sistem perkemihan
Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama puerperium. Pelebaran
(dilatasi) dari pelvis renalis dan ureter akan kembali ke kondisi normal pada minggu ke
dua sampai minggu ke 8 pasca persalinan.
4) Perubahan sistem hormonal
a. Hormon plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi plasenta


secara cepat dan menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. HCG
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam – 7 hari pasca persalinan
dan sebagai onset pemenuhan payudara.

b. Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah
meningkat dengan cepat, dan pada wanita yang tidak menyusui akan menurun dalam
waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk
merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler
pada minggu ke-3 dan LH tetap rendah hingga ovulasi.
c. Hormon hipotalamik pituitary ovarium
Hormon ini akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita
menyusui maupun tidak menyusui. Pada wanita menyusui, 16% wanita akan
mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca persalinan, dan 45% wanita setelah 12
minggu pasca persalinan. Sedangkan pada wanita tidak menyusui, 40% wanita akan
mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca persalinan, serta 90% wanita setelah
24 minggu.
d. Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap
otot uterus dan jaringan payudara. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan
sekresi oksitosin sehingga dapat membantu involusi uteri dan mencegah perdarahan.
e. Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat. Hormon estrogen yang
tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang dapat meningkatkan volume darah.
Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, vulva serta vagina.
5) Perubahan TTV
Tekanan darah seharusnya stabil dalam kondisi normal. Temperatur kembali ke normal
dari sedikit peningkatan selama periode intrapartum dan menjadi stabil dalam 24 jam
pertama postpartum. Nadi dalam keadaan normal kecuali partus lama dan persalinan sulit.
6) Adaptasi Psikologis Ibu
Pada umumnya ibu akan merasa tertekan pada saat setelah melahirkan. Perubahan peran
menjadi seorang ibu memerlukan adaptasi dan tanggung jawab yang lebih besar yang
harus dijalani dari lahirnya bayi. Fase yang dilewati dalah tahap ini antara lain (Ningrum,
2017):

a. Fase Taking in (0 – 2 hari)


Fase taking in dimana ibu sangat tergantung pada diri sendiri yang mana ibu
menceritakan pengalaman melahirkan secara berulang-ulang kepada setiap orang baik
orang di sekitarnya maupun orang asing yang berkunjung ke rumah. Gangguan fisiologis
yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini:

a) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik, misalnya rasa mulas dan


payudarabengkak
b) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
c) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan
cenderung melihat saja tanpa membantu.
b. Taking hold (hari 3 – minggu ke 5)
Fase taking hold atau fase peralihan yang awalnya ketergantungan menjadi kemandirian
dan berkisar selama 3-10 hari. Fase ini menentukan ibu bisa melalui penyesuaian
dengan baik atau tidak. Ketika ibu tidak dapat melalui fase ini maka bisa menyebabkan
stress bahkan depresi postpartum. Pada fase ini ibu merasa kawatir atas
ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu menjadi
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah.

c. Letting go (minggu ke 5 – 8)
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri,
merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah meningkat.
2.4 Komplikasi Pasca Persalinan
Komplikasi yang dapat terjadi di masa nifas menurut Kemenkes (2019), antara lain:
2.4.1 Perdarahan pasca persalinan
Perdarahan banyak yang segera atau daam 1 jam setelah melahirkan dan paling sering
menjadi penyebab kematian ibu. Perdarahan pada masa nifas (dalam 42 hari setelah
melahirkan) yang terus menerus dan berbau tidak sedap disertai demam, juga merupakan
tanda bahaya ibu pada masa nifas.
2.4.2 Keluar cairan berbau dari jalan lahir
Hal ini menandakan adanya infeksi yang dapat disebabkan karena metritis, abses pelvis,
infeksi luka perineum, atau luka abdominal. Infeksi yang dapat terjadi antara lain:

- Endometritis (radang edometrium)


- Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)

- Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus)

- Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjadi keras dan
berbenjol-benjol)

- Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,
membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi
abses)
- Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose superficial yang
menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang ditandaidengan
kemerahan atau nyeri.)

- Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3 °C, nadi

< 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus atau nanah warna
kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)

Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan kejang. Atau disertai tekanan
darah tinggi.

- Demam lebih dari 2 hari

- Gangguan psikologis

1) Depresi post partum


Gejala muncul dalam 3 bulan pertama pasca persalinan hingga bayi berusia setahun.
Gejala yang mungkin yaitu sedih selama >2 minggu, kelelahan berlebihan dan
kehilangan minat terhadap kesenangan.

2) Post partum blues, perasaan sedih pasca persalinan. Dapat ditandai dengan pasien
merasa sedih, lelah, insomnia, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, yang akan
menghilang dengan sendirinya setelah 2 – 3 hari.
3) Psikosis pasca persalinan
Tanda dan gejalanya yaitu:
a) Ide/pikiran bunuh diri
b) Ancaman tindakan kekerasan terhadap bayi baru lahir
c) Dijumpai waham curiga/persekutorik
d) Dijumpai halusinasi/ilusi

3. Konsep dasar Post Partum KPD


1) Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-
tanda persalinan atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37
minggu dengan atau tanpa kontraksi. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm
maupun pada kehamilan preterm (Ratnawati, 2017).
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadipada kehamilan preterm atau
kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-37 usia kehamilan, sedangkan
pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan terjadi setelah minggu ke-37 dari
usia kehamilan.
Pada KPD kehamilan preterm dan KPD kehamilan aterm kemudian dibagi
menjadi KPD awal yaitu kurang dari dua belas jam setelah pecah ketuban dan KPD
berkepanjangan yang terjadi dua belas jam atau lebih setelah pecah ketuban (Lowing,
2015).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini berkisar antara 5-10% dari semua
kelahiran. KPD preterm terjadi pada 1% dari semua kelahiran, sedangkan sebanyak
70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30 kasus KPD merupakan
penyebab kelahiran premature (WHO, 2014; Rohmawati dan Arulita, 2018).
2) Penyebab

Penyebab ketuban pecah dini dalam persalinan secara umum disebabkan adanya
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketubanpecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah
(Prawirohardjo, 2014). Sedangkan menurut Morgan (2009) Keuban pecah dini biasanya
menyebabkan persalinan premature atau bayi yang terpaksa dilahirkan sebelum waktunya,
air ketuban pecah lebih awal bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

- Infeksi rahim, leher rahim atau vagina


- Pemicu umum ketuban pecah dini
a) Persalinan premature
b) Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c) Malposisi atau malpresentasi janin

- Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks


a) Pemakaian alat-alat serviks sebelumya, misalnya aborsi terapeutik, LEEP
(LOOP Electrosurgical Excision Procedure ) atau kerucut biopsi.
b) Peningkatan partus yang memungkinkan kerusakan serviks selama kelahiran
sebelumnya.
c) Incompeten serviks atau insufisiensi serviks adalah kondisi ketika leher rahim
(serviks) membuka terlalu awal pada kehamilan.
- Riwayat KPD sebelumnya dua kali atau lebih
- Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu
a) Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
b) Penambahan berat badan sebelum kehamlan
- Merokok selama kehamilan
- Usia ibu yang lebih tua muungkin menyebabkanketuban kurang kuatdaripada ibu
muda
- Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.
3) Patofisiologi dan clinical pathway
Kekuatan selaput ketuban dientukan oleh keseimbangan sintesa dandegrasi matriks
ekstraseluler. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda dan pada trimester
ketiga selaput ketuban pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trimester akhir
terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Perubahan biokimia tersebut yaitu
penurunan kandungan kolagen, perubahan struktur kolagen dan peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Pecahnyaselaput ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang
fisiologis.

KPD pada prematur disebabkan oleh adanya fakor-faktor eksternal, misalnya infeksi
yang menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidromnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta(Prawirohardjo, 2014).
4) Tanda dan Gejala
Tanda gejala ketuban pecah dini yaitu keluar air ketuban warna putih keruh, jernih,
kuning, hijau atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus, dapat diserti demam bila
sudah infeksi, janin mudah diraba, inspekulo adalah tampak air ketuban mengalir atau
selaput ketuban tidakada dan air ketuban sudah kering (Ratnawati, 2017).

Menurut Nugroho(2011) tanda gejala yang terjdi adalah keluarnya cairan ketuban
merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau
amoniak, berwarna pucat, cairan tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi
sampai kelahiran. Sementara itu, demam,bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambahcepat merupkan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
5) Penatalaksanaan
Pentalaksanaan KPD, yaitu (Ratnawati, 2017) :

- Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atautanpa komplikasi
harus dirujuk ke rumah sakit.

- Bila janin hidup terdapat prolaps tali pusat, ibu dirujuk dengan posisi panggu lebih
tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.

- Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari, agar tali pusat tidak tertekan
kepala janin.

- Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik

- Jika ada demam atau dikhawatikan terjadi infeksi saat rujukan atau KPD lebih dari 6
jam, berikan antibiotik.

- Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat dengan posisi
berbaring miring, berikan antibiotik.

- Bila kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah
baring dan berikan sedatif, antibiotik dan tokolisis.

- Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif elama 24 jam lalu induksi
persalinan.

- Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan.

- Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan akselerasi
bila ada insersia uteri.

- Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketubanpecah kurang dari
6 cm dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah dini lebih dari 6 jam dan skor
pelvik lebih dari 5, seksio sesariabila ketuban pecah dini lebih dari 5 jam dan skor
pelvik kurang dari 5.

Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2008) :


1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru
sehingga mengurngi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
2) Perkiraan janin yang sudah cukup dan persalinan diharapkan berlgsung dalam
waktu 72 jam dapat diberikan kortikostreoid kematangan pada janin.
6) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendeteksi Ketuban pecah dini (KPD),
yaitu:
a. Tes lakmus atau nitrazin test Tes lakmus (Nitrazine Test) adalah suatu tes untuk
mengetahui pH cairan, di mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara
signifikan lebih basa daripada cairan vagina dengan pH 3,8-4,5. Apabila kertas lakmus
merah berubah menjadi warna biru/ungu maka menunjukan adanya air ketuban.
Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5.
b. Pemerikasaan Ultrasonografi (USG) Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat
(2009), tujuan dari pemeriksaan ini yaitu untuk melihat banyaknya cairan ketuban yang
terdapat didalam kavum uteri.
Umumnya pada kasus KPD jumlah cairan ketuban yang terlihat sedikit, akan tetapi
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Meskipun pendekatan untuk
mendiagnosis KPD cukup banyak cara dan macamnya, akan tetapi biasanya KPD sudah
dapat terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan yang sederhana.
c. PROM-ROM AmniSure tes PROM-ROM AmniSure tes ditemukan pada tahun 2008
di Amerika Serikat dan luar negeri yang telah disetujui di Amerika Serikat oleh Food
and Drug Administration (FDA). Tes ini mengidentifikasi jumlah jejak PAMG-1, 34-
kDa plasenta glikoprotein yang terdapat dalam cairan ketuban (2000-25,000 ng/mL),
akan tetapi didalam darah ibu konsentrasinya lebih sedikit yaitu (5-25 ng/mL). Protein
dalam konsentrasi yang lebih rendah terdapat di cervicovaginal sekresi dalam KPD
adalah (0,05-0,2 ng/mL) ,54-56 ini 1000 - 10.000 kali lipat perbedaan konsentrasi
antara air ketuban dan sekresi cervicovaginal membuat PAMG-1 dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya KPD. (Caughey, dkk. 2008)
Pathway

Faktor risiko/ penyebab

Penekanan kepala
janin pada daerah Persalinan dengan Ketuban Perawatan orang tua
vagina Pecah Dini dan bayi

Menekan kandung Distoksia (partus


kemih kering) Bounding attachment
optimal

Laserasi Jalan Lahir


Retensi Urin Pencapaian peran
menjadi orang tua
Terjadi robekan/laserasi
perinium

Episiotomi

Risiko Infeksi Luka jahitan Risiko Pendarahan

Nyeri Akut

Ketidaknyamanan pasca
partum
A. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1) Identitas pasien dan penanggung jawab
Meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu: riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal
kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi
pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
b) Riwayat kesehatan sekarang: keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: setelah dilakukan
tindakan vakum ekstraksi terdapat luka karena terjadi robekan pada perineum.
c) Riwayat kesehatan keluarga: adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami vakum
ekstraksi dan terdapat tindakan robekan pada perineum.
3) Riwayat obstetrik
a) Riwayat menstruasi meliputi : Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan
waktu haid, HPHT
b) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil
c) Riwayat hamil meliputi: pada persalinan yang lalu keadaan bayi aterm,
persalinanmenggunakan vakum ekstraksi
d) Riwayat persalinan meliputi: apakah persalinan yang lalu melakukan vakum
ekstraksidan melakukan robekan pada perineum.
e) Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau
tidakdan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
4) Riwayat kehamilan sekarang
a) Hamil muda, keluhan selama hamil muda
b) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu,
nadi,pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
c) Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali,
perawatan serta pengobatannya yang didapat.
5) Aktivitas/ istirahat :
a) Klien biasanya melaporkan adanya gangguan dalam pemenuhan istirahat saat
terjadinyeri secara tiba-tiba.
b) Klien biasanya melaporkan ketidakmampuan melakukan dorongan atau teknik relaksasi
c) Adanya letargi
6) Pemeriksaan fisik

a) Sirkulasi

Tekanan darah meningkat 5-10 mmHg diantara kontraksi atau lebih. Tekanan darah
sedikit meningkat karena upaya persalinan dan keletihan, keadaan ini akan normal
kembali dalam waktu 1 jam.
b) Nadi

Nadi mungkin terjadi sedikit bradikardi (50-70 kali permenit) dan biasanya kembali
ke frekuensi normal dalam waktu 1 jam.

c) Suhu tubuh

Suhu tubuh mungkin terjadi peningkatan saat mengalami dehidrasi

d) Payudara

Produksi kolostrom biasanya pada 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur dan
biasanya pada hari ke-3, atau dapat lebih dini tergantung kapan menyusui dimulai.

e) Fundus uteri

Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah umbilicus. Bila uterus
lembek, lakukan masase sampai keras. Bila fundus bergeser kearah kanan midline,
periksa adanya distensi kandung kemih.

f) Kandung kemih

Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih ibu cepat terisi karena diuresis
postpartum dan cairan intravena.

g) Lochea

Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea serosa dengan aliran sedang.
Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai terjadinya robekan servik.

h) Perineum

Episiotomi dan perineum harus selalu bersih, tidak berwarna, dan tidak edema, serta
jahitan harus tetap utuh.
7) Nyeri/ Ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada payudara/ pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 dampai ke-5
postpartum. Periksa adanya nyeri yang berlebihan pada perineum dan adanya kematian
dibawah episiotomi.
8) Makanan/ Cairan
Biasanya nafsu makan akan berkurang yang terjadi kira-kira pada hari ke-3.
9) Interaksi anak-orang tua
Perlu diperhatikan ekspresi wajah orang tua ketika melihat bayinya, bagaimana perlakuan
meraka pada anaknya Respon-respon negatif yang terlihat jelas menandakan adanya
masalah.
10) Integritas ego
a) Biasanya akan lebih peka rangsang, takut/ menangis (postpartum Blues) sering
terlihatkira-kira 3 hari setelah melahirkan.
b) Respon emosional dimana klien mengalami kecemasan akibat persalinan yang
dialami.
c) Klien terlihat takut ketika proses persalinan yang telah dijalankan mempunyai
dampak negatif
11) Eliminasi
a) Klien mengalami perbedaan pola eliminasi karena merasakan sakit
b) Nyeri atau ketidak nyamanan
c) Klien kelihatan meringis dan merintih akibat nyeri yang tidak terkontrol.
d) Timbul amnesia diantara kontraksi
e) Klien mengatakan nyerinya tidak mampu di kontrol.
B. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidaknyamanan pasca partum b.d kondisi pasca persalinan pasca partum d.d pasien
mengeluh tidak nyaman, tampak meringis, luka episiotomi, payudara bengkak
b. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik (proses persalinan) d.d mengeluh nyeri, ekspresi wajah
meringis
c. Pencapaian peran menjadi orang tua b.d status kesehatan ibu dan bayi d.d bounding
attachment optimal, perilaku positif menjadi orang tua, saling berinteraksi dalam merawat
bayi, mengungkapkan kepuasan dengan bayi
d. Risiko infeksi d.d efek prosedur invasif (luka episiotomi)
e. Risiko Pendarahan d.d komplikasi pasca partum
Rencana Tindakan keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidaknyamanan pascapartum SLKI: SIKI:
Status kenyamanan pascapartum (L.07061) Perawatan pascapersalinan (I. 07225)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, maka status kenyaman 1. Monitor tanda-tanda vital
pascapartum meningkat dengan kriteria hasil: 2. Monitor keadaan lokia (mis. warna, jumlah, bau dan
1. Keluhan tidak nyaman menurun bekuan)
2. Meringis menurun 3. Periksa perineum atau robekan (kemerahan, edema,
3. Luka episiotomi menurun ekimosis, pengeluaran, penyatuan jahitan)
4. Monitor nyeri
Terapeutik
5. Dukung ibu untuk melakukan ambulasi dini
6. Berikan kenyamanan pada ibu
Edukasi
7. Jelaskan tanda bahaya nifas pada ibu dan keluarga
8. Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan bayi secara rutin
9. Ajarkan ibu mengatasi nyeri secara nonfarmakologis
(teknik distraksi, imajinasi)
2 Nyeri Akut Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
Observasi
selama 1 x 24 jam, maka tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil: kualitas dan intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan
4. Perinium terasa tertekan nyeri
Terapeutik
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
7. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika di perlu
3 Pencapaian peran menjadi orang Peran menjadi orang tua (L. 13120) Promosi pengasuhan (I.13495)
tua
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, maka peran menjadi orang 1. Monitor status kesehatan anak dan status imunisas
tua membaik dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Bouding attachment meningkat 2. Dukung ibu menerima dan melakukan perawatan pre
2. Perilaku positif menjadi orang tua natal secara teratur dan sedini mungkin
meningkat 3. Fasilitasi orang tua dalam memiliki harapan yang
realistis sesuai tingkat kemampuan dan perkembangan
3. Interaksi perawatan bayi
Anak
meningkat
4. Fasilitasi orang tua dalam menerima transisi peran
4. Verbalisasi kepuasan memiliki
5. Fasilitasi orang tua dalam mengidentifikasi
Bayi meningkat temperamen unik bayi
6. Tingkatkan interaksi orang tua-anak dan berikan
contoh
7. Sediakan media untuk mengembangkan keterampilan
pengasuhan
Edukasi
8. Ajarkan orang tua untuk menanggapi isyarat bayi
Pelibatan keluarga (I.14525)
Observasi
1. Identifikasi kesiapan keluarga untuk terlibat dalam
perawatan
Terapeutik
2. Ciptakan hubungan terapeutik dengan pasien dan
keluarga dalam perawatan
3. Diskusikan cara perawatan di rumah
4. Fasilitasi keluarga untuk membuat keputusan
perawatan
Edukasi
5. Anjurkan keluarga terlibat dalam perawatan
4 Risiko infeksi Tingkat Infeksi (L.4137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
Observasi
selama 3 x 24 jam, maka tingkat infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
menurun dengan kriteria hasil:
Terapeutik
1. Demam menurun
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
2. Kemerahan menurun
3. Drainase purulent menurun atau lingkungan pasien
3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
Perawatan pascapersalinan (I. 07225)
Observasi
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor keadaan lokia (mis. warna, jumlah, bau dan
bekuan)
3. Periksa perineum atau robekan (kemerahan, edema,
ekimosis, pengeluaran, penyatuan jahitan)
4. Monitor nyeri
Terapeutik
5. Dukung ibu untuk melakukan ambulasi dini
6. Berikan kenyamanan pada ibu
Edukasi
7. Jelaskan tanda bahaya nifas pada ibu dan keluarga
8. Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan bayi secara rutin
5 Risiko pendarahan Status pascapartum (L.07062) Pencegahan pendarahan (I.02067)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, maka status pascapartum 1. Monitor tanda dan gejala pendarahan
membaik dengan kriteria hasil: 2. Monitor nilai hemotrokit/hemoglobin sebelum dan setelah
1. Pemulihan perineum meningkat kehilangan darah
2. Pendarahan vagina menurun Terapeutik
3. Laserasi menurun 3. Pertahankan bed rest selama pendarahan
4. Jumlah dan warna lochia membaik Edukasi
4. Jelaskan tanda dan gejala pendarahan
5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan, jika
perlu
7. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Perawatan pascapersalinan (I. 07225)
Observasi
8. Monitor tanda-tanda vital
9. Monitor keadaan lokia (mis. warna, jumlah, bau dan
bekuan)
10. Periksa perineum atau robekan (kemerahan, edema,
ekimosis, pengeluaran, penyatuan jahitan)
11. Monitor nyeri
Terapeutik
12. Dukung ibu untuk melakukan ambulasi dini
13. Berikan kenyamanan pada ibu
Edukasi
14. Ajarkan cara perawatan perineum yang tepat
15. Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan bayi secara
rutin
DAFTAR PUSTAKA

DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator
Diagnostik. Ed.1Cetakan III (Revisi). PPNI: Jakarta

DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperatan Indonesia. Definisi dan Tindakan
Keperawatan Ed.1Cetakan II. PPNI: Jakarta

DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kiteria Hasil
KeperawatanEd.1 Cetakan II. PPNI: Jakarta

Jeon, J. dan S. Na. 2017. Vacuum extraction vaginal delivery: current trend and safety.
Obstetricsand Gynecology Science. 60(6):499–505.

Luthfiana, N., R. Dewi, P. Sari, dan A. Y. P. 2019. Penatalaksanaan ekstraksi vakum


pada multigravida dengan riwayat seksio sesarea atas indikasi letak lintang. Medula.
8(2):89–93.

Saiful, Y. dan Fatmawati, L. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Bersalin. Surabaya:
CV. JakadMedia Publishing.

Setyarini, D. I. dan Suprapti. 2016. Praktikum Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


MaternalNeonatal. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Sulfianti., dkk. 2021. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Medan: Yayasan Kita
Menulis
Wahyuningsih, S., dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Post Partum. Yogyakarta: CV. Budi
Utama

Anda mungkin juga menyukai