Anda di halaman 1dari 53

1

LAPORAN PRAKTIK PROFESI BIDAN PERIODE III


TARGET LAPORAN PANJANG

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS


NY. K UMUR 21 TAHUN P1A0 POSTPARTUM DENGAN PRE
EKLAMSIA RINGAN DI RS PKU AISYIYAH BOYOLALI

Disusun guna memenuhi syarat mengikuti praktik klinik Stase III

NOVILIA NUR AINI PUTRI


NIM :32019077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ESTU UTOMO
BOYOLALI
2022
2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus asuhan kebidanan pada pasien ini telah


dikonsultasikan pada pembimbing akademik dan disetujui pada:
Tanggal :
Waktu :

Selanjutnya, setelah laporan ini direvisi sesuai hasil masukan, saran


pembimbing dari perseptor wahana dan pembimbing akademik serta
disahkan pada
Tanggal :
Waktu :

Demikian laporan ini disusun.

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(Allania Hanung PSN, SST.M.Keb) (Ninik Murdiasih, Amd.Keb )


NRP : 1200343
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Laporan
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Ny. K Umur 20 Tahun P1A0 Postpartum
Dengan Pre Eklamsia Ringan Di RS PKU Aisyiyah Boyolali”
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu:
1. Ibu Ninik Murdiasih, Amd.Keb selaku pembimbing lahan di RS PKU
Aisyiyah Boyolali
2. Bapak Sarwoko, S.Ag., S.Kep. Ns., M.Kes sebagai Ketua Stikes Estu Utomo.
3. Ibu Novita Nurhidayati, S.S.T., M.Kes sebagai Ka.Prodi Profesi Bidan
4. Ibu Allania Hanung PSN,SST.M.Keb sebagai pembimbing akademik
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, guna
memperbaiki laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini berguna untuk kita
bersama.
Boyolali, …………2022
Penulis
4

DAFTAR ISI
5

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas masa yang sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk
melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat
menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada
komplikasi nifas (Sulistyawati, 2019). Pre eklampsi dalam kehamilan dan
persalinan sebagian besar berlanjut pada masa nifas. Jika seorang ibu
pascapartum menunjukkan tanda-tanda yang berhubungan dengan pre
eklamsia, bidan harus waspada kemungkinan tersebut dan harus melakukan
observasi tekanan darah dan urine dan mencari bantuan medis (Fraser, 2019).
Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini
sehingga penatalaksanaan pre-eklamsi yang baik dapat mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas ibu dan janin (Cunningham et al, 2013).
Meskipun belum diketahui penyebab utama preeklampsia/eklampsia, namun
angka kejadian preeklampsia/eklampsia dan perdarahan ini dapat diturunkan melalui
berbagai cara, di antaranya upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi.
Pencegahan dapat dilakukan apabila mengetahui faktor-faktor risiko preeklampsia/
eklampsia. Terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan terjadinya
preeklampsia dan perdarahan, di antaranya yaitu faktor risiko umur dan gravida.
Pengelompokan umur dan status gravida merupakan salah satu faktor penting
dalam deteksi dini komplikasi pada program Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia.
Penyebab perdarahan sudah banyak dijelaskan dalam teori, seperti perdarahan
antepartum disebabkan oleh solusio plasenta dan plasenta previa, perdarahan
postpartum yang banyak disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.
Namun, terdapat beberapa faktor risiko yang jika dilakukan pengawasan dan
penanganan sedini mungkin dapat mengurangi terjadinya perdarahan pada ibu.
Faktor risiko perdarahan tersebut meliputi usia ibu, paritas, jarak antar kehamilan,
riwayat persalinan buruk, dan perawatan antenatal. Deteksi dini besarnya faktor
risiko pada masing-masing kelompok umur dan gravida terkait dengan kejadian
preeklampsia/eklampsia dan perdarahan perlu dilakukan, dengan diketahuinya
besar risiko pada masing-masing kelompok umur akan memudahkan merancang
strategi intervensi yang tepat dalam penanganan preeklampsia dan perdarahan,
6

sehingga dapat mengurangi jumlah kasus kematian ibu karena


preeklampsia/eklampsia
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. K umur 20 tahun P1A0 postpartum
dengan Pre Eklamsia Ringan di RS PKU Aisyiyah Boyolali .

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. K
umur 20 tahun P1A0 postpartum dengan Pre Eklamsia Ringan di RS PKU
Aisyiyah Boyolali.
2. Tujuan Khusus
Penulis diharapkan mampu:
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data Subyektif.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data Obyektif.
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa pada kasus ibu nifas dengan
pre eklamsia ringan
d. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada kasus ibu nifas
dengan pre eklamsia ringan
e. Mahasiswa mampu melakukan analisis kasus ibu nifas dengan pre
eklamsia ringan
f. Mahasiswa mampu melakukan analisis jurnal sesuai kasus dan
memberikan penatalaksanaan kasus sesuai Evidanse based kebidanan.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
7

Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dalam


memberikan asuhan ibu nifas dengan pre eklamsia ringan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil laporan pengelolaan kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai
sumber referensi khususnya tentang asuhan kebidanan ibu nifas dengan
pre eklamsia ringan dengan komplikasi dengan telaah jurnal yang sesuai
asuhan yang diberikan.
3. Bagi Lahan Praktek
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan
pelayanan khususnya pada ibu nifas dengan pre eklamsia ringan

BAB II
TINJAUAN TEORI
8

A. Tinjauan Kasus
1. Konsep Dasar Nifas
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti
prahamil (Cunningham et al, 2013).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009)
Setelah kelahiran bayi dan keluarnya plasenta, ibu memasuki
masa penyembuhan fisik dan psikologis. Dari sudut pandang medis
dan fisiologis, masa ini disebut dengan nifas, yang dimulai sesaat
setelah keluarnya plasenta dan selaput janin serta berlanjut hingga 6
minggu (Fraser, 2009).
b. Tahapan masa nifas
Menurut Sulistyawati (2009), masa nifas dibagi menjadi 3
tahap yaitu:
1) Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam
hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam
agama islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan
untuk pulih dan sehat yang sempurna, terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu,
9

bulanan, bahkan tahunan.

c. Perubahan pada masa nifas


1) Perubahan fisiologis dan struktural masa nifas
a) Involusi uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus
pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini,
lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi neurotic (layu/mati) (Sulistyawati, 2009).
Masa nifas berawal segera setelah plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus. Oksitosin yang dibebaskan dari
kelenjar hipofisis anterior menginduksi kontraksi
miometrium yang intermiten dan kuat, dan karena rongga
uterus sudah kosong maka keseluruhan uterus berkontraksi
penuh ke arah bawah dan dinding uterus kembali menyatu
berhadapan satu sama lain.
Setelah satu jam paska salin, miometrium sedikit
melemas, tetapi perdarahan aktif dihambat oleh pengaktifan
mekanisme pembekuan darah, yang selama kehamilan
mengalami perubahan besar, untuk menghasilkan respons
pembekuan yang cepat (Cunningham et al, 2013).
Hemostasis dicapai melalui tiga cara yaitu (1) iskemi,
(2) tekanan aposisi dinding-dinding uterus menghasilkan
rogga berbentuk T, (3) mekanisme pembekuan darah.
Segera setelah lahir, uterus memiliki berat sekitar 900-
1000g dan fundus teraba sekitar 11-12cm di atas simfisis
pubis (USAID, 2008). Tempat perlekatan plasenta tampak
kemerahan dan terpajan. Uterus bersambungan dengan
vagina dan serviks melingkupi korpus uterus. Involusi uterus
berlangsung sedemikian cepat sehingga 50% dari massa total
jaringan lenyap dalam 1 minggu. Terjadi perubahan yang
10

mencolok dalam kandungan kolagen dan elastin, sementara


air dan protein lenyap.
Involusi terjadi karena hormon plasenta dan
diperkirakan diperantarai oleh enzim hidrolik dan proteolitik
yang dibebaskan dari sel miometrium, sel endotel pembuluh
darah dan magrofag.
Inisiasi menyusui dan pengisapan puting payudara oleh
bayi pada awal kelahiran memperkuat pengeluaran oksitosin,
oksitosin merangsang miometrium dan juga membantu
pengosongan rongga uterus.
b) Kerusakan dan perbaikan jaringan lunak
Selama persalinan tidak jarang terjadi kerusakan pada
jaringan lunak, yaitu kerusakan pada perineum. Trauma pada
perineum dijelaskan sebagai berikut:
(1) Superficial
Hal ini biasanya berupa lecet pada kulit tempat
epidermis terpisah akibat tekanan peregangan. Luka ini
tidak memerlukan pengobatan, namun kelainan ini sering
menimbulkan rasa tidak nyaman karena terganggunya
banyak ujung syaraf yang terletak di lapisan superficial
jaringan.
(2) Derajat satu
Derajat satu adalah robekan kulit dan jaringan
superficial di bawahnya (tidak termasuk otot). Luka
sering sembuh sendiri karena tepi luka biasanya
berhadapan langsung.
(3) Derajat dua
Derajat dua apabila robekan menyebabkan
kerusakan otot perineum. Luka ini biasanya dijahit untuk
membantu penyembuhan
(4) Derajat tiga
11

Derajat tiga yaitu otot sfingter anus terkena. Harus


dilakukan perbaikan obstetric sehingga penyulit
inkontinensia feses dapat dihindari.
(5) Derajat empat
Derajat empat apabila robekannya sangat luas, sfingter anus
dapat terputus dan robekan mencapai mukosa rectum.
Diperlukan perbaikan bedah spesialis agar fungsi anus
kembali normal.
(6) Episiotomi adalah insisi bedah untuk memperbesar
introitus vagina agar bayi mudah keluar. Episiotomi yang
perbaikannya merupakan kewenangan bidan termasuk
dalam kategori robekan derajat dua.
c) Lochea
Lochea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan.
Cairan yang pertama kali keluar dari vagina disebut dengan
lochea rubra dan terdiri atas darah yang terkumpul di dalam
saluran reproduksi dan produk autolitik desidua yang
nekrotik dari tempat perlekatan plasenta.
Lokea pertama kemerahan dan mungkin mengandung
bekuan. Jumlah dan karakternya berubah dari hari ke hari.
Pada awalnya jumlah lochea sangat banyak, kemudian
sedang, dan biasanya berhenti dalam 2 minggu. Warna
digambarkan dengan bahasa Latin, rubra untuk merah segar,
serosa untuk serum kecoklatan dan alba untuk kuning
keputihan. Keluaran keseluruhan setelah melahirkan adalah
400 sampai 1200ml. Normalnya lochea memiliki bau apak.
Bau yang amis atau busuk menandakan terjadinya infeksi
(USAID, 2008).
Macam – macam lochea:
12

(1) Lochea rubra (cruenta); 1 – 2 hari berwarna merah dan


hitam, terdi dari sel – sel desidua, verniks kaseosa,
rambut lanugo, dan sisa mekonium serta sisa darah.
(2) Lochea sanguinolenta; 3 – 7 hari, berwarna putih merah
kekuningan berisi darah dan lendir.
(3) Lochea serosa; 7- 14 hari, berwarna kekuningan.
(4) Lochea alba; cairan putih setelah 2 minggu.
(5) Lochea purulenta; terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
(6) Lochiostatic; lochea tidak lancar keluarnya.
Pengeluaran lochea yang menunjukkan keadaan
abnormal, seperti:
(1) Perdarahan berkepanjangan.
(2) Pengeluaran lochea bertahan (lochiostatika).
(3) Rasa nyeri berlebihan.
(4) Terdapat infeksi intrauterine.
(5) Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber
perdarahan (Kemenkes RI 2013).
d) Pengeluaran darah
Pengeluaran darah yang berlebihan (>500ml) dan dalam
24 jam persalinan disebut perdarahan pascapartum.
Perdarahan ini disebabkan oleh kegagalan miometrium
berkontraksi secara sempurna, atau kegagalan mekanisme
pembekuan darah.
Risiko perdarahan primer lebih rendah setelah
persalinan, tetapi sebelum involusi uterus selesai tetap ada
risiko perdarahan sekunder apabila terjadi infeksi di dalam
rongga uterus. Perdarahan biasanya disebabkan oleh efek
fibrinolitik bakteri, bakteri yang bersifat anaerob yang
mampu tumbuh subur tanpa oksigen sehingga mungkin
diperlukan antibiotik khusus.
13

e) Perubahan hormon
Pada akhir kehamilan sebagian besar hormon steroid
berasal dari plasenta walaupun korpus luteum dan ovarium
terus menghasilkan sebagian. Kadar esprogen dan
progesteron turun ketingkat sebelum hamil dalam 72 jam
setelah persalinan. Hormon protein plasenta memiliki waktu
paruh yang lebih lama sehingga kadar plasenta turun lebih
lambat. Selama kehamilan, pembentukan gonadotropin
tertekan. Kadar FSH pulih ke konsentrasi prahamil dalam 3
minggu setelah persalinan, tetapi pemulihan sekresi LH
memerlukan waktu lebih lama, bergantung pada lama laktasi.
Kadar oksitosin dan prolaktin juga bergantung pada kinerja
laktasi.
2) Perubahan pada sistem hematologis dan kardiovaskular
a) Sistem pernafasan
Penurunan konsentrasi progesteron setelah pengeluaran
plasenta memulihkan sensitivitas tubuh terhadap karbon
dioksida sehingga tekanan parsial karbon dioksida kembali ke
kadar sebelum hamil. Diagfragma dapat meningkatkan jarak
gerakkannya setelah uterus tidak lagi menekannya sehingga
ventilasi lobus-lobus basal paru dapat berlangsung penuh.
Compliance dinding dada, volume alun nafas, dan kecepatan
pernafasan kembali ke normal dalam 1-3 minggu.
b) Sistem perkemihan
Pada masa nifas terjadi diuresis untuk mengembalikan
peningkatan air ekstrasel. Diuresis biasanya terjadi antara
hari kedua dan kelima pasca persalinan. Distensi pada
kandung kemih juga berpengaruh terhadap kontraksi uterus
sehingga dapat menyebabkan perdarahan. Kebanyakan pasien
dapat berkemih secara spontan dalam 8 jam setelah
melahirkan.
14

Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomelurus, dan


keratinin plasma, kembali ke kadar normal prahamil pada
pemeriksaan minggu ke-6. Ekskresi vitamin dan mineral
melalui urine normal dalam minggu pertama setelah
persalinan. Kadar renin dan angiotensin plasma
menyesuaikan diri dengan hilangnya hormon janin yang
mempengaruhi pengendalian keduanya sehingga kadar turun
dan meningkat sebelum kembali ke normal.
c) Sistem pencernaan dan defekasi
Selama persalinan motilitas lambung berkurang,
penurunan tonus sfingter esofagus bawah, penurunan
motilitas lambung dan peningkatan keasaman lambung
menyebabkan perlambatan pengosongan lambung. Tonus dan
tekanan sfingter esofagus bawah akan kembali normal dalam
6 minggu setelah persalinan. Pada nifas dini, penurunan tonus
otot dan motilitas saluran cerna dapat menyebabkan relaksasi
abdomen, peningkatan distensi gas dan konstipasi setelah
melahirkan.
3) Perubahan berat badan
Perubahan berat badan disebabkan oleh kombinasi
peningkatan ACTH, ADH, dan stress, yang semuanya
meningkatkan retensi natrium dan air. Berat biasanya turun sejak
hari ke-4 setelah persalinan karena deurisis meningkat.
Penurunan berat badan cenderung lebih besar pada wanita
dengan paritas rendah, usia yang lebih muda, dan berat badan
prahamil yang lebih rendah.
4) Perubahan struktur lain
Segera setelah melahirkan, vagina tampak halus, lunak, dan
edema. Elastisitas jaringan kembali dalam beberapa hari. Karena
vagina memiliki vaskularisasi ekstensif, episiotomi dan robekan
biasanya cepat sembuh. Rugae vagina kembali terbentuk, tetapi
15

kurang menonjol dibandingkan sebelum hamil. Labia mengalami


mengalami regresi ke keadaan yang kurang menonjol
dibandingkan dengan wanita nulipara. Penurunan estrogen pada
persalinan menyebabkan epitel vagina menjadi lebih tipis dan
banyak wanita mengalami masalah dengan lubrikasi vagina
segera setelah melahirkan.
Kekuatan otot dasar panggul dan pengendalian
neuromuskulusnya lebih terganggu dan mengalami trauma
mekanis yang lebih besar pada wanita yang melahirkan
pervagina, terutama pada minggu pertama masa nifas. Namun
bagi sebagian besar wanita, tonus dan kekuatan otot kembali
normal dalam 2 bulan. Melemahnya otot sirkum vagina berkaitan
dengan keadaan perineum, episiotomi, lama kala dua persalinan,
berat bayi, dan teknik pendorongan.
Dinding abdomen mungkin tetap lunak dan kendor selama
beberapa minggu. Peregangan yang berlebihan menyebabkan
kelemahan otot yang menetap. Sendi dan ligamentum panggul
yang melunak secara perlahan kembali ke normal selama
beberapa bulan. Strie gravidarum menjadi lebih pucat dalam
beberapa bulan tetapi hanya memudar dan tidak menghilang.
d. Adaptasi psikologis pada masa nifas
Masa nifas disebut sebagai “trimester keempat” (Johnstone
1994), dan sesuai dengan definisinya, masa nifas adalah periode 6-8
minggu pascapartum, saat ibu menyesuaikan diri secara fisiologis
dan psikososial untuk menjadi ibu.
Perubahan emosi normal pada masa nifas bersifat pilihan dan
kompleks dan mungkin meliputi hal-hal berikut ini (Ball 1994,
Barclay&Llyod 1996, Bick&MacArthur 1995, Bick et al 2002,
Johnstone 1994) :
(1) Perasaan yang kontradiktif dan bertentangan, mulai dari
kepuasan, kegembiraan, kebahagiaan, hingga kelelahan,
16

ketidakberdayaan, ketidakbahagiaan, dan kekecewaan karena


pada beberapa minggu pertama tampak didominasi oleh hal baru
dan asing yang tidak terduga ini.
(2) Kelegaan, ‘syukurlah semua telah berakhir’, mungkin
diungkapkan oleh kebanyakan ibu segera setelah kelahiran;
kadang-kadang ibu menanggapi secara dingin terhadap peristiwa
yang baru terjadi, terutama bila ibu mengalami persalinan lama,
dengan komplikasi, dan sulit.
(3) Beberapa ibu mungkin merasa dekat dengan pasangan dan bayi;
sama halnya dengan ibu yang tidak tertarik dengan bayinya,
meskipun beberapa ibu yang ingin menyusui menginginkan
adanya kontak kulit-ke-kulit dan segera menyusui.
(4) Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayi.
(5) Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan terhadap tanggung
jawab yang sangat berat dan mendadak.
(6) Kelelahan dan peningkatan emosi.
(7) Nyeri misalnya perineum dan puting susu.
(8) Peningkatan kerentanan, tidak mampu memutuskan (misalnya:
menyusui); kehilangan libido, gangguan tidur dan kecemasan.
1) Bonding Attachment
Menurut Brazetton (1978), bonding (ikatan) didefenisikan
sebagai suatu ketertarikan satu sama lain (mutual) yang pertama
kali antar individu, seperti antara orangtua dan anak pada waktu
pertama kali bertemu. Proses kasih sayng dapat berlangsung
secara terus menerus, dimulai pada saat ibu hamil dan semakkin
menguat pada awal pasca melahirkan.
Kondisi yang dapat mempengaruhi ikatan menurut Mercer
(1982) adalah sebagai berikut:
a) Kesehatan emosional orang tua (termasuk kemampuan untuk
mempercayai orang lain).
17

b) Sistem dukungan sosial yang meliputi pasangan hidup, teman


dan keluarga.
c) Suatu tingkat keterampilan dalam berkomunikasi dan dalam
memberi asuhan yang kompeten.
d) Kedekatan orang tua dengan bayi.
e) Kecocokan orang tua-bayi (termasuk keadaan, temperamen
dan jenis kelamin bayi).
2) Fase Taking In (perilaku dependen)
Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu
mengaharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lain.
Berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan, dimana fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Disebut fase taking
in karena selama waktu ini ibu yang baru melahirkan
memerlukan perlindungan dan perawatan. Dikatan fase dependen
karena pada waktu ini ibu menunjukkan kebahagiaan /
kegembiraan yang besar dan sangat senang untuk menceritakan
tentang pengalamannya melahirkan.
Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung
pasif terhadap lingkungannya disebabkan karena faktor
kelelahan. Oleh karena itu ibu perlu cukup istirahat untuk
mencegah gejala kurang tidur. Disamping itu, kondisi tersebut
perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase
ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses
pemulihan ibu dan nafsu makan ibu juga sedang meningkat.
3) Fase Taking Hold
Pada fase ini secara bergantian timbul kebutuhan ibu untuk
mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain dan
keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada
fase ini ibu sudah mulai menunjukkan kepuasaan (terfokus pada
bayinya). Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada
18

bayinya. Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan


kesehatan bagi dirinya dan juga pada bayinya. Ibu mudah sekali
didorong untuk melakukan perawatan bayinya. Pada fase ini ibu
berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan
belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi dan ibu memiliki
keinginan untuk merawat bayinya secara langsung. Fase ini tepat
untuk memberika pendidika kesehatan tentang hal-hal yang
diperlukan bagi ibu yang baru melahirkan dan bagi bayinya.
Bidan perlu memberikan dukungan tambahan bagi ibu-ibu yang
baru melahirkan berikut ini :
a) Ibu primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak
b) Ibu yang merupakan wanita karier
c) Ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk dapat berbagi rasa
d) Ibu yang berusia remaja
e) Ibu yang tidak bersuami
Karena ibu-ibu tersebut seringkali mengalami kesulitan
menyesuaikan diri terhadap isolasi yang dialami dan tidak
menyukai terhadap tanggungjawabnya di rumah dan merawat
bayi.
4) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase penerimaan tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung setelah 10 hari pasca
melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan ibu untuk merawat diri dan
bayinya sangat meningkat pada fase ini. Terjadi penyesuaian
dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi bayi. Hubungan
antar pasangan memerlukan penyesuaian dengan kehadiran
anggota baru (bayi).
e. Kebutuhan dasar masa nifas
1) Nutrisi dan Cairan
Tidak ada kontraindikasi dalam pemberian nutrisi setelah
19

persalinan. Ibu harus mendapat nutrisi yang lengkap dengan


tambahan kalori sejak sebelum hamil (200-500 kal) yang akan
mempercepat pemulihan kesehatan dan kekuatan, meningkatkan
kualitas dan kuantitas ASI, serta mencegah terjadinya infeksi.
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh
terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk memulai proses
pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori per hari ditingkatkan
sampai 2700 kalori. Asupan cairan per hari ditingkatkan sampai
3000 ml (susu 1000 ml). Suplemen zat besi dapat diberikan
kepada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran
(Milton, 2015).
2) Ambulasi Dini (Early Ambulation)
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan
membimbingnya untuk berjalan. Menurut penelitian, ambulasi
dini tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan
luka episiotomy, dan tidak memperbesar kemungkinan terjadinya
prolaps uteri atau retrofleksi. Ambulasi dini tidak dibenarkan
pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam,
dan keadaan yang lain yang masih membutuhkan istirahat (Rowe
et al, 2016).
3) Eliminasi
Dalam 6 jam pertama postpartum, pasien sudah harus dapat
buang air kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung
kemih maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ
perkemihan, misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan air
kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan lahir.
Bidan harus dapat meyakinkan pada pasien bahwa kencing
sesegera mungkin setelah melahirkan akan mengurangi
komplikasi postpartum. Berikan dukungan mental pada pasien
20

bahwa ia pasti mampu menahan sakit pada luka jalan lahir akibat
terkena air kencing karena ia pun sudah berhasil berjuang untuk
melahirkan bayinya.
Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat
buang air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus
maka semakin sulit baginya untuk buang air besar secara lancar.
Feses yang tertahan dalam usus semakin lama akan mengeras
karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap
oleh usus. Bidan harus dapat meyakinkan pasien untuk tidak
takut buang air besar karena buang air besar tidak akan
menambah parah luka jalan lahir. Untuk meningkatkan volume
feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi serat dan banyak
minum air putih (Chunningham, 2013).
4) Higiene
Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil,
biasanya ibu postpartum masih belum cukup kooperatif untuk
membersihkan dirinya. Bidan harus bijaksana dalam memberikan
motivasi ini tanpa mengurangi keaktifan ibu untuk melakukan
personal hygiene secara mandiri. Pada tahap awal, bidan dapat
melibatkan keluarga dalam perawatan kebersihan ibu
(Chunningham, 2013).
5) Istirahat
Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang
berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya.
keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu
untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk energi
menyusui bayinya nanti (Sulistyawati, 2009). Jika ibu kurang
istirahat akan mengakibatkan berkurangnya jumlah produksi
ASI, memperlambat proses involusi, memperbanyak perdarahan,
menyebabkan depresi, dan menimbulkan rasa ketidakmampuan
merawat bayi (Bahiyatun, 2009).
21

6) Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau
dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan
agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual
sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6
minggu setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan
yang bersangkutan (Sulistyawati, 2009).
7) Latihan/ Senam Nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal,
sebaiknya latihan masa nifas dilakukan seawal mungkin dengan
catatan ibu menjalani persalinan dengan normal dan tidak ada
penyulit postpartum.

2. Konsep Dasar Pre Eklampsia Berat


a. Pengertian
Pre eklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada
kehamilan, terjadi setelah minggu ke-20 gestasia, ditandai dengan
hipertensi dan proteinuria, edema juga terjadi (WHO, 2001).
Pre eklampsia Berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
disertai proteinuria > 5gr/24 jam (Saifuddin A, 2008).
b. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre eklampsia dan eklampsia
sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang
mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi
tidak ada yang memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat
diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
1) sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan
ganda, hidramnion dan mola hidatidosa
22

2) sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan


3) sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus
4) sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya dan
5) timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma
(Chunningham, 2013).
c. Gambaran klinis
Biasanya tanda-tanda pre - eklampsia timbul dalam urutan:
pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi,
dan akhirnya proteinuria. Pada pre - eklampsia ringan tidak
ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada pre-eklampsia berat
didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah (Chunningham, 2013).
Tanda dan gejala pre eklampsi berat adalah sebagai berikut:
1) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg pada usia kehamilan >20mg
2) Tekanan darah diastolic ≥100 mmHg pada usia kehamilan
>20mg
3) Peningkatan kadar enzim hati atau/dan icterus
4) Trombosit < 100.000/mm3
5) Oliguria <400 ml/24 jam
6) Proteinuria > 3g/liter, test celup urin ≥2+
7) Nyeri epigastrium
8) Skotoma atau gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
9) Perdarahan retina
10) Edema pulmonum
11) Koma
d. Diagnosis
Pada umunya diagnosis pre eklampsi didasarkan atas adanya 2
dari trias tanda utama: hipertensi, edema dan proteinuria. Adanya
23

satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, karena cepat tidaknya


penyakit meningkat tidak dapat diramalkan. Diagnosis diferensial
antara pre eklampsi dengan hipertensi atau penyakit ginjal tidak
jarang menimbulkan kesukaran.
Uji diagnostik pre eklampsi adalah sebagai berikut ;
1) Uji diagnostik dasar
a) Pengukuran tekanan darah
b) Analisis protein dalam urine
c) Pemeriksaan edema
d) Pengukuran tinggi fundus uteri
e) Pemeriksaan funduskopik
2) Uji laboratorium dasar
a) Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit,
morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi)
b) Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartate
aminotransferase, dsb)
c) Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
3) Uji untuk meramalkan hipertensi
a) Rool-over test
b) Pemberian infus angiotensin 2
e. Perubahan fisiologi patologi
1) Perubahan fisiologi patologik
Menurut Wiknjosastro (2007), Perubahan pokok yang
didapatkan pada pre-eklampsia adalah spasmus pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air. Dengan biopsi ginjal,
Altchek dkk. (1968) menemukan spasmus yang hebat pada
arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola
demikian kecilnya, sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel
darah merah. Bila dianggap bahwa spasmus arteriola juga
ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa
tekanan darah yang meningkat tampaknya merupakan usaha
24

mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenisasi jaringan


dapat dicukupi. Kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang
interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa
pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan
konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan
mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
2) Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama
pertumbuhan janin terganggu; pada hipertensi yang lebih pendek
bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan
oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering didapatkan pada pre-eklampsia dan
eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.
3) Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke
dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus
mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam
hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan
retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air belum
diketahui benar, tetapi disangka akibat perubahan dalam
perbandingan antara tingkat filtrasi gromerulus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal
penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi
glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus
arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui
glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan
dengan demikian juga retensi air. Peranan kelenjar adrenal dalam
25

retensi garam dan air belum diketahui benar. Fungsi ginjal pada
pre-eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari
clearance asam urik. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50%
dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun ; pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
4) Perubahan pada retina
Pada pre-eklampsia tampak edema retina, spasmus
setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang
terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia arteriosklerotika
menunjukkan penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut
tak tampak pada pre-eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar
hipertensi menahun atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina
yang nyata menunjukkan adanya pre-eklampsia berat, walaupun
demikian, vasospasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre-
eklampsia ringan. Pada pre-eklampsia jarang terjadi ablasio
retina. Keadaan ini diserta dengan buta sekonyong-konyong.
Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan
merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera.
Biasanya setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2
hari sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang
ditemukan. Skotoma, diplopia, dan ambliopia pada penderita pre-
eklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya
eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
5) Perubahan pada paru-paru
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian
penderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini biasanya
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
6) Perubahan pada otak
McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah
dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi
26

pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan


pemakaian oksigen pada pre-eklampsia tetap dalam batas normal.
Pemakaian oksigen oleh otak hanya menurun pada eklampsia.
7) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre-eklampsia dan
eklampsia tidak diketahui sebabnya. Terjadi disini pergeseran
cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini
yang diikuti oleh kenaikan hemotokrit, peningkatan protein
serum, dan sering bertambahnya edema, menyebabkan volume
darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran
darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan
diberbagai bagian tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia.
Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang,
sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran
tentang perbaikan keadaan penyakit dan tentang berhasilnya
pengobatan.
f. Faktor Predisposisi
1) Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang beberapa kali
melahirkan hidup atau meninggal tidak termasuk aborsi (Varney,
2001).
Klasifikasi paritas :
a) Primipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm
sebanyak 1 kali (Cunningham, 2005).
b) Multipara adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan
dua atau lebih kehamilan sampai pada stadium hidup
(Cunningham, 2005).
c) Multipara adalah seorang wanita yang telah hamil 2 kali atau
lebih yang menghasilkan janin hidup (Dorland, 2002).
d) Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi
6 kali atau lebih, hidup atau (Mochtar, 1998).
27

e) Grandemulti adalah ibu yang pernah hamil/melahirkan anak 4


kali atau lebih (Poedji Rochjati, 2003).
Pada primigravida frekuensi pre-eklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama gravida muda
(Wiknjosastro, 2007). Ibu yang mempunyai tanda-tanda klinis
hipertensi akibat kehamilan dapat terus mengalaminya hingga
pascapartum (Fraser dkk, 2009).
2) Usia yang ekstrim (<18th dan >35th)
Usia individu mulai saat dilahirkan dan sampai saat
berulang tahun terakhir (Elizabeth, 1995 dalam Nursalam dan
Pariani, 2000 : 134). Klasifikasi usia yaitu :
a) Remaja (13-19 tahun) memiliki kemungkinan lebih besar
mengalami anemia, dan beresiko lebih tinggi memiliki janin
yang pertumbuhannya terhambat, persalinan premature, dan
angka kematian bayi yang lebih tinggi.
b) Menurut Penny Simkin (2007) usia yang paling
menguntungkan bagi wanita untuk hamil adalah usia 20
sampai pertengahan 30-an.
c) Ibu hamil yang berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada
usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat-alat
kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu ada
kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu
(Poedji Rochjati, 2003). Sedangkan menurut Cunningham
dkk (2005) penelitian-penelitian awal mengalami penyulit
obstetris serta morbiditas dan mortalitas perinatal.
Bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ibu berusia
35 tahun atau lebih antara lain :
(1) Tekanan darah tinggi atau pre-eklampsia.
(2) Ketuban pecah dini : ketuban pecah sebelum persalinan
dimulai.
(3) Persalinan tidak lancar / macet.
28

(4) Perdarahan setelah bayi lahir.


(5) (Poedji Rochjati, 2003)
3) Hamil kembar
Pada hamil kembar perut tampak membesar lebih besar dari
biasanya. Rahim ibu juga ikut membesar yang menekan organ
tubuh disekitarnya dan menyebabkan keluhan-keluhan nafas
tidak longgar, pembengkakan kedua bibir kemaluan dan tungkai,
pemekaran urat-urat varices dan hemoroid. Bahaya yang dapat
terjadi pada kehamilan kembar yaitu keracunan kehamilan,
kembar air, ibu kurang darah, persalinan prematur, kelainan letak
persalinan sukar atau timbul perdarahan setelah bayi dan uri lahir
(Poedji Rochjati, 2003).
4) Poli hidramnion
Hidramnion adalah kehamilan dengan jumlah air ketuban
lebih dari 2 liter. Keadaan ini mulai tampak pada triwulan III,
dapat terjadi secara perlahan-lahan atau sangat cepat. Pada
kehamilan normal, jumlah air ketuban 0,5-1 liter. Karena rahim
sangat besar menekan pada organ tubuh sekitarnya yang
menyebabkan keluhan-keluhan antara lain : sesak nafas karena
sekat rongga dada terdorong ke atas; perut membesar, nyeri perut
karena rahim berisi air ketuban > 2 liter dan pembengkakan pada
kedua bibir kemaluan dan tungkai. Bahaya yang dapat terjadi :
a) Keracunan kehamilan
b) Cacat bawaan pada bayi
c) Kelainan letak
d) Persalinan premature, kurang bulan dan berat lahir < 2500 gr
e) Perdarahan pasca persalinan
(Poedji Rochjati, 2003)
5) Hipertensi esensial
Wanita dengan hipertensi esensial sebelum kehamilan dapat
diperburuk kondisi hipertensi saat hamil. Gangguan hipertensi
29

meliputi berbagai gangguan vaskular, seperti hipertensi


gestasional, pre-eklampsia, sindrom hellps, eklampsia dan
hipertensi kronis (Fraser, 2009).
6) Riwayat pre-eklampsia / eklampsia pada kehamilan sebelumnya
Ibu yang memiliki riwayat pre eklampsia berat sebelum
usia gestasi 32 minggu beresiko 5% mengalami kekambuhan
pada usia gestasi tersebut dan 15% resiko kekambuhan secara
keseluruhan (Matter dan Sibai, 2000 dalam buku Myles buku ajar
bidan, 2009).
7) Riwayat eklampsia keluarga
Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre eklampsia dan
eklampsia pada anak ibu dengan riwayat pre eklampsia dan
eklampsia (Manuaba, 1998).
8) Obesitas
Wanita yang berat badan kurang dari 100 pon sebelum
menjadi hamil, mungkin memiliki bayi kecil atau berat badan
kurang. Wanita dengan obesitas lebih mungkin memiliki bayi
yang sangat besar, yang kemungkinan sulit dilairkan. Wanita
denga obesitas mungkin juga mengalami DM dan Pre eklampsia
g. Diagnosa banding
Hipertensi Kronik (Hipertensi yang sudah ada sebelum
kehamilan 20 minggu atau menetap 6 minggu pasca persalinan), dan
Transient Hipertensi (timbul hipertensi saja tanpa gejala lain dan
hilang setelah 10 hari pasca persalinan). Penyakit ginjal merupakan
diagnosa pembanding karena timbulnya proteinuria, tetapi pre
eklampsi jarang sekali timbul sebelum triwulan ke-3.
h. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha
utama adalah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-
eklampsia berat. Komplikasi ini juga pasti menimpa pada ibu dengan
eklampsi, komplikasi yang terjadi pada saat nifas adalah :
30

1) Hipofibrinogenemia, pada PEB sering terjadi dan ditemukan


komplikasi ini sehingga sangat dianjurkan untuk pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala.
2) Hemolisis, penderita yang menderita pre eklampsia berat kadang-
kadang menunjukkan gejala hemolisis karena ikterus. Belum
pasti kerusakan karena sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.
3) Perdarahan otak, inilah yang menyebabkan kematian maternal
penderita eklampsi.
4) Kelainan mata, perdarahan kadang terjadi di bagian retina.
5) Edema paru-paru, hal ini disebabkan karena payah jantung.
6) Nekrosis hati, akibat vasopasmus arteriol umum.
7) Sindroma HELLP
8) Kelainan ginjal
9) Komplikasi lain seperti lidah tergigit akibat kejang, trauma dan
fraktur
i. Pre eklampsia pada masa nifas
Ibu pernah mengalami episode hipertensi pada kehamilan dapat
terus mengalaminya hingga pascapartum. Ibu yang mempunyai
tanda-tanda klinis hipertensi akibat kehamilan masih beresiko untuk
mengalami eklamsia pada beberapa jam atau beberapa hari setelah
persalinan, meskipun hal ini jarang terjadi pada populasi normal
(Atterbury et al, 1998). Pemantauan tekanan darah harus terus
dilakukan pada ibu yang menderita hipertensi antenatal dan
penatalaksanaan pascapartum disesuaikan dengan kondisi individu.
Bagi para ibu ini, nasihat medis diberikan untuk menentukan batas
tekanan sistolik dan diastolik yang optimal, disertai instruksi
penanganan dengan menggunakan obat antihipertensi jika tekanan
darah melebihi batas yang telah ditentukan. Kadang-kadang, ibu
dapat mengalami pre-eklampsia pascanatal meskipun tidak memiliki
masalah antenatal yang terkait dengan pre-eklampsia. Oleh karena
itu, jika seorang ibu pascapartum menunjukkan tanda yang
31

berhubungan dengan pre-eklampsia, bidan harus waspada terhadap


kemungkinan tersebut dan harus melakukan observasi tekanan darah
dan urine dan mencari bantuan medis (Fraser, 2009).
j. Penanganan
1) Penatalaksanaan sebelum rujukan
Pasien yang mengalami tanda-tanda adanya prekelampsia
berat atau kejang harus segera dirujuk ke tempat pelayanan
kesehatan terdekat. Bila pasien mengalami kejang, harus diyakini
bahwa jalan napas tidak tersumbat. Jangan memberikan cairan
atau makanan ke dalam mulut karena pasien sewaktu-waktu
dapat muntah dan cairan muntahan dapat terisap masuk ke dalam
paru-paru. Putarlah kepala pasien dan kalau perlu putar juga
badannya ke samping dengan demikian bila ia muntah, tidak
sampai terjadi aspirasi. Jagalah agar kondisi badannya tetap
hangat karena kondisi hipotermia berbahaya dan dapat
memperberat syok. Naikkanlah kaki pasien untuk membantu
aliran darah balik ke jantung. Jika posisi berbaring menyebabkan
pasien merasa sesak napas, kemungkinan hal ini dikarenakan
gagal jantung dan edema paru-paru. Pada kasus demikian,
tungkai diturunkan dan naikkanlah posisi kepala untuk
mengurangi cairan dalam paru-paru.
Selama dilakukan rujukan, pantau dan nilai adanya
pemburukan pre eklampsi, apabila terjadi eklampsi lakukan
penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan
kembali MgSO4 2g IV perlahan selama 5-10 menit. Bila setelah
pemberian masih kejang dapat dipertimbangkan pemberian
diazepam 10mg IV selama 2 menit. Lakukan intubasi jika sering
terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila
tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan
positif.
32

2) Penatalaksanaan Medis
Menurut Agus Abadi dkk dalam buku Pedoman Diagnosis
dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan,
Surabaya penatalaksanaan pre eklampsia terbagi atas:
a) Perawatan Konserfatif
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bag.
Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Soetomo (tahun 1995),
menyimpulkan perawatan konserfatif pada kehamilan
premature ≤ 32 minggu terutama < 30 minggu memberikan
prognosa yang buruk. Diperlukan perawatan konserfatif
sekitar 7 – 15 hari.
(1) Indikasi
Pada UK < 34 minggu estimasi berat janin < 2000
gram tanpa ada tanda – tanda impending Eklampsia).
(2) Pengobatan
(a) Dikamar bersalin (selama 24 jam)
- Tirah baring.
- Infuse RL (Ringer Laktat) yang mengandung 5%
dextrose 60 – 125 cc/ jam.
- 10 MgSO4 50% im setiap 6 jam s/d 24 jam pasca
persalinan (kalau tidak ada kontraindikasi dalam
pemberian MgSO4).
- Diberikan anithipertensi , yaitu Nifedipin 5 – 10
mg setiap 8 jam. Dapat diberikan bersamaan
dengan Methyldopa 250 – 500 mg setiap 8 jam.
Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5- 10
mg dalam waktu 30 menit pada keadaan tekanan
sistolik ≥180 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg
(cukup 1 kali saja).
33

- Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu


( fungsi hepar dan ginjal) dan produksi urin 24
jam.
- Konsultasi dengan bagian lain; bagian mata,
bagian jantung, bagian lain sesuai indikasi
(b) Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di
Ruang Bersalin (setelah 24 jam masuk ruang bersalin)
- Tirah baring
- Obat – obat:
- Roboransia: multivitamin
- Aspirin dosis rendah 87,5 mg sehari satu kali
- Anti hipertensi (Nifedipin 5 – 10 mg setiap 8 jam,
atau Methyldopa 250 mg setiap 8 jam)
- Pergunakan Atenolol dan β blocker (dosis
Regimen) dapat diberikan pada pemberian
kombinasi
- Pemeriksaan laboratorium
- Hb, PCV dan hapusan darah tepi
- Asam urat darah ( Trombosit)
- Faal ginjal/ hepar
- Urine lengkap
- Produksi urin per 24 jam (Esbach), penimbangan
BB setiap hari, pemeriksaan lab dapat diulangi
sesuai dengan keperluan
- Diet tinggi protein, rendah karbohidrat
- Dilakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk
biometri, jumlah cairan ketuban, gerakan,
respirasi dan eksistensi janin, velosimetri
(resistensi), umbilikalis, dan rasio panjang femur
terhadap lingkaran abdomen.
(3) Perawatan konserfatif dianggap gagal apabila:
34

 Ada tanda – tanda impending eklampsia


 Kenaikan progresif tekanan darah
 Ada Sindrome HELLP
 Ada kelainan fungsi ginjal
 Penilaian kesejahteraan janin jelek
b) Perawatan Aktif
(4) Indikasi
 Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek, ada gejala –
gejala impending eklampsia
 Ada sindroma HELLP
 Kehamilan late preterm ( ≥ 34 minggu estimasi berat
janin ≥ 2000 gram)
(5) Pengobatan medisinal
 Segera rawat inap
 Tirah baring miring satu sisi
 Infuse RL yang mengandung 5 % Dextrose dengan 60
– 125 cc/ jam
 Pemberian anti kejang MgSO4
Dosis awal :
MgSO4 20% 4gr larutkan dalam 10cc aquabides,
berikan larutan secara IV selama 20 menit, jika akses
intravena sulit berikan masing-masing 5gr MgSO4 $)
% IM boka boki.
Dosis pemeliharaan :
MgSO4 40% 6gr dan larutkan dalam 500ml RL lalu
berikan secara IV dengan kecepatan 28tetes/menit dan
diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang
berakhir.
Syarat pemberian :
- Reflek patella positif
- Respirasi > 16 kali /menit
35

- Urine sekurang –kurangnya 150 cc/6 jam


- Harus selalu tersedia calcium glukonas 1 gr 10%
diberikan i.v pelan- pelan pada intoksikasi MgSO4
- Antihipertensi dapat dipertimbangkan apabila
systole ≥180 mmHg diastole ≥120 mmHg.
Nifedipin 5 -10 mg tiap 8 jam atau Methyldopa
250 mg tiap 8 jam
(6) Pengobatan Obstetrik
 Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap
penderita dilakukan pemeriksaan “Non Stress test”
 Tindakan seksio sesaria dikerjakan bila:
- Non stress test jelek
- Penderita belum inpartu dengn skor pelvic jelek
(skor Bishop <5)
- Kegagalan drip oksitosin
 Induksi dengan drip oxytocin dikerjakan bila :
- NST baik
- Penderita belum inpartu dengan skor pelvic baik
(skor Bishop ≥5)
 Beri tahu dokter apabila kondisi pasien :
- Anuria atau oliguria berat
Jika halauan urine kurang dari 500 ml dalam
24 jam :
 Batasi jumlah asupan cairan sampai 500 ml
per 24 jam + jumlah yang sama dengan jumlah
urine yang keluar.
 Jika tidak ada kemajuan dalam 24 – 48 jam,
dokter harus memutuskan bahwa
penatalaksanaan selanjutnya sangat
dibutuhkan.
- Tekanan darah tetap tinggi
36

Setelah eklampsia, tekanan darah dapat :


 Kembali normal dalam beberapa hari setelah
me;lahirkan
 Kembali normal setelah beberapa minggu
 Tetap tinggi secara permanen
Dokter harus memutuskan metode
penatalaksanaannya. Biasanya selama minggu
pertama post partum, penatalaksanaan lanjutan
seperti hydralazine diberikan jika tekanan darah
naik melebihi 110 mmHg.
Jika tekanan darah masih tetap tinggi dalam
48 jam setelah melahirkan, program antihipertensi
standar harus segera dimulai. Pasien harus dikaji
ulang oleh dokter yang akan memutuskan perlu
tidaknya dilakukan penatalaksanaan jangka
panjang (WHO, 2001).
37

B. REFERENSI JURNAL YANG BERKAITAN


Judul Efektivitas Pemberian Aromaterapi Lavender
Terhadap Pengukuran Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi Di Klinik Pratama Universitas
Tanjungpura
Nama Jurnal Proners Jurnal Untag
Volume dan halaman   Vol 3, No 1 (2015)
Tahun 2015
Penulis Lisa Septianty,ArinaNurfianti,Ichsan Budiharto
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas dari pemberian aromaterapi lavender
terhadap pengukuran tekanan darah pada pasien
hipertensi di Klinik Pratama Universitas
Tanjungpura
Link URL jurnal https://jurnal.untan.ac.id/index.php/
jmkeperawatanFK/article/view/17313
Kerangka Penelitian Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang
Teori penelitian yang dapat menimbulkan banyak komplikasi.
berkaitan dengan kasus Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan cara
farmakologis dan nonfarmakologis. Salah satu
pengobatan nonfarmakologis yaitu dengan
penggunaan aromaterapi lavender yang dapat
memberikan efek relaksasi sehingga menurunkan
nilai tekanan darah. Setelah menghirup
aromaterapi lavender, molekul serta partikel
lavender akan masuk melalui hidung kemudian
diterima oleh reseptor saraf sebagai sinyal yang
baik dan kemudian dipresentasikan sebagai bau
yang menyenangkan dan akhirnya sensori bau
tersebut masuk dan mempengaruhi sistem limbik
sebagai pusat emosi seseorang sehingga
memberikan perasaan rileks yang dapat
mempengaruhi tekanan darah
Analisis PICO P : Ibu pre eklamsia. 
I : Aromatherapi lavender menggunakan difuser
C : Kunjungan nifas standar dengan KF 1
O : Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh
terhadap pemberian aromaterapi lavender
terhadap pengukuran tekanan darah sistol dan
diastol sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi pada pasien hipertensi dengan
nilai p<0,05
Metode Penelitian yang Penelitian ini berupa penelitian kuantitatif dengan
digunakan desain penelitian pre-eksperimental dengan
rancangan one group pretest-posttest, sampel 16
38

orang pada pasien di Klinik Pratama Universitas


Tanjungpura. Analisa penelitian yang digunakan
adalah uji t-test berpasangan.
Outcome Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh
- Hasil penelitian dan terhadap pemberian aromaterapi lavender terhadap
temuan penelitian pengukuran tekanan darah sistol dan diastol
- Analisis kasus dengan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada
jurnal yang dipilih pasien hipertensi dengan nilai p<0,05.
Penggunaan aromaterapi lavender yang diberikan
selama 10-15 menit dapat menurunkan nilai
tekanan darah pada pasien hipertensi di Klinik
Pratama Universitas Tanjungpura, sehingga
aromaterapi lavender dapat dijadikan sebagai salah
satu pengobatan nonfarmakologis dalam
menurunkan tekanan darah.

Pada kasus ini ibu nifas dengan pre eklamsia


diberikan aromatherapi lavender
39

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PATOLOGIS PADA NY. K UMUR


21 TAHUN P1A0 POST PARTUM DENGAN PRE EKLAMSIA
RINGAN

PENGKAJIAN
Hari/Tanggal : 20 Juni 2022
Pukul : 12.00 WIB
Tempat Pengkajian : Ruang Nifas
A. DATA SUBJEKTIF
IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama Ny.K Tn.S
Umur 21 tahun 25 tahun
Agama Islam Islam
Suku/Bangsa Jawa/Indonesia Jawa/ Indonesia
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan IRT Swasta
Alamat Musuk, Boyolali
B. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan utama :
Ibu merasa pusing dan nyeri pada luka jahitan perinium.
2. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, pernikahan pertama, umur saat menikah 20 tahun,
lamanya pernikahan ± 1 tahun
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu :
40

Kehamila Persalina Nifas Keadaan


n n anak
Tahun Keluhan/ Jenis/ ASI sekarang
Penyakit Tempat JK/BB Penyulit IMD Penyul Eksklusi
persalinan it f
Sekarang - Spontan Laki- - Ya - Ya Hidup
laki/
3000gr

4. Riwayat KB
Ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun.
5. Data Kesehatan
a. Penyakit sistemik yang pernah/sedang diderita
Ibu mengatakan tidak pernah menderita tekanan darah tinggi
sebelumnya, ibu tidak pernah sesak nafas, batuk lebih dari 3
bulan, penyakit kuning dan tidak pernah mengalami masalah
pembekuan darah.
b. Penyakit yang pernah/sedang diderita
Ibu mengatakan alasan dirawat di rumah sakit karena
melahirkan bayi kembar dan kekurangan darah.
c. Riwayat penyakit ginekologi
Ibu mengatakan tidak pernah menderita perdarahan di luar haid
dan tumor pada rahim.
d. Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan ia masuk rumah sakit sejak 19 Juni 2022
e. Riwayat operasi
Ibu mengatakan belum pernah operasi apapun.
f. Riwayat kembar
Di keluarga ibu ada yang mempunyai riwayat kembar, dari
neneknya.
g. Riwayat alergi
Ibu tidak mempunyai riwayat alergi makanan, obat, dan cuaca.
41

6. Riwayat Persalinan Terakhir


a. Keadaan Ibu :
1) Persalinan di tolong oleh Bidan di RS
2) Jenis persalinan normal, pervaginam
3) Tidak ada komplikasi apapun selama proses
persalinan berlangsung : tidak ada
4) Proses persalinan

Kala Lama Pengeluara Kejadian/ Tindakan Keterangan


persalinan (Jam) n Indikasi (oleh)
Pervaginam
(cc)
1 8 jam 30 cc Nyeri perut Bidan Ibu merasa mules semakin
bagian sering dan bertambah
bawah

2 15 50 cc Keluar Bidan Bayi lahir pkl 06.00 WIB,


menit lender JK Laki-laki BB 3100
darah dan gram, PB 50 cm, LK 30
air cm, LD 30 cm
ketuban
3 5 75 cc Ibu merasa Bidan Plasenta lahir lengkap dan
menit masih spontan pkl 06.10 WIB
mules
4 2 jam 100 cc Robekan Bidan Hecting derajat II
jalan lahir

b. Keadaan bayi
1) Tanggal lahir : 19 Juni 2022 Pukul 07.45 WIB
2) Antopometri : BB 3000 gram, PB 50 cm, LK/LD 30
cm/30 cm.
3) Keadaan secara umum : baik, bayi lahir spontan
pervaginam langsung menangis, warna kulit kemerahan,
tonus otot aktif
4) Rawat gabung : Tidak
42

7. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi
1) Makan : makan ibu 3x1 hari dengan porsi cukup dan
menu gizi seimbang dan sering ngemil makanan
2) Minum : ibu minum >10 gelas perhari minum air putih,
susu
b. Eliminasi
1) BAK : ibu BAK sebanyak 6x/hari. Warna urine kuning,
bau khas urin.
2) BAB : ibu BAB 1 hari sekali.
c. Personal hygiene : ibu belum mandi
d. Ambulasi/Aktivitas : ibu sudah duduk dan berjalan.
e. Hubungan seksual : ibu belum melakukan hubungan seksual,
akan melakukannya jika masa nifas sudah berakhir.
8. Riwayat perkawinan : ibu sudah menikah selama 1 tahun dan ini
merupakan pernikahan yang pertama. Ibu menikah pada usia 19
tahun. Suami berperan dalam pengambilan keputusan keluarga.
9. Psikologi, Sosio dan Spiritual : penerimaan ibu terhadap kelahiran
bayi sangat senang dan bahagia begitupun tanggapan dari keluarga.
Bahkan keluarga sangat mendukung untuk pemberian ASI secara
eksklusif.
10. Pengetahuan : ibu mendapatkan pengetahuan masa nifas dari sejak
kehamilan dari ibu KIA dan penyuluhan dari tenaga kesehatan.

C. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran umum : cukup Tensi : 140/100 mmHg
BB terakhir : 55 kg Nadi : 84 x/m
TB : 151 cm Suhu : 36,4 oC
LILA : 27 cm Respirasi : 20 x/m
43

2. Pemeriksaan fisik
a) Rambut : Tampak bersih
b) Muka : Tidak pucat dan tidak oedem
c) Mata : Conjungtiva tidak anemis, skiera tidak
ikterik
d) Hidung : Simetris, tidak tampak adanya
serumen, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
e) Telinga : Simetris dan tidak tampak
f) Mulut : adanya serumen
Bersih tidak ada karies dan bibir merah
muda, lidah bersih
g) Leher : Tidak tampak pembesaran kelenjar
tiroid
dan vena jugularis
h) Mammae : Bentuk simetris, tidak tampak benjolan
abnormal, terdapat hiperpigmentasi
pada kedua aerola, puting susu
menonjol, sudah ada pengeluaran
kolostrum.
i) Abdomen
Inspeksi Tidak ada luka bekas operasi, ada linea
Palpasi : nigra dan tidak ada strie albican/livide.
TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi
baik, teraba membundar dan keras.
: Tidak ada varises, tidak ada oedem, ada
pengeluaran darah merah segar ± 100
j) Genitalia cc (lochea rubra), dan ada jahitan pada
: bagian perineum
Terpasang foley cateter, urine ± 500 ml
k) Anus : Tidak terdapat hemoroid
44

l) Ekstrimitas : Terpasang infus di tangan kanan, tidak


Atas : oedem
Bawah Ekstremitas bawah oedem dan tidak
ada
Varises
m) Perkusi : Refleks Patella : (+)/(+)
3. Pemeriksaan penunjang (19-06-2022 jam 10.00)
Pemeriksaan Laboratorium
Protein urin : +1
Hemoglobin : 10,4 gr/dl
Leukosit : 10,68 gr
Golongangn Darah :O
Terapi yang telah diberikan
RL 20 tpm
Oksigen 3 liter/menit
Injeksi ketorolac 30mg / 8j Injeksi Cefotaxiem 1 gr/ 12 j
Nifedipin 2 x 10 mg per oral Metildopa 3 x 250 mg per oral
Zink 1x 50 mg per oral

D. ANALISIS DATA
1. Diagnosa Kebidanan
Ny.K Umur 21 Tahun P1A0 postpartum dengan Preeklamsia Ringan
2. Masalah
Berdasarkan hasil data subjektif dan objektif yang dilakukan maka
ditemukan beberapa masalah yang dialami Ny.K yaitu : Pusing,
Oedem kaki, Hipertensi.
.

E. DIAGNOSA POTENSIAL
45

Eklamsia, Edema paru, Perdarahan

F. PENATALAKSAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga pasien
tentang kondisi ibu bahwa tekanan darah ibu masih tinggi yaitu 140/110
mmHg mmHg dan kaki ibu masih bengkak dan protein urine positif.
Hasil : Ibu dan keluarga telah mengetahui kondisi ibu.
2. Menjelaskan tentang keluhan yang dirasakan ibu bahwa pusing yang
ibu rasakan disebabkan karena tekanan darah ibu yang masih tinggi,
Hasil : Ibu sudah mengerti dan memahami penyebab sakit kepala
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter :
a. Memberikan terapi :
Melanjutkan pemberian infus RL 500 cc dan terapi yaitu Injeksi ketorolac
30mg / 8j, Injeksi Cefotaxiem 1 gr/ 12 j, Nifedipin 2 x 10 mg per oral,
Metildopa 3 x 250 mg per oral, Zink 1x1 per oral
b. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP), rendah garam, memberikan
makanan sesuai diet 3 kali sehari
c. Membatasi cairan intravena yang masuk agar tidak terjadi oedema
paru.
Hasil : 500 cc RL terpasang, Injeksi ketorolac 30mg / 8j, Injeksi Cefotaxiem 1
gr/ 12 j, Nifedipin 2 x 10 mg per oral, Metildopa 3 x 250 mg per oral, Zink 1x
50 mg per oral.
4. Melakukan perawatan dengan :
a. Melakukan observasi:
1) Melakukan observasi tanda-tanda vital ibu
2) Melakukan observasi intake dan output cairan terutama
pemantauan urine setiap 1 jam.
3) Memberitahukan ibu untuk istirahat total (bedrest total)
Hasil : Ibu sudah istirahat total (bedrest total) sejak masuk rumah sakit.
5. Memberikan aromatherapi lavender pada ibu
Hasil : ibu menyukai aromatherapi lavender dan merasa lebih nyaman
6. Melakukan dokumentasi asuhan yang telah diberikan
Hasil : ibu telah dilakukan dokumentasi
46

CATATAN PERKEMBANGAN
47

Hari/ Catatan Perkembangan


Tanggal
21Juni 2022 Data Subjektif :
Ibu mengatakan sudah tidak pusing
Data Objektif :
KU baik, kesadaran : composmentis, TD : 130/100 mmHg, N :
82x/m, P : 20 x/m, S : 36,6 0C. Konjungtiva masih sedikit pucat.
Payudara simetris, tidak ada benjolan dan nyeri tekan, areola
hiperpigmentasi, puting susu menonjol, pengeluaran ASI ada.
Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi keras, kandung
kemih tidak penuh. Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedema.
Eksremitas atas masih terpasang infus ditangan kanan dengan
cairan RL 500 cc 20 tetes permenit. Genitalia : pengeluaran darah
5 cc, lochea rubra. Luka bekas jahitan keadaan baik.
Analisis Data :
Ny.K Umur 21 Tahun P1A0 postpartum normal
.
Penatalaksanaan :
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan asuhan
yang diberikan.
Hasil : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan asuhan yang
akan diberikan.
2. Mengingatkan ibu untuk beristirahat yang cukup untuk
memulihkan kondisi ibu juga agar produksi ASInya bertambah.
Hasil : ibu memahami anjuran yang dijelaskan bidan
3. Mengingatkan kembali ibu dan keluarga tanda bahaya masa
nifas.
Hasil : ibu sudah mengetahui dan dapat menjelaskan tanda
bahaya nifas seperti perdarahan, demam, payudara bengkak dan
pusing.
4. Memberikan aromatherapi lavender pada ibu
48

Hasil : ibu menyukai aromatherapi lavender dan merasa lebih


nyaman
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter
Hasil : ibu boleh pulang nanti sore menghabiskan infus
49

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian asuhan kebidanan pada masa nifas yang telah


dilakukan pada Ny. K dari pengkajian data subjektif dan objektif didapatkan
diagnosis Ny. K umur 21 tahun P1A0 post partum dengan pre eklamsia.
Penatalaksanaan asuhan sudah sesuai dengan standar asuhan kebidanan pada
masa nifas yaitu memberitahu ibu hasil pemeriksaan, memberikan terapi sesuai
dengan advis dokter SPOG menganjurkan ibu makanan tinggi protein dan
mengurangi makanan yang mengandung garam dan lemak, menganjurkan
istirahat yang cukup, mengajarkan teknik menyusui yang benar. Terkait asuhan
yang dilakukan pada Ny. K, penulis tertarik untuk membahas dua topik masalah
yaitu post partum dengan pre eklamsia ringan.
Pre eklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi
setelah minggu ke-20 gestasia, ditandai dengan hipertensi dan proteinuria,
edema juga terjadi (WHO, 2012). Pre eklampsia Berat adalah preeklampsia
dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg disertai proteinuria > 5gr/24 jam (Saifuddin A, 2012). Biasanya tanda-
tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang
berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre -
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada pre-eklampsia
berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan
kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah
(Wiknjosastro,2007). Alternatif pemecahan masalahnya adalah berkolaborasi
dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi dan antibiotik. Selain itu,
menganjurkan ibu untuk istirahat cukup dan pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu
nifas.
Asuhan lain yang diberikan adalah aromatherapi lavender yang dapat
menurunkan tekanan darah
dengan mengatai faktor resiko yang menyebabkan hipertensi. Terapi slow
stroke back massage ini merupakan terapi manipulasi dengan pijatan lembut
50

pada jaringan yang bertujuan memberikan efek terhadap fisiologis terutama


pada vaskular, muskular, dan sistem saraf pada tubuh (Erlin Febriani, Anisa
Sevi Oktaviani, 2019)
51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari Laporan Asuhan Kebidanan Nifas Patologis pada Ny.K
umur 21 tahun P1A0 Postpartum dengan PEB di PKU AISYIYAH Boyolali, dengan
menggunakan managemen kebidanan SOAP adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan data subjektif Ny. K telah melahirkan bayinya pada tanggal
19 Juli 2022, ibu mengeluh nyeri luka jahitan dan khawatir dengan
tekanan darahnya yang tinggi.
2. Berdasarkan data objektif serta yang telah dilakukan tekanan darah
140/100 mmHg, kaki oedema, hasil laboratorium protein urin +1.
3. Dilakukan analisa sesuai dengan data subjektif dan data objektif yang
telah didapat sehingga didapatkan diagnosa Ny. K usia 21 tahun P1A0
postpartum dengan pre eklamsi.
4. Dari analisa data tersebut dapat dilakukan penatalaksanaan asuhan
kebidananpada ibu nifas yang sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan
Ny. K dengan melakukan kolaborasi dengan dokter SPOG untuk
pemberian terapi dan tindakan.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Untuk lebih menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan pengalaman
dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung pada ibu sehingga dapat
digunakan sebagai berkas penulis didalam melaksanakan tugas sebagai bidan.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Agar menjadi tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada asuhan
kebidanan ibu nifas dengan PEB.

3. Bagi Klien dan Keluarga


Agar Klien lebih mengetahui dan memahami asuhan yang diberikan pada ibu nifas
dengan PEB

4. Bagi Lahan Praktik


52

Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk


lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu menjaga
mutu pelayanan.

5. Bagi Masyarakat
Agar menambah informasi kepada masyarakat tentang asuhan kebidanan pada ibu
nifas dengan PEB.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E,R,Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha


Medika.
53

Bahiyatun.(2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC


Cunningham. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Cooper, Fraser. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A. Newman, 2002, KamusKedokteran Dorland,
alihbahasaHuriwatiHartanto, dkk., edisi 29, ECG, Jakarta
Fauziyah Y. 2012. Obstetri Patologi Untuk Mahasiswa Kebidanan Dan
Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Hani Ummi, Kusbandiah, Jiarti, Marjati dan Yulifah, Rita (2014). Asuhan
Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat AA, Musrifatul U (2008). Aplikasi Praktikum Keterampilan Dasar
Praktik Klinik: Aplikasi Dasar-Dasar Praktik Kebidanan. Yogyakarta:
Salemba Medika.
Mochtar, Rustam. (2018).Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial,
jilid2.Jakarta: EGC.
Manuaba, I.B.G. 2013.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo,S.(2013).Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rochjati P (2011). Skrining Antenatal pada Ibu Hamil (Edisi 2). Surabaya:
Airlangga University Press.
Saifuddin A (2010).Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBP-SP.
Septianty.2015. Efektivitas Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap
Pengukuran Tekanan Darahpada Pasien Hipertensi Di Klinik Pratama
Universitas Tanjungpura Vol 3. No. 1 2015.
Https://Jurnal.Untan.Ac.Id/Index.Php/Jmkeperawatanfk/Article/View/17313

Anda mungkin juga menyukai