Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

A. Pengertian BPH
Hiperplasia prostat beningna (benign prostatic hyperplasia, BPH) adalah
pembesaran atau hipertrofi, kelenjar prostat. Kelenjar prostat membesar, meluaske
atas menuju kandung kemih dan menghambat aliran keluar urine.berkemihyang tidak
lampias dan retensi urine yang memicu stasis urine dapat menyebabkanhidronefrosis,
hidroureter, dan infeksi saluran kemih, penyebab gangguan initidak dipahami dengan
baik, tetapi bukti menunjukkan adanya pengaruhhormonal. BPH sering terjadi pada
pria berusia lebih dari 40 tahun.
Hiperplasia prostat jinak adalah pertumbuhan nodul-nodulfibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjarnormal yang tersisa.
B. Etiologi BPH
Penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui secara pasti, tetapi hingga
saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan
penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron.Para ahli berpendapat bahwa
dihidrotosteron yang memacu pertumbuhan prostatseperti yang terjadi pada masa
purbetas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat.
Hal ini yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, polamakan tinggi
lemak, tidak aktif olahraga dan seksual. Selain itu testis menghasilkan beberapa
hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Testosteron
sebagian besar dikonvrensikan oleh enzim 5-alfa reduktase menjadi dihidrotesteron
yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi.
Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot dan mengatur
deposit kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai
penyebab dari penurunan libida, masa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan
kesulitan ereksi. Selain itu ladar testosteron yang rendah juga dapatmenyebabkan
masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat.
Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres(kartisol) yang
dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandosteron).DHEA berfungsi
mempertahankan kadar hormon seks normal, termasuktestosteron. Stres kronis
menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga
2

dapat menganggu keseimbangan hormonal danmenyebabkan terjadinya pembesaran


prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan konitin (produk pemecah nikotin)
yangmeningkatkan aktivitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan
penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan ( atau zat kimia yang
banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat
merusakfungsi reproduksi pria
C. Manifestasi Klinis BPH
BPH merupakan yang di derita oleh klain laki-laki dengan usia rata- rata lebih dari
50 tahun. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari dampak obstruksi
saluran kencing, sehingga klain kesulitan untuk miksi. Berikut ini adalah beberapa
gambaran klinis pada klinis pada klain BPH :
a. Gejala prostatimus ( nokturia, urgency, penurunan daya aliran urine) kondisi
ini di karenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang gagal mengeluarkan
urine secara sepontan dan reguler, sehingga volume urine masih sebagian
besar tertinggal dalam vesika.
b. Retensi urine
Pada awalnya obstruksi, biasanya pancaran urine lemah, terjadi histensi,
intermitesi, urine menetes, dorongan yang kuat saat miksi,dan dan retensi
urine. Retensi urine sering di alami oleh klain yang mengalami BPH kronis.
Scara fisiologis, vesika urinaria memiliki kemampuan untuk mengeluarkan
urine melalui kontraksi otot destrustor.
c. Pembesaran prostat
Hal ini di ketahui melalui pemeriksaan rektal toucer (RT) anterior. Biasanya
di dapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi jinak.
d. Inkontinesia
Inkontinesia yang terjadi menunjukan bahwa m. Destrusor gagal dalam
melakukan kontaraksi. Dekompensasi yang berlangsung akan mengiritabilitasi
serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol untuk miksi hilang.
D. Anatomi fisiologi
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan mengitari uretra.
Bagian bawah kelenjar prostat menempal pada diafragma urogenital atau sering
disebut otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih
sebesar buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang
3

lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.Prostat terdiri dari jaringan kelenjar,
jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul.
Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis
dan kelenjar. cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen.
Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam
menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi
spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba. Kelainan pada prostat yang
dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan ( prostatitis ). Kelainan
yang lain seperti pertumbuhan yang abnormal ( tumor ) baik jinak maupun ganas
tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperan pada
terjadinya gangguan aliran urin. Kelainan yang disebut belakangan ini
manifestasinya biasanya pada laki - laki usia lanjut.
E. Patofisiologi

Prostat sebagi kelenjar ejakudat memiliki hubungan fisiologis yang


sangat erat dengan dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon
yang memicu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakudat yang nantinya akan
mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini di sintesis dalam kelenjar prostat dari
hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis ini di bantu oleh enzime 5-
reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor, estrogen juga memiliki
pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring dengan penambahan
usia, maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen, sedangkan
esterogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH.
Dengan pembesaran yang melebihi normal,maka akan terjadi desakan
pada traktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang
menimbulkan keluhan, karena dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat.
Destrustor mampu mengeluarkan urine secara spontan. Namun,obstruksi yang
sudah kronis membuat dekompensasi dari m. Detrustor untuk berkontraksi yang
akhirnya menimbulkan obstruksi saluran kemih.
Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan
mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urine lemah/ menetes, disuria(saat
kencing terasa terbakar), palpasi rektal toucher menggambarkan hipertrofi
prostat, distensi vesika. Hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klain BPH
menimbulkan penekanan pada prostat dan jaringan sekitar, sehingga
menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritibilitas inilah nantinya akan
4

menyebabkan keluhan frekwensi, urgensi, inkontinensia urgensi, dan lain


sebagainya. Oleh karena itu kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk
mengurangi distensi vesika urinaria.
Pembesaran pada BPH (hiper plasia prostat) terjadi secara bertahap mulai
dari zona periuretral dan transisional. Hiperplasia ini terjadi secara nodular dan
sering diiringi oleh proliferasi fibromuskular untuk lepas darijaringan epitel.
Oleh karena itu, hiperplasia zona transisional di tandai oleh banyaknya jaringan
kelenjar yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari pada duktus. Sebenarnya
proliferasi zona transisional dan zona sentral pada prostat berasal dari turunan
duktus wolffi dan profilerasi zona perifer berasal dari sinus urogenital. Sehingga,
berdasarkan latar belakang embriologis inilah bisa di ketahui mengapa BPH
terjadi pada zona perifer
F.

Penatalaksanaan
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain :
a. Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi,
terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi
dan gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi serta disuria. IPSS (International
Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan pertanyaan yang merupakan
pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS. Keadaan pasien BPH dapat
ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh :
a) Skor 0 - 7 = gejala ringan.
b) Skor 8 - 19 = gejala sedang.
c) Skor 20 – 35 = gejala berat.
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi
dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi
sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan
klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya residual urin. Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi
kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun
fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis. Rectal
touch /pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal
toucher dapat diketahui derajat dari BPH.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya juga diperlukan. PSA (Prostatik
Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
d. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin.
Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian
e. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
1. BOF (Buik Overzich)
Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

2. USG (Ultrasonografi)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga
keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan
secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
3. IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis. Dengan IVP, buli – buli dilihat sebelum, sementara dan
sesudah isinya dikosongkan. Sebelum, untuk melihat adanya intravesikal
tumor dan divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat
adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk melihat residual
urin.
4. Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratoriumAnalisis
Urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihatadanya sel
leukosit, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darahmerupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dam fungsi metabolik. Pemeriksaan prostase
spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau
sebagai deteksi dini keganasan.
2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografiintravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini
adalah untukmemperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-
buli dan volumeresidu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada
traktus urinarius, pembesaran ginjal dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat
dilihat supresikomplit dari fungsi renal,hidroneofrosis dan hidroureter.
3. Pemeriksaan uroflowmetri dan colok dubura.
a. UroflowmetriUntuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan
mengukur pancaranurine pada waktu miksi. Kecepatan aliran urine
dipengaruhi oleh kekuatankontraksi detrusor, tekanan intra buli-buli,
dan tahanan uretra.
b. Colok duburPada perabaan colok dubur, harus diperhatikan
konsistensi prostat(biasanya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atasteraba (Mansjoer, 2000, hal 332
H. Komplikasi BPH
 Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih
 Refluks kandung kemih, hidroureter dan hidronefrosis
 Gross hematuria dan urinary tract infection (UTI)
I. Prognosis BPH
Prognosis untuk BPH baik, meskipun dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang
signifikan.Ketika terjadi pembesaran kelenjar prostat dapat menimbulkan gejala yang
buruk, pengobatandapat berupa obat atau operasi. Dengan manajemen medis
dan/atau pembedahan yang tepat,gejala pembesaran kelenjar prostat dapat diobati
secara efektif
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

1.Pengkajian
1) Pengkajian merupakan tahap dari awal proses keperawatan sebagai dasar untuk
pemberian asuhan keperawatan yang aktual. Tujuan dilakukannya tahap pengkajian
adalah mengumpulkan, mengorganisasi, dan mendokumentasikan data yang
menjelaskan respons klien yang mempengaruhi pola kesehatannya. Suatu pengkajian
yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis, dan logis akan mengarah dan
mendukung identifikasi masalah kesehatan klien. Masalah ini menggunakan data
pengkajian sebagai dasar formulasi untuk menegakkan diagnosis keperawatan.
Pengkajian pada pasien BPH dimulai dari pengkajian umum hingga pengkajian yang
spesifik 1. identitas Klien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir,
Alamat, Pekerjaan, Asuransi kesehatan, Agama, Suku bangsa, Tanggal & jam MRS,
Nomer register, Serta diagnosis medis.
2) Keluhan utama
a) keluhan sistemik : antara lain gangguan fungsi ginjal (sesak nafas, edema, malaise,
pucat, dan eremia) atau demam disertai menggigil akibat infeksi.
b) keluhan lokal : pada saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada
saluran perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan obstruksi),
hematuria, inkontenensia, disfungsi seksual, atau infertilitas.
c) Keluhan nyeri : nyeri pada sistem perkemihan tidak selalu terdapat pada penyakit
ginjal meskipun umumnya ditemukan pada keadaan yang lebih akut. Nyeri
disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenetalia sirasakan sebagai
nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan disekitar organ itu sendiri atau berupa reffered
pain yaitu nyeri yang dirasakan disekitar organ itu sendiri. Nyeri prostat pada
umumnya disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar prostat
dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri akibat inflamasi ini sulit untuk ditentukan,
tetapi pada umumnya dapat dirasakan padda abdomen bawah, inguinal, parineal,
lumbosakral. Sering kali nyeri prostat diikuti dengan keluhan miksi beruba frekuensi,
disuria, bahkan retensi urine
d) Keluhan miksi : keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat miksi meliputi keluhan
akibatsuatu tanda adanya iritasi, obstruksi, inkontenensia, dan enueresis. Keluhan
akibat iritasi meliputi polakisuria, urgensi, nokturia, dan disuria. Sedangkan keluhan
obstruksi meliputi hesistensi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah,
intermitensi, dan menetes serta masih terasa ada sisa urine setelah miksi.
e) Gejala iritasi :
1. Polakisuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal. Polakisuria
dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan seperti pada
penyakit diabetes militus atau asupan cairan yang berlebihan, sedangkan
menurunnya kapasitas kandung kemih dapat disebabkan karena adanya
obstruksi infravesika.
2. Urgensi adalah suatu keadaan rasa sangat ingin berkemih sehingga terasa
sakit. Keadaan ini adalah akibat hiperaktivitas kandung kemih karena
inflamasi, terdapat benda asing di dalam kandung kemih, dan adanya
obstruksi
3. Nokturia adalah polakisuria pada malam hari. Seperti pada polakisuria, pada
nokturiamungkin disebabkan karena produksi urine meningkat ataupun
karena kapasitas kandung kemih yang menurun
4. Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena
inflamasi pada kandung emih atau uretra
f) Gejala obstruksi :
1. Hesistensi adalah awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering kali
klien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine keluar, seringkali
pancarannya menjadi lemah, tidak jauh, dan kecil. Hal ini sering disebabkan
oleh obstruksi pada saluran kemih.
2. Intermitensi merupakan keluhan miksi dimana pada pertengahan miksi sering
kali berhenti dan kemudian memancar lagi, keadaan ini terjadi berulang-
ulang. Miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam
kandung kemih dengan masih keluar tetesan-tetesan urine
g) Inkontenensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menhan urine yang
keluar dari kandung kemih, baik disadari ataupun tidak disadari.
h) Keluhan disfungsi seksual : Disfungsi seksual seksual pada pria meliputi libido
menurun, air mani tidak keluar pada saat ejakulasi, tidak pernah merasakan orgasme,
atau ejakulasi dini. Penting bagi perawat melakukan anamnesis untuk mencari kata-
kata yang sesuai agar kepercayaan dan privasi pasien dapat terjaga.
3) Riwayat kesehatan saat ini :
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama seperti menanyakan
tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya
: sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan itu terjadi, apa
yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya
keluhan, dimana pertama kali keluhan dirasakan, apa yang memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta
pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut, dan sebaginya. Setiap keluhan
utama harus ditanyakan kepada klien sedetail-detailnya, dan semua diterangkan pada
riwayat kesehatan sekarang.

4) Riwayat kesehatan dahulu :


Perawat menanyaka tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya,
terutama yang mendukung atau memperberat kondisi gangguan sistem perkemihan
pada klien saat ini seperti pernahkah klien menderita penyakit kencing manis,
penyakit kencing batu dan seterusnya. Tanyakan apa pasien pernah dirawat
sebelumnya karena perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat
alergi.

5) Pemeriksaan fisik :
a) Inspeksi :
 Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
 Penonjolan pada daerah supra pubik yang mengakibatkan retensi urine.
 Perhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas pembedahan di
suprasimfisis.
b) Palpasi :
 Pemeriksaan Rectal Toucher ( colok dubur ) posisi pasien knee chest
 Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkanpasien ingin buang
air kecil
 palpasi kandung kemih untuk menentukan batas kandung kemih dan adanya
nyeri tekan padaa area suprasimfisis
 Pemeriksaan tanda-tanda vital
c) Perkusi :
 Pada daerah supra pubik apakah menghasilkan bunyi pekak yang menunjukan
distensi kandung kemih
 Perkusi untuk melihat apakah ada residual urine
 uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra/femoisis
6) Pemeriksaan eliminasi urine
a. Pancaran miksi : adanya perubahan pada eliminasi urine seperti perubahan pancaran
menandakan gejala obstruksi. Ketidakmampuan eliminasi bisa terjadi pada klien
yang mengalami obstreuksi pada saluran kemih
b. Drainase kateter : melakukan drainase urine, meliputi : kelancaran, warna, jumlah,
dan cloting
7) Pola fungsi kesehatan
a. Kaji pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: timbulnya perubahan pemeliharaan
kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca TURP, adanya keluhan nyeri
karena spasme buli-buli memerlukan antispasmodik sesuai terapi dokter
b. Kaji pola nutrisi dan metabolisme: paien yang dilakukan anastesi pasca operasi tidak
boleh makan atau minum sebelum flatus 28
c. Kaji pola eliminasi: pada pasien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP,
retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter, sedangkan
inkotenesia dapat terjadi setelah kateter dilepas.
d. Kaji pola aktifitas dan latihan : adanya keterbatasan aktifitas karena kondisi pasien
yang yang terpasang kateter selama 6-24 jam, pada paha dilakukan perekatan kateter
tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan
e. Kaji pola istirahat dan tidur: rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
f. Kaji pola kognitif : sistem penglihatan, pendengaran, peraba, dan pembau tidak
mengalami gangguan pasca TURP ( Transurethral resection of the prostate )
g. Persepsi dan konsep diri : pasien dapat mengalami cemas karena kurang pengetahuan
tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca TURP
2.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau
resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat sacara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah. Diagnosa keperawatan yang
lazim muncul pada pasien BPH yaitu :
 Retensi Urin berhubungan dengan disfungsi neurologis (mis trauma,penyakit
saraf)
 Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan hambatan mobilisasi
 Resiko gangguan intergritas kulit berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan
 Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

3.Intervensi BPH
No No Diagnosa Keperawatan Goal Dan Objektif Intervensi Rasonal
1. Retensi Urin berhubungan
Setsetelah dilakukan asuhan
Ob Observasi 1. Untuk mengetahui
dengan disfungsi neurologis keperawatan selama 2 - Identifikasi tanda penyebab dari
kali 24 jam, maka dan gejala retensi urine
diharapkan pasien retensi atau 2. Untuk memantau
mampu mengkosongkan inkontinensia urine yang keluar
kantung kemih dengan - Monitoring 3. Untuk dokumentasi
kriteria hasil: eliminasi hasi tindakan
1. Sensasi berkemih urin(mis,frekuen 4. Untuk melakukan
meningkat si,konsistensi,aro test laboratorium
2. Distensi kantung ma,volume dan 5. Agar pasien dapat
kemih menurun warna) melakukan tindakan
3. Berkemih tidak Terapeutik mengukur asupan
tuntas menurun - Catat waktu- cairan secara
4. Frekuensi BAK waktu dan mandiri
membaik haluaran 6. Agar pasien dapat
5. Karakteristik berkemih beradaptasi dengan
urino membaik - Ambil sampel situasi dan
urine tengah meningkatkan
- ( midstream ) keterampilan
atau kultur mandiri pasien
Edukasi 7. Untuk memenuhi
- Ajarkan kebutuhan cairan
mengukur pasien
asupan cairan 8. Agar mempercepat
dan haluaran proses
urine penyembuhan
- Ajarkan terapi
modalitas
penguatan otot-
otot
panggul/berkemi
han
- Anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindilkasi
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
obatsupositoria
uretra, jika perlu

. Nyeri akut berhubungan


pasien mampu Observasi 1. untuk mengetahui
dengan agen pencedera fisik mengendalikan rasa nyeri a. identikasi lokasi nyei dan
setelah dilakukan lokasi,karakterist skala yang muncul
tindakan keperawatan ik,durasi,frekuen saat nyeri
setelah di lakukan intervensi si, 2. untuk mengetahui
2x24 jam dengan kriteria b. identifikasi seberapakah rasa
hasil: respons nyeri nyeri yang di alami
a. Keluhan nyeri non verbal oleh pasien
menurun c. indentifikasi 3. untuk mengetahui
b. Meringis faktor yang mimik wajah yang
menurun memperberat dan di perlihatakan
c. Pola tidur memperingan pasien saat nyeri
membaik nyeri muncul
Terapeutik 4. untuk mengetahui
a. kontrol apa saja yang
lingkungan yang memperburuk dan
memperberat memperingan
rasa nyeri (mis keadaan nyeri
suhu 5. untuk mengurangi
ruangan,pencaha rasa nyeri yang di
yaan,kebisingan) rasakan pasien dan
b. fasilitasi istirahat memberikan
dan tidur kenyamaan
6. untuk mengurangi
Edukasi rasa nyeri yang di
a. jelaskan strategi rasakan pasien
meredakan nyeri 7. agar pasien dapat
b. anjurkan meredahkan nyeri
memonitoring secara bertahap
nyeri secara 8. agar pasien dapat
mandiri mgontrol skala
Kolaborasi nyeri secara
a. kolaborasi mandiri
pemberian 9. untuk mempercepat
analgetik proses
penyembuhan
. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan Observasi 1. untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama 2 - monitor tingkat tngkat kemandirian
kelemahan kali 24 jam, maka kemandirian pasien untuk
diharapkan pasien - identifikasi merawat diri
mampu melakukan kebutuhan alat 2. untuk mengetahui
aktivitas perawatan diri bantu alat bantu
dengan kriteria hasil: keberisihan keberishan diri
1. kemampuan diri,berpakian,be yang di gunakan
mandi meningkat rhias, dan makan pasien
2. kemampuan Terapeutik 3. untuk memberikan
mengenakan - sediakan lingkungan yang
pakaian lingkungan yang nyaman untuk
meningkat terapeutik pasien
3. kemampuan (mis,suasana 4. untuk melatih
makan meningkat hangat,rileks dan pasien melakukan
4. minat melakukan privasi) tindakan mandir
perawatan diri - fasilitasi untuk 5. agar pasien dapat
meningkat keadaan melakukan
5. mempertahakan ketergantungan perawatan diri
kebersihan diri Edukasi secara kemampuan
meningkat - anjurkan mandiri
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan
Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi 1. Mencegah infeksi
dengan penyakit kronis keperawatan selama 2 - Monitor tanda dan mempercepat
kali 24 jam, maka dan gejala penyembuhan
diharapkan tingkat infeksi lokal dan 2. Agar pasien merasa
infeksi menurun pasien sistemik nyaman
mampu dengan kriteria Terapeutik 3. Agar mencegah
hasil: - Batasi jumlah terjadinya infeksi di
1. kebersihan badan pengunjung edema
meningkat - Berikan 4. Untuk mencegah
2. nafsu makan perawatan kulit infeksi nosokomial
meningkat di edema 5. Untuk mencegah
3. nyeri menurun - Cuci tangan pasien terpapar oleh
sebelum dan kuman patogen
sesudah kontak yang di peroleh di
dengan pasien rumah sakit
dan lingkungan 6. Agar pasien
pasien mengetahui tanda
- Pertahakan dan gejala infeksi
teknik aseptik 7. Agar pasien
pada pasien mengetahui teknik
beresiko tinggi cuci tangan dengan
Edukasi benar
- Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara
mencuci tanggan
dengan benar

4.Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan
terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan
yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi
(Tim Pokja SIKI PPNI, 2018). Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas
dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui
alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung
dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan
keluarga.
5.Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses. Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan
umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.Evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP. Data Subjektif (S) dimana
perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan
keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi
perawat secara langsung pada pasien dan yangdirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk
menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI
Smeltzer, Susan C. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.12.
Jakarta : EGC
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification . Kidlington Oxford
:ELSEVIER
PPNI,T.P.(2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI) : Definisi dan
Indikator Diagnostik (cetakan III) 1 ed. Jakarta:DPP
PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi
dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai