OLEH:
MAHASISWA
MENGETAHUI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Schizein” yang artinya retak atau pecah
(split), dan “phren” yang artinya pikiran, yang selalu dihubungkan dengan fungsi emosi.
Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang
mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi (Sianturi,
2014).Menurut Yosep (2011) “skizofrenia adalah penyakit neurologis yang
mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya”.
2. Etiologi
1. Pendekatan biologis
Ada beberapa teori terkait dengan pendekatan biologis terjadinya skizofrenia, antara
lain:
a. Teori genetic
Factor genetik sangat berperan dalam proses terjadinya skizofrenia, apabila kedua
orang tuanya menderita skizofrenia, maka kemungkinan anaknya mengalami
skizofrenia adalah sebesar 40% (Maramis,2006).
b. Teori biokimia
c. Teori neurostruktural
Menurut Maramis (2006), orang dengan skizofrenia menunjukkan tiga tipe
abnormalitas structural, yaitu:
1) Atrofi kortikal
Dapat terjadi karena faktor degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk
berkembang normal, dan bisa juga dikarenakan infeksi virus pada otak dalam
kandungan (Maramis,2009).
2. Teori psikogenik
Menyatakan orang dengan latar belakang genetik rentan terhadap skizofrenia dan
tinggal dalam lingkungan yang penuh dengan stress dapat memberikan kontribusi
terjadinya skizofrenia (Maramis, 2006).
3. Klasifikasi
Pembagian Skizofrenia yang dikutip dari Maramis (2005) dalam buku Prabowo (2014),
antara lain:
1. Skizofrenia Simplex
Sering timbul untuk pertama kali pada masa pubertas. Gejalanya seperti kadangkala
emosi dan gangguan proses berpikir, waham dan halusinasi masih jarang terjadi.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Biasanya timbul pada masa remaja antara umur 15 - 25 tahun. Gejala yang sering
terlihat yaitu gangguan proses berfikir dan adanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat
pada skizofrenia hebefrenik. Waham dan halusinasi sering terjadi.
3. Skizofrenia Katatonia
Timbul pada umur 15-30 tahun dan kadang kala bersifat akut serta sering di dahului
oleh stress emosional.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang paling terlihat yaitu waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak agak
congkak dan kurang percaya pada orang lain.
5. Skizofrenia Akut
Gejalanya muncul tiba-tiba dan pasien seperti dalam keadaan sedang bermimpi.
Kesadarannya mungkin samar-samar, keadaan ini muncul perasaan seakan-akan dunia
luar serta dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khusus baginya.
6. Skizofrenia Residual
Gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini
timbul sesudah beberapa kali mengalami skizofrenia.
Gejala yang paling terlihat secara bersamaan gejala depresi (skizo depresif) atau gejala
manla (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi
mungkin juga timbul serangan lagi.
Gejala-gejala skizofrenia terdiri dari dua jenis yaitu gejala positif dan gejala negatif.
Gejala positif berupa delusi atau waham, halusinasi, kekecauan alam pikir, gaduh, gelisah,
tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
Gejala negatif berupa alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”, menarik diri atau
mengasingkan diri (with drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka
melamun (day dreaming), kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam dan
pola pikir stereotip (Muhyi, 2011). Gejala kognitif yang muncul pada orang
denganskizofrenia melibatkan masalah memori dan perhatian. Gejala kognitif akan
mempengaruhi orang dengan skizofrenia dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti
bermasalah dalam memahami informasi, kesulitan menentukan pilihan, kesulitan dalam
konsentrasi, dan kesulitan dalam mengingat (Maramis,2009).
5. Fase Skizofrenia
Ketiga fase tersebut disebut dengan fase psikotik. Sebelum fase psikotik muncul, terdapat
fase premorbid dan fase prodormal (Muhyi, 2011).Pada fase premorbid, fungsi-fungsi
individu masih dalam keadaan normatif (Muhyi, 2011). Pada fase prodormal biasanya
timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa sampai beberapa bulan atau beberapa
tahun sebelum diagnosis pasti skizofrenia ditegakkan. Gejala non spesifik berupa gangguan
tidur, ansietas, iritabilitas, depresi, sulit berkonsentrasi, mudah lelah, dan adanya perubahan
perilaku seperti kemunduran fungsi peran dan penarikan sosial (Muhyi, 2011). Gejala positif
seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati fase
psikotik (Muhyi, 2011). Masuk ke fase akut psikotik, gejala positif semakin jelas seperti
tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Kemudian
muncul fase stabilisasi yang berlangsung setelah dilakukan terapi dan pada fase stabil
terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif (Muhyi, 2011).
6. Patofisiologi
7. Penatalaksanaan
(Nurarif min huda & Kusuma Hardhi. (2015).
1) Haldol (haloperidol)
Sediaan haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg dan injeksi 5 mg/ml, dosis 5-15
mg/hari
2) Stelazine (trifluoperazine)
3) Mellaril (thioredazine)
4) Thorazine (chlorpromazine)
Sediaan chlorpromazine tablet 25 dan 100 mg dan injeksi 25 mg/ml, dosis 150-
600 mg/hari.
5) Trilafon (perphenazine)
6) Prolixin (fluphenazine)
Obat yang termasuk golongan ini disebut atipikal karena cara kerjanya berbeda,
serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotics yang tersedia, antara
lain:
a.) Risperido
“Clozaril memiliki efek samping yang jarang namun sangat serius dimana pada
kasus yang jarang ada 1 persen, clozaril dapat menurunkan sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat clozaril harus
memeriksakan sel darah putihnya secara regular”.
5. Psikoterapi
a. Psikoanaisis
“Tujuan terapi psikoanalisis ini menyadarkan individu akan konflik yang tidak
disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya untuk mengendalikan
kecemasanya”.
“Terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan, karena terapi
ini berkaitan dengan perilaku nyata”. Paul dan lentz menggunakan dua bentuk
program psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian:
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga, tidak berarti,
rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (Keliat, 2011).
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011)
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana individu
mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang
dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri akibat evaluasi negatif
yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa gagal dalam mencapai
keinginan.
a. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman
nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat mengapresiasikan kemampuan
yang dimilikinya
a. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak
kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan
dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan sdirinya dengan orang
lain.
a. Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau trauma kepala.
b. Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan harapan
orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, penilaian negatif pasien terhadap
gambaran diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realisitis,
dan pengaruh penilaian internal individu.
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang
menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya karena trauma yang
muncul tiba-tiba, sedangkan yang kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit
atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan memingkat saat
dirawat (yosep, 2009)
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak
pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang prilaku klien sebelumnya bahkan
kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu
menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada
pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan
peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi
dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak
memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus
menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Psikodinamika terjadinya Harga Diri Rendah dapat dijelaskan pada gambar 2.2
berikut ini :
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah (Stuart, 2013)
6. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil wawancara
dan observasi (Kemenkes, RI)a.Data subjektif
Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri rendah
menurut Fitria (2009) adalah:
Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi (2015)
adalah:
a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial, keagaman,
politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga kontes
popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara
(penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,
serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar
dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik mental, sosial, dan lingkungan (Keliat, 2011)
3) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai jenis tipe keluarga
atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tradisional dan nontradisional.
4) Suku Bangsa
Membahas tentang suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku bangsa
tersebut kaitannya dengan kesehatan.
5) Agama
Menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing keluarga, perbedaan
kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang dapat memengaruhi kesehatan
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama
untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan menonton televisi dan
mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi
9) Data Lingkungan
a) Karakteristik rumaah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah,
jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan sumber air, sumber air
minum yang digunakan serta dilengkapi dengan denah rumah.
d) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara formal maupun
informal
b) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota
keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta prilaku.
d) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana mengenai jumlah
anggota keluarga, dan upaya mengendalikan jumah anggota keluarga.
e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah sejauh mana
keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, sejauh mana
keluarga memanfaatkan sumberdaya
b) Pengobatan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah pernah memiliki riwayat gangguan
jiwa sebelumnya, namun pengobatan klien belum berhasil.
c) Aniaya
Biasanya pasiendengan harga diri rendah pernah melakukan, mengalami,
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.
b) Konsep diri
(1) Gambaran diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah akan mengatakan tidak ada
keluhan apapun
(2) Identitas diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah merasa tidak berdaya dan rendah
diri sehingga tidak mempunyai status yang di banggakan atau diharapkan di
keluarga maupun di masyarakat.
(3) Peran
Biasanya pasien mengalami penurunan produktifitas, ketegangan peran dan
merasa tidak mampu dalam melaksanakan tugas.
(4) Ideal diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah ingin diperlakukan dengan baik
oleh keluarga maupun masyarakat, sehingga pasien merasa dapat
menjalankan perannya di keluarga maupun di masyarakat.
c) Hubungan sosial
(1) Pasien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu atau meminta
dukungan
(2) Pasien merasa berada di lingkungan yang mengancam
(3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien
(4) Pasien sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan mengeksploitasi orang
lain.
d) Spiritual
(1) Falsafah hidup
Biasanya pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan ancaman,
tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap sakit serta dengan
penyembuhannya
(2) Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara dengan frekuensi lambat, tertahan, volume suara
rendah, sedikit bicara, inkoheren, dan bloking.
(5) Afek
Afek pasien biasanya tumpul yaitu klien tidak mampu berespon bila ada
stimulus emosi yang bereaksi.
(7) Persepsi
Biasanya pasien mengalami halusinasi dengar/lihat yang mengancam atau
memberi perintah.
(11) Memori
Biasanya pasien dengan harga diri rendah umumnya tidak terdapat gangguan
pada memorinya, baik memori jangka pendek ataupun memori jangka
panjang.
c) Mandi
Biasanya pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun, menyikat gigi dan
pasien selalu mencuci rambutnya setiap 2 hari 1 kali.
f) Penggunaan obat
Biasanya pasien minum obat 3 kali dalam sehari, cara pasien meminum
obatnya dimasukkan kemudian pasienmeminum air. Biasanya pasien belum
paham prinsip 5 benar dalam meminum obat.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien akan melanjutkan obat untuk terapi dengan dukungan dari
keluarga serta petugas kesehatan dan orang disekitarnya.
Jenis data yang diperoleh dapat berupa data primer yaitu data yang langsung didapat
oleh perawat, dan data sekunder yaitu data yang diambil dari hasil pengkajian atau
catatan tim kesehatan lain. Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah
pasien dari kelompok data yang telah dikumpulkan.
Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk
diperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah yaitu: penyebab
(causa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah
prioritas masalah pasien dari beberapa maslaah yang dimiliki oleh pasien. Umumnya
masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab
adalah salah satu dari beberapa masalah pasien yang merupakan penyebab masalah
utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah lain, demikian
seterusnya. Akibat adalah salah satu dari masalah pasien yang merupakan efek/akibat
dari masalah utama. Efek ini dapat pula menyebabkan efek lain, demikian seterusnya.
a) Strategi pelaksanaan pertama keluarga: mengenal masalah harga diri rendah dan
megenal masalah harga diri rendah dan latihan cara merawat (melatih kegiatan
pertama)
(1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien harga diri rendah.
(2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah dan
akibat harga diri rendah (gunakan booklet).
(3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah .
(4) Memberikan pujian terhadap semua hal positif yang dimiliki pasien.
(5) Melatih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan yang dipih pasien.
(6) Menganjurkan kepada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian.
b) Strategi pelaksanaan kedua keluarga: latihan cara merawat/membimbing melakukan
kegiatan kedua
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri rendah.
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih.
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan berikan pujian.
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan kedua yang dipilih.
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian.
c) Strategi pelaksanaan ketiga keluarga: latihan cara merawat/membimbing melakukan
kegiatan ketiga
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan berikan pujian
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang dipilih
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian
d) Strategi pelaksanaan keempat keluarga: latihan cara merawat/membimbing melakukan
kegiatan keempat
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan berikan pujian
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang dipilih
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian.
4. Evaluasi keperawatan
Menurut Kemenkes RI (2012) evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat
harga diri rendah adalah:
a. Evaluasi kemampuan pasien harga diri rendah berhasil apabila pasien dapat:
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yag dapat dikerjakan
4) Membuat jadwal kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri
rendah
b. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) harga diri rendah berhasil apabila
keluarga dapat:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya harga diri rendah, dan akibat jika harga diri rendah tidak
diatasi)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien untuk
meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi harga diri rendah
6) Melakukan follow up ke puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan melakukan
rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Badan PPSDM.2012. Modul pelatihan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Dermawan, D. 2013. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Biru
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Friedman, Marilyn m, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan
Praktik. Jakarta : EGC.
Guindon, M, H. 2010. Self-esteem Across the Lifespan and interventions. New York: Taylor
and Francis Group
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Pramujiwati, Desi, dkk. 2013. Pemberdayaan keluarga dan kader Kesehatan Jiwa Dalam
Penanganan Pasien Harga Diri Rendah Kronik dengan Pendekatan
Model Precede L.Green di RW 06, 07 dan 10 Tanah Baru Bogor Utara. Bogor
[diunduh pada 16 Mei 2018 pukul 08.10]
Suerni, Titik, dkk. 2013. Penerapan Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga Pada Klien
Dengan Harga Diri Rendah di Ruang Yudistira Rumah Sakit
Dr. H. Marzoeki Mahdi. Bogor [diunduh pada 21 November 2017 pukul 15.45]
Wachid, Abdul, dkk. 2013. Penerapan Terapi Latihan Keterampilan Sosial Pada Klien
Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah dengan Pendekatan Model Hubungan
Interpersonal Peplau Di RS Marzoeki Mahdi. Bogor [diunduh pada 21 April 2018
pukul 10.30]
WHO. 2014. Health For the Worlds Adolescents a Second Chance In The Second Decade.
Geneva, Switerland
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan JiwaCetakan kedua (edisi revisi). Bandung. PT Refrika
Aditama
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Kerawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama