Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA HARGA DIRI RENDAH

OLEH:
MAHASISWA

NAMA : FRANSISKA ROMANA NDAMANGGILIK


NIM : PO. 530320119119
TEMPAT PRAKTIK : PUSKESMAS OESAPA
MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA

MENGETAHUI

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
2021
A. Konsep Dasar Skizofrenia
1. Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Schizein” yang artinya retak atau pecah
(split), dan “phren” yang artinya pikiran, yang selalu dihubungkan dengan fungsi emosi.
Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang
mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi (Sianturi,
2014).Menurut Yosep (2011) “skizofrenia adalah penyakit neurologis yang
mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya”.

2. Etiologi

“Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi beberapa pendekatan seperti


pendekatan biologis, teori psikogenik, dan pendekatan gabungan (stree-vulnerability
model”.) (Prabowo,2014).

1. Pendekatan biologis

Ada beberapa teori terkait dengan pendekatan biologis terjadinya skizofrenia, antara
lain:

a. Teori genetic

Factor genetik sangat berperan dalam proses terjadinya skizofrenia, apabila kedua
orang tuanya menderita skizofrenia, maka kemungkinan anaknya mengalami
skizofrenia adalah sebesar 40% (Maramis,2006).

b. Teori biokimia

Menekankan pada hipotesis dopamin dan serotonin glutamat. Peningkatan reseptor


neuron dopamin pada jalur mesolimbik menimbulkan gejala positif, sedangkan
penurunan reseptor neuron dopamin pada jalur mesokortek dalam kortek
prefrontalis bias menimbulkan gejala positif (Maramis, 2006). Pada teori serotonin
glutamat disebutkan bahwa penurunan kadar glutamat akan menyebabkan
penurunan regulasi reseptor Nmetyl D aspartarte (NMDA) sehingga menimbulkan
gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif (Maramis,2006).

c. Teori neurostruktural
Menurut Maramis (2006), orang dengan skizofrenia menunjukkan tiga tipe
abnormalitas structural, yaitu:
1) Atrofi kortikal

Dapat terjadi karena faktor degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk
berkembang normal, dan bisa juga dikarenakan infeksi virus pada otak dalam
kandungan (Maramis,2009).

2) Pembesaran ventrikel otak

Pada penderita skizofrenia diperkirakan 20 sampai 50%, sehingga dapat


menimbulkan gejala skizofrenia kronis dan tanda negative (Maramis,2009).

3) Asimetri serebral yang terbalik


Pada orang dengan skizofrenia terjadi abnormalitas, besar sisi kanan dan kiri otak
sehingga menimbulkan adanya perbedaan pemahaman masalah-masalah kognitif
pada klien skizofrenia (Maramis,2009).

2. Teori psikogenik

Menyatakan “skizofrenia suatu gangguan fungsional dengan penyebab utama adalah


konflik, stress psikologik, dan hubungan antar manusia yang mengecewakan”.
(Maramis, 2006).

3. Pendekatan gabungan (stree-vulnerability model)

Menyatakan orang dengan latar belakang genetik rentan terhadap skizofrenia dan
tinggal dalam lingkungan yang penuh dengan stress dapat memberikan kontribusi
terjadinya skizofrenia (Maramis, 2006).

3. Klasifikasi

Pembagian Skizofrenia yang dikutip dari Maramis (2005) dalam buku Prabowo (2014),
antara lain:

1. Skizofrenia Simplex

Sering timbul untuk pertama kali pada masa pubertas. Gejalanya seperti kadangkala
emosi dan gangguan proses berpikir, waham dan halusinasi masih jarang terjadi.
2. Skizofrenia Hebefrenik

Biasanya timbul pada masa remaja antara umur 15 - 25 tahun. Gejala yang sering
terlihat yaitu gangguan proses berfikir dan adanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat
pada skizofrenia hebefrenik. Waham dan halusinasi sering terjadi.

3. Skizofrenia Katatonia

Timbul pada umur 15-30 tahun dan kadang kala bersifat akut serta sering di dahului
oleh stress emosional.

4. Skizofrenia Paranoid

Gejala yang paling terlihat yaitu waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak agak
congkak dan kurang percaya pada orang lain.

5. Skizofrenia Akut

Gejalanya muncul tiba-tiba dan pasien seperti dalam keadaan sedang bermimpi.
Kesadarannya mungkin samar-samar, keadaan ini muncul perasaan seakan-akan dunia
luar serta dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual

Gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini
timbul sesudah beberapa kali mengalami skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Afektif

Gejala yang paling terlihat secara bersamaan gejala depresi (skizo depresif) atau gejala
manla (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi
mungkin juga timbul serangan lagi.

4. Tanda dan Gejala

Gejala-gejala skizofrenia terdiri dari dua jenis yaitu gejala positif dan gejala negatif.
Gejala positif berupa delusi atau waham, halusinasi, kekecauan alam pikir, gaduh, gelisah,
tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
Gejala negatif berupa alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”, menarik diri atau
mengasingkan diri (with drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka
melamun (day dreaming), kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam dan
pola pikir stereotip (Muhyi, 2011). Gejala kognitif yang muncul pada orang
denganskizofrenia melibatkan masalah memori dan perhatian. Gejala kognitif akan
mempengaruhi orang dengan skizofrenia dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti
bermasalah dalam memahami informasi, kesulitan menentukan pilihan, kesulitan dalam
konsentrasi, dan kesulitan dalam mengingat (Maramis,2009).

5. Fase Skizofrenia

Ketiga fase tersebut disebut dengan fase psikotik. Sebelum fase psikotik muncul, terdapat
fase premorbid dan fase prodormal (Muhyi, 2011).Pada fase premorbid, fungsi-fungsi
individu masih dalam keadaan normatif (Muhyi, 2011). Pada fase prodormal biasanya
timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa sampai beberapa bulan atau beberapa
tahun sebelum diagnosis pasti skizofrenia ditegakkan. Gejala non spesifik berupa gangguan
tidur, ansietas, iritabilitas, depresi, sulit berkonsentrasi, mudah lelah, dan adanya perubahan
perilaku seperti kemunduran fungsi peran dan penarikan sosial (Muhyi, 2011). Gejala positif
seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati fase
psikotik (Muhyi, 2011). Masuk ke fase akut psikotik, gejala positif semakin jelas seperti
tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Kemudian
muncul fase stabilisasi yang berlangsung setelah dilakukan terapi dan pada fase stabil
terlihat gejala negatif dan residual dari gejala positif (Muhyi, 2011).

6. Patofisiologi

Patofisiologi skizofrenia adanya ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, terutama


norepinefrin, serotonin, dan dopamine (Sadock, 2015) “Namun, proses patofisiologi
skizofrenia masih belum diketahui secara pasti. Secara umum penelitian telah
mendapatkanbahwa skizofrenia dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama bagian
temporal (termasuk mediotemporal), bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea”.
Darisejumlah penelitian ini, daerah otak yang secara konsisten menunjukkan kelainan yaitu
daerah hipokampus dan parahipokampus (Abrams, Rojas, & Arciniegas, 2008).

7. Penatalaksanaan
(Nurarif min huda & Kusuma Hardhi. (2015).

1. Penggunaan obat antipsikosis

Terdapat 3 macam obat antipsikotik yaitu:

a). Antipsikotik konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunaanya disebut antipsikotik


konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
yaitu antara lain:

1) Haldol (haloperidol)

Sediaan haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg dan injeksi 5 mg/ml, dosis 5-15
mg/hari

2) Stelazine (trifluoperazine)

Sediaan trifluoperazine tablet 1 mg dan 5 mg, dosis 10-15 mg/hari

3) Mellaril (thioredazine)

Sediaan thioredazine tablet 50 dan 100 mg, dosis 150-600 mg/hari

4) Thorazine (chlorpromazine)

Sediaan chlorpromazine tablet 25 dan 100 mg dan injeksi 25 mg/ml, dosis 150-
600 mg/hari.

5) Trilafon (perphenazine)

Sediaan perfenazin tablet 2,4,8mg, dosis 12-24 mg/hari.

6) Prolixin (fluphenazine)

b). Newer atypical antipsycotics

Obat yang termasuk golongan ini disebut atipikal karena cara kerjanya berbeda,
serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotics yang tersedia, antara
lain:

a.) Risperido

b.) Seroquel (quetiapine)

c.) Zyprexa (olanzapine)

c). Clozaril (clozapine)

“Clozaril memiliki efek samping yang jarang namun sangat serius dimana pada
kasus yang jarang ada 1 persen, clozaril dapat menurunkan sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat clozaril harus
memeriksakan sel darah putihnya secara regular”.

2. Terapi elektro konvulsif (ECT)


Terapi ini digunakan dalam menangani klien skizofrenia dengan intensitas 20-30 kali
terapi. Biasanya dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).

3. Pembedahan bagian otak

4. Perawatan di rumah sakit (Hospitalization)

5. Psikoterapi

a. Psikoanaisis

“Tujuan terapi psikoanalisis ini menyadarkan individu akan konflik yang tidak
disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya untuk mengendalikan
kecemasanya”.

b. Terapi perilaku (Behavioristik)

“Terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan, karena terapi
ini berkaitan dengan perilaku nyata”. Paul dan lentz menggunakan dua bentuk
program psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian:

1) Social learning program

Menolong penderita skizofrenia untuk mengajari perilaku-perilaku yang sesuai.


2) Social skill training

Terapi ini digunakan untuk melatih keterampilan sosial pasien.

c). Terapi humanistic

Terapi kelompok dan terapi keluarga.

B. Konsep Dasar Harga Diri Rendah

1. Pengertian Harga Diri Rendah

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga, tidak berarti,
rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (Keliat, 2011).

Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011)
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana individu
mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang
dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri akibat evaluasi negatif
yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa gagal dalam mencapai
keinginan.

2. Rentang Respon Harga Diri Rendah


Adapun tentang respon konsep diri dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Respon Adaptif Respon maladptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan depersonalisasi

Diri positif Rendah Identitas

Gambar 2.1 Rentang respon Konsep Diri menurut (Stuart, 2007)


Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi:

a. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman
nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat mengapresiasikan kemampuan
yang dimilikinya

b. Konsep diri positif


Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu dapat
mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dalam menilai suatu
masalah individu berfikir secara positif dan realistis.

Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi:

a. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak
kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.

c. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan
dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan sdirinya dengan orang
lain.

3. Faktor Predisposisi Harga Diri Rendah


Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Menurut
Kemenkes RI (2012) faktor predisposisi ini dapat dibagi sebagai berikut:

a. Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau trauma kepala.

b. Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan harapan
orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, penilaian negatif pasien terhadap
gambaran diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realisitis,
dan pengaruh penilaian internal individu.

c. Faktor sosial budaya


Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan terhadap pasien
yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan
lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat pendidikan rendah.

4. Faktor Presipitasi Harga Diri Rendah

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang
menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya karena trauma yang
muncul tiba-tiba, sedangkan yang kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit
atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan memingkat saat
dirawat (yosep, 2009)

Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:

1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang


mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian
c) Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat dan
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh;
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik yang
berhubungan dengan tumbuh kembang normal; prosedur medis dan
keperawatan.

5. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah

Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak
pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang prilaku klien sebelumnya bahkan
kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu
menjadi harga diri rendah.

Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada
pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan
peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi
dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak
memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus
menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.

Psikodinamika terjadinya Harga Diri Rendah dapat dijelaskan pada gambar 2.2
berikut ini :
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah (Stuart, 2013)
6. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil wawancara
dan observasi (Kemenkes, RI)a.Data subjektif

a. Pasien mengungkapkan tentang:


1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri
b. Data objektif
1) Penurunan produktifitas
2) Tidak berani menatap lawan bicara
3) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara rendah

Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri rendah
menurut Fitria (2009) adalah:

1) Mengkritik diri sendiri


2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) selera makan kurang
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah
6. Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis

Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi (2015)
adalah:

a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial, keagaman,
politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga kontes
popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara
(penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.

8. Penatalaksanaan Keperawatan Harga Diri Rendah Kro


Strategi pelaksanaan tindakan dan komunikasi (SP/SK) merupakan suatu metoda
bimbingan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang berdasarkan kebutuhan
pasien dan mengacu pada standar dengan mengimplementasikan komunikasi yang
efektif. Penatalaksanaan harga diri rendah tindakan keperawatan pada pasien menurut
Suhron (2017) diantaranya:

1. Tujuan keperawatan: pasien mampu:


a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
d. Menetapkan atau memilih kegiatan yang telah dipilih sesuai
kemampuan
e. Merencanakan kegiatan yang telah dilatih
2. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1) Ucapkan setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Perkenalkan diri dengan pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan saat ini
4) Buat kontrak asuhan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien:
1) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat
daftar kegiatan)
2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang negatif
setiap kali bertemu dengan pasien
c. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
1) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar
kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
2) Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri
yang diungkapkan pasien
d. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan kegiatan
yang dilakukan
1) Diskusikan kegiatan yang dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
2) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
e. Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
1) Latih kegiatan yang dipilih (alat atau cara melakukannnya).
2) Bantu pasien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali
perhari.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan
pasien.
4) Bantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya menyusun
rencana kegiatan.
5) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.
6) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari
7) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
aktivitas.
8) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga.
9) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah pelaksanaan
kegiatan

C. Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri Rendah Kronis

1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,
serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar
dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik mental, sosial, dan lingkungan (Keliat, 2011)

Menurut Prabowo (2014) isi dari pengkajian tersebut adalah:


1) Identitas pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
status marital, suku/bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang rawat, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab.

2) Keluhan utama/alasan masuk


Biasanya pasien datang ke rumah sakit jiwa atau puskesmas dengan alasan masuk
pasien sering menyendiri, tidak berani menatap lawan bicara, sering menunduk dan
nada suara rendah.

3) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai jenis tipe keluarga
atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tradisional dan nontradisional.

4) Suku Bangsa
Membahas tentang suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku bangsa
tersebut kaitannya dengan kesehatan.
5) Agama
Menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing keluarga, perbedaan
kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang dapat memengaruhi kesehatan

6) Status Sosial dan Ekonomi


Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga
maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan
pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang
dimiliki oleh keluarga. 7)Aktivitas Rekreasi Keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama
untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan menonton televisi dan
mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi

8) Riwayat keluarga dan Tahap Perkembangan


a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap perkembangan
keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari
keluarga inti.

b) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai


Identifikasi tahap perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi dan yang belum
terpenuhi. Pengkajian ini juga menjelaskan kendala – kendala yang membuat
tugas perkembangan keluarga tersebut belum terpenuhi.

c) Riwayat keluarga inti


Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti, meliputi riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing – masing anggota keluarga
meliputi penyakit yang pernah diderita oleh keluarga, terutama gangguan jiwa.

d) Riwayat keluarga sebelumnya


Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami dan istri, serta
penyakit keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi tentang penyakit yang
pernah diderita oleh keluarga klien, baik berhubungan dengan panyakit yang
diderita oleh klien, maupun penyakit keturunan dan menular lainnya.

9) Data Lingkungan
a) Karakteristik rumaah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah,
jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan sumber air, sumber air
minum yang digunakan serta dilengkapi dengan denah rumah.

b) Karakteristik tetangga dan komunitas RW


Identifikasi mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat
meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan penduduk setempat
serta budaya setempat yang memengaruhi kesehatan.

c) Mobilitas geografis keluarga


Mobilitas geografis keluarga dapat diketahui melalui kebiasaan keluarga
berpindah tempat.

d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat


Identifikasi mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta
perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana interaksi keluarga dengan
masyarakat.

10) Struktur Keluarga


a) Sistem pendukung keluarga
Hal yang perlu dalam identifikasi sistem pendukung keluarga adalah jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas – fasilitas yang dimiliki keluarga untuk
menunjang kesehatan mencangkup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau
dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari
masyarakat setempat.

b) Pola komunikasi keluarga


Identifikasi cara berkomunikasi antar anggota keluarga, respon anggota keluarga
dalam komunikasi, peran anggota keluarga, pola komunikasi yang digunakan,
dan kemungkinan terjadinya komunikasi disfungsional.

c) Struktur kekuatan keluarga


Mengenai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi
orang lain untuk mengubah prilaku.

d) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara formal maupun
informal

e) Nilai dan norma keluarga


Mengetahui nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berkaitan dengan
kesehatannya.

11) Fungsi Keluarga


a) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki
dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga
lainnya, bagaiman kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana
keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

b) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota
keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta prilaku.

c) Fungsi perawatan kesehatan


Mengetahui sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlingdungan, serta perawatan anggota keluarga yang sakit. Kesanggupan
anggota keluarga dalam melaksanakan perawatan kesehatan dilihat dari
kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga, yaitu
(a) Mengenal masalah kesehatan; (b) Mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan; (c) melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit; (d)
Menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan; (e) Mampu
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan tempat tinggal.

d) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana mengenai jumlah
anggota keluarga, dan upaya mengendalikan jumah anggota keluarga.

e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah sejauh mana
keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, sejauh mana
keluarga memanfaatkan sumberdaya

dimasyarakat untuk meningkatkan status kesehatannya


12) Faktor predisposisi
a) Riwayat gangguan jiwa
Biasanya pasien dengan harga diri rendah memiliki riwayat gangguan jiwa dan
pernah dirawat sebelumnya.

b) Pengobatan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah pernah memiliki riwayat gangguan
jiwa sebelumnya, namun pengobatan klien belum berhasil.

c) Aniaya
Biasanya pasiendengan harga diri rendah pernah melakukan, mengalami,
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.

d) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


Biasanya ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang sama dengan
pasien.

e) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan


Biasanya pasien dengan harga diri rendah mempunyai pengalaman yang
kurang menyenangkan pada masa lalu seperti kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan serta tidak tercapainya ideal diri merupakan stressor
psikologik bagi klien yang dapat menyebabkan gangguan jiwa.

13) Pengkajian fisik


Tanda tanda vital:
Biasanya tekanan darah dan nadi pasien dengan harga diri rendah meningkat.

14) Pengkajian psikososial


a) Genogram
Biasanya menggambarkan garis keturunan keluarga pasien, apakah ada keluarga
pasien yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami pasien.

b) Konsep diri
(1) Gambaran diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah akan mengatakan tidak ada
keluhan apapun
(2) Identitas diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah merasa tidak berdaya dan rendah
diri sehingga tidak mempunyai status yang di banggakan atau diharapkan di
keluarga maupun di masyarakat.

(3) Peran
Biasanya pasien mengalami penurunan produktifitas, ketegangan peran dan
merasa tidak mampu dalam melaksanakan tugas.
(4) Ideal diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah ingin diperlakukan dengan baik
oleh keluarga maupun masyarakat, sehingga pasien merasa dapat
menjalankan perannya di keluarga maupun di masyarakat.

(5) Harga diri


Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis selalu mengungkapkan hal
negatif tentang dirinya dan orang lain, perasaan tidak mampu, pandangan
hidup yang pesimis serta penolakan terhadap kemampuan diri. Hal ini
menyebabkan pasien dengan harga diri rendah memiliki hubungan yang
kurang baik dengan orang lain sehingga pasien merasa dikucilkan di
lingkungan sekitarnya.

c) Hubungan sosial
(1) Pasien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu atau meminta
dukungan
(2) Pasien merasa berada di lingkungan yang mengancam
(3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien
(4) Pasien sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan mengeksploitasi orang
lain.
d) Spiritual
(1) Falsafah hidup
Biasanya pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan ancaman,
tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap sakit serta dengan
penyembuhannya

(2) Konsep kebutuhan dan praktek keagamaan


Pasien mengakui adanya tuhan, putus asa karena tuhan tidak memberikan
sesuatu yang diharapkan dan tidak mau menjalankan kegiatan keagamaan.

15) Status mental


(1) Penampilan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah penampilannya tidak rapi, tidak
sesuai karena klien kurang minta untuk melakukan perawatan diri. Kemuduran
dalam tingkat kebersihan dan kerapian dapat merupakan tanda adanya depresi
atau skizoprenia.

(2) Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara dengan frekuensi lambat, tertahan, volume suara
rendah, sedikit bicara, inkoheren, dan bloking.

(3) Aktivitas motorik


Biasanya aktivitas motorik pasien tegang, lambat, gelisah, dan terjadi
penurunan aktivitas interaksi.

(4) Alam perasaan


Pasien biasanya merasa tidak mampu dan pandangan hidup yang pesimis.

(5) Afek
Afek pasien biasanya tumpul yaitu klien tidak mampu berespon bila ada
stimulus emosi yang bereaksi.

(6) Interakasi selama wawancara


Biasanya pasien dengan harga diri rendah kurang kooperatif dan mudah
tersinggung.

(7) Persepsi
Biasanya pasien mengalami halusinasi dengar/lihat yang mengancam atau
memberi perintah.

(8) Proses pikir


Biasanya pasien dengan harga diri rendah terjadi pengulangan pembicaraan
(perseverasi) disebabkan karena pasien kurang kooperatif dan bicara lambat
sehingga sulit dipahami.
(9) Isi pikir
Biasanya pasien merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri, mengejek dan mengkritik diri sendiri.

(10) Tingkat kesadaran


Biasanya tingkat kesadaran pasien stupor (gangguan motorik seperti
ketakutan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh klien dalam sikap
canggung yang dipertahankan dalam waktu lama tetapi klien menyadari semua
yang terjadi di lingkungannya).

(11) Memori
Biasanya pasien dengan harga diri rendah umumnya tidak terdapat gangguan
pada memorinya, baik memori jangka pendek ataupun memori jangka
panjang.

(12) Tingkat konsentrasi dan berhitung


Biasanya tingkat konsentrasi terganggu dan mudah beralih atau tidak mampu
mempertahankan konsentrasi dalam waktu lama, karena merasa cemas. Dan
biasanya tidak mengalami gangguan dalam berhitung.

(13) Kemampuan menilai


Biasanya gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil keputusan
yang sederhana dengan bantuan orang lain, contohnya: berikan kesempatan
pada pasien untuk memilih mandi dahulu sebelum makan atau makan dahulu
sebelum mandi, setelah diberikan penjelasan pasien masih tidak mampu
mengambil keputusan) jelaskan sesuai data yang terkait. Masalah keperawatan
sesuai dengan data.

(14) Daya tilik diri


Biasanya pasien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi)
pada dirinya dan merasa tidak perlu meminta pertolongan/pasien menyangkal
keadaan penyakitnya, pasien tidak mau bercerita penyakitnya.

16) Kebutuhan persiapan pulang


a) Makan
Biasanya pasien makan 3 kali sehari dengan lauk pauk dan sayuran.

b) Buang air besar dan buang air kecil


Biasanya pasien BAB dan Bak secara mandiri dengan menggunakan toilet.
Klien jarang membersihkannya kembali

c) Mandi
Biasanya pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun, menyikat gigi dan
pasien selalu mencuci rambutnya setiap 2 hari 1 kali.

Klien menggunting kuku setiap kuku pasien dirasakan panjang.


d) Berpakaian
Biasanya pasien dapat mengenakan pakaian yang telah disediakan, klien
mengambil, memilih dan mengenakan secara mandiri.

e) Istirahat dan tidur


Biasanya pasien tidur siang setelah makan siang lebih kurang 2 jam, dan pada
malam hari pasien tidur lebih kurang 7-8 jam. Terkadang pasien terbangun
dimalam hari karena halusinasinya muncul.

f) Penggunaan obat
Biasanya pasien minum obat 3 kali dalam sehari, cara pasien meminum
obatnya dimasukkan kemudian pasienmeminum air. Biasanya pasien belum
paham prinsip 5 benar dalam meminum obat.

g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien akan melanjutkan obat untuk terapi dengan dukungan dari
keluarga serta petugas kesehatan dan orang disekitarnya.

h) Aktivitas di dalam rumah


Biasanya pasien jarang membantu di rumah, pasien jarang menyiapkan
makanan sendiri dan membantu membersihkan

i) Aktivitas di luar rumah.


Biasanya pasien jarang bersosialisasi dengan keluarga maupun dengan
lingkungannya.

17) Mekanisme koping


Pasien dengan harga diri rendah biasanya menggunakan mekanisme koping
maladaptif yaitu dengan minum alkohol, reaksi lambat, menghindar dan
mencederai diri.

18) Masalah psikososial dan lingkungan


Biasanya pasien mempunyai masalah dengan dukungan dari keluarganya. Pasien
merasa kurang mendapat perhatian dari keluarga. Pasien juga merasa tidak
diterima di lingkungan karena penilaian negatif dari diri sendiri dan orang lain.

19) Kurang pengetahuan


Biasanya pasien dengan harga diri rendah tidak mengetahui penyakit jiwa yang ia
alami dan penatalaksanaan program pengobatan.

20) Aspek medik


Biasanya pasien dengan harga rendah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Pasien dengan diagnosa medis Skizofrenia biasanya klien mendapatkan
Clorpromazine 1x100 mg, Halloperidol 3x5 mg, Trihexy penidil 3x2 mg, dan
Risporidon 2x2 mg.

Jenis data yang diperoleh dapat berupa data primer yaitu data yang langsung didapat
oleh perawat, dan data sekunder yaitu data yang diambil dari hasil pengkajian atau
catatan tim kesehatan lain. Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah
pasien dari kelompok data yang telah dikumpulkan.

Kemungkinan kesimpulan tersebut adalah:

a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan


1) Pasien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, pasien hanya memerlukan
pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow up secara periodik karena
tidak ada masalah dan pasien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi
masalah.
2) Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan
promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.

b. Ada masalah dengan kemungkinan:


1) Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan
masalah.
2) Aktual terjadi masalah disetai data pendukung.

Dari pengelompokkan data, selanjutnya perawat merumuskan masalah keperawatan


pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah pasien
saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Eko Prabowo,
2014).

Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk
diperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah yaitu: penyebab
(causa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah
prioritas masalah pasien dari beberapa maslaah yang dimiliki oleh pasien. Umumnya
masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab
adalah salah satu dari beberapa masalah pasien yang merupakan penyebab masalah
utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah lain, demikian
seterusnya. Akibat adalah salah satu dari masalah pasien yang merupakan efek/akibat
dari masalah utama. Efek ini dapat pula menyebabkan efek lain, demikian seterusnya.

Pohon masalah Harga Diri Rendah menurut Fitria (2009)

Defisit Perawatan Diri Isolasi sosial Effect

Harga diri rendah Core Problem

Koping individu tidak efektif Causa

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Yosep (2014) menjelaskan terdapat beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien dengan harga diri rendah diantaranya adalah:

1. Harga diri rendah kronik


2. Koping Individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
4. Defisit Perawatan Diri
3. Perencanaan tindakan keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan pada pasien menurut Kemenkes RI (2012), yaitu:

a. Strategi pelaksanaan pertama pasien: pengkajian dan latihan kegiatan pertama


(1) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan pengaruhnya
terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai, upaya
yang dilakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi
(2) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat daftar
kegiatan)
(3) Membantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar
kegiatan mana kegiatan yang dapat dilaksanakan)
(4) Membuat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
(5) Membantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk
dilatih
(6) Melatih kegiatan yang dipilih oleh pasien (alat dan cara melakukannya)
(7) Memasukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan untuk dilatih dua kali
per hari
b. Strategi pelaksanaan kedua pasien: latihan kegiatan kedua
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala harga diri rendah.
(2) Memvalidasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang telah dilatih dan
berikan pujian.
(3) Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
(4) Membantu pasien memilih kegiatan kedua yang telah dilatih
(5) Melatih kegiatan kedua (alat dan cara)
(6) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan: dua kegiatan, masingmasing dua
kali per hari.
c. Strategi pelaksanaan ketiga pasien: latihan kegiatan ketiga
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan melakukan kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih
dan berikan pujian
(3) Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua
(4) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih
(5) Melatih kegiatan ketiga (alat dan cara)
(6) Memasukkan jadwal kegiatan untuk latihan: tiga kegiatan, masingmasing dua kali
per hari.
d. Strategi pelaksanaan keempat pasien: latihan kegiatan keempat
(1) Mengevaluasi data harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah
dilatih dan berikan pujian
(3) Mengevaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga.
(4) Membantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
(5) Melatih kegiatan keempat (alat dan cara)
(6) Memasukan pada jadwal kegiatan untuk latihan: empat kegiatan masingmasing dua
kali per hari.

Strategi tindakan keperawatan keluarga menurut Suhron (2017) yaitu:

a) Strategi pelaksanaan pertama keluarga: mengenal masalah harga diri rendah dan
megenal masalah harga diri rendah dan latihan cara merawat (melatih kegiatan
pertama)
(1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien harga diri rendah.
(2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah dan
akibat harga diri rendah (gunakan booklet).
(3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah .
(4) Memberikan pujian terhadap semua hal positif yang dimiliki pasien.
(5) Melatih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan yang dipih pasien.
(6) Menganjurkan kepada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian.
b) Strategi pelaksanaan kedua keluarga: latihan cara merawat/membimbing melakukan
kegiatan kedua
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri rendah.
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih.
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan berikan pujian.
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan kedua yang dipilih.
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian.
c) Strategi pelaksanaan ketiga keluarga: latihan cara merawat/membimbing melakukan
kegiatan ketiga
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan berikan pujian
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang dipilih
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian
d) Strategi pelaksanaan keempat keluarga: latihan cara merawat/membimbing melakukan
kegiatan keempat
(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala harga diri rendah
(2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
(3) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat dan berikan pujian
(4) Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang dipilih
(5) Menganjurkan pada keluarga untuk membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian.

4. Evaluasi keperawatan
Menurut Kemenkes RI (2012) evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat
harga diri rendah adalah:

a. Evaluasi kemampuan pasien harga diri rendah berhasil apabila pasien dapat:
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yag dapat dikerjakan
4) Membuat jadwal kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri
rendah
b. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) harga diri rendah berhasil apabila
keluarga dapat:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya harga diri rendah, dan akibat jika harga diri rendah tidak
diatasi)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien untuk
meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi harga diri rendah
6) Melakukan follow up ke puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan melakukan
rujukan.

DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Badan PPSDM.2012. Modul pelatihan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Dermawan, D. 2013. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Biru

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika

Friedman, Marilyn m, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan
Praktik. Jakarta : EGC.

Guindon, M, H. 2010. Self-esteem Across the Lifespan and interventions. New York: Taylor
and Francis Group

Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:CV Andi Offset

Notoadmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Padila.


2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Pramujiwati, Desi, dkk. 2013. Pemberdayaan keluarga dan kader Kesehatan Jiwa Dalam
Penanganan Pasien Harga Diri Rendah Kronik dengan Pendekatan
Model Precede L.Green di RW 06, 07 dan 10 Tanah Baru Bogor Utara. Bogor
[diunduh pada 16 Mei 2018 pukul 08.10]

Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakterisitik dan


Keunggulannya. Jakarta: Grasindo

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Mentri Kesehatan RI

Suerni, Titik, dkk. 2013. Penerapan Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga Pada Klien
Dengan Harga Diri Rendah di Ruang Yudistira Rumah Sakit

Dr. H. Marzoeki Mahdi. Bogor [diunduh pada 21 November 2017 pukul 15.45]

Suhron, Muhammad. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self Esteem.


Jakarta: Mitra Wacana Media
Stuart. 2007. Buku Saku Keperawatan. Jakarta: EGC

Stuart. 2013. Buku Saku Keperawatan. Jakarta. EGC

Wachid, Abdul, dkk. 2013. Penerapan Terapi Latihan Keterampilan Sosial Pada Klien
Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah dengan Pendekatan Model Hubungan
Interpersonal Peplau Di RS Marzoeki Mahdi. Bogor [diunduh pada 21 April 2018
pukul 10.30]

WHO. 2014. Health For the Worlds Adolescents a Second Chance In The Second Decade.
Geneva, Switerland

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan JiwaCetakan kedua (edisi revisi). Bandung. PT Refrika
Aditama

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama

Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Kerawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai