Anda di halaman 1dari 50

CASED ANALYZES METHOD (CAM)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. T.N DENGAN SINDROM


NEFROTIK
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II
dosen pengampu:

disusun oleh :
Kelompok II

Sania Suci Defrianti 302017064 (Pembanding)


Siti Amanah 30201706 (Pembanding)

PROGRAM STUDI SARJANI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG Jl. K.H. Ahmad Dahlan
(Banteng) Dalam No.6 Bandung 4026
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan
sayangnya kepada kita semua khususnya kepada penulis serta selalu memberikan
hidayah dan inayahnya sehingga penyusun dapat membuat makalah ini dengan
penuh suka cita dan dapat mengumpulkan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah yang penulis susun ini dibuat untuk memenuhi salah satu Tugas
Case Analized Method. Dalam penyusunannya pun penulis mendapatkan bantuan
dari teman-teman dan dari referensi buku dan jurnal. Sudah barang tentu makalah
yang penulis buat belum sepenuhnya sempurna, sehingga penulis dengan lapang
dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sehingga
di kemudian hari penulis dapat membuat makalah jauh lebih baik dari makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca serta
menjadi inspirasi bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.

Bandung, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS .......................................................................... 3
A. Definisi Sindrom Nefrotik............................................................................ 3
B. Etiologi Sindrom Nefrotik ........................................................................... 3
C. Patofisiologi ................................................................................................. 4
D. Pathway ........................................................................................................ 6
E. Manifestasi Klinis ........................................................................................ 8
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 8
G. Penatalaksanaan Medis ................................................................................ 9
H. Komplikasi ................................................................................................ 13
I. Respon Anak ketika menjalani Hospitalisasi ............................................. 15
BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................. 19
A. Kasus .......................................................................................................... 19
B. FORMAT PENGKAJIAN ANAK ............................................................. 21
C. ANALISA DATA ...................................................................................... 36
D. PRIORITAS MASALAH .......................................................................... 40
E. Nursing Care Plan (NCP) ........................................................................... 41
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 46
A. Kesimpulan ................................................................................................ 46
B. Saran ........................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah salah satu penyakit glomerulus yang sering
ditemukan pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, dan
edema dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Diperkirakan enam kasus per
tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun di Indonesia dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1.
Angka kejadian SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000
anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, dengan perbandingan anak lakilaki
dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas (FKUI) / Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta, SN merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
Poliklinik Khusus Nefrologi dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal
anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila
disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau
hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases
in Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22%
dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan acuan yang akan menjadi bahasan. Adapun
beberapa rumusan masalah adalah sebagai berikut.
1. Apa definisi dari sindrom nefrotik?
2. Bagaimana etiologi dari sindrom nefrotik?
3. Bagaimana patofisiologi dari sindrom nefrotik?
4. Bagaimana pathway dari sindrom nefrotik?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari sindrom nefrotik?

1
2

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari sindrom nefrotik?


7. Bagaimana penatalaksanaan dari sindrom nefrotik?
8. Apa komplikasi dari sindrom nefrotik?
9. Bagaimana respon anak ketika menjalani hospitalisasi?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada sindrom nefrotik?
C. Tujuan
Tujuan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang akan membahas
beberapa pertanyaan dari rumusan masalah. Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Dari tujuan pembuatan makalah ini diharapkan pembaca
mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan sindrom nefrotik
pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari sindrom nefrotik.
b. Untuk mengetahui etiologi dari sindrom nefrotik.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari sindrom nefrotik.
d. Untuk mengetahui pahway dari sindrom nefrotik.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sindrom nefrotik.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari sindrom nefrotik.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari sindrom nefrotik.
h. Untuk mengetahui komplikasi dari sindrom nefrotik.
i. Untuk mengetahui respon hospitalisasi pada anak.
j. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan pada sindrom
nefrotik.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Sindrom Nefrotik
Menurut Wong (2008) sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang
meliputi proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperlipemia dan edema.
Kelainan tersebut dapat terjadi sebagai penyakit primer yang dikenal dengan
nefrosis idiopatik, nefrosis masa kanak-kanak atau sindrom nefrosis dengan
perubahan minimal (MCNS).
Sindrom nefrotik (SN) adalah salah satu penyakit glomerulus yang sering
ditemukan pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, dan
edema dengan atau tanpa hiperkolesterolemia (Robin S. Mamesah, 2016 ).
Menurut penulis, sindrom nefrotik adalah penyakit glomerulus yang terjadi
pada anak yang biasanya ditandai dengan adanya proteinuria,
hipoalbuminemia, dan edema.
B. Etiologi Sindrom Nefrotik
Menurut Arief Mansjoer sebab pasti dari sindrom nefrotik belum diketahui.
Umumnya sindrom nefrotik dibagi menjadi:
1) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasite malaria, penyakit kolagen, glomerulonephritis
akut, glomerulonefrotis kronik, thrombosis vena renalis, bahan kimia,
amyloidosis, dll.
Menurut Prodjosudjadi (2006), sindom nefrotik dapat disebabkan oleh
glomerulonephritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit
jaringan penghubung, akibat obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik.
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada
glomerulonephritis pasca infeksi steptokokus atau infeksi virus hepatitis B,
akibat obat misalnya obat anti inflamasi non-steroid atau preparat emas
organic, dan akibat penyakit sistemik misalnya pada lupus eritematosus
sistemik dan diabetes mellitus.

3
4

C. Patofisiologi
Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan
hipoalbuminemia. Pada biopsi, penipisan yang luas dari prosesus kaki podosit
(tanda sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan peran penting podosit.
Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada
sistem imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit
yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding
kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan
MYH9 (gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis
(FSGS) (Behrman, 2000).
Jika glomerulus terus dibiarkan meloloskan molekul-molekul yang lebih
besar dari normalnya lewat seperti protein, glukosa, dan yang lainnya maka
glomerulus akan mengalami kerusakan dan mengarah ke glomerulosklerosis.
Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan struktur sel-sel tertentu yang
digantikan oleh fibroblas, kolagen, deposit lemak, dan matriks mesangial.
Akibat lain nefron yang tersisa akan melakukan penyesuaian terhadap keadaan
tersebut sehingga beban nefron yang tersisa makin berat sampai pada akhirnya
akan berubah menjadi jaringan parut dan terjadi kehilangan nefron yang lebih
banyak. Hal inilah yang membuat prognosis sindrom nerfotik mengarahkan
penderitanya mengalami gagal ginjal (Rachmandi, 2010).
Proses pengeluaran zat-zat sisa pada ginjal terdiri dari fase filtrasi oleh
glomerulus, fase reabsorbsi melalui tubuli dan terakhir fase ekskresi oleh tubuli
kolektivus. Pada penderita sindrom nefrotik, nefron yang rusak lambat laun
akan mengalami kerusakan, untuk sementara waktu mungkin masih bisa diatasi
oleh nefron yang lainnya. Namun, jika ini terus berlanjut maka nefron yang
lainnya pun akan ikut mati atau kehilangan fungsinya dan tumbuh jaringan
parut sehingga ginjal mengalami pengurangan massa ginjal (nefron) dan
penurunan fungsi ginjal, yang akan menyebabkan gangguan dalam proses
fisiologik ginjal terutama dalam hal ekskresi zat-zat sisa, salah satunya asam
5

urat. Jika dibiarkan terlalu lama menumpuk, maka asam urat akan mengkristal
khusus nya di sendi (Pardede, 2017).
D. Pathway

Etiologi
↑ Permebialitas
- Idiopatik Edema
glomerulus
- Reaksi auto
Lecet
imun
- Infeksi
Molekul – molekul tidak Penekanan pada area
virus/bakteri tersaring sempurna tubuh edema

Kerusakan glomerulus Sirkulasi darah


tertekan tidak
adekuat
↑ Fungsi nefron Gagal filtrasi

Molekul – molekul masuk Lecet


↑ Fungsi ginjal ke dalam urine

↑ Protein urine Kerusakan


Gagal membuang zat
Integritas Kulit

↓ Protein dalam darah

6
↑ Asam urat Hipoalbuminemia ↓ Respon imun

Mengkristal SINDROM NEFROTIK Resiko Infeksi

Anoreksia, nausea, Gangguan


Peradangan pada ↓ Volume
vomitus pemenuhan nutrisi
nefron intravaskuler

Mendesak rongga
Nyeri atau sakit ↑ ADH lambung Ketidakseimbangan
badan Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh

Asites ↑ Tekanan abdomen


Nyeri Akut

Kelebihan Volume
Cairan

7
8

E. Manifestasi Klinis
Menurut Behrman (2000), manifestasi klinis sindrom nefrotik terbagi atas:
1. Proteinuria
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik.
Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut
dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan
protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik.
2. Hipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan
proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien
sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin
kurang dari 2,5 g/dL.
3. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema
pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan 6menyebabkan cairan
merembes ke ruang interstisial.
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein
serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan
penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein.
Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari
plasma
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Chris (2014), pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosa
sindrom nefrotik, yaitu:
9

1. Pemeriksaan proteinuria
Dipstik (≥ 2+), urinalisis, serta urin tampung selama 24 jam.
Dianjurkan untuk mengambil sample urine pada pagi hari untuk pengukuran
protein total dan kreatinin. Sugestif sindrom nefrotik apabila rasio protein
terhadap kreatinin >0,5.
2. Pemeriksaan kadar elektrolit serum, BUN, kreatinin (hitung bersihan
kreatinin), protein total, albumin, dan kolesterol
3. Pengukuran steroptozyme, dan ANA jika dicurigai sindrom nefrotik
sekunder.
4. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada
infeksi saluran kemih (ISK).
5. Pemeriksaan darah
a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
b. Trombosit, hematokrit, LED)
c. Albumin dan kolesterol serum
d. Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin
6. Biopsi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk kelainan
dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada sindrom nefrotik sekunder),
mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hypoalbuminemia,
serta mencegah dan mengatasi komplikasi nefrotiknya. (Wilson, 1995).
Pengobatan sindrom nefrotik terdiri dari obat-obatan kortikosteroid dan
imunosuprensif yang ditujukan terhadap lesi pada ginjal, diet tinggi protein,
dan rendah garam, diuretic, infus albumin intravena, pembatasan aktifitas
selama fase akut, serta menjauhkan pasien dari sumber-sumber infeksi.
Penatalaksanaan dalam jangka panjang sangat penting karena banyak penderita
akan mengalami remisi berulang selama bertahun-tahun, tetapi dengan
semakin lanjutnya hialinisasi glomerulus maka proteinuria akan semakin
berkurang sedangkan azotemia semakin berat. (Wilson, 1995).
10

Penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada pasien yang menderita


sindrom nefrotik adalah:
a) Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
b) Pembatasan sodium jika anak hipertensi
c) Antibiotic untuk mencegah infeksi
d) Terapi diuretic
e) Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
f) Pengobatan kortikosteroid
1. Terapi inisial
Berdasarkan International Study of Kidney Disease in
Children (ISKDC), terapi inisial untuk anak dengan sindrom
nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah prednison
dosis 60mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80
mg/hari) dalam dosis terbagi. Terapi inisial diberikan dengan dosis
penuh selama 4 minggu. Apabila dalam empat minggu pertama telah
terjadi remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40
mg/m2LPB/hari atau 1,5 mg/kgBB/hari, diberikan selang satu hari,
dan diberikan satu hari sekali setelah makan pagi. Apabila setelah
dilakukan pengobatan dosis penuh tidak juga terjadi remisi, maka
pasien dinyatakan resisten steroid.
2. Pengobatan sindrom nefrotik relaps
Pada pasien sindrom nefrotik relaps diberikan pengobatan
prednison dosis penuh hingga terjadi remisi (maksimal 4 minggu)
dan dilanjutkan dengan pemberian dosis alternating selama 4
minggu. Apabila pasien terjadi remisi tetapi terjadi proteinuria lebih
dari sama dengan positif 2 dan tanpa edema, terlebih dahulu dicari
penyebab timbulnya proteinuria, yang biasanya disebabkan oleh
karena infeksi saluran nafas atas, sebelum diberikan prednison.
Apabila ditemukan infeksi, diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila
kemudian protenuria menghilang maka pengobatan relaps tidak
11

perlu diberikan. Namun, apabila terjadi proteinuria sejak awal yang


disertai dengan edema, diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan
diberikan prednison pada pasien.
3. Pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:
a. Pemberian steroid jangka panjang
b. Pemberian levamisol
c. Pengobatan dengan sitostatika
d. Pengobatan dengan siklosporin atau mikofenolat mofetil (opsi
terakhir)
Perlu dicari pula adanya fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di
gigi, radang telinga tengah atau kecacingan. Penjelasan mengenai
empat opsi di atas adalah sebagai berikut :
a) Steroid jangka panjang
Untuk pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau
dependen steroid pada anak, setelah remisi dengan prednison
dosis penuh, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian steroid
dosis 1,5 mg/kgBB secara alternating. Dosis lalu diturunkan
perlahan atau secara bertahap 0,2 mg/kgBB setiap 2 minggu
hingga dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara
0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis tersebut merupakan dosis
threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan. Setelah
pemberian 6-12 bulan, lalu dicoba untuk dihentikan. Pada anak
usia sekolah umumnya dapat menoleransi prednison dengan
dosis 0,5 mg/kgBB dan pada anak usia pra sekolah dapat
menoleransi hingga dosis 1 mg/kgBB secara alternating.
Apabila pada prednison dosis 0,1-0,5 mg/kgBB alternating
terjadi relaps, terapi diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB dalam
dosis terbagi diberikan setiap hari hingga remisi. Apabila telah
remisi dosis prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgBB secara
alternating. Setiap 2 minggu diturunkan 0,2 mg/kgBB hingga
12

satu tahap (0,2 mg/kgBB) di atas dosis prednison pada saat


terjadi relaps yang sebelumnya.
Apabila pada dosis prednison rumatan > 0,5 mg/kgBB
alternating terjadi relaps tetapi pada dosis < 1,0 mg/kgBB
alternating tidak menimbulkan efek samping yang berat maka
dapat diikombinasikan dengan levamisol dengan selang satu hari
2,5 mg/kgBB selama 4-12 bulan atau dapat langsung diberikan
siklofosfamid. Pemberian siklofosamid (2-3 mg/kgBB/hari)
selama 8-12 minggu, apabila pada keadaan berikut :
- Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB alternating, atau
- dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai :
 efek samping steroid yang berat
 pernah relaps dengan gejala yang berat, yaitu
hipovolemia, trombosis, dan sepsis.
b) Levamisol
Peran levamisol sebagai steroid sparing agent terbukti
efektif. Dosis yang diberikan yaitu 2,5 mg/kgBB dosis tunggal,
dengan selang satu hari dalam waktu 4-12 bulan. Levamisol
mempunyai efek samping antara lain mual, muntah,
hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel.
c) Sitostatika
d) Siklosporin (CyA)
e) Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
4. Pengobatan sindrom nefrotik dengan kontraindikasi steroid
Apabila terdapat geajala atau tanda yang menjadi
kontraindikasi steroid, seperti tekanan darah tinggi, peningkatan
ureum, dan atau kreatinin, infeksi berat, dapat diberikan sitostatik
CPA oral maupun CPA puls. Pemberian siklofosfamid per oral
diberikan dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Untuk
pemberian CPA puls dosisnya adalah 500-750 mg/m2LPB, yang
13

dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, diberikan selama 2 jam.


CPA puls diberikan dalam 7 dosis dengan interval 1 bulan.
5. Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan SN resisten
steroid yang memuaskan. Sebelum dimulai pengobatan pada SN
resisten steroid sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat
gambaran patologi anatomi. Hal ini karena gambaran patologi
anatomi akan mempengaruhi prognosis. Pengobatan pada SNRS
adalah:
a. Siklofosfamid (CPA)
b. Siklosporin (CyA)
c. Metilprednisolon puls
H. Komplikasi
Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan
sindrom nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk
menderita infeksi bakterial karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B
properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi
imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau ascites. Spontaneus bacterial
peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia,
selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin terjadi.
Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering
penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin
juga ditemukan sebagai penyebab.
Adapun beberapa komplikasi dari syndrom nefrotik:
1. Hiperlipidemia dan Lipiduria
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN.
Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi ari
normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan
meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama
pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan
peningkatan VLDL (very low density lipoprotein). Selain itu ditemukan
14

pula peningkatan IDL dan lipoprotein a sedangkan HDL cenderung normal


atau rendah.
Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan
sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Semula diduga
hiperlipidemia merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap sintesis protein
oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia
disimpulkan hiperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin mendekati
normal dan sebaliknya pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar kolesterol
dapat normal.
2. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat
peningkatan koagulasi intravascular. Pada SN akibat GNMN
kecenderungan terjadinya trombosis vena renalis cukup tinggi sedangkan
SN pada GNLM dan GNMP frekuensinya kecil. Emboli paru dan
thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis=DVT) sering dijumpai pada
SN. Kelainan tersebut disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas
berbagai faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme
hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks meliputi peningkatan fibrinogen,
hiperagregasi trombosit, dan penurunan fibrinolisis. Gangguan koagulasi
yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan
kehilangan protein melalui urin.
3. Infeksi
Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan
ganggauan system komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gamma globulin
sering ditemukan pada pasien SN oleh karena sintesis yang menurun atau
katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang
melalui urin. Jumlah sel T dalam sirkulasi berkurang yang menggambarkan
gangguan imunitas selular. Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferin
dan zinc yang dibutuhkan oleh sel T agar dapat berfungsi dengan normal.
15

4. Gangguan Fungsi Ginjal


Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan
timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan
menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema intrarenal
yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.
Sindrom nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi
PGTA(penyakit ginjal tahap akhir). Proteinuria merupakan faktor risiko
penentu terhadap progresivitas SN. Progresivitas kerusakan glomerulus,
perkembangan glomerulosklerosis, dan kerusakan tubulointerstisium
dikaitkan dengan proteinuria. Hiperlipidemia juga dihubungkan dengan
mekanisme terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointerstisium
pada SN, walaupun peran terhadap progresivitas penyakitnya belum
diketahui secara pasti.
I. Respon Anak ketika menjalani Hospitalisasi
Hospitalisasi dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang
mengancam dan merupakan sebuah stressor, serta dapat menimbulkan krisis
bagi anak dan keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena anak tidak
memahami mengapa di rawat, stress dengan adanya perubahan akan status
kesehatan, lingkungan dan kebiasaan seharihari dan keterbatasan
mekanisme koping. Menurut Alimul (2005) anak akan memberikan
Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak reaksi saat sakit dan
mengalami proses hospitalisasi. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan, pengalaman sebelumnya, support system dalam keluarga,
ketrampilan koping dan berat ringannya penyakit. Menurut Wong (2003)
dalam jurnal Yuli Utami tentang Dampak Hospitalisasi Terhadap
Perkembangan Anak berbagai perasaan merupakan respons emosional
seperti berikut.
1. Cemas akibat Perpisahan
Kecemasan yang timbul merupakan respon emosional
terhadap penilaian sesuatu yang berbahaya, berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart & Sundeen, 1998).
16

Menurut Wong (2003), Stres utama dari masa bayi pertengahan


sampai usia prasekolah, terutama untuk anak-anak yang berusia 6
bulan sampai 30 bulan adalah kecemasan akibat perpisahan yang
disebut sebagai depresi anaklitik. Pada kondisi cemas akibat
perpisahan anak akan memberikan respon berupa perubahan
perilaku. Manifestasi kecemasan yang timbul terbagi menjadi tiga
fase yaitu:
a) fase protes (phase of protest); anak-anak bereaksi secara agresif
dengan menangis dan berteriak memanggil orang tua, menarik
perhatian agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan
orang tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain
dan sulit ditenangkan.
b) fase putus asa (phase of despair); dimana tangisan akan berhenti
dan muncul depresi yang terlihat adalah anak kurang begitu
aktif, tidak tertarik untuk bermain atau terhadap makanan dan
menarik diri dari orang lain.
c) fase menolak (phase of denial); merupakan fase terakhir yaitu
fase pelepasan atau penyangkalan, dimana anak tampak mulai
mampu menyesuaikan diri terhadap kehilangan, tertarik pada
lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain dan tampak
membentuk hubungan baru, meskipun perilaku tersebut
dilakukan merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan
merupakan kesenangan.
2. Kehilangan Kendali
Kurangnya kendali akan mengakibatkan persepsi ancaman
dan dapat mempengaruhi ketrampilan koping anak-anak.
Kehilangan kendali pada anak sangat beragam dan tergantung usia
serta tingkat perkembangannya seperti:
a) Kehilangan kendali pada bayi
Bayi sedang mengembangkan ciri kepribadian sehat yang
paling penting yaitu rasa percaya yang dibangun melalui
17

pemberian kasih sayang secara terus menerus dari orang yang


mengasuhnya. Bayi berusaha mengendalikan lingkungannya
dengan ungkapan emosional seperti menangis dan tersenyum.
b) Kehilangan kendali pada
Toddler Sesuai dengan teori Ericson dalam Price & Gwin
(2005), bahwa pada fase ini anak sedang mengembangkan
kemampuan otonominya. Akibat sakit dan dirawat di rumah
sakit, anak akan kehilangan kebebasan dalam mengembangkan
otonominya. Keterbatasan aktifitas, kurangnya kemampuan
untuk memilih dan perubahan rutinitas dan ritual akan
menyebabkan anak merasa tidak berdaya. Toddler bergantung
pada konsistensi dan familiaritas ritual harian guna memberikan
stabilitas dan kendali selama masa pertumbuhan dan
perkembangan. Area toddler dalam hal ritual mencakup makan,
tidur, mandi, toileting dan bermain. Jika rutinitas tersebut
terganggu, maka dapat terjadi kemunduran terhadap
kemampuan yang sudah dicapai atau disebut dengan regresi.
c) Kehilangan kendali pada anak prasekolah
Anak usia prasekolah menerima keadaan masuk rumah sakit
dengan rasa ketakutan. Jika anak sangat ketakutan, ia dapat
menampilkan perilaku agresif, dari menggigit, menendang-
nendang, bahkan berlari keluar ruangan. Selain itu ada sebagian
anak yang menganggapnya sebagai hukuman sehingga timbul
perasaan malu dan bersalah, dipisahkan, merasa tidak aman dan
kemandiriannya terhambat (Wong, 2003). Beberapa di
antaranya akan menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka
menangis tidak mau dirawat. Ekspresi verbal yang ditampilkan
seperti mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama
dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua. Biasanya
anak akan bertanya karena bingung dan tidak mengetahui
keadaan di sekelilingnya. Selain itu, anak juga akan menangis,
18

bingung, khususnya bila keluar darah atau mengalami nyeri pada


anggota tubuhnya. Ditambah lagi, beberapa prosedur medis
dapat membuat anak semakin takut, cemas, dan stres.
d) Kehilangan kendali pada anak sekolah
Banyak rutinitas di rumah sakit seperti tirah baring yang
dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih
menu, kurangnya privasi, kegiatan mandi di tempat tidur,
penggunaan kursi roda atau brankar dapat menyebabkan
ancaman dan kehilangan kendali pada anak sekolah
(Wong,2003). Akan tetapi jika anak-anak tersebut diizinkan
memegang kendali dengan cara melibatkannya dalam setiap
prosedur yang memungkinkan, mereka akan berespon dengan
sangat baik terhadap prosedur apa pun. Hal ini biasanya terjadi
akibat perasaan berguna dan produktif untuk anak-anak yang
sedang belajar "bertindak dewasa". (Utami, Yuli. 2014)
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
An.T.N, laki-laki, usia 12 tahun dengan diagnosis sindroma nefrotik,
acute kidney injury, obesitas, hipoalbuminemia, sellulitis dan striae di kaki kiri,
masuk ke rumah sakit dengan keluhan badan bengkak sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit dan badan terasa nyeri. Tidak ada riwayat penyakit serupa
sebelumnya dalam keluarga. Riwayat batuk pilek dan demam berulang namun
tidak diobati. An.T.N tidak memiliki riwayat alergi, riwayat imunisasi lengkap.
Pada Januari 2016, An.T.N mengalami bengkak mulai dari mata kemudian
menjalar ke tangan dan kaki, kemudian ke seluruh tubuh. Setelah itu, An.T.N
berobat ke RSUD Kota Bekasi selama 2 minggu dan tidak ada perbaikan, orang
tua kemudian membawa ke alternatif dan mengatakan ada perbaikan. Pada
akhir bulan Maret 2016, An.T.N mengalami bengkak kembali. Orang tua
mengatakan anak mengalami penurunan nafsu makan sejak seminggu sebelum
masuk rumah sakit.
Saat masuk ruang non infeksi tanggal 12-04-2016, hasil pemeriksaan
fisiknya adalah tekanan darah 121/71 mmHg, frekuensi napas 20x/menit, nadi
72x/menit, suhu tubuh per axilla 36.50C, rata-rata jumlah minum anak 1000-
1200 cc/hari, terdapat edema palpebra bilateral (derajat 2) dan di skrotalis,
terdapat pitting edema di ekstremitas (derajat 3), terdapat ascites (lingkar
perut= 72 cm), distensi abdomen, dan shifting dullness. Buang air kecil 4000
cc selama 24 jam berwarna kecoklatan terkadang jernih. Nyeri terjadi dari
pangkal paha dengan skor nyeri 3-4 menggunakan metode pengukuran
Numeric Rating Scale (NRS). Tungkai kiri lebih bengkak dan nyeri bila
digerakkan. Terdapat lecet di genitalia. IWL anak 700 cc/12 jam,
keseimbangan cairan negatif 1585 cc/12 jam, diuresis 2,4 cc/kgBB/jam. BB
anak saat ini 70 kg, BB sebelum sakit=22 kg, tinggi badan=120 cm, anak
mengalami mual, porsi makan tidak selalu habis, bising usus 7x/menit, lingkar
lengan atas= 23 cm.

19
20

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12-04-2016 adalah nilai


Hb= 12,3 gr/dl, Hct= 36,7%, leukosit= 12100/μl, trombosit= 369000/UL,
ureum= 134 mg/dl, kreatinin= 1,983 mg/dl, natrium= 130 mg/dl, kalium= 4,6
mEq/L, klorida= 114 mEq/L, asam urat= 9,2 mg/dl, albumin= 1,2 g/dL, gula
darah sewaktu= 125 mg/dl, laju endap darah= 83 mmHg. Pada tanggal 14-04-
2016 didapatkan nilai ASTO= 121 IU/ml, ANA negatif, anti ds DNA= 1,6
IU/ml, urinalisis: warna kuning keruh, Ph= 6.0, protein 3+, darah 1+,
urobilinogen 3,2, epitel 1+, leukosit 5-7, eritrosit 3-4, silinder hyalin 0-2,
bakteri positif. Terapi yang diberikan adalah furosemid 3x40 mg intravena,
aldacton (spironolacton) 2x50 mg, cefotaxime 3x1 gram intravena, furomisin
zalf 4xoles pada genitalia, kompres NaCl 0,9% pada genitalia, diet makan
biasa 2100 kalori rendah garam, rendah protein, RDA protein 70 gram.
21

B. FORMAT PENGKAJIAN ANAK


DATA UMUM
Nomor RM : 20191911 Sumber Informasi
Nama : An. TN Nama : Ny. B
Tanggal lahir : 12 Januari 2012 Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : L/P Pekerjaan : IRT
Tanggal pengkajian : 12/04/16 Alamat : Kp. Gajah
Jam : 10.00 Hubungan dengan anak: Ibu
Bila ada, bisa tempel stiker identitas kandung
pasien

A. RIWAYAT KESEHATAN
I. Keluhan Utama
Pasien mengeluh badan bengkak dan terasa nyeri.
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh penurunan nafsu makan sejak
seminggu yang lalu dan badan bengkak sejak 2 minggu serta badan terasa
nyeri. Nyeri terjadi dari pangkal paha dengan skor nyeri 3-4. Tungkai kiri
lebih bengkak. Nyeri dirasakan apabila digerakkan.
III. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal
Konsumsi obat  Tidak  Ya, ............................
selama kehamilan
Adakah ibu jatuh  Tidak  Ya, ............................
selama hamil
2. Natal
Cara melahirkan  Spontan  SC  Dengan alat bantu
Penolong persalinan  Dokter  Bidan  Bukan tenaga kesehatan
3. Postnatal
22

Kondisi kesehatan BBL (.............)gram; PB (..........)cm


bayi
Kelainan kongenital  Tidak  Ya, .............................
Pengeluaran BAB  <24jam  >24 jam
pertama
4. Penyakit terdahulu  Tidak  Ya
Jika Ya, bagaimana Pada Januari 2016, An. T.N mengalami bengkak
gejala dan dimulai dari mata kemudian menjalar ke tangan dan
penanganannya? kaki serta seluruh tubuh. Setelah itu, An. T.N berobat
ke Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi selama 2
minggu dan tidak ada perubahan. Lalu, An. T.N
dibawa ke pengobatan alternative oleh orang tuanya
dan mengatakan ada perubahan.
Pernah dioperasi  Tidak  Ya
Jika Ya, sebutkan .......................................................................................
waktu dan berapa .......................................................................................
hari dirawat?
5. Pernah dirawat di  Tidak  Ya
RS
Jika Ya, sebutkan Sindroma Nefrotik
penyakitnya dan
respon emosional
saat dirawat?
6. Riwayat  Tidak  Ya
penggunaan obat
Jika Ya, sebutkan .......................................................................................
nama dan respon .......................................................................................
anak terhadap
pemakaian obat?
7. Riwayat alergi  Tidak  Ya
23

Jika Ya, apakah .......................................................................................


jenis alerginya dan .......................................................................................
bagaimana
penanganannya?
8. Riwayat  Tidak  Ya
kecelakaan
Jika Ya, jelaskan .......................................................................................
.......................................................................................
9. Riwayat  Hepatitis  BCG  Polio  DPT  Campak
immunisasi  Lain-lain : Lengkap.

IV. Riwayat Keluarga


1. Riwayat penyakit keturunan  Tidak  Ya, ......................
2. Riwayat penyakit menular  Tidak  Ya, ........................

V. Pengkajian Fisiologis
1. OKSIGENASI
Perilaku
Ventilasi Frekuensi : □Teratur □Tidak teratur
□ Trakeostomi □ penggunaan Oksigen ……..x/mnt
□ Sekret :
Respirasi □ sesak Nafas □ Nafas Cuping hidung □ Retraksi
dada
□ Vesikuler □ Ronchi □ Wheezing □ Krakles
□ Batuk □ lain-lain…..
Pertukaran Gas AGD tgl ….. pH : PaO2: PCO2:
HCO3 BE : Sat O2:
Transport Gas Nadi : 72 x/mnt □ regular □ ireguler TD :
Akral : □ hangat □ dingin □ anemis □ pucat
24

□ cianosis □ clubbing finger □ pusing


Bunyi Jantung □ BJ I/II Normal □ murmur □ Gallop
Hasil
Laboratorium
Thorax
Ct Scan
2. NUTRISI
PERILAKU
BB saat ini BB (70)kg PB/TB (120)cm LLA : 23 cm
Status Nutrisi □ Lebih □ Baik □ kurang □ Buruk
Diet □ ASI □ susu formula □ bubur □ nasi tim
Puasa □ Ya □ tidak Frekuensi makan : Posi makan:
Cara Makan □ oral □ OGT □ NGT □ Gastrostomi □ parenteral
Kualitas Makan □ kurang □ cukup □ baik
Lidah □ bersih □ Kotor stomatitis : □ ya □ tidak
Mulut Caries : □ ya □ tidak lain-lain:
Abdomen □ supel □ kembung □ tegang □ terdapat massa
lokasi: Abdomen
Hepar □ tidak teraba □ hepatomegali □ lien □
splenomegali
Bising Usus 7 x/mnt
3. PROTEKSI
PERILAKU
Gangguan Warna □ Tidak ada □ Pucat □
Kulit Jaundice
□ Menjadi merah □ Sianosis □ …………..
Suhu □ suhu : 36,5C □ Hangat □ Teraba panas
□Teraba dingin
Turgor □ Baik □ Jelek
25

Gangguan pada □ Tidak ada □ Lesi □ Erupsi □ Eritema


kulit □ Lainnya, ……………
Luka □ Tidak ada □ Ada
Stoma □ Tidak ada □ Ada
Drainase □ Tidak Ada □ Ada
Jika terjadi
gangguan pada
kulit / luka /
stoma, berikan
tanda silang (X)

Pengkajian Nyeri Skala 3-4

4. SENSASI
PERILAKU
Penglihatan □ Adekuat □ Menurun [R L]
□ Buta [R L] □ Katarak [R L]
Mata □ Kotoran mata [R L]
Pupil □ Simetris □ Tidak Simetris : R < L atau L < R
□ Reaktif □ Non Reaktif [R L]
Pengecapan □ Baik □ Tidak baik
26

Kondisi gigi □ Baik □ Terjadi gangguan □


Jelek
Gusi □ Pink □ Pucat □
Inflamasi
□ Perdarahan □ Kering □ Lembab
Penciuman □ Baik □ Tidak baik
Hidung □ Berdarah □ Drainage □ Tidak
ditemukan masalah
Pendengaran □ Adekuat □ Menurun [R L] □ Tuli [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
Telinga □ Bersih [R L] □ Kotor [R L] □ Discharge
[R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
5. CAIRAN DAN ELEKTROLIT
PERILAKU
Minum 1000-1200 cc/hari jenis: Air putih
Ubun-ubun □ rata □ Cekung
Mata □ cekung □ tidak Air mata: □ ada □ tidak
Mukosa mulut □ lembab □ kering
Turgor □ elastic □ tidak elastic
Edema □ ada □ tidak □ ektremitas □ anasarka □ asites
lingkar perut: 72 cm
Muntah □ ada □ tidak frekuensi: ……x/hr
Diare □ ada □ tidak frekuensi: ……x/hr
Perdarahan □ ada □ tidak □ ptekie □ purpura □ ekimosis
Cairan infuse □ ada □ tidak Jenis:
Balance cairan ………cc dieresis: 2,4 cc/KgBB/jam
Hasil Lab Urinalisis : Warna kuning keruh
pH : 6,0
Protein : 3+
27

6. ELIMINASI
PERILAKU
Buang air kecil Frekuensi :…..x/hr □ oliguri □ disuria □anuria
□ incontinensia □ retensi
Eliminasi urin □ spontan □ dower kateter □ cistostomi
□nefrostomi
Nyeri saat berkemih □ ada □ tidak
Warna urin Kecoklatan terkadang jernih
buang air besar Frekuensi :……..x/mnt □ normal □ diare □
konstipasi
Warna feses □ kuning □ hijau □ merah
Karakteristik feses □ lembek □ cair □ padat □ berlendir
Anus □ ada lubang □ tidak berlubang
Hasil laboratorium
7. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
PERILAKU
Postur tubuh □ normal □ tidak normal
Berjalan □ normal □ tidak normal
Aktivitas anak □ hiperaktif □ aktif □ pasif □ leterbatasan
□ pembatasan
Gerakan □ aktif □ tidak aktif
Paralise □ ada □ tidak □ tangan kanan/kiri/keduanya
□ kaki kanan/kiri/ keduanya
Tonus otot □ normal □ atrofi □ hipertrofi
Mobilisasi □ bedrest total □ ditempat tidur
Gangguan
neuromuscular
Mobilisasi
Jumalh jam tidur Tidur siang : jam tidur malam : jam
28

Kebiasaan □ tidak ada □ ada, sebutkan…..


sebelum tidur
Kesulitan tidur □ ada □ tidak ada
Tidur dengan □ ya □ tidak
bantuan obat
8. NEUROLOGI
PERILAKU
Kesadaran E;……….. M:…….. V:……….. □ CM □ apatis □
somnolen □ koma
Status mental □ terorientasi □ disorientasi □ gelisah
□ halusinasi
Pupil □ isokor □ anisokor
9. ENDOKRIN
PERILAKU
Masalah genital Lecet pada genitalia

VI. KONSEP DIRI


Pembawaan anak  Periang  Pemalu  Pendiam 
………………….
Reaksi terhadap  Baik
hospitalisasi?  Buruk
Adanya stress/ cemas?  Ya  Tidak
Persepsi keluarga  Baik
terhadap penyakit?  Buruk
Reaksi keluarga  Baik
terhadap penyakit?  Buruk
Persepsi keluarga  Baik
terhadap pengobatan?  Buruk
Masalah Keperawatan
29

Fokal Kontekstual Residual

VII. FUNGSI PERAN


Pengasuh  Ayah  Ibu  Nenek  Orang lain
Dukungan sibling  Ada  Tidak ada
Dukungan keluarga  Ada  Tidak ada
lain

VIII. INTERDEPENDENSI (KETERGANTUNGAN)


1. Imunitas Sebelum sakit Selama sakit
Respon ............................................... .............................................
peradangan ... .....
(merah/panas) ............................................... .............................................
... .....
Sensitifitas ............................................... .............................................
(nyeri/suhu) ... .....
............................................... .............................................
... .....
2. Neurologi
Pernah alami  Tidak  Ya
kejang
Jika Ya, ................................................................................................
waktu & ........
terjadinya ................................................................................................
kejang? ...........
3. Eliminasi Sebelum sakit Selama sakit
(BAB/BAK)
30

Frekuensi
(waktu)
Konsistensi
Kesulitan/nye
ri
Pemakaian
obat
Bowel status
Bowel LUQ RUQ LLQ RLQ
sounds :
Present
Absent

Hyperactive

Hypoactive
4. Aktivitas / Sebelum sakit Selama sakit
istirahat
Lama tidur Siang (<2-3 jam; >3 jam) Siang (<2-3 jam; >3 jam)
Malam(<6-7 jam; >7 jam) Malam(<6-7 jam; >7 jam)
Kebiasaan ............................................... .............................................
sebelum tidur ... .....
............................................... .............................................
... .....
Kesulitan
tidur
Alat bantu
aktifitas
Kesulitan ............................................... .............................................
pergerakan ... .....
31

............................................... .............................................
... .....
5. Cairan & Sebelum sakit Selama sakit
elektrolit
Frekuensi Tidak terkaji 1000-1200 cc
minum
Cara
pemenuhan

PEMERIKSAAN KECEMASAN
No Item yg dinilai Penilaian Skoring
0 1 2 3 4
1 Perasaan Kekhawatiran yang
berlebihan
2 Ketegangan Perasaan tegang,
kelelahan, , gemetar,
perasaan gelisah,
ketidakmampuan untuk
bersantai.
3 Ketakutan Gelap, orang asing, dari
ditinggal sendirian,
hewan, lalu lintas, dari
orang banyak.
4 Insomnia Sulit tidur, tidur tidak
memuaskan dan
kelelahan
pada bangun, mimpi,
mimpi buruk.
32

5 Intelektul Kesulitan dalam


konsentrasi, memori
yang buruk.
6 Perasaan Hilangnya minat,
tertekan kurangnya kesenangan
dalam hobi, depresi

7 Somatis Rasa sakit dan nyeri,


(muskular) kekakuan, peningkatan
tonus otot.
8 Somatis panas dan dingin,
(sensori) perasaan lemah,
merasakan sensasi
menusuk-nusuk
9 Kardiovaskuler Takikardia, palpitasi,
nyeri di dada, berdenyut
kapal, perasaan mau
pingsan
10 Pernapasan Mengeluh dada tertekan
atau penyempitan di
dada, perasaan tersedak,
dyspnea.
11 Gastroistenstinal Kesulitan dalam
menelan, sakit perut,
sensasi terbakar,
kepenuhan perut, mual,
muntah, kehilangan
berat badan, sembelit.
33

12 Perkemihan Frekuensi berkemih


sering, urgensi
berkemih, amenore,
13 Tanda autonomi Mulut kering,
kemerahan, pucat,
kecenderungan untuk
berkeringat, pusing,
ketegangan
sakit kepala,
14 Sikap pada saat Gelisah, gelisah atau
diwawancara mondar-mandir, tremor
tangan, mengerutkan
alis,
Wajah tegang,
mendesah atau
0 = Tidak ada, 1 = ringan , 2 = Sedang, 3 = berat , 4 = Sangat berat
IX. PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN
Umur sosial Motorik halus Motorik kasar
2 bulan  senyum  mengikuti gerak  mengangkat kepala
45 dari perut
4 bulan  senyum  menggenggam  membalikan badan
6 bulan  menggapai  memindahkan duduk
mainan benda dari tangan
satu ke tangan lain
9 bulan  bermain ciluk ba  mengambil benda  berdiri
dengan ibu jari dan
telunjuk
12 bulan  minum dgn  menjumput benda  berjalan
cangkir dengan 5 jari
34

18 bulan  menggunakan  mencoret-coret  naik tangga


sendok kertas
2 tahun  melepaskan  membuat garis  berdiri dgn satu kaki
pakaian
3 tahun  bermain  meniru membuat  mengayuh sepeda
interaktif garis
4 tahun  memasang  menggambar  melompat dengan
kancing baju satu kaki
5 tahun  memaka baju  meniru gambar  menangkap bola
tanpa pengawasan

Masalah Keperawatan
Fokal Kontekstual Residual

X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Tanggal 12/04/16
Hb : 12,3 gr/dl
Hct : 36,7%
Leukosit : 12100/l
Trombosit :369000/UL
Ureum : 134 mg/dl
Kreatinin : 1,983 mg/dl
Natrium : 130 mg/dl
Kalium : 4,6 mEq/L
Klorida : 114 mEq/L
Asam urat : 9,2 mg/dl
Albumin : 1,2 g/dl
GDS : 125 mg/dl
Laju endap darah : 83 mmhg
35

Tanggal 14/04/16
ASTO : 121 IU/ml
ANA : Negatif
Anti ds DNA : 1,6 IU/ml
Urinalisis : Warna kuning keruh
pH : 6,0
Protein : 3+
Darah : 1+
Urabilinogen : 3,2
Epitel : 1+
Leukosit : 5-7
Eritrosit : 3-4
Silinder hialin : 0-2
Bakteri : +
USG

Rontgen

XI. PENATALAKSANAAN MEDIS/KEPERAWATAN


Furosemid 3x40mg IV
Aldacton (spironolactone) 250 mg
Cefotaxime 3x1gr IV
Furomisin zalf 4xoles pada genetalia
Kompres NaCl 0,9% pada genetalia
Diet makan biasa 2100 kalori rendah garam rendah protein, RDA
36

XII. THERAPI

No. Nama Obat Dosis Rute

1. Furosemid 3x40 mg IV

2. Aldacton 2x50 mg

3. Cefotaxime 3x1 gr IV

4. Furomisin Zalf 4xoles Topikal

5. Kompres NaCl 0,9%

C. ANALISA DATA
Data Fokus Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Sindrom Nefrotik Kelebihan volume
Pasien mengatakan  cairan
mengalami badan  Volume
bengkak sejak 2 minggu intravaskuler
yang lalu 
DO:  ADH
- Terdapat asites

(lingkar perut 72
Asites
cm)

- Tungkai kiri lebih
Kelebihan volume
bengkak
cairan
- Terdapat edema
palpebral bilateral
(derajat 2) dan di
skrotalis
37

- Terdapat pitting
edema derajat 3 di
ekstremitas
- Hemoglobin
menurun (12.3
gr/dl)
- Hematocrit
menurun (36,7 %)
- Albumin menurun
(1,2 g/dl)
- Shiting dullnes
- BB anak 70 Kg
- Output 4000
cc/24jam
- IWL 700 cc/24jam
- Keseimbangan
cairan negative
1585 cc/12jam
- Diuresis 2,4
cc/kgBB/jam
- Diet kalori rendah
garam, protein,
RDA protein 70 g
DS: Kerusakan glomerulus Nyeri Akut
- Pasien 
mengeluhkan badan  fungsi nefron
terasa nyeri 
- Nyeri bila  fungsi ginjal
digerakkan

Gagal filtrasi
38

- Tungkai kiri nyeri 


bila digerakkan Molekul-molekul
DO: masuk kedalam urine
- Nyeri terjadi dari 
pangkal paha Ginjal gagal
- Skala nyeri 3-4 membuang zat

 Asam urat

Mengkristal

Peradangan pada
nefron

Nyeri atau sakit badan

Nyeri akut
DS: Asites Ketidakseimbangan
Orang tua pasien  Nutrisi Kurang Dari
mengatakan pasien  Tekanan abdomen Kebutuhan Tubuh
mengalami penurunan 
nafsu makan sejak satu Mendesak rongga
minggu yang lalu lambung
DO: 
- Pasien mengalami Anoreksia, nausea,
mual vomitus
- Porsi makan pasien

tidak selalu habis
Gangguan pemenuhan
- Bising usus 7
nutrisi
x/menit
39


Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DS: Faktor penyebab Kerusakan Integritas
- Pasien mengalami  Kulit
bengkak mulai  Permeabilitas
dari mata glomerulus
kemudian 
menjalar ketangan Edema
dan kaki lalu 
keseluruh tubuh Penekanan pada area
DO: tubuh edema
- Terdapat edema

palbebra bilateral
Sirkulasi darah tertekan
derajat 2
tidak adekuat
- Terdapat edema

diskrotalis
Lecet
- Terdapat pitting

edema
Kerusakan integritas
diekstremitas
kulit
derajat 3
- Terdapat lecet
digenitalia
- Mendapat terapi
furomisined zalf
4x oles pada
genitalia
Kompres Nacl 0,9
% pada genitalia
40

DS: - Hipoalbuminemia Resiko infeksi


DO: 
- Bakteri positif  Respon imun
- Leukosit tinggi 
12100 Resiko infeksi
- Hypoalbuminemia
(1.2)
- Urinalisis warna
kecoklatan atau
kuning keruh
(protein +3)

D. PRIORITAS MASALAH
1. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi ginjal
2. Nyeri akut b.d agens fisik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang
asupan nutrisi
4. Kerusakan Integritas Kulit b.d immobilitas akibat adanya edema
5. Resiko infeksi b.d menurunnya imunitas tubuh
E. Nursing Care Plan (NCP)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Kelebihan Volume Cairan b.d Setelah tindakan keperawatan 1. Pertahankan asupan 1. mencegah
Gangguan Mekanisme Regulasi 3x24 jam diharapkan cairan sesuai indikasi bertambahnya edema
Ginjal kelebihan volume cairan 2. Timbang berat badan menjadi lebih parah
terkontrol dengan kriteria setiap hari 2. untuk mengetahui
hasil: 3. Pantau pembatasan penurunan edema
1. Penurunan pitting asupan natrium sesuai pada tubuh
edema dari +3 menjadi dengan indikasi 3. agar tidak
+2 4. Pantau output aciran, memperparah retensi
2. Penurunan acites catat warna dan jumlah natrium yang dapat
3. Tidak terjadi 5. Terapi farmakologi meningkatkan edema
peningkatan berat - furosemide 3x40 4. untuk mengetahui
badan mg keberhasilan dari
4. Keseimbangan intake - alddacton terapi yang diberikan
output dalam 24 jam (spironolactone) 5. untuk mengurangi
2x50 mg cairan dalam tubuh
dan bengkak

41
2 Nyeri Akut b.d Agens Fisik Setelah tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk mengetahui
3x24 jam diharapkan nyeri nyeri secara daerah, kualitas,
akut berkurang dengan kriteria komprehensif kapan, serta berat
hasil: 2. Gunakan teknik ringannya dari nyeri
1. Skala nyeri pada komunikasi terapeutik 2. Untuk mengetahui
pangkal paha untuk mengetahui rasa nyeri yang sedang
berukurang dari skala pengalaman nyeri atau sudah dirasakan
3-4 menjadi 2 dalam 3. Kurangi faktor pencetus 3. Untuk meningkatkan
NRS (Numeric Ratting nyeri kenyamanan pasien
Scale) 4. Ajarkan tentang teknik 4. Untuk mengurangi
2. Nyeri berkurang saat non farmakologi faktor yang dapat
digerakkan menyebabkan nyeri
3. Menyatakan rasa menjadi timbul
nyaman setelah nyeri
berkurang
3 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah tindakan keperawatan 1. Monitor kalori dan 1. Membantu dalam
kurang dari kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan nutrisi asupan makanan mengindentifikasi
b.d kurang asupan nutrisi terkontrol dengan kriteria kebutuhan diet
hasil:

42
1. Nafsu makan 2. Anjurkan pasien 2. Pasien dapat
meningkat dengan kebutuhan diet melakukan apa yang
2. Porsi makan yang untuk kondisi sakit dianjurkan
diberikan dihabiskan 3. Bantu pasien terkait 3. Mulut yang bersih
dengan perawatan dapat meningkatkan
mulut sebelum makan nafsu makan
4. Pastikan makanan meningkat
disajikan dengan 4. Untuk meningkat
menarik untuk selera makan
dikonsumsi secara 5. Untuk menentukan
optimal diet yang tepat untuk
5. Kolaborasi dengan ahli meningkatkan status
gizi untuk mengatur nutrisi
diet yang diperlukan
4 Kerusakan Integritas Kulit b.d Setelah tindakan keperawatan 1. Inspeksi seluruh 1. Untuk mengetahui
immobilitas akibat adanya 3x24 jam diharapkan permukaan kulit apakah terdapat
edema kerusakan integritas kulit 2. Anjurkan pasien untuk luka pada kulit
teratasi dengan kriteria hasil: merubah posisi tidur pasien akibat
1. Integritas kulit terjaga setiap 4 jam

43
2. Tidak terjadi kerusakan 3. Anjurkan pasien edema dan terlalu
kulit menggunakan alas yang lama tertekan
lunak 2. Untuk menghindari
4. Lakukan massage pada timbulnya luka
daerah yang tertekan yang disebabkan
oleh terlalu lama
berbaring
3. Untuk mengurangi
penekanan pada
kulit yang edema
4. Untuk mengurangi
edema pada daerah
yang tertekan dan
mengurangi nyeri
5 Resiko Infeksi b.d menurunnya Setelah tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda 1. Agar mengetahui
imunitas tubuh 3x24 jam diharapkan anak vital pada anak tanda-tanda vital
tidak menunjukkan tanda- 2. Jauhkan anak kontak pada anak dalam
tanda infeksi dengan kriteria dengan orang yang batas normal
hasil: terinfeksi

44
1. Tidak ada tanda-tanda 3. Anjurkan keluarga dan 2. Untuk menghindari
infeksi kerabat/pengunjung penyebaran
2. Leukosit dalam batas untuk selalu cuci tangan virus/bakteri pada
4500-13500 sel/mm3 setelah berkegiatan anak yang dapat
3. Suhu tubuh dalam dengan baik dan benar menyebabkan
batas normal 36,5-37,5 sesuai prosedur infeksi
C 4. Berkolaborasi dengan 3. Untuk
dokter untuk pemberian meminimalisir
antibiotic pada anak penyebaran
bakteri/virus
terhadap anak
4. Untuk menekan
perkembangan
bakteri atau
mikroorganisme
dan untuk menceah
terjadinya infeksi

45
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik (SN) adalah salah satu penyakit glomerulus yang sering
ditemukan pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, dan
edema dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Penyebab pasti sindrom nefrotik
belum diketahui, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Para ahli membagi etiologinya menjadi 3 yaitu sindrom nefrotik
bawaan, sekunder, dan ideopatik. Salah satu tanda dan gejala nya adalah
terdapat edema/udim serta proteinuria dan albuminemia. Pemeriksaan
penunjang pada sindrom nefrotik salahsatunya adalah biopsy ginjal untuk
memperkuat diagnose. Pada penderita sindrom nefrotik dianjurkan untuk
melakukan diet rendah protein serta pengaturan cairan intake.
B. Saran
Penyusun mengaharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah
wawasan bagi yang membacanya, meskipun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami menerima kritik dan saran agar makalah ini
terus berkembang menjadi lebih baik.

46
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, K. &. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15, Vol 3. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Chris Tanto, F. l. (2014). Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta: Media Aesculapius.
Donna L Wong, M. d. (2008). Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2.
Jakarta: Kedokteran EGC.
Masjoer,Arif,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Media Aesculapius
FKUI : Jakarta
Rachmadi, Dedi. (2010). Aspek Genetik Sindrom Nefrotik Resisten Steroid.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung, Volume 42, No. 1
Pardede, S. O. (2017). Tata Laksana Non Imunosupresan Sindrom Nefrotik pada
Anak. Sari Pediatri , Vol. 19, No. 1, 53-62.
Robin S. Mamesah, A. U. (2016 ). Hubungan Aspek Klinis dan Laboratorik Dengan
tipe Sindrom Nefrotik Pada Anak. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4 Nomor
1, 349-353.

Anda mungkin juga menyukai