Anda di halaman 1dari 8

PAPER

PENTINGNYA KESELAMATAN KERJA BAGI PERAWAT DAN PASIEN DAN


TINJAUAN TERHADAP PRAKTIK TERBAIK

Dosen Pengajar :

Ns. Septiyanti, S.Kep., M.Pd.

Disusun Oleh :

DHIPA ASHIILAH BAAHIRAH


P01720123012

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
2023
Keselamatan pasien adalah pasien bebas dari cidera yang tidak seharusnya terjadi atau
bebas dari cidera yang potensial akan terjadi (penyakit, cidera fisik / sosial / psikologis, cacat,
kematian dll), terkait pelayanan kesehatan, Keselamatan pasien merupakan suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem ini meliputi : assesmen
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan menindaklanjuti insidenn serta
implemnetasi solusi untuk mengurangi dan meminimalkan timbulnya risiko (Depkes RI
2008).

Tujuan keselamatan pasien adalah terciptanya budaya keselamatan pasien di RS,


meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD
di RS, Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
(Depkes RI 2006). Standar keselamatan pasien rumah sakit meliputi Hak pasien, mendidik
pasien dan keluarga, kelematan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode–
metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang
keselamatan pasien, komunikasi adalah kunci keselamatan pasien (Permenkes No.
1691,2011).

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan


pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.Perawat harus memiliki pengetahuan terhadap kebijakan- kebijakan keselamatan pasien
di rumah sakit.
Adapun kebijakan yang mendukung keselamatan pasien adalah Pasal 43 UU No.
44/2009 :

1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien


2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang
tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien. Pemerintah
bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien.

Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:

a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

Kebijakan Departemen Kesehatan tentang keselamatan pasien rumah sakit :

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.


b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

Kebijakan patient safety di rumah sakit antara lain:

a. Rumah Sakit wajib melaksanakan sistim keselamatan pasien.


b. Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan pasien.
c. Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
d. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui program akreditasi
rumah sakit.
Pemimpin mempunyai pengaruh dalam meningkatkan keselamatan dan
menyelesaikan permasalahan keselamatan pasien yang ada dalam organisasi. Pemimpin
menginterpretasikan, mengansumsikan dan memberikan penilaian terhadap persoalan dan
akan memberikan solusi baik menyangkut pengetahuan, sikap maupun tindakan yang harus
dijalankan. Penerapan keselamatan pasien dilaksanakan dengan baik maka pelayanan yang
mengutamakan keselamatan dan kualitas yang optimal akan memberikan dampak yang luas.
Terutama bagi masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih berkualitas, aman dan
memenuhi harapan mereka.

Standar keselamatan pasien dilakukan melalui pelaporan insiden. Pelaporan insiden


seperti yang diatur dalam undang-undang ini ditujukan kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang selanjutnya diatur dalam peraturan menteri kesehatan No. 1691
tahun 2011. Dalam pasal 6 permenkes No.1691 tahun 2011 ini dikatakan bahwa rumah sakit
wajib membentuk timkeselamatan pasien rumah sakit (KPRS) yang ditetapkan oleh kepala
rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien, selanjutnya tim KPRS ini
mengembangkan program keselamatan pasien sesuai dengan kekhususan rumah sakit
tersebut, dan menyusun kebijakan dan prosedur terkait keselamatan pasien.

Dari berbagai artikel penelitian yang dalam pembahasan maka dapat disimpukan
bahwa budaya keselamatan pasien sangat terkait dengan kejadian insiden keselamatan
pasien.Dengan meningkatnya budaya keselamatan pasien maka angka kejadian insiden
keselamatan pasien dapat diminimalkan.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan penerapan budaya keselamatan pasien untuk meminimalkan insiden
keselamatan pasien adalah dengan melakukan pelaporan insiden keselamatan pasien, baik
KNC, KPC, KTC apalagi KTD.

Namun, masih banyak praktisi keperawatan yang mengabaiakan pelaporan insiden


karena menganggap insiden tersebut masih bisa ditangani dengan sendirinya atau mereka
tidak melaporkan jika tidak terjadi cedera pada pasien dan hanya melaporkan jika sudah
terjadi cedera.Komunikasi terkait berbagai informasi tentang kondisi pasien merupakan
komponen dasar pada patient safety. Transfer informasi pada handover merupakan hal yang
penting untuk menjamin efektivitas dan keamanan pada perawatan pasien.
Upaya perawat dalam membangun kesehatan didasarkan kepada penanganan dengan
sungguh-sungguh terhadap terciptanya derajat kesehatan yang maksimal yaitu dengan cara
menyadarkan, mendorong setiap orang agar bersedia menjadi sehat, aman, dan sejahtera.
Perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien mengacu pada standar
keselamatan pasien Join Commission International (JCI) dan berdasarkan permenkse no
1691/menkes/per/VII/2011 yang paling relevan terkait dengan mutu pelayanan rumah sakit
yakni International Patient Safety Goals yang meliputi 6 sasaran, 7 salah satunya Identify
Patient Correcly (Kemenkes, 2011).

Patient Safety (keselamatan pasien) adalah suatu prosedur atau proses dalam suatu
rumah sakit yag memberikan pelayanan pasien yang lebih aman (JCI, 2011). Dimana
dipengaruhi oleh perilaku dan penerapan dariperawat pelaksanaan yang mengutamakan
kepentingan keselamatan pasien (Lestari, 2012). Salah satu peningkatan mutu pelayanan
keselamatan pasien yaitu pencegahan dan pengurangan resiko infeksi dengan program yang
diterapkan yaitu hand hygiene yang efektif terutama 5 momen (WHO, 2009).

Menurut peneliti, rumah sakit merupakan tempat yang rentan terjadi infeksi
nosokomial atau infeksi baru selama perawatan, dan peran perawat dalam upaya pengurangan
resiko infeksi akan selalu dijelaskan kepada pasien ataupun pihak keluarga untuk melakukan
program mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Didepan tiap ruangan-ruangan di
ruang akut juga sudah terdapat desinfektan. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian yang
tinggi untuk mencegah infeksi yang ada dirumah sakit. Hasil analisis menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara pelaksanaan handover dengan patient safety di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Paru Sidawangi Provinsi Jawa Barat. Handover yang baik berkontribusi
terhadap peningkatan patient safety.

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.Oleh
karena itu, keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal
tersebut terkait dengan terjadinya Insiden Keselamatan Pasien (IKP) di rumah sakit.

Kejadian pasien jatuh merupakan masalah serius di rumah sakit terutama pasien rawat
inap karena kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator keselamatan pasien
khususnya anak dan indikator mutu rumah sakit.Penelitian bertujuan mengeksplorasi faktor
yang mempengaruhi risiko terjadi jatuh pada pasien anak.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus menerapkan
keselamatan pasien. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif, dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus
penuh dengan kepedulian.

Persepsi perawat untuk menjaga keselamatan pasien sangat berperan penting dalam
pencegahan, pengendalian, dan peningkatan keselamatan pasien (Choo dkk, 2011). Setiarso,
et al. (2009) menyatakan bahwa budaya lingkungan dalam bentuk nilai dan kepercayaan,
motivasi, dan komitmen, serta intensif untuk upaya berbagi pengetahuan dalam organisasi
merupakan suatu hal penting dalam program pengelolaan pengetahuan dalam organisasi.
Cahyono (2008) menyatakan bahwa pengetahuan SDM kesehatan, termasuk perawat adalah
hal yang berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya untuk
membangun budaya keselamatan pasien. Marquis dan Huston (2006) yang menyatakan
bahwa pengetahuan individu yang diperoleh dari pelatihan dalam pekerjaannya termasuk
dalam upaya pengembangan bermakna terhadap tingkat kebutuhan perawat akan
pengetahuan. Pelatihan dalam lingkup mutu dan keselamatan merupakan salah satu sarana
untuk menambah kebutuhan akan pengetahuan baru dan untuk meningkatkan kinerja individu
dan kinerja sistem (Henriksen & Dayton,2006).

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang melputi assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisi insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil (Permenkes No.
1691,2011).
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kesalahan menurut Reason
(Hughes,2008) adalah :
1. Faktor Individu
Karakteristik indvidu mencakup semua kualitas yang dimiliki setiap orang untuk
melakukan pekerjaan seperti pengetahuan, tingkat ketrampilan, pengalaman, kecerdasan,
kemampuan sensorik, pelatihan dan pendidikan, pengetahuan yang terakreditasi merupakan
dasar kemampuan perawat untuk melakukan pekerjaan tetapi disamping itu factor organismik
seperti kelelahan akibat melakukan pekerjaan berjam jam dapat mempengaruhi pemberi
layanan dalam menampilkan kerja yang optimal disamping motivasi.
2. Faktor sifat pekerjaan (the nature of work)
Fakor tingkat kedua mengacu pada sifat pekerjaan itu sendiri termasuk sejauh mana
prosedur yang telah terdefinisi dengan baik dimanfaatkan, sifat alur kerja, ada atau tidaknya
kerjasama tim, kompleksitas perawatan, fungsi peralatan, interupsi dan persaingan tugas,
syarat fisik ataukognitif untuk melakukan pekerjaan. Ada banyak penelitian menyatakan
bahwa kemahiran manusia dalam melakukan pekerjaan memainkan peranan penting.
3. Faktor interaksi manusia-system
Faktor di tingkat ketiga, interaksi manusia dengan system biasanya mengacu pada
cara dua subsystem berinteraksi atau berkomunikasi dalam batas batas system. Perangkat atau
alat harus dirancang atau dipilih sedemikian rupa sehingga pengguna (baik perawat atau
dokter) mengetahui status alat tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, di beberapa unit
seringkali tersedia alat yang sama dalam berbagai merek sehingga memberikan beban
kognitif bagi pengguna (perawat atau dokter) dimana mereka harus menghafalkan langkah
langkah penggunaan alat dari berbagai merk.
4. Faktor Lingkungan Fisik
Faktor di tingkat ketiga, keselamatan dan kualitas pelayanan harus diperhitungkan
dalam pembangunan fisik fasilitas (desain interior, tehnik lingkungan) standarisasi sistem
fasilitas dan peralatan, kamar pasien sehingga sesuai dengan kebutuhan pasien dan
pengunjung.
5. Faktor Lingkungan organisasi atau sosial
Faktor di tingkat ketiga iklim organisasi, norma kelompok, moral yang dianut
memberikan dampak terhadap terjadinya insiden.
6. Faktor Management
Faktor di tingkat ke empat, Kondisi perencanaan yang buruk, kebingungan atau ke
lalaian yang terkait dengan manager atau orang orang dalam posisi pengambilan keputusan
disebut kelalaian laten karena menjadi hulu. Praktek organisasi dan management seperti
pengaturan jumlah tenaga (ketenagaan atau staffing), komunikasi, beban kerja, penjadwalan
pasien,kemampuan personel mengakses (accessibility personnal), penyisipan teknologi baru,
jaminan kualitas prosedur memiliki dampak terhadap terjadinya insiden.

Masalah keselamatan hampir selalu merupakan akibat dari kehilangan informasi atau
informasi yang tersedia namun tidak ditindaklanjuti. Ini dimainkan dengan beberapa cara
yang berbeda. Pertama, jika perawat tidak dalam komunikasi yang baik dengan pasien, dia
mungkin tidak mendengar atau memahami signifikansi dari sesuatu yang coba coba
dikatakan pasien. Hal ini dapat disebut sebagai "informasi yang hilang." Kedua, karena
pasien akan menemui anggota tim perawatan lainnya pada waktu yang berbeda sepanjang
hari, informasi penting tentang pasien harus dilewatkan ke anggota tim lainnya pada berbagai
waktu. Jika perawat tidak dalam hubungan baik dengan anggota tim lainnya, dia mungkin
akan melupakan, atau menahan, atau menyampaikan informasi dengan cara yang terburu-
buru sehingga tidak benar-benar mendaftar.
Sebagai alternatif, penerima informasi mungkin terburu-buru atau sibuk atau dengan
cara lain tidak memperhatikan, dan perawat mungkin tidak sempat menjelaskannya. Hal ini
dapat disebut sebagai "informasi yang tidak ditindaklanjuti". Kasus salah diagnosa, perlakuan
salah, pemberian obat yang salah hampir selalu merupakan akibat dari masalah komunikasi
tersebut. Perawat tidak mendengar atau menangkap sesuatu yang ingin dikatakan pasien, atau
tidak dengan jelas menyampaikan informasi ini ke dokter atau orang lain yang akan
berurusan dengan pasien, atau tidak mendengar dengan jelas apa yang dilakukan dokter atau
anggota lain dari tim tersebut mencoba mengatakan kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai