Dosen Pengajar :
Disusun Oleh :
Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
Dari berbagai artikel penelitian yang dalam pembahasan maka dapat disimpukan
bahwa budaya keselamatan pasien sangat terkait dengan kejadian insiden keselamatan
pasien.Dengan meningkatnya budaya keselamatan pasien maka angka kejadian insiden
keselamatan pasien dapat diminimalkan.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan penerapan budaya keselamatan pasien untuk meminimalkan insiden
keselamatan pasien adalah dengan melakukan pelaporan insiden keselamatan pasien, baik
KNC, KPC, KTC apalagi KTD.
Patient Safety (keselamatan pasien) adalah suatu prosedur atau proses dalam suatu
rumah sakit yag memberikan pelayanan pasien yang lebih aman (JCI, 2011). Dimana
dipengaruhi oleh perilaku dan penerapan dariperawat pelaksanaan yang mengutamakan
kepentingan keselamatan pasien (Lestari, 2012). Salah satu peningkatan mutu pelayanan
keselamatan pasien yaitu pencegahan dan pengurangan resiko infeksi dengan program yang
diterapkan yaitu hand hygiene yang efektif terutama 5 momen (WHO, 2009).
Menurut peneliti, rumah sakit merupakan tempat yang rentan terjadi infeksi
nosokomial atau infeksi baru selama perawatan, dan peran perawat dalam upaya pengurangan
resiko infeksi akan selalu dijelaskan kepada pasien ataupun pihak keluarga untuk melakukan
program mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Didepan tiap ruangan-ruangan di
ruang akut juga sudah terdapat desinfektan. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian yang
tinggi untuk mencegah infeksi yang ada dirumah sakit. Hasil analisis menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara pelaksanaan handover dengan patient safety di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Paru Sidawangi Provinsi Jawa Barat. Handover yang baik berkontribusi
terhadap peningkatan patient safety.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.Oleh
karena itu, keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal
tersebut terkait dengan terjadinya Insiden Keselamatan Pasien (IKP) di rumah sakit.
Kejadian pasien jatuh merupakan masalah serius di rumah sakit terutama pasien rawat
inap karena kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator keselamatan pasien
khususnya anak dan indikator mutu rumah sakit.Penelitian bertujuan mengeksplorasi faktor
yang mempengaruhi risiko terjadi jatuh pada pasien anak.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus menerapkan
keselamatan pasien. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif, dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus
penuh dengan kepedulian.
Persepsi perawat untuk menjaga keselamatan pasien sangat berperan penting dalam
pencegahan, pengendalian, dan peningkatan keselamatan pasien (Choo dkk, 2011). Setiarso,
et al. (2009) menyatakan bahwa budaya lingkungan dalam bentuk nilai dan kepercayaan,
motivasi, dan komitmen, serta intensif untuk upaya berbagi pengetahuan dalam organisasi
merupakan suatu hal penting dalam program pengelolaan pengetahuan dalam organisasi.
Cahyono (2008) menyatakan bahwa pengetahuan SDM kesehatan, termasuk perawat adalah
hal yang berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya untuk
membangun budaya keselamatan pasien. Marquis dan Huston (2006) yang menyatakan
bahwa pengetahuan individu yang diperoleh dari pelatihan dalam pekerjaannya termasuk
dalam upaya pengembangan bermakna terhadap tingkat kebutuhan perawat akan
pengetahuan. Pelatihan dalam lingkup mutu dan keselamatan merupakan salah satu sarana
untuk menambah kebutuhan akan pengetahuan baru dan untuk meningkatkan kinerja individu
dan kinerja sistem (Henriksen & Dayton,2006).
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang melputi assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisi insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil (Permenkes No.
1691,2011).
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kesalahan menurut Reason
(Hughes,2008) adalah :
1. Faktor Individu
Karakteristik indvidu mencakup semua kualitas yang dimiliki setiap orang untuk
melakukan pekerjaan seperti pengetahuan, tingkat ketrampilan, pengalaman, kecerdasan,
kemampuan sensorik, pelatihan dan pendidikan, pengetahuan yang terakreditasi merupakan
dasar kemampuan perawat untuk melakukan pekerjaan tetapi disamping itu factor organismik
seperti kelelahan akibat melakukan pekerjaan berjam jam dapat mempengaruhi pemberi
layanan dalam menampilkan kerja yang optimal disamping motivasi.
2. Faktor sifat pekerjaan (the nature of work)
Fakor tingkat kedua mengacu pada sifat pekerjaan itu sendiri termasuk sejauh mana
prosedur yang telah terdefinisi dengan baik dimanfaatkan, sifat alur kerja, ada atau tidaknya
kerjasama tim, kompleksitas perawatan, fungsi peralatan, interupsi dan persaingan tugas,
syarat fisik ataukognitif untuk melakukan pekerjaan. Ada banyak penelitian menyatakan
bahwa kemahiran manusia dalam melakukan pekerjaan memainkan peranan penting.
3. Faktor interaksi manusia-system
Faktor di tingkat ketiga, interaksi manusia dengan system biasanya mengacu pada
cara dua subsystem berinteraksi atau berkomunikasi dalam batas batas system. Perangkat atau
alat harus dirancang atau dipilih sedemikian rupa sehingga pengguna (baik perawat atau
dokter) mengetahui status alat tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, di beberapa unit
seringkali tersedia alat yang sama dalam berbagai merek sehingga memberikan beban
kognitif bagi pengguna (perawat atau dokter) dimana mereka harus menghafalkan langkah
langkah penggunaan alat dari berbagai merk.
4. Faktor Lingkungan Fisik
Faktor di tingkat ketiga, keselamatan dan kualitas pelayanan harus diperhitungkan
dalam pembangunan fisik fasilitas (desain interior, tehnik lingkungan) standarisasi sistem
fasilitas dan peralatan, kamar pasien sehingga sesuai dengan kebutuhan pasien dan
pengunjung.
5. Faktor Lingkungan organisasi atau sosial
Faktor di tingkat ketiga iklim organisasi, norma kelompok, moral yang dianut
memberikan dampak terhadap terjadinya insiden.
6. Faktor Management
Faktor di tingkat ke empat, Kondisi perencanaan yang buruk, kebingungan atau ke
lalaian yang terkait dengan manager atau orang orang dalam posisi pengambilan keputusan
disebut kelalaian laten karena menjadi hulu. Praktek organisasi dan management seperti
pengaturan jumlah tenaga (ketenagaan atau staffing), komunikasi, beban kerja, penjadwalan
pasien,kemampuan personel mengakses (accessibility personnal), penyisipan teknologi baru,
jaminan kualitas prosedur memiliki dampak terhadap terjadinya insiden.
Masalah keselamatan hampir selalu merupakan akibat dari kehilangan informasi atau
informasi yang tersedia namun tidak ditindaklanjuti. Ini dimainkan dengan beberapa cara
yang berbeda. Pertama, jika perawat tidak dalam komunikasi yang baik dengan pasien, dia
mungkin tidak mendengar atau memahami signifikansi dari sesuatu yang coba coba
dikatakan pasien. Hal ini dapat disebut sebagai "informasi yang hilang." Kedua, karena
pasien akan menemui anggota tim perawatan lainnya pada waktu yang berbeda sepanjang
hari, informasi penting tentang pasien harus dilewatkan ke anggota tim lainnya pada berbagai
waktu. Jika perawat tidak dalam hubungan baik dengan anggota tim lainnya, dia mungkin
akan melupakan, atau menahan, atau menyampaikan informasi dengan cara yang terburu-
buru sehingga tidak benar-benar mendaftar.
Sebagai alternatif, penerima informasi mungkin terburu-buru atau sibuk atau dengan
cara lain tidak memperhatikan, dan perawat mungkin tidak sempat menjelaskannya. Hal ini
dapat disebut sebagai "informasi yang tidak ditindaklanjuti". Kasus salah diagnosa, perlakuan
salah, pemberian obat yang salah hampir selalu merupakan akibat dari masalah komunikasi
tersebut. Perawat tidak mendengar atau menangkap sesuatu yang ingin dikatakan pasien, atau
tidak dengan jelas menyampaikan informasi ini ke dokter atau orang lain yang akan
berurusan dengan pasien, atau tidak mendengar dengan jelas apa yang dilakukan dokter atau
anggota lain dari tim tersebut mencoba mengatakan kepadanya.