1
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety) merupakan isu global dan
nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan
kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari
manajemen mutu WHO (2004). Keselamatan Pasien sendiri merupakan
suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Permenkes RI No. 11 tahun 2017).
Keselamatan pasien penting diperhatikan karena masih tingginya
angka Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dan Kejadian Tidak Cidera (KTC).
Keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan mendapatkan banyak
perhatian sejak Institute of Medicine (IOM) pada tahun 2000 menerbitkan
laporan yang berjudul “To Err is Human : Building a Safer Health System”
yang mengemukakan Angka Kematian Akibat KTD pada pasien rawat inap
di seluruh Amerika berjumlah 44.000-98.000 orang pertahun. Dengan
menggunakan estimasi yang lebih rendah, lebih banyak orang mati akibat
kesalahan medis dalam setahun dibandingkan kecelakaan jalan raya,
kanker payudara, atau AIDS. Laporan ini disusul dengan publikasi WHO
pada tahun 2004 yang menemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6% dari
penelitian di berbagai negara (Depkes RI, 2008). Di Indonesia Laporan
Insiden Keselamatan Pasien menemukan adanya pelaporan kasus KTD
(14,41%) dan KNC (18,53%) yang disebabkan karena proses atau prosedur
klinik (9,26 %), medikasi (9,26%), dan Pasien jatuh (5,15%) (KKP RS, 2011).
Laporan diatas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk
merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien
(patient safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan
kesehatan di Indonesia melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit) pada tahun 2004.
Salah satu tujuan keselamatan pasien yaitu menurunnya KTD
maupun KTC yang merupakan bagian dari insiden keselamatan pasien.
Namun, sampai saat ini belum ada data yang pasti mengenai jumlah KTD
maupun KTC di RSUD SoE. Minimnya data insiden mengakibatkan
rendahnya proses pembelajaran yang berdampak buruk pada usaha
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
sistemik, artinya, tidak hanya berasal dari kinerja seorang perawat, dokter,
atau tenaga kesehatan lain (Sanders M et al, 1993). Laporan tersebut juga
memberi perhatian pada faktor komunitas manusia yang terlibat pada
masalah pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan pasien dihasilkan dari
interaksi atau kecenderungan dari beberapa faktor yang diperlukan kecuali
beberapa faktor yang tidak sesuai. Kekurangan pada faktor terlihat pada
sistem, telah lama ada sebelum terjadi suatu insiden. Yang menjadi poin
penting adalah pada pemahaman bahwa ada kebutuhan untuk menyadari
dan memahami fungsi dari banyaknya sistem yang setiap sistem berkaitan
dengan penyedia layanan kesehatan dan bagaimana kebijakan serta
tindakan yang diambil pada suatu bagian (dalam sistem tersebut) akan
berdampak pada kemanan, kualitas dan efisiensi pada sistem bagian lain.
Pendekatan sistem memberikan perspektif yang luas dalam mencari
solusi dalam lingkungan secara fisik dan budaya. Sebagai contoh yaitu
bagaimana pengaturan unit, prosedur pelayanan kesehatan, transfer
pengetahuan oleh organisasi (organizational knowledge transfer), kesalahan
teknis, kurangnya kebijakan dan prosedur, komunikasi antar tim dan isu
dalam ketenagaan mempengaruhi seorang individu dalam memberikan
layanan yang aman dan berkualitas. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi
maka akan menghasilkan error atau kesalahan (Carayon, 2003).
Menurut Carayon (2003), tipe error dan bahaya dapat terklarifikasi
menurut domain atau kejadian dalam spectrum pelayanan kesehatan.
Akar permasalahan dari bahaya teridentifikasi menurut definisi berikut
yaitu:
a. Latent Failure yaitu melibatkan pengambilan keputusan yang
mempengaruhi kebijakan, prosedur organisasi dan alokasi sumber
daya.
b. Active Failure yaitu kontak langsung dengan pasien.
c. Organizational failure yaitu kegagalan secara tidak langsung yang
melibatkan manajemen, budaya, organisasi, proses/protokol, transfer
pengetahuan dan faktor eksternal.
d. Technical failure yaitu kegagalan secara tidak langsung dari fasilitas
atau sumber daya eksternal.
Depkes, (2008) mengungkapkan bahwa faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien adalah: faktor
eksternal/luar rumah sakit, faktor organisasi dan manajemen, faktor
lingkungan kerja, faktor tim, faktor petugas dan kinerja, faktor tugas,
faktor pasien, dan faktor komunikasi.
Agency for Healthcare Research and Quality/AHRQ (2003)
mengatakan bahwa faktor yang dapat menimbulkan insiden keselamatan
11
3. Dimensi Supervisi
BAB III
METODE PENELITIAN
keluarga,
maupun
pengunjung
kemudian
dilakukan
analisa
akar masalah
untuk
melakukan
perbaikan sistem
di RSUD SoE
3. Budaya Merupakan Lembar Kerja Presentase
pembelanjaran suatu RCA insiden yang
budaya yang telah
mengutamakan dilakukan
pembelanjaran analisa RCA
dari insiden
yang
terjadi untuk
perbaikkan
sistem
2) Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan subyek yang diteliti dan dipilih
dengan cara tertentu yang dianggap dapat mewakili populasi (Notoatmojo,
2005; Arikunto, 2006). Jenis Sampel dalam penelitian ini adalah probability
sampling yaitu setiap subyek dalam populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk terpilih dan tidak terpilih sebagai sampel yang representatif
(Nursalam, 2003). Teknik pengambilan sampel secara simple random
sampling, menurut rumus slovin didapatkan sampel kurang lebih
sebesar 210 sampel.
3. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan seluruh unit yang ada di Rumah Sakit
Umum Pusat dr. Ben Mboi Kupang
4. Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan
Desember 2022, sedangkan pengambilan data akan dilaksanankan
pada bulan September 2022.
5. Etika Penelitian
Brockopp & Tolsma (2000) menyatakan bahwa salah satu bentuk tanggung
jawab peneliti sebelum melakukan penelitian adalah harus mendapatkan
ijin penelitian. Hugler (1999) menyampaikan bahwa peneliti perlu
22
B. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen “Hospital Survey on Patient Safety
Culture” (Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang disusun
oleh AHRQ yang sudah teruji validitas dan reabilitasnya dan sudah
digunakan dibeberapa negara untuk mengukur tingkat budaya
keselamatan pasien di rumah sakit. Instrumen ini dirancang untuk
mengukur persepsi karyawan rumah sakit terhadap issue keselamatan
pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Instrumen ini terdiri atas 42
item pertanyaan dalam 12 aspek keselamatan pasien yang menilai persepsi
karyawan mengenai:
Budaya keselamatan pasien level unit kerja:
Budaya keselamatan pasien level managemen RS:
Pengukuran Outcome Budaya Keselamatan Rumah Sakit: Survey
budaya keselamatan pasien AHRQ mengandung 4 komponen budaya
keselamatan menurut Reason (1997).
23
D. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara bertahap, meliputi : editing, coding, dan
tabulating dengan menggunakan komputer (Hastono,2007).
a. Editing
Dilakukan untuk mencermati kelengkapan dan kesesuaian jawaban dari
setiap pertanyaan. Proses ini dilakukan saat peneliti mengambil kembali
kuesioner setelah diisi oleh responden. Apabila terdapat data yang kurang
lengkap dikembalikan kepada responden dan diminta untuk melengkapi
data tersebut.
b. Coding
Coding dilakukan untuk memberikan kode nomor jawaban yang telah diisi
oleh responden dalam daftar pertanyaan. Masing-masing jawaban diberi
kode angka sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemberian
kode dilakukan dengan cara melakukan pengisian pada kotak sebelah
kanan atas pada lembar pertanyaan untuk memudahkan proses entry data
pada komputer.
25
c. Tabulating
Adalah proses yang dilakukan dengan cara mengelompokkan data sesuai
dengan tujuan penelitiaan dan memasukkan kedalam tabel distribusi
frekuensi.
26
BAB IV
HASIL
6.4
1.9
3.8 1.9 1.3
74.6
48 49
50
40
Total (%)
30
22
20
14
12
10 8
0
< 1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21 tahun
atau lebih
Berdasarkan jam kerja yang dijalani oleh para karyawan RSUD SoE maka
sebagian besar karyawan RS 66,2% mempunyai waktu bekerja 40-59 jam
per minggu, 25,5% bekerja selama 20-39 jam per minggu, 3,8% bekerja
selama 60-79 jam per minggu, 2% bekerja selama 80-99 jam per minggu,
serta 2,5% selama 100 jam per minggu.
28
40-59 jam
20-39 jam
60-79 jam
25.5
80-99 jam
100 jam
66.2
30
25
Total (%)
20
15 12.7
10 7.6
5.7
5 2.5
0
< 1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21 tahun
atau lebih
29
Dimensi 1 - 12
100 94.1
80 77.7 76.8
60 64.3 68
49.9 55.4 56.9
40 42.9 44.3
34.6
20 17.8
0
>50% <50%
Pelaporan Insiden
Tidak ada pelaporan 1 - 2 pelaporan 3 - 4 pelaporan
14%
48%
38%
BAB V
PEMBAHASAN
Survei ini merupakan penelitian mengenai gambaran budaya
keselamatan pasien yang kedua kali dilakukan di RSUD SoE. Kuesioner
yang digunakan diadopsi dari Hospital Survey on Patient Safety Culture
(HSoPSC) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Responden yang ikut dalam penelitian ini berasal dari seluruh
komponen unit kerja yang ada di rumah sakit, baik yang berhubungan
langsung dengan pasien maupun tidak. Sesuai dengan proporsi
berdasarkan profesi, dari 210 responden sebagian besar responden
berprofesi sebagai perawat pelaksana 31,8 %, diukuti profesi bidan
pelaksana sebanyak 11,5% ,bidan/perawat kepala ruangan 6,4%, staf
farmasi 3,8%, dokter 3,2% staf laboratorium 1,9%, lainnya sebesar 41,4%.
Nilai total rata-rata budaya positif di RSUD SoE sebesar 56.91% yang
berarti budaya keselamatan pasien di RSUD SoE belum baik. Hasil
tersebut didukung oleh data masing – masing dimensi. Dari 12 dimensi
yang diukur, lima diantaranya mempunyai nilai positif <50% sehingga pada
5 dimensi ini perlu adanya perbaikan. Empat dimensi memiliki nilai 50-
74% dan hanya 3 dimensi yang memiliki respon positif >75% yaitu dimensi
pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan (94.1%), kerja sama
dalam satu unit (77.7%) serta umpan balik dan komunikasi tentang
keselamatan (76.8%).
Dimensi yang mempunyai nilai sangat kurang adalah handsoffs dan
transisi (17.8%), pada dimensi ini sebagian besar responden memiliki
penilaian terdapat kesalahan maupun masalah yang timbul saat transfer
pasien. Kesalahan pada saat transfer pasien maupun pergantian shift
dapat terjadi disebabkan karena komunikasi yang kurang baik, data yang
dicatat kurang ataupun petugas tidak membaca dengan benar catatan
perkembangan pasien yang ditulis dokter. Hal ini dapat menimbulkan
terputusnya kesinambungan pelayanan sehingga berdampak kepada
tindakan perawatan yang tidak tepat dan berpotensi mengakibatkan
terjadinya cedera terhadap pasien. Hal tersebutlah yang menjadikan
kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau
pemindahan pelayanan pasien.
Hubungan antara staf dengan atasan terlihat kurang baik terlihat
dari rendahnya nilai positif pada respon tidak menghukum bila didapatkan
kesalahan (34.6%) dan keterbukaan komunikasi (42.9%). Rendahnya nilai
positif pada respon tidak menghukum bila didapatkan kesalahan terjadi
karena masih ada yang beranggapan bahwa kesalahan yang mereka
perbuat akan dicatat dalam data kepegawaian sehingga masih ada rasa
kekhawatiran bagi responden dalam melaporkan kesalahan.Padahal
kesalahan yang tidak dilaporkan itu akan berdampak kepada hilangnya
kesempatan bagi organisasi belajar, berubah dan berkembang dari
masalah keselamatan pasien yang ada.
Dimensi lain yang memiliki rendah adalah mengenai penempatan
staf/staffing (44.3%). Hal ini berarti bahwa banyak responden menyatakan
bahwa alokasi dan penempatan staf tidak adekuat bila dibandingkan
dengan beban kerja menangani pasien. Di RSUD SoE yang semakin
memperkuat data staffing belum kurang baik terlihat pada aspek
ketenagaan sebagian besar unit memiliki nilai <50%. Staf yang adekuat
juga menjadi faktor penentu dalam penerapan budaya keselamatan pasien.
32
BAB VI
KESIMPULAN
SARAN
1. Dari hasil survey budaya kesalamatan perlu adanya upaya untuk
meningkatkan nilai dimensi dengan nilai <75% untuk meningkatkan
budaya keselamatan pasien.
2. Perlu dilakukan pengukuran budaya keselamatan di tahun
berikutnya sebagai perbandingan dengan hasil yang ada pada tahun
ini.
SoE,
Direktur RSUD SoE
dr.Erwin Leo,M.Kes
Pembina Tk I
NIP.19790131 200804 1 002
34
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA