Anda di halaman 1dari 11

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH KARTIKA DOCTA

NOMOR :

TENTANG

KEBIJAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KARYAWAN


DI RSKB KARTIKA DOCTA

DIREKTUR RSKB KARTIKA DOCTA


Menimbang : a. bahwa pelayanan kesehatan yang profesional dan bermutu tinggi harus
didukung oleh karyawan yang sehat dan sejahtera.
b. bahwa dalam upaya meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan
karyawan di RSKB Kartika Docta perlu diadakan pemeriksaan kesehatan dan
perlindungan kesehatan bagi karyawan.
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b
perlu dibentuk peraturan Direktur terkait Kebijakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Karyawan di RSKB Kartika Docta.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Undang - Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/2007 tentang Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas
Pelayanan Kesehatan Lainnya
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/2007 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan
Kesehatan Lainnya
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RSKB KARTIKA DOCTA TENTANG


KEBIJAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KARYAWAN DI RSKB
KARTIKA DOCTA
Kesatu : Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Karyawan di RSKB Kartika Docta
sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan ini tercantum dalam Lampiran
Peraturan Direktur RSKB Kartika Docta ini;
Kedua : Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Karyawan di RSKB Kartika Docta
merupakan pedoman bagi petugas kesehatan dalam melaksanakan Keselamatan
dan Kesehatan karyawan di rumah sakit untuk meminimalisasi risiko kecelakann
kerja dan penyakit akibat kerja;

Ketiga : RSKB Kartika Docta bertanggung jawab atas pelaksanaan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja pada karyawan
Keempat : Pembinaan dan Pengawasan dilakukan oleh Direktur, Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) dan tim K3RS
Kelima : Kebijakan keselamatan dan kesehatan karyawan rumah sakit di RSK Bedah
Kartika Docta ini secara teknis pelaksanaannya dijabarkan lebih lanjut dalam
bentuk Standar Prosedur Operasional (SPO)

Keenam : Surat keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkan dan akan
diperbaiki sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan didalam
penetapannya.

Ditetapkan di ……
Pada tanggal …….
Direktur,

dr. Keesa Nabila Afida


LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR RSKB KARTIKA DOCTA


NOMOR :
TANGGAL :

KEBIJAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KARYAWAN DI RSKB


KARTIKA DOCTA

A. Kebijakan Umum
1. RSKB Kartika Docta melaksanakan upaya keselamatan dan kesehatan karyawan dan
memberikan perlindungan bagi karyawan yang memiliki kemungkinan terpapar dengan
penyakit infeksi.
2. Upaya kesehatan karyawan merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang dapat
ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Profilaksis Pasca Pajanan adalah pencegahan penularan dengan menggunakan obat untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi pasca pajanan terhadap darah atau cairan tubuh
lainnya yang terinfeksi.
4. Pajanan adalah suatu paparan yang mungkin menempatkan tenaga pelayanan kesehatan
pada risiko infeksi VHB, VHC atau HIV, didefinisikan sebagai cedera perkutaneus
(seperti luka akibat jarum suntik atau tersayat benda tajam), atau kontak dengan selaput
lendir atau kulit yang tidak utuh (seperti kontak dengan kulit yang merekah, tergores atau
terkena dermatitis), dengan darah, cairan jaringan atau cairan tubuh lain yang berpotensi
infeksius.
5. Cairan dan jaringan tubuh adalah bahan-bahan yang mungkin mengandung patogen
infeksius dan harus dikelola dengan kewaspadaan yang sama dengan darah, mencakup:
cairan otak, cairan semen, cairan vagina, cairan ketuban, cairan otak, cairan pleura, cairan
peritoneal, cairan perikardial, cairan amnion, rongga perut, selaput paru, selaput jantung,
cairan sendi, cairan mani dan air susu, setiap cairan lain yang mengandung darah, dan
jaringan atau organ yang terluka.
6. Penyakit infeksius adalah penyakit menular yang bisa ditularkan melalui kontak dengan
darah atau cairan tubuh, melalui udara, gigitan nyamuk dll.
7. Jalinan kerja yang baik di antara petugas dan manajemen membantu pelaksanaan
program. Kepercayaan pihak manajemen kepada Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) berupa dukungan moral dan finansial akan membantu program terlaksana
efektif.
8. Komunikasi dan kolaborasi yang berkesinambungan dari Tim PPI dan seluruh
Unit/Instalasi akan penting bagi upaya deteksi dini masalah PPI serta ketidak patuhan
sehingga kesalahan dapat segera diperbaiki dan mencegah kegagalan program Kesehatan
Karyawan ini.
9. RSKB Kartika Docta menyediakan obat-obatan penanganan pasca pajanan yang bersifat
emergensi yang dibutuhkan bagi karyawan yang mengalami paparan penyakit infeksius.

B. Kebijakan Khusus
1. Upaya Keselamatan dan Kesehatan bagi Karyawan terdiri dari:
 Monitoring dan support kesehatan petugas.
 Vaksinasi bila dibutuhkan.
 Menyediakan antivirus profilaksis.
 Terapi dan follow up epidemic/pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas.
 Perencanaan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila terkena
infeksi.
 Support psikososial.

2. Monitoring dan support keselamatan dan kesehatan karyawan dan staf


a. Pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel sangat penting dilakukan, agar karyawan
dapat melakukan pekerjaan dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak
mempunyai penyakit menular yang akan mengenai karyawan yang lain, sehingga
dapat bekerja dengan maksimal.
b. Program pemeriksaan kesehatan direncanakan dan dilaksanakan oleh Bagian Sumber
Daya Manusia RSKB Kartika Docta secara berkala minimal 1 kali dalam 1 tahun
c. Setiap Calon karyawan baru RSKB Kartika Docta harus memenuhi syarat-syarat
kesehatan sebagai berikut :
 Pemeriksaan fisik oleh dokter rumah sakit pemerintah, dan dinyatakan sehat yang
disahkan dengan Surat Keterangan Sehat.
 Bebas dari Narkoba
 Tidak mengidap penyakit Paru kronik dan menular yang diperkuat dengan hasil
Foto Rontgen Thorax yang dinyatakan tidak ada kelainan oleh dokter radiologi.
 Bila dicurigai dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan sputum Gram/ BTA.
 Tidak mengidap penyakit potensial kronik yang menular secara hematogen yang
diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium untuk HbsAg, Anti HBs, Anti
HCV dan HIV negatif.
d. Terhadap karyawan yang sudah bekerja diadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin
1 kali dalam setahun terutama bagi petugas yang bekerja di area risiko tinggi pajanan
penyakit akibat kerja dan bagi karyawan yang telah berumur 40 tahun ke atas.
e. Pemeriksaan kesehatan meliputi: pemeriksaan fisik oleh dokter Tim Pemeriksa
Kesehatan (TPK), Foto Rontgen Thorax, pemeriksaan laboratorium: tes fungsi hati,
fungsi ginjal, lipid darah, gula darah, HbsAg, Anti HBs dan Anti HCV, pemeriksaan
mikrobiologi swab anal khusus bagi petugas penjamah makanan.
f. Bila setelah bekerja hasil check up menunjukkan adanya hasil positif untuk penyakit
menular non spesifik, maka karyawan dikonsultasikan dengan dokter konsulen terkait,
untuk selanjutnya diterapi dan selanjutnya dievaluasi kelayakan bekerjanya oleh Tim
Pemeriksa Kesehatan (TPK).
g. Bila positif mengidap penyakit paru menular kronik spesifik/ TBC maka karyawan
dikonsultasikan dengan dokter konsulen paru untuk mendapatkan terapi. Karyawan
dapat bekerja kembali setelah hasil sputum BTA negatif 3X, untuk selanjutnya
dievaluasi kelayakan bekerjanya oleh Tim Pemeriksa Kesehatan (TPK).
h. Bila positif mengidap penyakit potensial kronik yang menular melalui cairan tubuh
seperti Hepatitis B maka penderita dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit
dalam untuk mendapatkan pengobatan. Karyawan dapat bekerja kembali bila hasil
pemeriksaan HbsAg dan HbeAg negatif untuk kemudian dievaluasi kelayakan
bekerjanya oleh Tim Pemeriksa Kesehatan (TPK).
i. Bila karyawan positif mengidap Hepatitis C, atau HIV (+), maka karyawan dievaluasi
kelayakan bekerjanya oleh Tim Pemeriksa Kesehatan (TPK) dan ditempatkan pada
unit kerja/ruangan dengan beban kerja yang lebih ringan sesuai dengan kondisi
kesehatannya.

3. Vaksinasi
a. Imunisasi Hepatitis B bagi karyawan dilaksanakan secara masal dan diulang tiap 5
tahun, direncanakan dan dilaksanakan oleh bagian SDM RSKB Kartika Docta.
b. Manajemen pasca pajanan tusukan tajam dan percikan bagi petugas, meliputi:
 Laporan kejadian Pajanan diisi dan diserahkan kepada Tim PPIRS dan Tim K3RS.
 Tes pada pasien sebagai sumber pajanan.
 Tes HbsAg dan AntiHBs petugas.
 Tes serologi yang tepat.
 Penanganan yang tepat pasca pajanan, dalam 48 jam diberi imunoglobulin
hepatitis B.
 Bila perlu diberi booster.
 Penelitian dan pencegahan harus melingkupi seluruh petugas.

4. Profilaksis anti virus dan vaksin flu


Petugas kesehatan yang kemungkinan kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara atau lingkungan yang terkontaminasi oleh virus, perlu melakukan langkah-
langkah sebagai berikut :
 Mendapat vaksinasi dengan vaksin flu musiman yang dianjurkan WHO sesegera
mungkin. Kadar anti bodi yang bersifat protektif biasanya dapat terdeteksi antara 2
dan 4 minggu setelah vaksinasi dengan vaksin flu inter-pendemic. Vaksin ini tidak
akan memberi perlindungan terhadap influenza A seperti flu burung (H5N1), tetapi
vaksin tersebut dapat mencegah infeksi oleh flu manusia bila terjadi infeksi flu
burung. Vaksin ini akan meminimalisasi kemungkinan munculnya bermacam-macam
flu pada suatu waktu.
 Jika kontak terjadi, perlu pengawasan terhadap suhu tubuh dua kali sehari. Bila ada
demam, petugas kesehatan harus dibebaskan dari tugas merawat pasien dan menjalani
uji diagnosis. Jika alternatif penyebab tidak teridentifikasi, petugas kesehatan harus
diberi pengobatan anti virus misalnya oseltamivir dosis 75-150 mg setiap hari,
selama-lamanya 7 hari dimulai sesegera mungkin setelah kontak. Dengan luasnya
pemakaian oseltamivir, rekomendasi untuk regimennya mungkin akan ditinjau
kembati di masa mendatang. Saat ini beberapa ahli sudah merekomendasikan dosis
yang lebih tinggi (150 mg) dengan waktu yang lebih panjang. Percobaan klinis juga
telah menunjukan bahwa Relenza mungkin akan menjadi profilaksis yang efektil
meskipun saat ini Relenza.

5. Upaya pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan yang kontak dengan kasus
penyakit menular
 Kemungkinan bahwa petugas kesehatan tertular penyakit menular setelah merawat
pasien tetap ada. Meskipun transmisi virus tertentu seperti flu burung dari manusia ke
manusia belum dapat dibuktikan, satu kasus penularan pada petugas kesehatan
tampaknya telah terjadi setelah berhubungan dekat dengan pasien-pasien yang
memiliki gejala (demam, gangguan pernafasan). Saat itu belum dilakukan prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi.
 Untuk mencegah transmisi penyakit menular di dalam tatanan pelayanan kesehatan,
petugas kesehatan harus menggunakan APD yang sesuai untuk Kewaspadaan Standar
serta Kewaspadaan Berdasarkan Penularan secara kontak, droplet atau udara sesuai
penyebaran penyakit.
 Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit
menular yang sedang dihadapi.
 Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi untuk
memastikan agen penyebab, dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan dari
kontak dengan pasien langsung.
 Jika petugas kesehatan mengalami gejala demam atau gangguan pernafasan dalam
jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit menular melalui udara, maka ia perlu
dibebas tugaskan dan dirawat di ruang isolasi.
 Bebas tugas tidak diharuskan untuk petugas kesehatan yang terpajan jika ia tidak
memiliki gejala demam atau gangguan pernafasan. Akan tetapi petugas tersebut harus
melaporkan pajanan yang dialami segera kepada Tim pencegahan dan pengendalian
infeksi dan Tim PPI mengkoordinasikannya kepada TIM K3RS.
 Petugas kesehatan yang mengalami gejala tidak dibenarkan masuk kerja dan harus
segera mencari pertolongan medis. Sebelumya, petugas tersebut harus
memberitahukan kepada dokternya bahwa ia mungkin telah tertular penyakit menular
tertentu. Selain itu, petugas harus melaporkan masalah ini kepada Tim Pencegahan
dan Pengendalian lnfeksi dan Tim K3RS RSKB Kartika Docta
 Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan pernafasan
setiap hari pada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas diinstruksikan untuk
mewaspadai terhadap timbulnya demam, gejala gangguan pernafasan dan/atau
peradangan terhadap konjungtiva selama 10 hari setelah terpajan pasien dengan
penyakit menular melalui udara
 Selama musim flu, petugas kesehatan yang mengalami gejala seperti flu dianjurkan
untuk diam dirumah sampai 24 jam setelah demam menurun, kecuali terdiagnosis
penyakit lain atau uji diagnosis negatif untuk penyakit menular yang sedang
meningkat selama di rumah, orang sakit harus menjaga kebersihan pernafasan yang
baik dan etika batuk untuk mengurangi risiko penularan virus kepada orang lain.

6. Penanganan spesimen penyakit menular


 Petugas laboratorium harus mendapatkan pelatihan mengenai biosafety (keamanan
biologik)
 Petugas laboratorium harus mempunyai contoh serum dasar yang disimpan untuk
kebutuhan di masa depan. Vaksin flu sebaiknya diberikan untuk mencegah penyakit
virus flu manusia.
 Vaksinasi Hepatitis B diberikan untuk pencegahan terhadap Hepatitis B Petugas yang
menangani spesimen dari pasien penyakit menular harus melaporkan jika mengalami
atau timbul gejala utama penyakit tersebut seperti sesak nafas atau demam dan harus
dipantau secara ketat.
 Laporkan juga gejala-gejala yang mengarah kepada penyakit menular yang sedang
diperiksa spesimennya.

7. Pengumpulan bahan spesimen


 Semua bahan spesimen harus dianggap infekius dan petugas yang mengambil,
mengumpulkan atau mernbawa bahan spesimen klinis sebaiknya mengikuti dengan
penerapan kewaspadaan standar upaya perlindungan untuk meminimalisasi pajanan.
 Spesimen yang akan dikirim harus diletakan dalam wadah anti bocor yang memiliki
tutup berulir yaitu wadah plastik untuk spesimen biohazard. Petugas yang membawa
spesimen terlatih untuk penanganan yang aman dan prosedur dekontaminasi jika
terjadi tumpahan.
 Formulir permintaan yang menyertai harus diberi label dengan jelas sesuai dengan
jenis penyakit menular dan laboratorium harus diberitahu melalui telepon bahwa
bahan tersebut sedang dalam perjalanan.
 Spesimen harus dikirim dan diserahkan langsung kepada petugas yang memeriksa.
 Sistem tabung pneumatik tidak boleh digunakan untuk mengantar spesimen.
 Harus dibuat daftar petugas yang menangani spesimen dan pasien yang sedang
ditangani, untuk antisipasi terhadap kemungkinan menderita penyakit rnenular.

8. Penanganan Pasca Pajanan Penyakit Infeksius


Pajanan risiko rendah :
 Terpajan dengan sedikit darah atau cairan yang terkontaminasi darah dari penderita
infeksi yang tanpa gejala dengan kandungan virus rendah
 Pajanan perkutaneus dengan jarum tak berlubang
 Berbagai macam luka seperfisial atau pajanan mukokutaneus

Pajanan risiko tinggi :


 terpajan dengan banyak darah atau cairan infeksi
 terpajan dengan darah atau cairan yang terkontaminasi darah penderita infeksi dengan
kandungan virus yang tinggi
 Luka dengan menggunakan jarum berlubang
 Luka yang dalam dan luas
 Kepastian adanya resistensi obat anti retroviral di pasien sumber pajanan

VHB : Virus hepatitis B, virus ini ditularkan melalui transfusi darah, percikan
cairan tubuh, jarum suntik atau peralatan dialysis.

VHC : Virus hepatitis C, virus ini ditularkan melalui transfusi darah, percikan
cairan tubuh, jarum suntik atau peralatan dialysis.

HIV/AIDS : Acquired immunodeficiency syndrome adalah sekelompok kondisi medis


yang menunjukkan lemahnya kekebalan tubuh, sering berwujud infeksi
ikutan (infeksi oportunistik) dan kanker, yang hingga saat ini belum bisa
disembuhkan.

a. Penanganan petugas yang terkena pajanan :


 Bila tertusuk jarum, segera bilas dengan air mengalir atau air dalam jumlah yang
banyak dan sabun atau antiseptik sambil usahakan untuk meminimalkan kuman
yang masuk ke dalam aliran darah.
 Bila darah atau cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan,
cuci dengan sabun dan air mengalir atau larutan garam dapur.
 Bila darah atau cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan
air beberapa kali.
 Kalau terpercik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi) atau garam
fisiologis.
 Jika darah atau cairan tubuh memercik ke hidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air.
 Jadi jangan dihisap dengan mulut.
 Desinfeksi luka dan daerah sekitar luka dengan salah satu antiseptik :
- Betadine ( povidone iodine 2,5 % ) selama 5 menit.
- Alkohol 70 % selama 3 menit.
 Apabila terjadi kecelakaan, hal tersebut harus didokumentasikan dan secepatnya
dilaporkan kepada atasan langsung, lalu petugas tersebut didampingi dan dibawa
berobat ke IGD, kemudian lengkapi formulir pelaporan insiden pajanan penyakit
infeksius dan serahkan kepada Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPIRS)
dan Tim K3RS.
 Dokter IGD melakukan telaah tentang jenis dan bahan pajanan, status infeksi
sumber pajanan, kerentanan orang yang terpajan, menganjurkan pelaksanaan
Penanganan Pasca Pajanan bila diperlukan, serta membuat surat pengantar
pemeriksaan laboratorium pada kunjungan pertama dan menganjurkan konseling
dengan konselor VCT bila resiko HIV/AIDS mengancam.
 Untuk pemantauan selanjutnya, Tim PPIRS bekerjasama dengan Tim K3RS dan
atasan langsung dari petugas yang terpajan melakukan koordinasi konsultasi
dengan dokter yang berwenang di bidangnya.
b. Tentukan risiko yang berhubungan dengan pajanan dengan :
 Jenis cairan (misal darah, cairan dengan darah yang terlihat, cairan atau jaringan
berpotensi infeksius yang lain dan virus yang terkonsentrasi).
 Jenis pajanan (misal cedera percutaneous, pajanan selaput lendir atau kulit yang
tidak utuh dan gigitan yang mengakibatkan pajanan darah).
c. Mengevaluasi sumber pajanan :
 Nilai risiko infeksi menggunakan informasi yang tersedia.
 Tes sumber pajanan bila diketahui untuk HBsAg, anti-HCV dan antibodi HIV
(pertimbangkan penggunaan tes yang cepat).
 Untuk sumber yang tidak diketahui, lakukan nilai risiko pajanan terhadap infeksi
VHB, VHC atau HIV.
 Jangan menguji jarum suntik atau spuit yang di buang untuk kontaminasi virus.
d. Mengevaluasi orang yang terpapar :
 Nilai status kekebalan untuk infeksi VHB (yaitu berdasarkan sejarah dari vaksinasi
hepatitis B dan tanggapan vaksin), Anti HCV dan ALT untuk VHC, Antibodi HIV
e. Berikan Profilaksis Pasca Pajanan untuk pajanan yang mempunyai risiko penularan
infeksi :
 VHB : Profilaksis Pasca Pajanan tergantung pada status vaksinasi :
 Tidak divaksinasi : HBIG (Hepatitis B Immuno Globulin) + vaksinasi HB
 Sebelumnya divaksinasi, diketahui sebagai responder : tidak ada pengobatan
 Sebelumnya divaksinasi, diketahui bukan responder : HBIG+ vaksinasi HB
 Tanggapan antibodi tidak diketahui: tes dan lakukan HBIG+ vaksinasi HB jika
hasilnya respon antibodi tidak cukup
 VHC : Profilaksis Pasca Pajanan tidak direkomendasikan.
 HIV: berikan Profilaksis Pasca Pajanan secepat mungkin, lebih disukai pada
beberapa jam setelah pajanan. Tawarkan tes kehamilan kepada semua wanita pada
umur mampu melahirkan yang tidak diketahui hamil :
 Cari konsultasi ahli jika diduga ada resistensi virus
 berikan Profilaksis Pasca Pajanan selama empat minggu jika ditoleransi
f. Melaksanakan pengujian lanjutan dan menyediakan konseling:
 Pandu orang yang terpajan untuk mencari evaluasi medis untuk setiap penyakit
akut yang terjadi selama tindak lanjut
 Untuk HIV laporkan ke dokter poli VCT, konselor atau perawat poli VCT
g. Pajanan VHB:
 Laksanakan tes lanjutan anti - HBs bagi orang yang menerima vaksin hepatitis B :
 Test untuk anti - HBs satu sampai dua bulan setelah dosis vaksin terakhir
 Respon anti - HBs terhadap vaksin tidak bisa dipastikan jika HBIG telah
diterima dalam tiga sampai empat bulan sebelumnya
h. Pajanan VHC :
 Laksanakan tes awal dan lanjutan untuk anti-HCV dan alanine aminotransferase
( ALT) empat sampai enam bulan setelah pajanan.
 Laksanakan VHC RNA pada empat sampai enam minggu jika diagnosis dini
tentang infeksi VHC diperlukan
 Konfirmasikan berulang kali reaktif anti - VHC enzim immunoassays (EIAs)
dengan test tambahan, jika diperlukan.
i. Pajanan HIV:
 Laksanakan tes antibodi HIV untuk sedikitnya enam bulan setelah pajanan
(contohnya pada baseline, empat minggu, tiga bulan, dan enam bulan).
 Laksanakan tes antibodi HIV jika penyakit yang timbul sesuai dengan suatu
sindrom retroviral yang akut.
 Pandu orang yang terpajan untuk menggunakan kewaspadaan untuk mencegah
penularan sekunder selama periode pemantauan.
 Evaluasi orang yang terpajan yang mendapatkan Profilaksis Pasca Pajanan dalam
waktu 72 jam setelah pajanan dan pantau toksisitas obat untuk sedikitnya dua
minggu.

9. Peran dan Mekanisme Kerja


a. Kepala satuan kerja terkait
 Melakukan pengumpulan data tentang status kesehatan karyawan dan
mengusulkan pemeriksaan kesehatan kepada Direktur melalui Bagian SDM RSKB
Kartika Docta.
 Mendampingi petugas yang terpajan penyakit menular selama fase awal
pengobatan sampai terapi definitif didapatkan.
 Memberikan edukasi tentang pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri dan
manajemen pencegahan paparan penyakit infeksius
 Memastikan kepatuhan terhadap standar prosedur operasional.
b. Tim PPIRS dan Tim K3RS RSKB Kartika Docta akan melakukan penilaian terhadap
pelaksanaan setiap aspek dari kebijakan ini.
c. Tim K3RS RSKB Kartika Docta memberikan edukasi tentang pentingnya penggunaan
Alat Pelindung Diri dan manajemen pencegahan paparan penyakit infeksius dan
mengadakan asessmen risiko terhadap potensi paparan penyakit infeksius dari laporan
kejadian dan hasil investigasi.
d. Kepala Instalasi Farmasi mengidentifikasi kebutuhan obat-obatan profilaksis pasca
pajanan penyakit menular dan vaksinasi bagi karyawan dan menjamin ketersediaan
obat saat dibutuhkan.
e. Tim Penilai Kesehatan (TPK) RSKB Kartika Docta mengidentifikasi status kesehatan
karyawan dan memberikan rekomendasi dan tindak lanjut terhadap beban kerja dan
area penempatan karyawan atas analisa hasil pemeriksaan kesehatan yang telah
dilakukan.
f. Kabag. SDM RSKB Kartika Docta merencanakan, menggerakkan dan melaksanakan
pemeriksaan kesehatan bagi karyawan baru dan karyawan lama.
g. Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan RSKB Kartika Docta menjamin lingkungan
rumah sakit sebagai lingkungan yang aman bagi pasien, petugas dan pengunjung
rumah sakit dengan melaksanakan upaya pengendalian lingkungan (rujuk kepada
kebijakan pengendalian lingkungan).

C. Pembinaan, Pengawasan
1. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Direktur RSKB Kartika Docta
melalui Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS).
2. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain melalui bimbingan teknis dan konsultasi.
3. Pengawasan dilaksanakan dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh
kepala satuan kerja/instalasi terkait, Tim PPIRS, Tim K3RS dan Bagian SDM RSKB
Kartika Docta, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Dan Provinsi Sumatera Barat.

D. Penutup
Demikian kebijakan ini disusun agar program keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit di
RSKB Kartika Docta dapat diselenggarakan dengan baik dan secara bermakna menekan
angka kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di RSKB Kartika Docta.

Dikeluarkan di ……
Pada tanggal ….
Direktur,

dr. Keesa Nabila Afida

Anda mungkin juga menyukai