Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU PSIKIATRI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Oleh
Reinhard Wilson S. Talakua
(2018-84-088)

Pembimbing
dr. Sherly Yakobus, Sp. KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan referat guna
penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri dengan judul
“Gangguan Obsesif Kompulsif”.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk
penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada:
1. dr. Sherly Yakobus, Sp. KJ, selaku dokter spesialis pembimbing referat, yang
membimbing penulisan referat ini sampai selesai.
2. Orangtua dan semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukan berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan referat
diwaktu yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ............................................................................................. 2
2.2. Epidemiologi .................................................................................... 2
2.3. Komorbiditas .................................................................................... 2
2.4. Etiologi ............................................................................................. 3
2.5. Fakto Risiko ..................................................................................... 3
2.6. Gambaran Klinis .............................................................................. 4
2.7. Diagnosis .......................................................................................... 5
2.8. Tatalaksana ....................................................................................... 8
2.9. Prognosis .......................................................................................... 11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan obsesif kompulsif masih menjadi masalah dalam bidang psikiatri
dengan prevalensi gangguan obsesif-kompulsif sebesar 2-3%. Rata-rata onset
gangguan ini pada usia 20 tahun. Sebagian besar gangguan mulai pada saat remaja atau
dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanak. Perbandingan
antara laki-laki dan perempuan sama.1
Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif sering mengalami komorbid
dengan gangguan mental lain, seperti gangguan depresi, fobia sosial, penyalahgunaan
alkohol, gangguan cemas menyeluruh, fobia khas, gangguan panik, gangguan makan,
dan gangguan kepribadian. Insiden gangguan Tourette pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif sebesar 5-7%, dan 20-30% pasien dengan obsesif-kompulsif punya
riwayat tic’s.1

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui gangguan obsesesif kompulsif dengan lebih baik mulai dari
definisi, etiologi hingga gejala yang ditimbulkan, serta penanganan yang diberikan
pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi1
Obsesif adalah aktivitas mental seperti pikiran, ide, impuls, yang berulang dan
intrusif. Kompulsif adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti
menghitung, memeriksa dan menghindar.
Gangguan obsesif kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yan
berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang
bermakna. Tindakan kompulsif merupakan usaha untuk meredakan kecemasan yang
berhubungan dengan obsesif namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan.
Kecemasan juga bisa meningkat pada saat menahan untuk tidak melakukan tindakan
kompulsifnya.

2.2. Epidemiologi1
Prevalensi gangguan obsesif-kompulsif sebesar 2-3%. Rata-rata onset
gangguan ini pada usia 20 tahun. Sebagian besar gangguan mulai pada saat remaja atau
dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanak. Perbandingan
antara laki-laki dan perempuan sama.

2.3. Komorbiditas1
Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif sering mengalami komorbid
dengan gangguan mental lain, seperti gangguan depresi, fobia sosial, penyalahgunaan
alkohol, gangguan cemas menyeluruh, fobia khas, gangguan panik, gangguan makan,
dan gangguan kepribadian. Insiden gangguan Tourette pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif sebesar 5-7%, dan 20-30% pasien dengan obsesif-kompulsif punya
riwayat tic’s.

2
2.4. Etiologi
Penyebab gangguan obsesif-kompulsif bersifat multifaktor, yaitu interaksi
antara faktor biologik, genetik, dan faktor psikososial.1
2.4.1. Biologis
Salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah
keterlibatan neurotransmitter di otak, yaitu berkurangnya jumlah serotonin. Fungsi
serotonin di otak ditentukan oleh lokasi sistem proyeksinya. Proyeksi pada bagian
frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada bagian ganglia basalis
bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.2
2.4.2. Psikososial
Gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam
perkembangannya. Mekanisme pertahanan pskiologis mungkin memegang peranan
pada beberapa manifestasi pada ganggua obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah
terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk
menyakiti orang tersebut.3

2.5. Faktor Risiko4


2.5.1. Riwayat keluarga
Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit
ini kemungkinan berisiko mengalami OCD (Obsessive Compulsive Disorder).
2.5.2. Organik
Masalah organik seperti masalah neurologi di bagian tertentu di otak juga
merupakan faktor bagi OCD. Kelainan neurologi seperti meningitis dan ensefalitis
dapat meningkatkan risiko terjadinya OCD.
2.5.3. Kepribadian
Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung menderita OCD.
Ciri-ciri kepribadian obsesif, yaitu terlalu mementingkan aspek kebersihan, seseorang
yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mau mengalah.

3
2.5.4. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu juga mudah menggambarkan cara seseorang menangani
masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.
2.5.5. Konflik
Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang
berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja,
keyakinan diri, broken home.

2.6. Gambaran Klinis1


Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti:
1. Adanya ide atau impuls yang terus menerus menekan kedalam kesadaran individu.
2. Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh.
3. Obsesi dan kompulsi egoalien.
4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu yang abstrak dan
irasional.
5. Individu yang menderita obsesif-kompulsif merasa adanya keinginan kuat untuk
melawan.

Ada empat pola gejala utama utama gangguan obsesif-kompulsif yaitu:


1. Kontaminasi
Pola paling sering adalah obsesi tentang kontaminasi, yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan membersihkan atau menghindari obyek yang dicurigai
terkontaminasi.
2. Sikap ragu-ragu yang patologik
Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti dengan
perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya
atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu rumah).

4
3. Pikiran yang intrusif
Pola yang jarang adalah pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya
pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri
Obsesif yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak
lamban, misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur
kumis dan janggut.
Pola yang lain: obsesif bertemakan keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-
gigit jari.

2.7. Diagnosis1,5
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III:
A. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif,
atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu
berturut-turut.
B. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas
penderita.
C. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
1. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;
2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
3. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);
4. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

5
D. Ada katan erat antara gejala obsesif , terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang (F33) dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara parallel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari
gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan
pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
E. Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia , sindrom
Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.

Kriteria diagnosis gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM-V:


A. Adanya salah satu dari obsesif, kompulsif atau keduanya:
Obsesif didefinisikan oleh (1) dan (2):
1. Pikiran, impuls atau bayangan yang intrusif dan tidak diinginkan yang pernah
dialami pada beberapa waktu selama gangguan dan yang menyebabkan ansietas
dan distress.
2. Individu berusaha mengabaikan atau menekan timbulnya pikiran, impuls atau
bayangan atau menetralisirnya dengan pikiran atau tindakan lainnya (sebagai
contoh dengan melakukan kompulsif.

6
Kompulsif didefinisikan oleh (1) dan (2):
1. Perilaku yang berulang (misalnya: cuci tangan, mengecek) atau aktivitas mental
(berdoa, menghitung, mengulang kata dengan tanpa suara) yang individu
merasa terdorong melakukan dalam respons dari obsesinya, atau sesuatu aturan
yang dilakukan secara kaku.
2. Perilaku atau aktivitas mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan
kecemasan atau penderitaan, atau mencegah kejadian yang ditakuti atau situasi,
walaupun perilaku atau aktivitas mental tidak berhubungan dengan cara yang
realistik untuk menetralkan atau mencegah, atau sangat eksesif.
Catatan: pada anak, mungkin tidak mampu untuk menjelaskan tujuan dari perilaku
atau aktivitas mentalnya.
B. Obsesif dan kompulsif menghabiskan waktu (membutuhkan waktu lebih dari 1 jam
perhari) atau secara klinis menyebabkan penderitaan, atau menurunkan fungsi
sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
C. Gejala obsesif-kompulsif tidak disebabkan efek langsung dari penggunaan zat
(misalnya penyalahgunaan zat, obat) atau kondisi medik umum.
D. Gangguan bukan merupakan gejala dari gangguan mental lainnya (contoh: cemas
yang eksesif pada gangguan cemas menyeluruh, preokupasi penampilan pada
(bodydysmorphic disorder).
Kondisi khusus jika:
- Dengan tilikan baik atau sedang: individu menyadari bahwa gangguan obsesif-
kompulsif tidak benar atau mungkin tidak benar.
- Dengan tilikan buruk: individu mengira bahwa gangguan obsesif dan kompulsifnya
benar beralasan.
- Tidak ada tilikan/keyakinan delusional: individu yakin bahwa gangguan obsesif-
kompulsifnya benar.
- Berhubungan dengan Tic: individu saat ini atau riwayat sebelumnya ada gangguan
Tic’s.

7
2.8. Tatalaksana1
Mengingat faktor utama penyebab dan gangguan obsesif-kompulsif adalah
faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi
dan terapi perilaku.

2.7.1. Psikofarmakologi
a. Clomipramine: 3 x 25 mg (efek samping: mengantuk, dll)
b. SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor). Dapat diberikan fluoxetine 2 x 20
mg, atau sertraline 2 x 50 mg, atau esitalopram 2 x 10 mg, atau fluvoxamin 2 x 50
mg, paroxetine, dan citalopram.

2.7.2. Psikoterapi
Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif yang resisten terhadap usaha
pengobatan yang diberikan baik dengan obat maupun terapi perilaku. Walaupun
gangguan obsesif-kompulsif dasarnya adalah biologik, namun gejala obsesif-
kompulsifnya mungkin mempunyai makna psikologis penting yang membuat pasien
menolak pengobatan. Eksplorasi psikodinamik terhadap resistensi pasien terhadap
pengobatan sering memperbaiki kepatuhan pengobatan. Beberapa penelitian
mendapatkan bahwa kombinasi farmakoterapi dan terapi perilaku lebih efektif
menurunkan gejala obsesif-kompulsif.
Jenis psikoterapi yang diberikan dapat berupa:
a. Psikoterapi suportif1
Psikoterapi ini hampir selalu diindikasikan. Memberi kehangatan, empati,
pengertian dan optimistik. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan
membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misalnya masalah
pekerjaan, rumah tangga). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi
yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali per minggu)
dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau selamanya. Kenalilah

8
bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan terapis (melalui
kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal,dll)

b. Terapi perilaku1
Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari sosial
dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi kognitif.
Tujuan terapi perilaku adalah meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan pasien
dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan.
Fase awal; pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai derajat
kesulitan aktivitasnya, kepuasannya terhadap aktivitasnya. Pasien diminta untuk
melakukan sejumlah aktivitas yang menyenangkan. Latihan keterampilan sosial,
asertif, dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan dapat menurunkan interaksi
submisif.
Fase akhir; focus berpindah ke latihan mengontrol diri dan pemecahan masalah.
Diharapkan ilmu yang didapat dalam terapi dapat digeneralisasi dan dipertahankan
dalam lingkungan pasien sendiri.

c. Terapi kognitif perilaku (Congnitive Behavioral Therapy)


Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya
diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with
response prevention. Klien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan
bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka
cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak
melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi, hal
ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual.6

9
Teknik exposure with response prevention dalam penerapannya biasanya
disertai dengan restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi dan modeling. Pertama,
latihan relaksasi, berupa relaksasi otot progresif untuk belajar menegangkan dan
mengendurkan bermacam-macam kelompok otot serta belajar memperhatikan
perbedaan antara rasa tegang dan rileks. Kedua, restrukturisasi kognitif, prosedur
terapi untuk mengurangi tingkat kecemasan subyek yang disebabkan oleh pemikiran-
pemikiran negatif dan menggantikannya dengan pemikiran-pemikiran yang lebih
positif, dan. Ketiga, exposure with response prevention, untuk mengatasi gangguan
obsesif-kompulsif. Subyek dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan
bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya (bila tidak akan
menimbulkan “bahaya”) namun mereka dicegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika
Subyek dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu
yang mengerikannya tidak terjadi, hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan
individu akan tingkah laku ritual tadi.7

d. Psikoterapi dinamik1
Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik, yaitu bahwa kerentanan psikologik
terjadi akibat konflik perkembangan yang tak selesai, atau terhambatnya
perkembangan self seseorang. Terapi ini dilakukan dalam periode jangka panjang.
Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang menyeluruh yang diduga
mendasari gangguan depresi. Misalnya, problem yang berkaitan dengan rasa bersalah,
rasa rendah diri, berkaitan dengan pengalaman yang memalukan, pengaturan emosi
yang buruk, defisit interpersonal akibat tak adekuatnya hubungan dengan keluarga.

2.9. Prognosis1

10
Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, onset masa kanak,
kompulsi yang bizar, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan
gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya
gangguan kepribadian (terutama kepribadian skizotipal). Indikasi adanya prognosis
baik adalah adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang
menjadi pencetus, gejala yang episodik.

BAB III

11
PENUTUP

Kesimpulan
Gangguan obsesif kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yan
berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang
bermakna. Sebagian besar gangguan mulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur
18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanak. Penyebab gangguan obsesif-
kompulsif bersifat multifaktor, yaitu interaksi antara faktor biologik, genetik, dan
faktor psikososial. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif harus sesuai dengan kriteria
DSM-V dan PPDGJ III. Mengingat faktor utama penyebab dan gangguan obsesif-
kompulsif adalah faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian
farmakoterapi, yaitu golongan trisiklik (clomipramine 3 x 25 mg) dan golongan SSRI
(fluoxetine 2 x 20 mg ) dan terapi perilaku, terapi kognitif perilaku (CBT).

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Ed 3. Jakarta: FK UI; 2017.


2. Davison, Neale JM, Kring AM. Psikologi abnormal. Ed 9. Jakarta: Rajawali
Pers; 2012.
3. Kaplan HI, Sandock BJ, Grebb A. Sinopsis psikiatri. Jilid 1. Ed 7. Jakarta:
Binarpa Aksara; 1997.
4. Oltmanns TF, Emery RE. Abnormal psychology. 7th ed. New Jersey: Pearson
Education Inc; 2012.
5. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2001.
6. Holmes DS. Abnormal psychology. 3rd Ed. New York: Addison-Wesley
Educational Publisher Inc; 1997.
7. Soewondo S. Modul latihan relaksasi. Jakarta: Lembaga Psikologi Terapan
Universitas Indonesia; 2003.

iv

Anda mungkin juga menyukai