Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

HUBUNGAN NEUROTICISM DENGAN GANGGUAN


KEPRIBADIAN ANANKASTIK

PEMBIMBING:
dr. Mahaputra, Sp.KJ

PENYUSUN:
Petra Julian Abigail (201906010120)

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN JIWA DAN PERILAKU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
PERIODE 10 MEI – 12 JUNI 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat berjudul “Hubungan Neuroticism
dengan Gangguan Kepribadian Anankastik”. Referat ini dibuat sebagai bagian dalam
rangka menyelesaikan Kepaniteraan Klinik stase Ilmu Kesehatan Jiwa dan Perilaku
periode 10 Mei – 12 Juni 2021.
Selama penulisan, penulis mendapat banyak bantuan dari dr. Mahaputra,
Sp.KJ selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah meluangkan waktu untuk
membantu memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini serta
menguji demi perbaikan referat ini menjadi lebih baik. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak lain yang terlibat memberikan dukungan selama
penulisan referat ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki segala
kekurangan yang pada referat ini agar menjadi lebih baik. Penulis memohon maaf
apabila ada kesalahan atau kata yang kurang berkenan. Akhir kata, penulis
mengharapkan referat ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.

Jakarta, 30 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4


2.1 Neuroticism ................................................................................. 4
2.1.1 Definisi Neuroticism ....................................................... 4
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Neuroticism .............. 4
2.2 Gangguan Kepribadian Anankastik ............................................ 10
2.2.1 Definisi Gangguan Kepribadian Anankastik .................. 10
2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Gangguan Kepribadian
Anankastik ......................................................................
2.2.3
2.3 Hubungan Neuroticism dengan Gangguan Kepribadian Anankastik
....................................................................................................

BAB III PENUTUP .........................................................................................


3.1 Kesimpulam ................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Neuroticism merupakan salah satu domain kepribadian dalam Five
Factors Model (FFM)/ Big Five (B5) selain extraversion, openness,
aggreeableness, dan conscientiousness. Struktur kepribadian yang tergambar
dalam FFM tidak hanya menunjukkan struktur kepribadian normal saja, tetapi
menggambarkan ciri kepribadian secara umum, baik adaptif maupun
maladaptif.1 Neuroticism adalah kecenderungan individu mengalami emosi
negatif (terutama kecemasan dan depresi) ketika berhadapan dengan berbagai
stresor. Individu dengan skor neuroticism yang tinggi cenderung lebih tidak
puas dengan hidupnya dan memiliki kepercayaan diri yang lebih rendah,
sehingga menyebabkan ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan, mengganggu
performa bekerja, berbagai masalah kesehatan (baik fisik maupun mental,
karena individu tersebut lebih sulit melakukan mekanisme koping terhadap
kejadian buruk yang dialami), gangguan dalam hubungan pertemanan
maupun percintaan, dan penurunan kualitas hidup.2,3
Gangguan kepribadian dapat dianggap sebagai variasi maladaptif dari
ciri kepribadian yang tercakup dalam FFM.1 Ada banyak tipe gangguan
kepribadian, salah satunya adalah gangguan kepribadian anankastik/
gangguan kepribadian obsesif kompulsif. Gangguan kepribadian anankastik
dikarakterisasi oleh perfeksionisme berlebihan, sehingga berakibat pada
distres dan gangguan fungsi yang bermakna. Gangguan kepribadian
anankastik diperkirakan merupakan salah satu gangguan kepribadian dengan
prevalensi paling tinggi dengan angka 2-8% pada populasi umum dan 23-
26% pada populasi klinis.4,5 Gangguan ini sering komorbid dengan gangguan
psikiatri lain, termasuk diantaranya adalah gangguan obsesif kompulsif
(OCD) dan gangguan makan, meskipun begitu, gangguan ini sering tidak
terdiagnosis dan belum banyak penelitiannya.6 Gangguan kepribadian
anankastik tidak hanya menyebabkan gangguan fungsi psikososial dan
penurunan kualitas hidup seperti gangguan kepribadian lainnya, tapi juga

1
dapat berkaitan dengan pikiran bunuh diri, usaha melukai diri sendiri, dan
percobaan bunuh diri yang dapat membahayakan individu tersebut.7,8
Gangguan kepribadian ini dikategorikan dalam kelompok C di DSM-
5 yang memiliki dasar karakteristik berupa takut dan cemas pada situasi
interpersonal serta kekhawatiran berlebihan.6 Beberapa karakteristik gejala
dari gangguan kepribadian anankastik sesuai dengan aspek yang ada pada
domain neuroticism. Individu dengan gangguan kepribadian anankastik
cenderung lebih rentan terhadap stres dan kecemasan. Berdasarkan hal
tersebut, individu dengan gangguan kepribadian anankastik dapat memiliki
skor pada domain neuroticism yang lebih tinggi dari individu tanpa gangguan
kepribadian tersebut.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Neuroticism
2.1.1 Definisi Neuroticism
Neuroticism tidak termasuk dalam gangguan jiwa, tetapi
merupakan salah satu ciri kepribadian yang termasuk dalam Five
Factors Models (FFM)/ Big Five (B5). Neuroticism adalah
kecenderungan seorang individu untuk mengalami emosi yang negatif
ketika berhadapan dengan berbagai macam stres. Emosi negatif
tersebut sangat beragam, dapat berupa kecemasan, depresi, kesedihan,
kemarahan, iritabilitas, kesadaran diri, ataupun ketidakstabilan emosi
(yang paling utama adalah kecemasan dan depresi).2,9 Seseorang
dengan neuroticism tinggi cenderung labil, cemas, tegang, dan
menarik diri dibandingkan dengan neuroticism rendah yang lebih
tenang, percaya diri, dan stabil.10 Individu tersebut berespon terhadap
stres dari lingkungan dengan kurang baik, menginterpretasikan situasi
yang biasa sebagai hal yang mengancam sehingga berusaha untuk
menghindarinya, cenderung mengeluh, dan dapat menganggap hal-hal
kecil menjadi sangat membebani.2,11 Ada 6 aspek yang biasanya
dinilai dalam domain neuroticism, yaitu kecemasan, angry hostility,
depresi, kesadaran diri, impulsivitas, dan kerentanan.

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Neuroticism


Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi neuroticism,
antara lain:
• Faktor Genetik
Sifat neuroticism dapat diturunkan secara genetik.
Kemungkinan penurunan sifat pada penelitian anak kembar ada di
rentang 40-60%.10
• Faktor Organo-Biologis

3
Neuroticism tinggi dikaitkan dengan over-reaksi dari sistem
limbik di otak, namun mekanismenya masih belum dapat
dijelaskan.10
• Faktor Lingkungan
Dukungan sosial tidak adekuat dan banyak stresor yang
dialami ketika masih anak-anak menjadi faktor risiko neuroticism
yang tinggi. Hubungan sosial yang baik (dalam pernikahan
maupun pekerjaan) mendukung neuroticism menjadi lebih
rendah, begitupun sebaliknya. Berbagai hal yang terjadi dalam
perkembangan anak hingga dewasa dapat memengaruhi
neuroticism, antara lain: pengabaian emosional (emotional
neglect), pelecehan seksual, perawatan dari keluarga buruk, pola
asuh terlalu intrusif/ over-protektif, ada trauma masa kanak,
mengalami bullying. 11
• Faktor Kecerdasan
Kecerdasan dikatakan berkaitan dengan neuroticism
meskipun hal ini paling sering dijelaskan terkait dengan
kecemasan yang dialami seseorang ketika akan menjalani ujian.
Individu neurotik cenderung cemas dan khawatir tidak dapat
mengerjakan ujian dengan baik. Hal tersebut tidak selalu
dikarenakan oleh ketidakcerdasan, tetapi strategi individu dengan
neuroticism tinggi dalam menghadapi ujian lebih tidak efisien
dibandingkan orang yang lebih stabil secara emosional.12
Kecerdasan seseorang juga dikaitkan dengan kemampuannya
memilih pekerjaan dan hubungannya kelak. Seseorang dengan
kecerdasan tinggi dapat berusaha memilih pekerjaan serta relasi
yang relatif lebih tidak menyebabkan stres sehingga mengurangi
kecemasan.12

12
2.2 Gangguan Kepribadian Anankastik
2.2.1 Definisi Gangguan Kepribadian Anankastik
Gangguan kepribadian anankastik (menurut ICD-10) atau
disebut juga gangguan kepribadian obsesif kompulsif (menurut DSM-
5) merupakan gangguan yang dikarakterisasi oleh preokupasi pada
keteraturan, kontrol terhadap mental dan interpersonal, serta
perfeksionisme secara berlebihan dengan mengorbankan efisiensi,
keterbukaan, dan fleksibilitas. Seperti gangguan kepribadian lainnya,
gangguan ini memiliki onset pada masa remaja atau dewasa awal,
serta menyebabkan penderitaan serta gangguan fungsi yang
bermakna.5
Penentuan diagnosis gangguan kepribadian anankastik dalam
DSM-5 dan ICD-10 mengalami perdebatan karena heterogenitas yang
tinggi (batas DSM-5 adalah 4 dari 8 kriteria, batas ICD-10 adalah 3
dari 8 kriteria).6
Pada ICD-11, struktur kategori gangguan kepribadian diubah
menjadi domain, dengan gangguan kepribadian anankastik ada pada
domain anankastia. Domain anankastia meliputi perfeksionisme yang
kaku (fokus yang sempit pada standard perfeksionisme seseorang
yang kaku dan terpaku pada benar atau salah) dan perseverasi
(mengontrol perilaku diri sendiri, orang lain, maupun situasi untuk
memastikan agar sesuai dengan standard).5

12
Tabel 1. Perbandingan Kriteria Diagnosis Gangguan
Kepribadian Anankastik/ Obsesif Kompulsif pada DSM-5 dan ICD-10
DSM-5 ICD-10
Preokupasi pada detail, peraturan, daftar, urutan, organisasi, atau
jadwal sampai poin utama dari aktivitas tersebut hilang
Perfeksionisme yang memengaruhi penyelesaian tugas
Devosi yang berlebihan pada Terlalu teliti, berhati-hati, dan
suatu pekerjaan dan produktivitas preokupasi berlebihan pada
hingga mengabaikan aktivitas produktivitas sampai
bersantai dan pertemanan mengabaikan kepuasan dan
hubungan interpersonal
Terlalu teliti, berhati-hati, dan Keterpakuan dan keterikatan
kaku terkait moralitas, etik, atau yang berlebihan pada
nilai kebiasaan sosial
Tidak dapat membuang benda Intrusi pikiran yang memaksa
yang sudah usang atau tidak dan tidak diinginkan atau
berharga impuls
Enggan mendelegasikan tugas Pemaksaan tak beralasan agar
atau pekerjaan pada orang lain orang lain mengikuti persis
kecuali dilakukan sama persis caranya mengerjakan sesuatu;
seperti yang dilakukannya atau keengganan tak beralasan
untuk mengizinkan orang lain
mengerjakan sesuatu
Kikir pada diri sendiri dan orang Perasaan ragu dan hati-hati
lain yang berlebihan
Kaku dan keras kepala

2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Gangguan Kepribadian


Anankastik
• Faktor Genetik
Pewarisan gangguan kepribadian anankastik ditemukan dalam
keluarga, terutama pada hubungan keluarga derajat I, namun
angkanya cukup bervariasi (27-78%).7 Pewarisan tersebut

12
memiliki mekanisme genetik yang serupa dengan penurunan
gejala atau ciri kepribadian obsesif kompulsif. Anggota keluarga
dari individu dengan gangguan obsesif kompulsif dan anoreksia
nervosa dapat memiliki skor neuroticism yang tinggi pada FFM
(menunjukkan persamaan kerentanan terhadap stress dan
kecemasan) ataupun ciri kepribadian yang serupa.6
• Faktor Organo-Biologis
Beberapa penelitian pada individu dengan gangguan
kepribadian anankastik menunjukkan hubungan antara gangguan
kepribadian tersebut dengan kemungkinan terjadi disfungsi
serotonergic, yaitu gangguan pada reseptor dopamine D3 genotipe
Gly/Gly, polimorfisme transporter serotonin 5HTTLPR, dan
penumpulan respon prolaktin terhadap fenfluramine. Teori lain
menyatakan bahwa gangguan kepribadian ini terjadi karena
penurunan aktivitas sistem empati (yang memungkinkan
memahami karakteristik perilaku manusia yang disengaja) serta
peningkatan mekanisme sistemisasi (yang memungkinan
pemahaman pada kejadian yang penuh keteraturan atau tidak
disengaja).7
• Faktor Lingkungan
Dibandingkan dengan kontrol atau pasien psikiatri lainnya,
pasien dengan gangguan kepribadian anankastik menunjukkan
tingkat perhatian dari orang tua yang lebih rendah dan tingkat
overproteksi yang lebih tinggi secara signifikan, sehingga tidak
terbentuk hubungan keterikatan (attachment) yang aman secara
emosional.6,7

2.2.3 Gangguan Mental yang Berhubungan dengan Gangguan


Kepribadian Anankastik
Beberapa gangguan mental yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian anankastik antara lain:
• Gangguan obsesif kompulsif (OCD)
Gangguan kepribadian anankastik ditemukan pada 15-28%
penderita OCD. Angka kejadian gangguan kepribadian tersebut

12
meningkat pada anggota keluarga derajat pertama penderita OCD.
Gangguan kepribadian anankastic dan OCD memiliki persamaan
dalam hal perilaku yang melibatkan perfeksionisme, keteraturan,
dan pembuatan daftar yang berlebihan. Hal yang membedakan
antara keduanya adalah pada gangguan kepribadian anakastik,
hal-hal tersebut ada dalam semua aspek fungsi individu tersebut,
sedangkan pada OCD umumnya terbatas pada satu domain
tertentu saja. Selain itu, pikiran dan perilaku pada gangguan
kepribadian anankastic bersifat egosintonik sedangkan pada OCD
bersifat egodistonik.7,13
• Anoreksia nervosa
Anoreksia nervosa merupakan salah satu jenis gangguan makan
yang memiliki aspek perilaku obsesif kompulsif. Review yang
dilakukan oleh Young et al.14 (2013) menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara gangguan kepribadian anankastic dengan
olahraga berlebihan pada pasien anoreksia nervosa, yaitu
ditemukan secara signifikan bahwa individu yang berolahraga
berlebihan menunjukkan ciri kepribadian anankastik (terikat pada
peraturan dan berhati-hati) lebih tinggi serta tingkat
perfeksionisme lebih tinggi. Adanya faktor premorbid ciri
kepribadian anankastik pada pasien anoreksia nervosa dapat
memengaruhi perjalanan penyakit tersebut menjadi bentuk
anoreksia nervosa tipe restriksi yang lebih parah dan resisten pada
pengobatan.
• Gangguan cemas
Gangguan cemas merupakan salah satu komorbid yang paling
sering terjadi bersama gangguan kepribadian anankastik. Studi
oleh Grant et al.15 (2012) menunjukkan bahwa sepanjang hidup,
gangguan kepribadian anankastik dapat ditemukan pada 23.7%
pasien gangguan cemas. Di antara berbagai gangguan cemas yang
ada, diagnosis gangguan kepribadian anankastik bisa ditemukan
pada 20.6-37.5% gangguan panik (dengan dan tanpa agorafobia),
28.5% pada gangguan cemas menyeluruh, 32.7% pada fobia
sosial, dan 20.9% pada fobia spesifik.

12
• Gangguan mood
Grant et al.15 (2012) menyatakan bahwa sepanjang hidup,
prevalensi ditemukannya gangguan kepribadian anankastik pada
individu dengan gangguan mood adalah sebesar 23.9% dengan
19.9% diantaranya adalah gangguan depresi berat, 24.9%
gangguan distimik, 35.3% gangguan bipolar tipe I, dan 21.4%
gangguan bipolar tipe II.
• Gangguan penggunaan zat
Penelitian Grant el al.15 (2012) menyatakan bahwa sepanjang
hidup, prevalensi ditemukan gangguan kepribadian anankastik
pada individu dengan gangguan penggunaan zat adalah sebesar
11.9%.

2.2.4 Tatalaksana Gangguan Kepribadian Anankastik


Bukti terkait perilaku mencari pertolongan pada individu
dengan gangguan kepribadian anankastik bervariasi. Ada yang
menyatakan bahwa individu tersebut seringkali sadar akan
penderitaan yang dialami hingga mencari pertolongan sendiri,
sedangkan ada teori lain yang menyatakan sebaliknya. Hambatan
perilaku mencari bantuan dapat disebabkan karena karakteristik
gangguan yang bersifat egosintonik dan keinginan mengambil kontrol
yang kuat pada individu dengan gangguan kepribadian anankastik.7
Penelitian terkait tatalaksana yang dapat diberikan/ dilakukan
pada individu dengan gangguan kepribadian anankastik masih belum
banyak dan perlu diteliti lebih lanjut. Tatalaksana gangguan
kepribadian anankastik terbagi menjadi terapi farmakologi dan non-
farmakologi.
1) Terapi farmakologi
Belum banyak bukti dan penelitian terkait terapi farmakologi
pada pasien gangguan kepribadian anankastik. Beberapa studi
menyatakan bahwa fluvoxamine dan karbamazepin cukup efektif
pada individu dengan gangguan kepribadian anankastik saja.
Citalopram dan sertraline dapat membantu mengurangi gejala
gangguan kepribadian anankastic pada pasien yang komorbid

12
dengan depresi meskipun citalopram menunjukkan hasil yang
lebih baik.7
2) Terapi non-farmakologi
a. Terapi Kognitif Perilaku/ Cognitive Behavior Therapy
(CBT)
Pendekatan yang diambil untuk terapi gangguan
kepribadian adalah mengidentifikasi dan melakukan
restrukturisasi pikiran disfungsional yang menjadi dasar
dari perilaku maladaptif. Sebagai contoh, pasien diajarkan
untuk menyadari bahwa melakukan kesalahan kecil
sebenarnya tidak memberikan konsekuensi sebesar yang
pasien pikirkan. Ada 4 tujuan CBT untuk perfeksionisme
atau kekakuan yang maladaptive, yaitu:16
1. Mengidentifikasi perfeksionisme, kekakuan,
bekerja berlebihan, pemikiran dikotom, dan bias
kognitif sebagai suatu masalah
2. Melakukan eksperimen perilaku untuk lebih
memahami tentang sifat perfeksionisme dan
alternatif dalam menjalani hidup
3. Memberikan psikoedukasi dan restrukturisasi
kognitif (kombinasi dengan eksperimen perilaku)
untuk melakukan modifikasi standard pribadi,
sifat kritik diri, ‘peraturan’ yang kaku, dan bias
kognitif (contohnya adalah perhatian selektif
terhadap kegagalan yang dirasakan)
4. Memperluas skema individu untuk melakukan
evaluasi diri sendiri (mengidentifikasi metode
yang sudah ada pada individu dan mengadopsi
metode alternatif)
b. Psikoterapi Psikodinamik
Psikoterapi psikodinamik merupakan terapi berbasis
tilikan yang berusaha untuk memberi pengertian terkait
proses mental dan gejala anankastik yang dialami sehingga
dapat membantu individu melawan perasaan tidak nyaman

12
dan keragu-raguan yang ada dalam dirinya. Dengan
memperbaiki tilikan, individu tersebut berupaya untuk
mengubah pola perilaku yang kaku dan tidak fleksibel
terkait mengejar kesempurnaan/ perfeksionisme supaya
menjadi lebih masuk akal.16
c. Psikoterapi lainnya
Ada beberapa terapi lain yang bisa dilakukan pada
penderita gangguan kepribadian anankastik, namun masih
dibutuhkan lebih banyak penelitian. Terapi metakognitif
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dalam
mengenali kondisi mental, meningkatkan kesadaran akan
emosinya, dan meningkatkan empati serta fungsi sosial
indiv idu tersebu. Dialectical Behavioral Therapy (DBT)
merupakan salah intervensi yang dikembangkan dari
prinsip CBT yang menargetkan pada kekakuan kognitif
dan keterbatasan emosi yang dialami penderitanya. Terapi
ini dapat membantu mengubah perilaku tersebut dengan
meningkatkan kemampuan individu untuk menahan
perasaan yang sulit.16,17

2.3 Hubungan Neuroticism dengan Gangguan Kepribadian Anankastik


Gangguan kepribadian anankastik lebih sering dihubungkan dengan
domain conscientiousness yang tinggi pada FFM, namun dapat juga dikaitkan
dengan neuroticism yang tinggi dan openness yang rendah.18 Individu dengan
gangguan kepribadian anankastik dapat memiliki nilai yang tinggi terkait
kompetensi; keteraturan; ketaatan; dispilin diri; pencapaian prestasi; dan
deliberasi (dari domain conscientiousness), tinggi pada kecemasan dan
rendah pada impulsivitas (dari domain neuroticism), rendah pada keterbukaan
akan perasaan; aksi; ide; dan nilai (dari domain openness), dan rendah pada
pencarian kegiatan yang menyenangkan dari domain extraversion).19
Individu dengan gangguan kepribadian anankastik mudah terluka
perasaannya dan tidak mampu menerima kritik karena memiliki ambang
batas yang rendah. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab keterkaitan
sifat depresi di domain neuroticism pada penderita gangguan kepribadian

12
anankastik. Kritik yang didapat akan diterima sebagai hal yang menyerang
standard yang telah dianggap sempurna oleh individu tersebut. Sebagai usaha
untuk menghindari kritik tersebut, individu berusaha untuk membuat
keputusan yang tepat atau sulit mengambil keputusan, serta takut dan
khawatir mengalami kegagalan. Hal ini seringkali mengakibatkan individu
tersebut terpaku dan terfiksasi pada suatu hal terus menerus.20
Penelitian oleh Butrus dan Witenberg21 (2014) menyatakan bahwa
neuroticism berhubungan secara positif dengan gangguan kepribadian
anankastik (r = 0.28, p value <0.001). Aspek lain yang tercakup dalam
domain neuroticism, yaitu kecemasan; angry hosility; depresi; kesadaran diri;
impulsivitas; dan kerentanan juga ditemukan berhubungan dengan gangguan
kepribadian anankastik secara signifikan (p value <0.01). Dari penelitian
tersebut, aspek kesadaran diri pada domain neuroticism ditemukan sebagai
prediktor yang signifikan untuk gangguan kepribadian anankastik. Hubungan
yang positif antara neuroticism dengan gangguan kepribadian anankastik
dapat disebabkan bahwa berbagai gejala yang mengkaraterisasi gangguan
kepribadian tersebut berakar dari neuroticism.
Mike et al.22 (2018) meneliti hubungan ciri kepribadian dalam FFM
dengan gangguan kepribadian anankastik dan mendapat hasil serupa dengan
Butrus dan Wiltenberg bahwa gangguan kepribadian anankastik berkorelasi
secara positif dengan neuroticism (r = 0.10-0.34) dan seluruh aspek yang
tercakup dibawahnya (r = 0.05-0.38). Gejala pada gangguan kepribadian
anankastik perfeksionisme dan tendensi tidak dapat membuang barang yang
tidak berharga sekalipun memiliki hubungan positif dengan neuroticism
(masing-masing r = 0.14-0.17 dan 0.09-0.13). Hubungan positif angry
hostility pada gangguan kepribadian anankastik dapat disebabkan karena
ketidaksabaran dan intoleransi terhadap sesuatu yang mengganggu
keteraturan.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Neuroticism merupakan salah satu domain kepribadian (biasanya
menilai 6 aspek: kecemasan, angry hostility, depresi, kesadaran diri,
impulsivitas, dan kerentanan) yang dapat terlibat dalam gangguan
kepribadian anankastik. Keduanya dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
terutama genetik; organo-biologis; dan lingkungan. Gangguan kepribadian
anankastik memiliki karakteristik berupa sifat perfeksionisme yang kaku dan
sangat terfokus pada keteraturan atau aturan dalam bentuk ekstrim sehingga
mengganggu fungsi kehidupannya. Individu dengan gangguan kepribadian
anankastik dapat memiliki skor keseluruhan neuroticism yang tinggi,
terutama terkait kecemasan, angry hostility, depresi, dan kesadaran diri.
Neuroticism (dalam kadar yang ekstrim: terlalu rendah maupun terlalu tinggi)
dan gangguan kepribadian anankastik dapat menyebabkan berbagai masalah
dalam kehidupan sehingga sebisa mungkin harus dapat didiagnosis dan
ditangani dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Widiger TA, Crego C. The Five Factor Model of personality structure: an update.
World Psychiatry. 2019;18(3):271–2.

2. Widiger TA, Oltmanns JR. Neuroticism is a fundamental domain of personality


with enormous public health implications. World Psychiatry. 2017
Jun;16(2):144–5.

3. Soto C, Kronauer A, Liang J. Five‐Factor Model of Personality. In 2015.

4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders. 5th ed. Arlington: American Psychiatric Association; 2013.

5. Gecaite-Stonciene J, Lochner C, Marincowitz C, Fineberg NA, Stein DJ.


Obsessive-Compulsive (Anankastic) Personality Disorder in the ICD-11: A
Scoping Review. Front Psychiatry. 2021;12.

6. Fineberg NA, Reghunandanan S, Kolli S, Atmaca M. Obsessive-compulsive


(anankastic) personality disorder: toward the ICD-11 classification. Rev Bras
Psiquiatr. 2014;36(suppl 1):40–50.

7. Diedrich A, Voderholzer U. Obsessive–Compulsive Personality Disorder: a


Current Review. Curr Psychiatry Rep. 2015 Jan 24;17(2):2.

8. Bowen R, Rahman H, Dong LY, Khalaj S, Baetz M, Peters E, et al. Suicidality in


People With Obsessive-Compulsive Symptoms or Personality Traits. Front
Psychiatry. 2019;9.

9. David B, Sauer S, Carl J, Ellard K, Bullis J. The Nature, Diagnosis, and


Treatment of Neuroticism: Back to the Future. Clin Psychol Sci. 2013 Oct 14;

10. Weed N, Kwon S. Neuroticism. In: Encyclopedia of Social Psychology. 2007.

11. Ormel J, Jeronimus B, Kotov R, Riese H, Bos E, Hankin B, et al. Neuroticism


and Common Mental Disorders: Meaning and Utility of a Complex Relationship.
Clin Psychol Rev. 2013 Apr 29;33:686–97.

12. Furnham A, Cheng H. Factors affecting adult trait Neuroticism in a nationally


representative sample. Psychiatry Res. 2017 Oct 1;256:253–7.

13. Thamby A, Khanna S. The role of personality disorders in obsessive-compulsive


disorder. Indian J Psychiatry. 2019 Jan;61(Suppl 1):S114–8.

14. Young S, Rhodes P, Touyz S, Hay P. The relationship between obsessive-


compulsive personality disorder traits, obsessive-compulsive disorder and
excessive exercise in patients with anorexia nervosa: a systematic review. J Eat
Disord. 2013 May 2;1(1):16.

15. Grant JE, Mooney ME, Kushner MG. Prevalence, correlates, and comorbidity of
DSM-IV obsessive-compulsive personality disorder: results from the National

14
3

Epidemiologic Survey on Alcohol and Related Conditions. J Psychiatr Res. 2012


Apr;46(4):469–75.

16. Pinto A. Treatment of obsessive-compulsive personality disorder. In: Clinical


handbook of obsessive-compulsive and related disorders: A case-based approach
to treating pediatric and adult populations. Cham, Switzerland: Springer
International Publishing AG; 2016. p. 415–29.

17. Alex R, Ferriter M, Jones H, Duggan C, Huband N, Gibbon S, et al.


Psychological interventions for obsessive-compulsive personality disorder.
Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2010 [cited 2021 May 29];(5). Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4176677/

18. Widiger T, Gore W, Crego C, Rojas S, Oltmanns J. Five-Factor Model and


Personality Disorder. In 2017. p. 449–78.

19. Samuel DB, Riddell ADB, Lynam DR, Miller JD, Widiger TA. A Five-Factor
Measure of Obsessive–Compulsive Personality Traits. J Pers Assess. 2012
Sep;94(5):456–65.

20. Rowland TA, Jainer AK, Panchal R. Living with obsessional personality.
BJPsych Bull. 2017 Dec;41(6):366–7.

21. Butrus N, Witenberg RT. The Relationships between Five-Factor Model


Personality Traits and Personality Disorder Features in an Australian Non-
Clinical Sample. J Psychopathol Behav Assess. 2014;37(1):12–26.

22. Mike A, King H, Oltmanns TF, Jackson JJ. Obsessive, compulsive, and
conscientious? The relationship between OCPD and personality traits. J Pers.
2018;86(6):952–72.

14

Anda mungkin juga menyukai