REAKSI ANAFILAKSIS
Pembimbing :
dr. Vincentius Donnie Pramudita, Sp.PD
Mahasiswa :
Gusti Ayu Teja Devi Megapuspita (1302006027)
Ida Ayu Cindy Agririsky (1302006074)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan yang berjudul “Reaksi Anafilaksis” ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan
Klinik Madya di Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
2.1 Definisi .................................................................................................... 2
2.2Etiologi ..................................................................................................... 2
2.3 Patofisiologi ............................................................................................ 3
2.4 Diagnosis ................................................................................................. 5
2.5 Tatalaksana.............................................................................................. 7
2.6 Diagnosis Banding ............................................................................... 10
BAB III. LAPORAN KASUS ............................................................................. 11
3.1.Identitas ................................................................................................. 11
3.2.Anamnesis ............................................................................................. 11
3.3.Pemeriksaan Fisik ................................................................................. 13
3.4. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 15
3.5. Diagnosis .............................................................................................. 17
3.6.Penatalaksanaan .................................................................................... 17
BAB IV. KUNJUNGAN LAPANGAN .............................................................. 19
4.1 Alur kunjungan lapangan ................................................................................ 19
4.2 Identifikasi Masalah ........................................................................................ 19
4.3 Analisa Kebutuhan .......................................................................................... 19
4.4 Saran dan KIE ................................................................................................. 24
4.5 Denah Rumah .................................................................................................. 26
4.6 Foto Kunjungan ............................................................................................... 26
Simpulan ............................................................................................................... 27
Daftar Pustaka .................................................................................................... 29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Reaksi alergi yang mencakup munculnya ruam hingga kasus anafilaksis
merupakan salah satu kasus yang dapat dijumpai di unit gawat darurat. Tidak ada
definisi pasti dari anafilaksis, namun pada umumnya istiah tersebut digunakan
untuk menggambarkan reaksi alergi akut, progresif, dan juga mengancam nyawa.1
Anafilaksis disebabkan oleh degranulasi sel mast dan basofil serta pelepasan
mediator inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin, leukotrin, sitokin, dan
juga kemokin.2 Mediator tersebut menyebabkan munculnya kontraksi otot halus,
vasodilatasi, dan meningkatnya permeabilitas vaskuler yang nantinya menimbulkan
gambaran urtikaria, angioedema, bronkokonstriksi dan juga hipotensi.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan
phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya
melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari
pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis).1
Reaksi anafilaksis atau reaksi tipe I merupakan reaksi cepat dimana gejala
muncul segera setelah alergen masuk ke dalam tubuh.13 Terdapat berbagai definisi
mengenai anafilaksis, namun pada umumnya para pakar sepakat bahwa anafilaksis
merupakan keadaan darurat yang potensial dan dapat mengancam nyawa. Gejala
yang timbul melalui reaksi alergen dan antibodi dikenal dengan reaksi anafilaktik,
sedangkan reaksi yang tidak melalui reaksi imunologik disebut reaksi anafilaktoid,
namun karena gejala yang timbul maupun pengobatannya tidak dapat dibedakan,
maka kedua reaksi di atas disebut sebagai anafilaksis.14
2.2 ETIOLOGI
2
obat seperti pelemas otot, antibiotik, NSAID serta aspirin dilaporkan menjadi
penyebab tersering dari anafilaksis.15
Sengatan hewan T a w o n , l e b a h
Kacang-kacangan Kacang tanah, kacang kenari, kacang almond, kacang brazil, hazel
M a k a n a n Susu sapi, telur, ikan, lobster, kepiting, udang, cumi-cumi, buncis, krustasea, pisang, siput, daging ayam, daging kalkun, daging babi
Antibiotik Penisilin, cephalosporin, amphotericin, ciprofloxacin, vancomycin
Obat anestesi Suxamethonium, atracurium, obat -obat an induksi
Obat lainnya NSAID, ACEI, gelatin, protamin, vitamin K, etoposide, acetazolamide, pethidine, anestesi lokal, diamorphine, streptokinase
K o n t r a s Iodinated, technetium, fluorescein
L a i n n y a L a t e x , c a t r a m b u t , h y d a t i d
2.3 PATOFISIOLOGI
Reaksi hipersensitivitas ini juga dikenal sebagai reaksi cepat atau reaksi
anafilaksis, dimana reaksi muncul segera setelah alergen masuk ke dalam tubuh.
Alergen atau antigen yang masuk nantinya akan ditangkap oleh fagosit, diproses
dan dipresentasikan pada sel Th2, yang merupakan sel yang akan melepas sitokin
dan merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE sendiri akan diikat oleh sel yang
memiliki reseptor seperti sel mast, basofil, dan eosinofil. Apabila tubuh terpapar
ulang dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh IgE spesifik yang
berada di permukaan sel mast, dan nantinya akan menimbulkan degranulasi sel
mast. Degranulasi tersebut melepaskan berbagai mediator seperti histamin yang
akan menimbulkan gejala klinis pada reaksi alergi ini. Selain histamin, mediator
lain seperti prostaglandin dan leukotrin yang dihasilkan dari metabolisme asam
arakhidonat juga berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I, dimana muncul gejala
beberapa jam setelah paparan. Beberapa gejala yang segera muncul setelah paparan
alergen antara lain asma bronkial, rinitis, urtikaria, dan dermatitis atopik.13
3
2.3.2 Reaksi tipe II
Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik terjadi karena terbentuknya antibodi IgG
atau IgM karena paparan antigen.Ikatan antibodi antigen tersebut nantinya dapat
mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis sel. Lisis dari suatu sel sendiri
juga dapat terjadi melalui sensitisasi sel NK yang berperan sebagai efektor antibody
dependent cell cytotoxicity.Contoh dari reaksi tipe II adalah destruksi sel darah
merah akibat reaksi transfusi dan juga kasus anemia hemolitik. Sebagian kerusakan
jaringan pada penyakit autoimunseperti miastenia gravis dan tirotoksikosis juga
timbul melalui mekanisme ini.13
Reaksi tipe III yang juga disebut reaksi kompleks imun terjadi akibat adanya
endapan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah.Antibodi
yang berperan pada kasus ini adalah IgG atau IgM. Kompleks tersebut akan
mengaktifkan komplemen yang kemudian melepaskan berbagai mediator terutama
macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut
nantinya akan merusak jaringan sekitar. Antigen sendiri dapat berasal dari infeksi
kuman patogen yang persisten seperti malaria, bahan yang terhirup seperti spora
jamur, atau bahkan dari jaringan sendiri seperti pada kasus autoimun.13
Reaksi tipe ini muncul lebih dari 24 jam setelah paparan hi antigen, sehingga
disebut juga dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini dibagi menjadi
Delayed Type Hypersensitivity(DTH) yang terjadi melalui peran CD4+ dan T cell
mediated cytolysis dengan peran CD8+.13
Pada DTH, sel CD4+ Th1 yang mengaktifkan makrofag berperan sebagai
sel efektor. Sel tersebut melepas sitokin interferon gamma yang nantinya akan
mengaktifkan makrofag dan menginduksi inflamasi. Kerusakan jaringan pada
reaksi tipe ini diakibatkan oleh produk makrofag yang teraktivasi seperti enzim
hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida nitrat, dan sitokin proinflamasi.
4
Contoh reaksi DTH adalah reaksi tuberkulin, dermatitis kontak, dan reaksi
granuloma.13
2.4 DIAGNOSIS
5
Penyebab dari munculnya suatu anafilaksis dapat diketahui dengan
pemeriksaan IgE in vitro atau skin test. Diagnosis klinis dari reaksi ini dapat
didukung dengan adanya peningkatan konsentrasi sel mast dan juga mediator
basofil seperti histamin pada plasma atau tryptase total baik dalam serum atau
plasma.17
Apabila terdapat minimal satu dari tiga kriteria di bawah ini, sangat mendukung diagnosa anafilaksis.
1. Serangan yang bersifat akut (menit-beberapa jam) dengan adanya keterlibatan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (seperti urtikaria generalis, pruritus atau kemerahan, bengkak pada bibir-lidah-uvula).
D i t a m b a h d e n g a n m i n i m a l s a t u d a r i :
Gangguan pernapasan (dispneu, mengi atau spasme bronkus, stridor, penurunan PEF*, hypoxemia)
Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kerusakan organ (hipotonia, sinkop, inkontinensia)
2. Minimal dua dari gejala di bawah ini yang muncul segera setelah paparan alergen yang dicurigai (menit-beberapa jam)
Keterlibatan kulit-jaringan mukosa (urtikaria generalis, gatal dan kemerahan, bengkak pada bibir-lidah-uvula)
Gangguan pernapasan (dispneu, mengi atau spasme bronkus, stridor, penurunan PEF*, hypoxemia)
Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kerusakan organ (hipotonia, sinkop, inkontinensia)
Gejala gastrointestinal yang persisten (kram, nyeri perut, dan muntah)
3. Penurunan tekanan darah setelah paparan alergen yang telah diketahui sebelumnya
Balita dan anak-anak : sistolik rendah (spesifik menurut usia) atau sistolik menurun >30%**
Dewasa: sistolik <90mmHg atau penurunan sistolik >30% dari baseline
* P E F : P e a k E x p i r a t o r y F l o w
* * D e f i n i s i t e k a n a n d a r a h s i s t ol i k ya n g r e n d a h u n t u k a n a k - an a k
1 b u l a n - < 1 t a h u n : < 7 0 m m H g
1-10 tahun: kurang dari (70mmHg + [2 x usia])
1 1 - 1 7 t a h u n : < 9 0 m m H g
6
2.5 TATALAKSANA
7
Terapi lini kedua untuk anafilaksis adalah antihistamin (H1 dan H2
antagonis), dimana obat ini memiliki waktu kerja yang lebih lambat dari
epinephrine, dan hanya memiliki efek minimal dalam tekanan darah.Pemberian
antihistamin sangat berperan dalam penanganan simptomatik seperti urtikaria,
angioema, ataupun pruritus.Dipenhydramine dapat diberikan secara intra vena atau
intra muskuler dengan dosis 25-50mg, sediaan oral dapat diberikan untuk kasus
ringan. Kombinasi dari H1 dan H2 antagonis akan memiliki hasil yang lebih efektif
dalam penanganan manifestasi pada kulit. Ranitidin dan cimetidine merupakan obat
pilihan dari golongan H2 antagonis.18
8
Algoritma Penanganan Reaksi Anafilaksis
Reaksi Anafilaksis?
Diagnosis:
- Onset akut
- Kondisi airway dan/atau breathing yang mengancam jiwa, dan/atau
masalah pada sirkulasi
- Biasanya terdapat perubahan pada kulit
-
- Panggil bantuan
- Baringkan pasien di media datar
- Elevasi tungkai pasien
Adrenalin
9
2.6 DIAGNOSIS BANDING
P r e s e n t a s i D i a g n o s i s B a n d i n g
H i p o t e n s i S y o k s e p t i k
R e a k s i v a s o v a g a l
S y o k k a r d i o g e n i k
S y o k h i p o v o l e m i k
Gangguan pernapasan dengan wheezing atau stridor Corpus allienum pada saluran nafas
Asma atau eksaserbasi PPOK
Sindrom disfungsi pita suara
P o s t p r a n d i a l c o l l a p s e Corpus allienum pada saluran nafas
Konsum si m onosodium gl ut am a t
K o n s u m s i s u l f i t e
Keracunan ikan scombroid
Kemerahan (flushing) C a r c i n o i d
Postmenopausal hot flushes
S i n d r o m r e d m a n ( v a n c o m yc i n )
L a i n n y a S e r a n g a n p a n i c
Systemic mastocytosis
Angioedema herediter
Leukemia dengan produksi histamin berlebih
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.Identitas Pasien
Nama :NKK
Umur : 28 tahun
Agama : Hindu
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
No RM : 17045157
3.2.Anamnesis
Keluhan Utama: Bengkak pada bibir
11
Pasien juga mengeluh sesak napas.Sesak dirasakan seperti rasa berat di dada
saat pasien bernapas.Sesak dirasakan berbarengan dengan bengkak pada bibir
dan mata.Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak membaik dengan
perubahan posisi.
Pasien juga mengeluh demam sejak pagi SMRS (4/11/2018) namun tidak
diukur suhunya.Riwayat batuk dan pilek dirasakan pasien sejak 2 minggu
yang lalu.Batuk tidak disertai dahak dan pilek dengan sekret berwarna
bening.Pasien juga mengeluh nyeri perut bagian atas yang dirasakan pasien
sejak 2 minggu yang lalu.Nyeri dirasakan hilang timbul dan terasa menusuk-
nusuk, nyeri dirasakan tidak menjalar hanya pada satu tempat saja. Nyeri
perut dirasakan sejak ± 2 minggu yang lalu.Nyeri perut juga diertai rasa mual
dan nafsu makan menurun.Pasien juga mengeluh sempat muntah 3 hari yang
lalu.Muntah dirasakan sehabis pasien makan.Muntahan berisi sisa
makanan.Riwayat muntah darah tidak ada.BAB dikatakan normal, BAB
terakhir 1 hari SMRS, tidak ada riwayat BAB cair maupun BAB bercampur
darah dan BAB hitam.BAK dikatakan normal.
12
Riwayat Sosial:
Pasien bekerja sebagai pegawai di salah satu restoran di daerah sanur.Pasien
merantau ke Denpasar dan tinggal di rumah kos bersama suami dan anaknya
yang berusia 8 tahun. Pasien menyangkal adanya riwayat minum minuman
beralkohol dan merokok.
PemeriksaanUmum
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtivaanemis (-/-), ikterik (-/-),
reflex pupil (+/+) isokor 3mm/3mm, edema palpebral
(+/+)
Leher : JVP 0 cm H2O, pembesarankelenjargetahbening (-)
THT
Telinga : Daun telinga N/N, sekret (-/-), pendengaran normal
Hidung : Sekret (-/-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-/-), faring hiperemis (-)
13
Mulut : Gusi berdarah (-) ulkus lidah (-), papillidahatrofi (-),
bibir pucat (-), edema (+)
Thoraks : Simetrissaatstatisdandinamis
Cor
Inspeksi : Iktuskordistidaktampak
Palpasi : Iktuskordisterabapada ICS V midclavicular line
sinistra, kuatangkat (-), thrill (-)
Perkusi :
Batas kananjantung : parasternal line dekstra
Batas kirijantung : midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetrissaatstatisdandinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus N/Menurun, pergerakansimetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi : Vesikuler+ + Rhonki - - Wheezing - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), scar (-), urtikaria (-)
Auskultasi : Bisingusus (+) normal
Palpasi : Hepar, lien, danginjaltidakteraba, nyeritekan (-)
Perkusi : Pembesaran hepar lien (-), nyeri tekan (-), nyeri ketuk
(-)
Ekstremitas : Hangat + + Edema - -
+ + - -
Urtikaria (-)
14
3.4.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah lengkap (4 November 2018 pukul 12.28 WITA)
W B C1 8 . 2 8 103/µL 4 . 1 – 1 1 . 0T i n g g i
- N E 6% 6 . 3 1 % 4 7 – 8 0
- L Y 2 %7 . 7 1 % 1 3 – 4 0
- M O 5% . 2 6 % 2.0 – 11.0
- E O 0% . 2 1 % 0.0 – 5.0
- B A 0% . 5 1 % 0.0 – 2.0
- N E 1# 2 . 1 2 103/µL 2 . 50 – 7. 5 0T i n g g i
- L Y 5#. 0 7 103/µL 1 . 00 – 4. 0 0T i n g g i
- M O0 #. 9 6 103/µL 0.10 – 1.20
- E O 0#. 0 4 103/µL 0.00 – 0.50
- B A 0#. 0 9 103/µL 0.0 – 0.1
R B C5 . 2 8 106/µL 4 . 5 – 5 . 9T i n g g i
H G B1 4 . 0 5 g / d L 12.0 – 16.0
H C T4 6 . 4 3 % 3 6 .0 – 46 . 0T i n g g i
M C V8 7 . 9 5 f L 80,0 – 100,0
M C H2 6 . 6 1 P g 26.00 – 34.00
M C H C3 0 . 2 5 g / d L 31.00 – 36.00 R e n d a h
R D W1 1 . 7 4 % 11.6 – 14.8
P L T1 2 7 . 4 0 103/µL 1 4 0 – 4 4 0R e n d a h
M P V6 . 5 2 f L 6 . 8 – 1 0 . 0R e n d a h
Glukosa sewaktu 123 mg/dL 7 0 - 1 4 0
15
2. Pemeriksaan Kimia Darah + Elektrolit(4 November 2018 pukul
12.28 WITA)
Kesimpulan:
Cor: bentuk dan kesan normal
Pulmo: tak tampak infiltrate/ nodul. Corakan bronkovaskuler
normal
Sinus pleura kanan kiri tajam
Diaphragma kanan kiri normal
Tulang-tulang: tak tampak kelainan
Kesan :
Cor dan Pulmo tak tampak kelainan
16
4. Pemeriksaan Penunjang EKG(4/11/2018)
Interpretasi:
Irama : sinus
HR : regular 120 x/menit
Axis : normal
Gel P : p mitral
PR interval ; normal (5mm)
QRS complex : normal (0,04 s)
Sv2 + Rv5 : normal (15 mm)
Rasio R/S di V1 :normal (1/4)
Kesimpulan : irama sinus takikardi 120x/menit regular
3.6 PENATALAKSANAAN
Planning terapi :
17
- Omeprazole 40 mg tiap 12 jam IV
- Sukralfat 15 ml tiap 8 jam PO
- Azytromicin 500 mg tiap 24 jam PO
- N-acetylcystein 200 mg tiap 8 jam PO
- Diet : hindari produk laut, bumbu siap saji, penyedap
Planning Diagnostik :
- IgE total
Monitoring :
- Tanda vital
- Keluhan
BAB IV
KUNJUNGAN LAPANGAN
18
4.1Alur Kunjungan Lapangan
4.2Identifikasi Masalah
2. Pasien belum bisa mengenali dengan jelas hal-hal apa saja yang dapat memicu
timbulnya reaksi alergi.
4.7 Analisis Kebutuhan Pasien
a. Kebutuhan Fisik-Biomedis
Kecukupan Gizi
19
Sehari-harinya pasien makan dengan frekuensi 2-3 kali per hari. Komposisi
makanan setiap kali makan dikatakan tidak selalu sama, bergantung pada
makanan yang tersedia ketika itu. Dalam memenuhi kebutuhan makan sehari-
hari pasien biasanya memasak sendiri makanannya dan terkadang membeli di
warung makan sekitar tempat kosnya.Porsi makan pasien terbilang cukup
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Satu porsi yang dimakan pasien biasanya
dengan lauk-pauk seperti daging ayam, sayuran, dan tempe. Sesekali di antara
waktu makan, pasien gemar mengonsumsi buah-buahan, seperti pepaya dan
semangka.
Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien :
Distribusi makanan:
20
Total kebutuhan kalori pasien per harinya dibagi dalam 3 posi makan utama
dan 2 porsi makanan selingan, sebagai berikut:
W a k t u J u m l a h J e n i s
M a k a n P a g i ± 20% dari total asupan harian - Nasi putih (100 gr setara 175 kal)
21
(324kalori) - Telur dadar (60 gr setara 40 kal)
- Tempe dan tahu (50 gr setara 110 kal)
S e l i n g a n I ± 10% dari total asupan harian - Bakpia / kue (50 gr setara 136 kal)
(243 kalori)
- Semangka (300 gr setara 100 kal)
Makan Siang ± 30% dari total asupan harian - Nasi putih (150 gr setara 263 kal )
(486 kalori)
- Ayam goreng (100 gr setara 160 kal)
- Sup/ sayur bayam(50 gr setara 65 kal)
Selingan Siang ± 15% dari total asupan harian - Es buah (100 gr setara 162 kal)
(162 kalori)
Makan malam ± 25% dari total asupan harian - Nasi putih (100 gr setara 175 kal)
(405 kalori)
- Daging panggang (50 gr setara 120 kal)
- Tahu (100 gr setara 110 kal)
Kegiatan Fisik
Pasien memiliki aktivitas yang cukup padat yaitu bekerja sebagai pegawai di
restoran.Pasien biasanya bekerja selama 10 jam selama satu shift. Jika ada
jam lembur pasien bisa bekerja hingga 12 jam. Diluar jam kerjanya pasien
melakukan tugas sebagai ibu rumah tangga seperti mencuci, memasak dan
membersihkan rumah.
Lingkungan
Pasien tinggal sendiri di sebuah kamarkos yang ditinggalinya hampir 5 tahun.
Atap rumah kospasien terbuat dari genteng, dinding rumah pasien terbuat dari
batako yang di cat putih, dan lantai rumah terbuat dari keramik. Rumah kos
pasien sendiri terdiri dari 3 kamar. Ukuran kamar pasien ± 3x3 m dengan
kamar mandi dan dapur diluar.Kebersihan kamar tidur pasien terbilang
cukup, ventilasi kamar kurang sehingga kamar terasa pengap. Kamar mandi
22
pasien merupakan kamar mandi yang digunakan oleh penghuni kost lain
sehingga kebersihannya kurang terjaga. Dapur pasien merupakan dapur
darurat yang ada diluar kamarnya hanya berisi meja dan kompor.Pasien
menggunakan sumber air PAM untuk MCK, dan mencuci. Pasien
mengkonsumsi air galon untuk keperluan minumnya.
b. Kebutuhan Bio-Psikososial
Lingkungan biologis
Faktor Psikologi
Pasien adalah anak ke 4 dari 4 bersaudara.Saat ini sudah menikah selama 7
tahun dan tinggal bersama suami serta anaknya di sebuah kos. Selama
keadaan sakit dan menjalani terapi pasien mendapat dukungan sepenuhnya
dari suami dan anaknya.Suami pasien selalu mendampngi pasien dari sejak
awal pasien masuk rumah sakit hingga pulang.Suami pasien selalu
mengingatkan untuk rutin minum obat serta makan makanan yang bergizi dan
teratur.
23
oleh pasien.Pasien mendapat dukungan dari lingkungan sekitar.Kerabat
pasien juga menjenguk selama pasien dirawat di RSUP Sanglah.
Faktor Spiritual
2. Pada pasien, reaksi alergi atau reaksi anafilaksis yang muncul dicurigai
dicetuskan oleh konsumsi obat yang mengandung chlordiazepoxide, clidinium
bromide.Oleh sebab itu pasien harus menghindari mengkonsumsinya agar tidak
terjadi reaksi hipersensitivitas.
3. Pasien disarankan untuk mengenali hal-hal lain yang dapat memicu timbulnya
reaksi alergi.
24
4. Pasien disarankan untuk memberitahukan kepada keluarga tentang alergi yang ia
miliki sehingga selain dari diri sendiri, keluarga juga dapat membantu pasien untuk
menghindari paparan alergen yang dapat memicu alergi pada pasien ini.
4 3 2 1
2 2
Keterangan:
25
Gambar 3.Kamar Tidur Pasien Gambar 4. Kamar Mandi Pasien
26
BAB V
SIMPULAN
Reaksi alergi atau hipersensitivitas merupakan respon imun yang berlebihan dan
yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.Reaksi
anafilaksis atau reaksi tipe I merupakan reaksi cepat dimana gejala muncul segera
setelah alergen masuk ke dalam tubuh.Faktor pencetus reaksi anafilaksi dapat
berupa obat yang menjadi penyebab tersering, terdapat beberapa pencetus lain
seperti makanan, kegiatan jasmani, sengatan tawon, faktor fisis seperti udara yang
panas, air yang dingin, dan beberapa kejadian tidak diketahui penyebabnya
Pasien sudah menikah dan memiliki 1 orang anak. Pasien tinggal disebuah
kamar kos yang berada di By Pass Ngurah Rai dekat dengan sebuah klinik
kesehatan yang jarak tempuhnya kurang lebih 5 menit menggunakan motor. Tempat
Kos pasien ke RSUP Sanglah memerlukan waktu tempuh 20 menit menggunakan
sepeda motor.Tempat tinggal pasien terbilang cukup bersih namun masih kurang
ventilasi udara.Dapur dan kamar mandi pasien digunakan bersama oleh penghuni
27
kost lainnya sehingga kebersihannya kurang terjaga.Pasien bekerja sebagai pegawai
swasta di restoran.
28
DAFTAR PUSTAKA
6. Corrigan C.Allergy: The Unmet Need-A Blueprint for Better Care. Royal
College of Physicians. 2003
29
10. Brown A, McKinnon D, Chu K. Emergency Department Anaphylaxis: A
Review of 142 Patients in A Single Year. Journal of Allergy Clinical
Immunology. 2000; 108(5): hal.861-6.
18. Sampson HA, Furlong AM, Campbel RL dkk. Second Symposium on The
Definition and Management of Anaphylaxis: Summary Report-Second
National Institute of Allergy and Infectious Disease/Food Allergy and
Anaphylaxis Network Symposium. Journal of Allergy and Clinical
Immunollogy. 2006; 117; hal.391-7.
30