“SYOK ANAFILAKTIK”
Oleh:
Preseptor :
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas referat ini
yang berjudul “Syok Anafilaktik”. Referat ini dibuat untuk memenuhi syarat
kepaniteraan klinik senior di bagian anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad
Natsir Solok.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan....................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
2.1 Definisi Syok Anafilaktik..............................................................................................3
2. 2. Epidemiologi................................................................................................................3
2. 3. Faktor Predisposisi dan Etiologi...................................................................................4
2. 4. Patofisiologi................................................................................................................4
2. 5. Manifestasi Klinis........................................................................................................8
2. 6. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................11
2. 7. Diagnosis...................................................................................................................11
2. 8. Diagnosis Banding....................................................................................................15
2. 9. Penatalaksanaan.........................................................................................................17
2.10 Prognosis....................................................................................................................25
BAB III..................................................................................................................................26
KESIMPULAN......................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Secara harfiah, anafilaksis berasal dari kata Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh
dari dan phylaxis = perlindungan). Dalam hal ini respons imun yang seharusnya
melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari
pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis). Secara umum anafilaksis
didefinisikan sebagai rekasi hipersensitivitas sistemik yang serius dan mengancam
jiwa. Anafilaksis mempunyai onset yang cepat dan memberikan gejala yang
mengancam jiwa pada jalan napas (edema faring atau laring ),system pernapasan
(bronkospsme dengan takipneu) dan atau pada sirkulasi (hipotensi dan takikardi).
Pada beberapa kasus terdapat juga manisfestasi pada kulit dan mukosa.1
Gejala anafilaksis timbul segera setelah pasien terpajan oleh alergen atau
faktor pencetus. Gejala ini dapat timbul melalui reaksi alergen dan antibodi disebut
reaksi anafilaktik ataupun tidak melalui reaksi imunologik dinamakan reaksi
anafilaktoid. Reaksi alergi karena makanan, racun serangga, obat-obatan dan lateks
biasanya diperantarai oleh Imunoglobulin-E (Ig E). Beberapa obat-obatan juga bisa
menimbulkan gejala tanpa diperantarai reaksi imunologik. Selain itu anafilaksis dapat
dikategorikan menjadi idiopatik apabila terdapat gejala klinis yang khas, namun
penyebabnya tidak diketahui. Akan tetapi karena baik gejala yang timbul maupun
pengobatannya tidak dapat dibedakan, maka berbagai macam reaksi tersebut disebut
sebagai anfilaksis.2
1
anafilaksis di dunia berkisar antara 30 – 950 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya.
Di tingkat pelayanan dasar, anafilaksis sering diartikan sebagai penyebab kematian
yang tidak diketahui. Kematian oleh karena anafilaksis sering tidak terdiagnosis
dikarenakan tidak adanya riwayat yang detail dari saksi mata, investigasi kematian
yang kurang lengkap, temuan patologi pada pemeriksaan post-mortem yang sedikit
dan kurangnya pemeriksaan laboratorium yang spesifik.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan
phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya
melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari
tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi
antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam
yang merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat
vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah
2. 2. Epidemiologi
angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak
3
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber
perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai
risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur,
anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang tua
sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan
makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan
kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang
otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontras
intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan
anafilaksis.2,4
2. 4. Patofisiologi
sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
4
pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit
dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang
sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan
memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di
sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ
5
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan bronkokonstriksi.2,3,4
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut
pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang
membahayakan penderita.5
6
Gb. 1. Patofisiologi syok anafilaktik
7
2. 5. Manifestasi Klinis
dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam
setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah
terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar
dengan alergen.5,6
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
dalam derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan
kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak di mulut dan tenggorok. Dapat juga
berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat
edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan,
hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan
reaksi ringan. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai
kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis.
Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang.
Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas,
8
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi
pada satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi,
gastrointestinal, kulit, mata, susunan saraf pusat dan sistem saluran kencing, dan
sistem yang lain. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut,
perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai,
berlebihan. Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di bawah
palpebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pada kulit terdapat eritema,
edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah, dan
diaphoresis.4,5
penurunan volume tidal. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab
kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai
terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem
edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal
penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. 4,5
9
Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel
sentral, peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada
sistem gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot
fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan
pada system neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi
insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi
asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel
hypoxia
2. 6. Pemeriksaan Penunjang
10
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan
darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali
menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab
yaitu denganuji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau
lainnya antara lain analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes
2. 7. Diagnosis
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau
membuat suatu kriteria.6
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga
bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas,
11
tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (misalnya
hipotonia, sinkop, inkontinensia).6
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak
setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga
wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah atau gejala yang
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada
alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada
bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau
penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan
darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30% dari
12
Gb. 2. Algoritme diagnosis anafilaksis
13
- Waktu onset reaksi anfilaksis tergantung tipe trigger. Trigger intravena
Airway Problem :
tenggorokan tertutup.
- Suara Hoarse
mengalami obstruksi.
Breathing Problems :
- Wheezing
- Respiratory arrest
Circulation problem
14
- Peningkatan frekuensi nadi (takikardi)
- Cardiac arrest
Sering muncul gambaran pertama dan muncul lebih dari 80% dari reaksi anafilaksis.
- Mungkin urtikaria yang muncul dimana saja pada tubuh, berwarna pucar,
dalam sering pada kelopak mata dan bibir, kadang pada mulut dan
tenggorokan.
2. 8. Diagnosis Banding
tidak spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi tersebut sulit dibedakan dengan
penyakit lainnya yang memiliki gejala yang sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis
mempengaruhi seluruh system organ pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan
berbagai macam mediator dari sel mast dan basofil, dimana masing-masing mediator
15
tersebut memiliki afinitas yang berbeda pada setiap reseptor pada sistem organ.
Beberapa kondisi yang menyerupai reaksi anafilaksis dan syok anafilaktik adalah
reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid
anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis.
Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak
menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering
diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan
lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah
Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. Sedangkan pada
reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau
kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese restaurant syndrome, dapat
dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit
setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa
16
menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan
tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.2,5
dan suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor pencetus
seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.
Rhinitis alergika, penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu
hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor
2. 9. Penatalaksanaan
peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan
menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras.
Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena,
tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar.
o Airway / penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala
dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu
17
tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan
napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami
sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus
o Circulation support yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis
Obat-obatan
otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan mediator
lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP dalam sel
vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung
18
sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu
pendek.3,8
sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan
intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat
dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5
mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang
beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan
perbaikan.3,4,8,10,
tertentu saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anestesia.
Pada saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi
dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5ml dari pengenceran injeksi
adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika
respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB(0,1
lambat selama beberapa menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami syok anafilaksis perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya
perlu diajarkan cara penyuntikkan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada
kasus kolaps yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut.3,4,8
19
Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat
mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan bukan
dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat antihistamin
dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau ranitidin
(150mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam waktu 5
dihindari sebagai gantinya dipakai ranitidin. Antihistamin yang juga dapat diberikan
kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya
digunakan pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek episode anafilaksis
menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg intravena dpt
diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya tercapai setelah 12
jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB
7 mg/KgBB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6 mg/Kg BB/jam, atau
20
aminofilin 5-6mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc dextrosa 5% atau NaCl 0,9%
dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit. Pilihan yang lain adalah bronkodilator
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan
ml dextrose (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60
sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau
atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrose 5%. 3,4,9
Terapi Cairan.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan
20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat
diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.10
21
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama
volume nterstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
Observasi
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa
sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih
tinggi dari jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat
dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-turut
kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah, elektrokardiografi, dan
komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak
menetap sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah
dilaporkan. Penderita yang telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan,
22
Gb. 3 Algoritme Resusitasi Syok Anafilaksis
23
Pencegahan
riwayat alergi penderita dengan cermat akan sangat membantu menentukan etiologi
dan faktor risiko anafilaksis. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan
orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih
Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian bahwa
tes kulit negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat
tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis.
Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai
Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian
selama pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan
tepat. Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat
penderita pada status yang menyebabkan alergi. Jelaskan kepada penderita supaya
menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi. Hal yang paling utama
adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi reaksi anfilaksis serta
24
2.10 Prognosis
dapat kambuh kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu
anafilaksis yang akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur,
tipe alergen, atopi, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma,
blocker dan ACE Inhibitor, serta interval waktu dari mulai terpajan oleh alergen
25
BAB III
KESIMPULAN
Ig E yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat.
anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor yang
diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen, jalur
dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I, terdiri dari fase sensitisasi dan aktivasi
yang berujung pada vasodilatasi pembuluh darah yang mendadak, keaadaan ini
disebut syok anafilaktik. Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Gejala dapat
langsung berat yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ target.
anfilaktik harus cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen yang menyebabkan
reaksi anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala;
penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru; pemberian adrenalin dan obat-
obat yang lain sesuai dosis; monitoring keadaan hemodinamik penderita bila perlu
berikan terapi cairan secara intravena, observasi keadaan penderita bila perlu rujuk ke
26
anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara
cepat dan tepat sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan, reaksi anafilaksis jarang
menyebabkan kematian.
27
DAFTAR PUSTAKA
28