Asma Bronkhial
Disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Puskesmas Nan Balimo Kota Solok
Oleh:
Zelvira Ebirtha
1510070100019
Pembimbing:
dr. Uswatun Hasanah
2021
Daftar isi
Halaman judul................................................................................................. 1
Daftar Isi ......................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 3
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................. 4
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5
2.1 Definisi................................................................................................ 5
2.2 Epidemiologi ...................................................................................... 5
2.3 Etiologi ............................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi ....................................................................................... 7
2.5 Klasifikasi .......................................................................................... 10
2.6 Gambaran Klinis ............................................................................... 12
2.7 Diagnosis ........................................................................................... 13
2.8 Diagnosis Banding ............................................................................ 14
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................ 15
2.10 Komplikasi ...................................................................................... 20
2.11 Prognosis ......................................................................................... 20
BAB 3 LAPORAN KASUS ......................................................................... 21
BAB 4 KESIMPULAN................................................................................. 26
Daftar Pustaka ............................................................................................... 27
BAB 1
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit saluran respiratorik kronik sering dijumpai baik pada
anak maupun dewasa. Pravalensi asma pada anak sangat bervariasi diantara negara-
negara didunia, berkisarbantara 1-18%. Meskipun tidak menempati peringakat teratas
sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada anak, asama merupakan masalah
kesehatan yang penting. Jika tidak ditangani denga baik, asama dapat menurunkan
kualitas hidup anak, membatasi aktivitas sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan
angka absensi sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik disekolah menurun. Bagi
keluarga dan sektor pelayanan kesehatan, asma yang tidak terkendali akan meningkatkan
pengeluaran biaya.1
Mekanisme yang mendasari terjadinya asma pada anak dan dewasa adalah sama.
Namun, ada permasalahan pada asma anak yang tidak dijumpai pada dewasa karena
bervariasinya perjalanan ilmiah penyakit, kurangnya bukti ilmiah yang baik, kesulitan
menentukan diagnosis dan pemberian obat serta bervariasinya respon terhadap terapi
yang sering tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan ini terutama untuk penentuan
asma pada anak usia balita ( <5 tahun ). Kompleksitas munculnya klinis (fenotip) asma
didasari oleh berbagai keadaan yang terkait dengn patogenesis dan patofisiologinya
(endotip).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Asma
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. 1,2
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas yang menimbulkan gejala
4
episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama malam hari dan
atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan pengurangan arus udara yang luas tapi
bervariasi yang biasanya reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 3
2.2 Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit
asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi,
angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam
berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma
bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia.
Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan
hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan
prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data
epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50%
pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan
timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.
Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan
interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara
kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan
sebesar 60-70%.4
Etiologi asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi
berlebihan dari trakea dan bronkus. Hiperreaktivitas bronkus itu belum diketahui dengan jelas
penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim
adeniskase dan meningginya tonus sistem parasimpatik. Kedaan demikian menyebabkan mudah
terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus.1
5
Banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktifitas atau iritabilitas tersebut. Secara
umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: .1
1. Faktor genetik
(a) Hiperreaktivitas
(b) Atopi/Alergi bronkus
(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
(d) Jenis Kelamin
(e) Usia
(f) Ras/Etnik
2. Faktor lingkungan
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)
(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu
sapi, telur)
(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)
(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
(f) Ekspresi emosi berlebih
(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas
tertentu
(j) Perubahan cuaca
(k) Infeksi respiratorik
2.4 Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran
nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis,
sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.1
6
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent
dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin,
leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut
ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper
responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul
oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan
pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi
saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan gejala serangan
asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka
jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah
keadaan dimana6
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
7
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi
sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang
kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara
dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar
keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1
8
(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya
tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya
hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume
cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran
volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan
mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan
udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume
yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang,
maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan
pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8
2.5 Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
11
Tanda-tanda fisik : 6,9,10
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
Nadi meningkat
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
Sianosis
Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
2.7 Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang
episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru,
akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma, riwayat
keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai
pada pasien asma.12
12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan
peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC)
sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan
gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai sputum dan perokok
13
berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala
sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
2.9 Penatalaksanaan
14
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk
mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan anti
inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk
mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara,
mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi
remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan
antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi.
16
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10
2. Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah
beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian secara inhalasi
mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.
- Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibanding
agonis beta 2.
- Antikolinergik
17
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus
vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.
18
2.10 Komplikasi
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
2.11 Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma
dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-
kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak
sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
akan mengalami serangan ulangan.4
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. Y
Umur : 57 tahun
Status : Menikah
Alamat : NB
3.2 ANAMNESIS
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Nan Balimo dengan keluhan Sesak napas sejak
2 hari yang lalu.
Sejak 2 hari sebelum ke puskesmas pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi
”ngik”. Sesak nafas tersebut hilang timbul, pasien mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa
lebih berat pada dini hari sehingga mengganggu aktivitas dan tidur . Sesak napas timbul
saat cuaca dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien terakhir
kali mengeluhkan sesak tiga bulan yang lalu,
Riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan hujan yang disertai aktivitas yang berlebihan.
20
Riwayat asma sejak ± 18 tahun yang lalu.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak merokok, dan tidak minum alkohol.
- Kesadaran : Komposmentis
- Nadi : 78x/menit
- Napas : 26x/menit
- Suhu : 36,3 C
Kepala
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 3
mm, reflek cahaya +/+.
Toraks
21
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Abdomen
Perkusi : timpani
Ekstremitas
22
3.5 Diagnosa Kerja
Asma Bronkhial
3.5 PENATALAKSANAAN
Farmakologi :
3.5 Prognosis
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad kosmetikum : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
23
RESEP
Dokter : X
Sip no : 0707/SIP/2021
S2 dd 1 puff
Pro : Ny. Y
Umur : 57 tahun
Alamat : Nan Balimo
BAB 4
KESIMPULAN
24
Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan peranan banyak sel dan
elemen seluler.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang : mengi, sesak napas; dada terasa berat, dan batuk –
batuk khususnya pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Secara etiologis, asma adalah penyakit yang heterogen, dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti genetik (atopik, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras) dan faktor-faktor
lingkungan (infeksi virus, pajanan dari pekerjaan, rokok, alergen, dan lain-lain).
Kontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma tidak menjadi berat
dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor pencetusnya.
Daftar pustaka
25
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 88-
95.
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
165-73.
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI, 2006.
6. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret 2009].
7. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
8. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. 54-57
9. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press. 1989. 1-11.
10. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil
Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal
Respirologi Indonesia 2006;1.45
11. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.
13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2001.21-27.
14. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
26