Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

SYOK ANAFILAKTIK

KELOMPOK 6

1. Adriana Suviani : P0P220221058


2. Arista : P0P220221063
3. Farida Haryani : P0P220221079
4. Mardiyah trijayanti : P0P220221091
5. Marselinus Febriyadi : P0P220221094
6. Mira Trisnawati : P0P220221097

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2022

i
KATA PENGATAR

Segala Puji dan syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan

Keperawatan Kegawatdaruratan dengan Syok Anafilaktik” tepat waktu. Makalah ini

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat pada

program studi sarjana terapan tahun 2022

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas yang diberikan kepada kami

sebagai bahan diskusi. Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat menjadi

pembelajaran yang lebih baik  bagi kami dalam pembuatan makalah yang berikutnya.

Makalah ini dibuat dengan sebagaimana mestinya, dan kami berharap

makalah ini dapat memberikan wawasan baru bagi kami maupun bagi yang

membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan maka

dari itu kami membutuhkan kritikan dan saran serta masukan, sehingga kedepanya

kami bisa membuat makalah dengan lebih baik lagi.

Sendawar, April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................5
D. Manfaat.........................................................................................................6
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. Pengertian.............................................................................................................7
B. Epidemiologi.................................................................................................7
C. Etiologi..........................................................................................................8
D. Patofisiologi.........................................................................................................8
E. Manifestasi Klinis…………………………………………………………..12

F. Penatalaksanaan……………………………………………………………..13

G. Asuhan Keperawatan…………………………...…………………………..13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................29
B. Saran............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA

iii
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi

obat untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan telah menimbulkan

reaksi obat yang tidak dikehendaki yang disebut sebagai efek samping.

Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru disamping penyakit

dasarnya, tetapi kadang-kadang dapat menimbulkan maut juga. Hipokalemi,

intoksikasi digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi anafilaktik merupakan

contoh-contoh efek samping yang potensial bebahaya.

Gatal-gatal karena alergi obat, mengantuk karena pemakaian

antihistamin merupakan contoh lain reaksi efek samping yang ringan.

Diperkirakan efek samping terjadi pada 6 sampai 15% pasien yang dirawat di

rumah sakit, sedangkan alergi obat berkisar antara 6-10% dari efek samping.

40-60% disebabkan oeh gigitaan serangga, 20-40% disebabkan oleh zat

kontrasradiografi, 10-20% disebabkan oleh penicillin.

Syok anafilaktik merupakan bentuk terberat dari reaksi obat.

Anafilaktis memang jarang dijumpai, tetapi paling tidak dilaporkan lebih dari

500 kematian terjadi setiap tahunnya karena antibiotik golongan beta

laktam, khususnya penisilin. Penisilin merupakan reaksi yang fatal pada

0,002 % pemakaian. Selanjutnya penyebab reaksi anafilaktoik yang tersering


5

adalah pemekaian media kontras untuk pemeriksaan radiologi. Media

kontraksi menyebabkan reaksi yang mengancam nyawa pada 0,1 % dan reaksi

yang fatal terjadi antara 1 : 10.000 dan 1 : 50.000 prosedur intravena. Kasus

kematian berkurang setelah dipakainya media kontras yang hipoosmolar.

Kematian karena uji kulit dan imunoterapi juga pernah dilaporkan 6

kasus kematian karena uji kulit dan 24 kasus imunoterapi terjadi selama tahun

1959 – 1984. Penelitian lain melaporkan 17 kematian karena imunoterapi

selama periode 1985-1989. Anafilaktif memang jarang terjadi, tetapi bila

terjadi umumnya tiba-tiba, tidak terduga, dan potensial berbahaya.

Oleh karena itu kewaspadaan dan kesiapan menghadapai keadaan

tersebut sangat diperlukan. Berangkat dari insiden tersebut, penulis

merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang syok anafilaktik

dengan tujuan agar mahasiswa pun pembaca mengetahui tentang konsep

teori dari anafilaksis dan menerapkan asuhan keperawatan yang tepat

pada pasien syok anafilaktik.

B. Rumusan Masalah

Apa konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien penderita syok anafilaktik

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien panderita

syok anafilaktik.
6

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi masyarakat

Masyarakat dapat lebih mengetahui tindakan gawat darurat yang tepat

diberikan pada pasien syok anafilaktik.

2. Bagi mahasiswa

Mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat yang

tepat pada penderita syok anfilaktik.

BAB II
7

TINJAUAN PUSTAKA

SYOK ANAFILAKTIK

1. Pengertian

Anafilaksis adalah sebuah reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengancam jiwa

yang terjadi akibat paparan antigen dan melibatkan berbagai sistem organ dengan

onset cepat (Irawan, 2019).

2. Etiologi

Dari hasil studi dikatakan bahwa responden mengaku mengalami anafilaksis

akibat paparan obat-obatan, makanan, atau sengatan serangga. Anafilaksis akibat

konsumsi makanan menjadi penyebab paling umum di berbagai studi.

3. Patofisiologi

Bila suatu alergen spesifik disuntikkan langsung kedalam sirkulasi darah maka

alergen dapat bereaksi pada tempat yang luas diseluruh tubuh dengan adanya

basofil dalam darah dan sel mast yang segera berlokasi diluar pembuluh darah

kecil , jika telah disensitisasi oleh perlekatan reagin Ig E menyebabkan terjadi

anafilaksis.

Histamin yang dilepaskan dalam sirkulasi menimbulkan vasodilatasi perifer

menyeluruh , peningkatan permebilitas kapiler menyebabkan terjadi kehilangan

banyak plasma dari sirkulasi maka dalam beberapa menit dapat meninggal akibat
8

syok sirkulasi. Histamin yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang

menginduksi timbulnya red flare ( kemerahan ) dan peningkatan permeabilitas

kapiler setempat sehingga terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas

( disebut hives ) . Urtikaria muncul akibat masuknya antigen kearea kulit yang

pesifik dan menimbulkan reaksi setempat. Histamin yang dilepaskan sebagai

respon terhadap reaksi menyebabkan dilatasi pembuluh darah setempat terjadi

peningkatan tekanan kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler menimbulkan

kebocoran cairan yang cepat dalam hidug menyebabkan dinding mukosa hidung

bengkak dan bersekresi.

WOC SYOK ANAFILAKTIK

Allergen
(Antibiotik, makanan, bisabinatang, lateks )

Terpapar pada sel plasma

Pembentukan Ig E spesifik terhadap allergen


9

Reaksi antibody

Lepasnya mediator kimia


(Histamin, serotonin, bradykinin)

SYOK ANAFILAKTIK

Peningkatan
permeabilitas vascular
Peningkatan Spasme bronkus Spasmepembuluh
Mucus pada darahkoroner
jalan napas Penyempitan jalan nafas
Penurunanaliran darah pada

Perpindahancairan Gangguan pada pada arteri koroner


dr intravascular jalan nafas
ke interstisial
Penurunan suplai oksigen
MK; Bersihan jalan nafas tidak Ke miokard jantung

Penurunantekanan
perfusi jaringan Penurunan cairan intravaskuler Miokard kekurangan
oksigen(energi)

Jaringankekurangan Penurunan aliran darah balik


suplai darah ( oksigen) Penurunan kekuatan
Penurunan TD kontraks ioto tjantung

Akral dingin

4. Gejala reaksi anafilaktik MK:Hipovolemia MK:Penurunan Curah


jantung
MK:Perfusi perifer tdk efektif
10

Tabel 2.4 Gejala dan tingkat keparahan pada anafilaksis

5.
Tingkat Gejala Abdomen Jalan napas Kardiovaskuler
keparahan

Kulit Abdomen Jalan napas Krdiovaskuler

I Gatal, - - -
kemerahan,
urtikaria,
angiodema

II Seperti grade Mual, keram Rhinore, Takikardi,


I perut dispneu, dan hipertensi,
serak aritmia

III Seperti grade Muntah, Edema Syok


I defekasi laryngeal,
bronkospasme,
sianosis

IV Seperti grade Muntah, Henti napas Henti jantung


I defekasi

Pemeriksaan penunjang

Penunjang diagnostik EKG untuk mengetahui gambaran jantung ( biasanya pada

gambar EKG gelombang T mendatar dan terbalik ), aritmia. Tidak ada

pemeriksaan laboratorium yang khas, diagnosa ditegakkan dengan adanya

keluhan dan tanda anafilaktik dengan riwayat sebelumnya memakai obat

parenteral atau adanya gigitan serangga.

6. Penyulit:

Kematian akibat oedema laring, gagal nafas, syok atau aritmia jantung dapat

terjadi beberapa menit setelah reaksi terjadi, tapi dapat juga terjadi dalam

beberapa jam akibat syok yang menetap.


11

7. Penatalaksanaan

Dari hasil telaah literature review oleh Agustinus Ervianto Irawan tahun 2020

tentang terapi penatalaksanaan anafilaksis pada Jurnal Penelitian Perawat

Profesional menunjukkan bahwa pemberian epinephrine menjadi kunci dalam

penanganan anafilaksis (Irawan, 2019). Adapun penanganannya adalah sebagai

berikut :

Penanganannya :

a. Bersihkan tubuh pasien dari zat-zat yang dicurigai menginduksi terjadainya

reaksi hipersensitivitas (dekontaminasi).

b. Periksa adanya obstruksi jalan napas

c. Evaluasi adanya abnormalitas pada perfusi jaringan sistemik.

d. Persiapkan untuk kereksi biola terjadi obstruksi jalan napas dan instabilitas

vasomotor harus selalu tersedia didekat pasien, karena 2 kesalahan penyebab

mortalitas anafilaktik adalah keterlambatan intubasi dan administrasi

epineprin.

e. Pasien harus diposisiskan tendelenburg, dan diistirahatkan.

f. Pasien dengan reaksi kardiovaskuler harus diberikan epinephrine secara im

sebanyak 0.3-0.5 Ml dengan konsentrasi epinephrine 1:1000 yang diinjeksi

pada paha anterolateral. Injeksi ulang dengan epinephrine dapat dilakukan

setelah 5 menit jika pasien tidak menunjukkan adanya respon pada injeksi

pertama. Administrasi epinephrine secara intravena harus memiliki

konsentrasi 1:1000.
12

g. Administrasi oksigen 100% high-flow melalui nasal kanul dilakukan untuk

memastikan kebutuhan oksigen terpenuhi. Resusitasi cairan (1-2 liter bolus

kristaloid isotonik) dan administrasi obat-obatan anti-alergi dosis tinggi

seperti antihistamin dan glukokorikosteroid (prednisone 60- 100 mg per hari)

juga penting untuk dilakukan untuk mengkoreksi keadaan hipovolemik.

h. Administrasi kortikosteroid tidak memberi keuntungan secara akut namun

berdampak efektif dalam pencegahan anafilaksis bifasik.

i. Pasien dengan reaksi pada jalan napas bagian atas dapat dilakukan tindakan

cepat injeksi intramuscular adrenalin dan administrasi oksigen dapat

menangani obstruksi laring. Koniotomy diperlukan bila pasien tidak

menunjukkan adanya reaksi terhadap terapi yang diberikan. Pasien yang

menampilkan gejala obstruksi bronkial dapat diadministrasikan beta2 aksi

cepat simpatomimetik (misal, salbutamol atau terbutaline).

j. Pasien dengan adanya riwayat penyakit paru rentan untuk membutuhkan

bronkodilator dalam penanganannya. Wheezing refraktorik menetap setelah

administrasi beta-agonis mewajibkan praktisi untuk mengadministrasikan

magnesium secara intravena dengan dosis dan perhatian yang mirip dalam

penanganan asma dengan eksaserbasi.

k. Gejala-gejala abdominal seperti mual, muntah, atau kolik dapat diredakan

dengan administrasi serotonin antagonis (misal, ondansetron). Pasien yang

menampilkan reaksi utama pada kulit, dapat diberika antialergi seperti

dimetindene dan glukokortikosteroid dengan dosis normal.


13

8. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Syok Anafilaktik

a. Pengkajian

1) Primary Survey

a) Airway

Adanya rasa tercekik di daerah leher, suara serak sebab edema pada

laring. Hidung terasa gatal, bersin hingga tersumbat. Serta adanya batuk,

dan bunyi mengi. Ditemukan edema pada lidah.

b) Breathing

Pada pasien syok anafilaktik ditemukan adanya batuk dan sesak napas

akibat spasme pada bronkus, bunyi stridor pada auskultasi paru.

c) Circulation

Terjadi hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan EKG : gelombang T

datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard. Gelisah, pusing

d) Disability

Pada pasien syok anafilaktik, akan mengalamai penurunan kesadaran.

Diakibatkan transport oksigen ke otak yang tidak mencukupi

(menurunnya curah jantung – hipotensi) yang akhirnya darah akan sulit

mencapai jaringan otak. Pasien dengan syok anafilaktik biasanya terjadi

gelisah dan kejang.

e) Exposure

f) Kaji kelainan kulit seperti urtikaria dibagian ekstremitas.

2) Secondary Survey
14

a) Catat adanya drainase dari mata dan hidung

b) Inspeksi lidah dan mukosa oral

c) Kaji mengenai mual muntah pada saluran GI

d) Pemeriksaan diagnostic eosinofil.

e) Pemeriksaan fisik

b. Diagnosa Keperawatan yang muncul berdasarkan prioritas

1) Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) b.d spasme jalan napas,

hipersekresi jalan

2) Pola napas tidak efektif (D.0005) b.d spasme otot bronkus

3) Penurunan curah jantung (D.0008) b.d perubahan kontraktilitas

4) Perfusi jaringan perifer tidak efektif (D.0009) b.d penurunan aliran arteri

atau vena

5) Resiko perfusi cerebral tidak efektif (D.0017) dg factor resiko penurunan

curah jantung, vasodilatasi arteri

6) Nyeri akut (D.0077) b.d iritasi gastrointestinal

7) Gangguan rasa nyaman (D.0074) b.d reaksi anfilaktik ditandai dengan

pruritus/ gatal, ada hives berbatas jelas.

8) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d perubahan sirkulasi ditandai

dengan bengkak dan gatal pada kulit dan hidung, ada hives, urtikaria, dan

hidung berair.
15

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SYOK

Tabel 2.5 Tabel Rencana Asuhan Keperawatan Syok

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
1. D.0001 Bersihan Jalan Tujuan : 9. Latihan Batuk Efektif
Napas Tidak Efektif. Bersihan Jalan Napas (I.01006)
Penyebab : Meningkat (L.01001) 1. Observasi
Fisiologis :  Identifikasi kemampuan
1. Spasme jalan napas. Kriteria hasil : batuk
2. Hipersekresi jalan 1. Batuk efektif  Monitor adanya retensi
napas. meningkat sputum
3. Disfungsi 2. Produksi sputum  Monitor tanda dan
neuromuskuler. menurun gejala infeksi saluran
4. Benda asing dalam 3. Mengi,wheezing napas
jalan napas. menurun  Monitor input dan
5. Adanya jalan napas 4. Dipsnea menurun output cairan ( mis.
buatan. 5. Sianosis menurun jumlah dan
6. Sekresi yang tertahan. 6. Gelisah menurun karakteristik)
7. Hiperplasia dinding 7. Frekuensi napas (16- 2. Terapeutik
jalan napas. 24 x/m)  Atur posisi semi-Fowler
8. Proses infeksi . 8. Pola napas membaik atau Fowler
9. Respon alergi.  Pasang perlak dan
10. Efek agen bengkok di pangkuan
farmakologis (mis. pasien
anastesi).  Buang sekret pada
Subjektif :  Dispnea, tempat sputum
sulit bicara, ortopnea 3. Edukasi
Objektif :  Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
1. batuk tidak  Anjurkan tarik napas
efektif dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
2. . tidak mampu
selama 2 detik,
batuk.
kemudian keluarkan
3. sputum dari mulut dengan bibir
berlebih. mencucu (dibulatkan)
4. Mengi, selama 8 detik
wheezing dan /  Anjurkan mengulangi
atau ronkhi tarik napas dalam
kering. hingga 3 kali
5. Mekonium di  Anjurkan batuk dengan
jalan nafas pada kuat langsung setelah
Neonatus tarik napas dalam yang
6. Gelisah. ke-3
16

7. Sianosis. 4. Kolaborasi
8. Bunyi napas  Kolaborasi pemberian
menurun. mukolitik atau
9. Frekuensi ekspektoran, jika perlu
2. Manajemen Jalan Nafas (I.
napas berubah.
01011)
10. Pola napas 1. Observasi
berubah  Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
 Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
 Penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
17

mukolitik, jika perlu.
3. Pemantauan Respirasi (I.01014)
1. Observasi
 Monitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas
 Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik)
 Monitor kemampuan
batuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-
ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
2. Gangguan pertukaran Tujuan :  PEMANTAUAN RESPIRASI
gas (D.0003) Pertukaran gas meningkat (I.01014)
(L.01003) 1. Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
Subjektif Kriteria hasil : kedalaman, dan upaya
Mayor :  1. Tingkat kesadaran napas
meningkat  Monitor pola napas
1. Dispnea. 2. Bunyi napas (seperti bradipnea,
tambahan menurun takipnea, hiperventilasi,
18

Minor : 3. Diaforesis Kussmaul, Cheyne-


1. Pusing. menurun Stokes, Biot, ataksik0
2. Penglihatan kabur. 4. Gelisah menurun  Monitor kemampuan
5. Napas cuping batuk efektif
Objektif : hidung menurun  Monitor adanya produksi
Mayor : 6. PCO2 membaik sputum
(35-45mmHg)  Monitor adanya sumbatan
1. PCO2 meningkat / 7. PO2 membaik (75- jalan napas
100 mmHg)  Palpasi kesimetrisan
menurun. 8. Takikardia ekspansi paru
2. PO2 menurun. membaik (60-100  Auskultasi bunyi napas
x/m)  Monitor saturasi oksigen
3. Takikardia. 9. Ph arteri membaik  Monitor nilai AGD
(7,35-7,45)  Monitor hasil x-ray toraks
4. pH arteri 10. Sianosis membaik 2. Terapeutik
meningkat/menurun. 11. Pola napas  Atur interval waktu
membaik pemantauan respirasi
5. Bunyi napas sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
tambahan. pemantauan
Minor : 3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
1. Sianosis. prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
2. Diaforesis. pemantauan, jika perlu
3. Gelisah. B. TERAPI OKSIGEN (I.01026)
1. Observasi
4. Napas cuping hidung.  Monitor kecepatan aliran
oksigen
5. Pola napas abnormal  Monitor posisi alat terapi
(cepat / lambat, oksigen
 Monitor aliran oksigen
regular/iregular, secara periodic dan
pastikan fraksi yang
dalam/dangkal). diberikan cukup
6. Warna kulit abnormal  Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
(mis. pucat, kebiruan). analisa gas darah ), jika
perlu
7. Kesadaran menurun.  Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
 Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas
19

mukosa hidung akibat


pemasangan oksigen
2. Terapeutik
 Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan
trachea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas
 Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengat tingkat mobilisasi
pasien
3. Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

No DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
3. Pola Napas Tidak Tujuan : pola napas . PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
Efektif (D.0005) membaik )L.01004 1. Observasi
Penyebab : Kriteria Hasil :  Monitor frekuensi, irama,
1. Depresi pusat 1. Dispnea menurun kedalaman, dan upaya napas
pernapasan 2. Penggunaan otot  Monitor pola napas (seperti
2.Hambatan upaya bantu napas bradipnea, takipnea,
napas (mis. nyeri menurun hiperventilasi, Kussmaul, Che
saat bernapas, yne-Stokes, Biot, ataksik0
3. Pemanjangan fase
kelemahan otot  Monitor kemampuan batuk
ekspirasi menurun
pernapasan efektif
3. Penurunan 4. Orthopnea menurun  Monitor adanya produksi
energi. 5. Pernapasan cuoing sputum
4. . Sindrom hidung menurun  Monitor adanya sumbatan
hipoventilasi. 6. Frekuensi napas jalan napas
5. Cedera pada membaik (16-24  Palpasi kesimetrisan ekspansi
medula spinalis. x/m) paru
6. Efek agen  Auskultasi bunyi napas
farmakologis.  Monitor saturasi oksigen
20

7. Kecemasan.  Monitor nilai AGD


Subjektif :  Monitor hasil x-ray toraks
Mayor Dispnea 2. Terapeutik
Minor : Ortopnea  Atur interval waktu
Objektif : pemantauan respirasi sesuai
Mayor : kondisi pasien
1. Penggunaan otot  Dokumentasikan hasil
bantu pernapasan. pemantauan
2. Fase ekspirasi 3. Edukasi
memanjang.  Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Pola napas pemantauan
abnormal (mis.  Informasikan hasil
takipnea. bradipnea, pemantauan, jika perlu
hiperventilasi B. MENEJEMEN JALAN NAPAS (I.
kussmaul cheyne- 01011)
stokes). 1. Observasi
Minor:  Monitor pola napas
1. Pernapasan (frekuensi, kedalaman, usaha
pursed-lip. napas)
2. Pernapasan  Monitor bunyi napas
cuping hidung. tambahan (mis. Gurgling,
3. Diameter thoraks mengi, weezing, ronkhi
anterior—posterior  kering)
meningkat  Monitor sputum (jumlah,
4. Ventilasi semenit warna, aroma)
menurun 2. Terapeutik
5. Kapasitas vital  Pertahankan kepatenan jalan
menurun napas dengan head-tilt dan
6. Tekanan chin-lift (jaw-thrust jika
ekspirasi menurun curiga trauma cervical)
7. Tekanan inspirasi  Posisikan semi-Fowler atau
menurun Fowler
8. Ekskursi dada  Berikan minum hangat
berubah  Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
21

mukolitik, jika perlu.

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
4. Penurunan curah jantung Tujuan :  PERAWATAN JANTUNG
(D.0008) Curah jantung meningkat (I.02075)
Penyebab : (L.02008) 1. Observasi
1. Perubahan irama Kriteria hasil:  Identifikasi
jantung. 1. Kekuatan nadi tanda/gejala primer
2. Perubahan frekuensi perifer meningkat Penurunan curah
jantung. 2. Palpitasi menurun jantung (meliputi
3. Perubahan 3. Bradikardi menurun dispenea, kelelahan,
kontraktilitas. (60-100 x/m) adema ortopnea
4. Perubahan preload. 4. Takikardi menurun paroxysmal nocturnal
5. Perubahan afterload. (60-100 x/m) dyspenea, peningkatan
Subjektif (Mayor): 5. Gambaran EKG CPV)
1. Perubahan irama aritmia menurun  Identifikasi tanda
jantung : Palpitasi. 6. Lelah menurun /gejala sekunder
2. Perubahan preload : 7. Edema menurun penurunan curah
lelah. 8. Distensi vena jantung (meliputi
3. Perubahan afterload : jugularis menurun peningkatan berat
Dispnea. 9. Dipsnea menurun badan, hepatomegali
4. Perubahan 10. Oliguria menurun ditensi vena jugularis,
kontraktilitas : 11. TD membaik palpitasi, ronkhi basah,
Paroxysmal nocturnal (120/80- oliguria, batuk, kulit
dyspnea (PND); 139/89mmHg) pucat)
Ortopnea; Batuk. 12. CPT membaik (< 2  Monitor tekanan darah
Objektif (Mayor) : dtk) (termasuk tekanan
1. Perubahan irama darah ortostatik, jika
jantung : perlu)
– Bradikardial /  Monitor intake dan
Takikardia. output cairan
– Gambaran EKG  Monitor berat badan
aritmia atau gangguan setiap hari pada waktu
konduksi. yang sama
2. Perubahan preload :  Monitor saturasi
– Edema, oksigen
– Distensi vena  Monitor keluhan nyeri
jugularis, dada (mis. Intensitas,
– Central venous lokasi, radiasi, durasi,
pressure (CVP) presivitasi yang
meningkat/menurun, mengurangi nyeri)
– Hepatomegali.  Monitor EKG 12
3. Perubahan afterload. sadapoan
– Tekanan darah  Monitor aritmia
meningkat / menurun. (kelainan irama dan
– Nadi perifer teraba frekwensi)
lemah.  Monitor nilai
– Capillary refill time laboratorium jantung
22

> 3 detik (mis. Elektrolit, enzim


– Oliguria. jantung, BNP, Ntpro-
– Warna kulit pucat BNP)
dan / atau sianosis.  Monitor fungsi alat
4. Perubahan pacu jantung
kontraktilitas   Periksa tekanan darah
– Terdengar suara dan frekwensi
jantung S3 dan /atau nadisebelum dan
S4. sesudah aktifitas
– Ejection fraction  Periksa tekanan darah
(EF) menurun. dan frekwensi nadi
sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium
channel blocker,
digoksin)
2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung
yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking
elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stres, jika perlu
 Berikan dukungan
emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
memepertahankan
saturasi oksigen >94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti
merokok
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
23

 Ajarkan pasien dan


keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
B. PERAWATAN JANTUNG
AKUT : AKUT( I.02076)
1. Observasi
 Identifikasi
karakteristik  nyeri
dada (meliputi faktor
pemicu dan dan pereda,
kualitas, lokasi, radiasi,
skala, durasi dan
frekuensi)
 Monitor EKG 12
sadapan untuk
perubahan ST dan T
 Monitor
Aritmia( kelainan
irama dan frekuensi)
 Monitor elektrolit yang
dapat meningkatkan
resiko aritmia( mis.
kalium, magnesium
serum)
 Monitor enzim jantung
(mis. CK, CK-MB,
Troponin T, Troponin
I)
 Monitor saturasi
oksigen
 Identifikasi stratifikasi
pada sindrom koroner
akut(mis. Skor TIMI,
Killip, Crusade)
2. Terapiutik
 Pertahankan tirah
baring minimal 12 jam
 Pasang akses intravena
 Puasakan hingga bebas
nyeri
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
ansietas dan stres
 Sediakan lingkungan
yang kondusif untuk
24

beristirahat dan
pemulihan
 Siapkan menjalani
intervensi koroner
perkutan, jika perlu
 Berikan dukungan
spiritual dan emosional
3. Edukasi
 Anjurkan segera
melaporkan nyeri dada
 Anjurkan menghindari
manuver Valsava (mis.
Mengedan sat BAB
atau batuk)
 Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
 Ajarkan teknik
menurunkan
kecemasan dan
ketakutan
4. Kolbaorasi
 Kolaborasi pemberian
antiplatelat, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antiangina(mis.
Nitrogliserin, beta
blocker, calcium
channel bloker)
 Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
obat untuk mencegah
manuver Valsava (mis.,
pelunak, tinja,
antiemetik)
 Kolaborasi pemberian
trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
 Kolaborasi
pemeriksaan x-ray
dada , jika perlu

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
5. Perfusi Perifer Tidak Tujuan :  PERAWATAN SIRKULASI
Efektif (D.0009) Perfusi perifer meningkat (I.02079)
(L.02011) 1. Observasi
25

Penyebab: Kriteria hasil :  Periksa sirkulasi


1. Penurunan 1. Denyut nadi perifer perifer(mis. Nadi
konsentrasi meningkat perifer, edema,
gemoglobin 2. Warna kulit pucat pengisian kalpiler,
2. Kekurangan volume menurun warna, suhu, angkle
cairan 3. Parastesia menurun brachial index)
3. Penurunan aliran 4. Pengisian kapiler  Identifikasi faktor
arteri dan / atau vena membaik (< 2 dtk) resiko gangguan
Subjektif (mayor): (Tidak 5. Akral membaik sirkulasi (mis. Diabetes,
tersedia). (hangat) perokok, orang tua,
Minor : 6. Turgor kulit hipertensi dan kadar
1. Parastesia. membaik (< 3 dtk) kolesterol tinggi)
2. Nyeri ekstremitas  Monitor panas,
(klaudikasi kemerahan, nyeri, atau
intermiten). bengkak pada
Objektif (mayor) ekstremitas
1. Pengisian kapiler >3 2. Terapeutik
detik.  Hindari pemasangan
2. Nadi perifer menurun infus atau pengambilan
atau tidak teraba. darah di area
3. Akral teraba dingin. keterbatasan perfusi
4. Warga kulit pucat.  Hindari pengukuran
5. Turgor kulit menurun. tekanan darah pada
Minor : ekstremitas pada
1. Edema. keterbatasan perfusi
2. Penyembuhan luka  Hindari penekanan dan
lambat. pemasangan torniquet
3. Indeks ankle-brachial pada area yang cidera
< 0,90.  Lakukan pencegahan
4. Bruit femoral. infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan
darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari
26

penggunaan obat
penyekat beta
7. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
B. MANAJEMEN SENSASI
PERIFER (I. 06195)
1. Observasi
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prostesis,
sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan
sensasi tajam atau
tumpul
 Periksa perbedaan
sensasi panas atau
dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
2. Terapeutik
 Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
(terlalu panas atau
dingin)
3. Edukasi
27

 Anjurkan penggunaan
termometer untuk
menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal
saat memasak
 Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika
perlu

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan

oleh reasi alergi yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi

sistemik dan peningkatan permeabilitas vascular. Hal ini dapat disebabkan


28

oleh reaksi obat, makanan, serta gigitan serangga. Penatalaksaan dari syok

anafilaktik mengacu pemfokusan pada sistem pernapasan dan sistem

kardiovaskuler. Reaksi ini menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah,

spasme pada bronkus, edema pada laring, dan mengenai hampir diseluruh

sistem.

Hal inilah yang menyebabkan syok anfilaktik masuk dalam tindakan

kegawat daruratan yang harus cepat ditangani.Apabila syok tidak ditangani

segera akan menimbulkan kerusakan permanen dan bahkan kematian. Oleh

karena itu, perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan penanganannya

guna menghindari kerusakan organ lebih lanjut. Kesimpulan berhasil tidaknya

penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok,

mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi

kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.

B. Saran

Sebab gawat dan darurat adalah kondisi dimana perlu pertolongan secara cepat

dan tepat, maka dari itu penulis mengharapkan melalui makalah ini akibat fatal

dari reaksi hipersensivitas ini dapat menurun.


29
DAFTAR PUSTAKA

Chen, K., & Pohan, H. T. (2014). Penatalaksanaan Syok Septik. In Ilmu Penyakit
Dalam (keenam, pp. 4125–4129). Jakarta Pusat: Internal Publishing.
Hardisman, H. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok
Hipovolemik: Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), 178.
https://doi.org/10.25077/jka.v2i3.167
Hidayatulloh, Najib, M. A., Supriyadi, & Sriningsih, I. (2016). Pengaruh resusitasi
cairan terhadap statushemodinamik (MAP) dan status mental (GCS) pada pasien
syok hipovolemik di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Ilmu
Keperawatan Dan Kebidanan.
Irawan, A. E. (2019). Jurnal Penelitian Perawat Profesional. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional, 1(November), 89–94. Retrieved from
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/
83/65
Junaedi, Sargowo, J., & Nasution, T. H. (2016). Shock Index (Si) Dn Mean Arterial
Pressure (Map) Sebagai Prediktor Kematian Pada Pasien Syok Hipovolemik Di
Rsud Gunung Jati Cirebon. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 4(April), 45–59.
Retrieved from
https://jurnal.poltekkes-soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article/view/141
Kasjmir et al. (2014). Gangguan Ginjal Akut. In buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp.
2166–2175).
Leksana, E. (2015). Dehidrasi dan Syok. Cdk-228.
Ningsih, D. K. (2015). Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Syok Dengan
Pendekatan Proses Keperawatan (Pertama). Malang: UB Press.
Pardede, S. O., Djer, M. M., Cahyani, F. S., Ambarsari, G., Soebadi, A., Kedokteran,
P., & Lxiv, B. (n.d.). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Penyunting: Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat
Darurat pada Anak.
Purwanto, D. S., & Astrawinata, D. A. W. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis dan
Syok Septik. Jurnal Biomedik (Jbm), 10(3), 143.
https://doi.org/10.35790/jbm.10.3.2018.21979
Umroh, A. (2019). Jurnal Penelitian Perawat Profesional. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional, 1(November), 89–94. Retrieved from
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/
83/65

Anda mungkin juga menyukai