Anda di halaman 1dari 23

Bagian Farmakologi dan Terapi

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

P-TREATMENT DAN P-DRUG


GANGGUAN DEPRESI BERAT

Disusun oleh

Bara Al-Ayubi Wicaksono 1910027014


Mita Ellyana Ashadi 1910027011
Nia Ramadhanurrosita 1910027002

Dosen Pembimbing

dr. Ika Fikriah, M.Kes

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Farmakologi dan Terapi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
Bagian Farmakologi dan Terapi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

P-TREATMENT DAN P-DRUG


GANGGUAN DEPRESI BERAT

Disusun oleh

Bara Al-Ayubi Wicaksono 1910027014


Mita Ellyana Ashadi 1910027011
Nia Ramadhanurrosita 1910027002

Dosen Pembimbing

dr. Ika Fikriah, M.Kes

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Farmakologi dan Terapi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok penulis dapat menyelesaikan
makalah “P-Treatment dan P-Drug Gangguan Depresi Berat” ini dengan baik dan
tepat waktu. Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan
klinik pada Laboratorium Farmakologi dan Terapi serta meningkatkan
pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam terkait depresi berat dan
pengobatannya.
Dalam pembuatan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman dan dosen pembimbing pada Laboratorium Farmakologi dan
Terapi.
2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL selaku Ketua Program Studi Program Profesi
Pendidikan Dokter.
3. Orang tua dan teman-teman yang telah mendukung dan membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
penulis untuk perbaikan kedepannya. Namun harapan penulis semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, 14 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................2
2.1 Definisi.....................................................................................................2
2.2 Epidemiologi............................................................................................2
2.3 Etiologi.....................................................................................................3
2.4 Gejala dan Tanda.....................................................................................5
2.5 Penegakan Diagnosis...............................................................................7
2.6 Tatalaksana..............................................................................................9
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................12
3.1 KASUS..................................................................................................12
3.2 P-TREATMENT & P-DRUG................................................................12
BAB IV PENUTUP...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan depresi, dalam buku Synopsis of Psychiatry termasuk dalam
kelompok gangguan mood. Pasien dalam keadaan mood terdepresi
memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit
berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri.
Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara,
dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktifitas seksual, dan ritme biologik
lainnya). Gangguan depresi ini hampir selalu menghasilkan hendaya
interpersonal, sosial, dan fungsi pekerjaan.
Gangguan depresi yang paling sering terjadi adalah depresi berat. Penderita
perempuan dapat mencapai 25 persen dengan perawatan primer sekitar 10 persen
dan perwatan rumah sakit sekitar 15 persen. Pada usia remaja didapatkan
prevalensi sekitar 5 persen dan usia anak sekitar 2 persen. Gangguan depresi
dialami oleh perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki dengan rata-
rata usiaa sekitar 40 tahun. Hal ini juga paling sering terjadi pada orang yang tidak
mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai
atau berpisah.
Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa
tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi
diagnostik pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk
gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan.
Penatalaksanaan farmakoterapi dan psikoterapi harus dipikirkan pada pasien
beserta peristiwa kehidupan yang penuh ketegangan dan meningkatkan angka
kekambuhan. Remisi penuh akan dialami pasien dalam waktu 4 bulan dengan
pengobatan yang adekuat.

1
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui p-treatment dan p-
drug pada gangguan depresi berat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood
sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode
depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor, dan gangguan depresif
unipolar serta bipolar.
Gangguan depresif merupakan gangguan medis serius yang menyangkut kerja
otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan
ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian
seseorang.

2.2 Epidemiologi
Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan yang sering, dengan
prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, kemungkinan setinggi 25% pada wanita.
Insidensi gangguan depresif berat juga lebih tinggi daripada biasanya pada pasien
perawatan primer yang mendekati 10%, dan pada pasien medis rawat inap yang
mendekati 15%.
- Usia

Pada pengamatan yang hampir universal terlepas dari kultur atau negara, terdapat
prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita
dibandingkan laki-laki. Alasan adanya perbedaan melibatkan perbedaan
hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial, dan model perilaku
tentang keputusasaan yang dipelajari.
- Jenis Kelamin

Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun, 50%
dari semua pasien mempinyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan

2
depresif berat juga mungkin memiliki onset selama masa anak-anak atau pada
lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Beberapa data epidemiologis
menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada
orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun, hal tersebut mungkin
berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alcohol dan zat lain pada
kelompok usia tersebut.

2.3 Etiologi
A. Faktor organobiogenik
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit amin biogenik-
seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HLAA), asam homovanilic (HVA),
dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG)- di dalam darah, urin dan
cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood.
1) Amin Biogenik
Norepinephrine dan serotonin adalah dua neurotransmitters yang paling
terlibat patofisiologi gangguan mood.
- Norepinephrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrehergik dan respons klinis antidepresi
mungkin merupakan peran langsung system noradenergik pada depresi.
Bukti lain yang juga melibatkan reseptor b2-presipnatik pada depresi, yaitu
aktifnya reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan
norepinefrin. Reseptor b2-presinaptik juga terletak pada neuron
serotohergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
- Dopamin
Aktifitas dopamine mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtype
baru reseptor dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi
presinaptik dan pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara
dopamine dan gangguan mood. Dua teori baru tentang dopamine dan
depresi adalah jalur dopamine mesolimbic mungkin mengalami disfungsi
pada depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada depresi.
- Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab
ntuk control regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa

3
penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang dicelah sinap
dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya depresi.

2) Faktor genetik
Genetic merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood,
tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Sulit untuk mengabaikan efek
psikososial, dan juga, faktor nongenetik kemungkinan berperan sebagai
penyebab berkembangnya gangguan mood, setidaknya pada beberapa
orang.
Penelitian dalam keluarga
Generasi pertama, 2 sampai 10 kali lebih sering mengalami depresi berat.
Penelitian yang berkaitan dengan adopsi
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara
genetic. Studi menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang terkena
gangguan mood berisiko untuk mengalami gangguan mood walaupun anak
tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat.
Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar
Pada anak kembar disigotik gangguan depresi berat terdapat sebanyak 15-
28% sedangkan pada yang kembar monozigotik 53-69%.
3) Faktor psikososial
- Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stress)
dapat mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama ini lebih ringan
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya
stress sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang
bertahan lama. Perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai
neurotransmitter dan system sinyal interneuron. Termasuk hilangnya
beberapa neuron dan penurunan kontak sinap. Dampaknya, seorang
berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun
tanpa stressor dari luar.
- Faktor kepribadian

4
Semua orang, apapun pola kepribadianya, dapat mengalami depresi sesuai
dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-konvulsi,
histrionic dan ambang, beresiko tinggi untuk mengalami depresi
dibandingkan dengan gangguan kepribadian paranoid atu antisosial. Pasien
dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko menjadi gangguan
dpresi berat.
Peristiwa stressfull merupakan predictor tekuat untuk kejadian episode
depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang mengalami stressor akibat
tidak adanya kepercayaan diri lebih sering mengalami depresi.
- Faktor psikodinamik pada depresi.
Teori pandangan klasik dari depresi termasuk 4 hal utama: (1) gangguan
hubungan ibu anak selama fase oral (10-18 bulan) menjadi faktor
predisposes untuk rentan terhadap episode depresi berulang. (2) depresi
dapat dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek. (3)
intropeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk
mengatasi penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek. (4) akibat
kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci
dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri
Melanie Klein menjelaskan bahwa depresi termasuk agresi kea rah
mencintai, seperti dijelaskan Freud. Edward Bibring menyatakan bahwa
depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari
terdapat perbedaan antara ideal yang tingi dengan ketidakmampuan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut. Edith Jacobson melihat depresi sebagai
berkurangnya kekuatan, misalnya pada anak tidak berdaya yang menjadi
korban penyiksaan orang tua. Silvano Arieti mengamati banyak pasien
depresi hidup untuk orang lain dibandingkan untuk dirinya sendiri. Dia
merujuk kepada orang yang menderita depresi, hidup dalam dominasi
orang lain, dalam prinsip, ideal, atau institusi secara individual.

2.4 Gejala dan Tanda


Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya
energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya
sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada

5
mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang
normal.
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar 2/3 pasien
depresi, dan 10-15% diantaranya melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat di
rumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur
hidup lebih panjang dibanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi
terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang
gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan
aktivitas, yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi
(97%) mengeluh tentang penurunan energi. Mereka mengalami kesulitan
menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah, dan pekerjaan, dan
menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien
mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan
sering terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi.
Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan
demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami
tidur lebih lama dari yang biasanya.
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90% pasoen
depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan
timbulnya penyakit lain secara bersamaan, seperti diabetes, hipertensi, PPOK, dan
penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak normal dan menurunnya
minat serta aktivitas seksual.
Perjalanan Penyakit
Secara umum disimpulkan gangguan mood merupakan suatu gangguan
yang berlangsung lama dan cenderung kambuh. Gangguan ini dikatakan ringan
dibandingkan skizofrenia. Hal lain yang dikemukakan lebih sering ditemukan
adanya stresor kehidupan di episode awal dibandingkan episode berikutnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa stres psikososial berperan sebagai penyebab awal
gangguan mood. Meskipun episode awal yang dapat diatasi, namun perubahan
biologi yang menetap di otak menimbulkan risiko besar untuk timbul episode
berikutnya.
Perjalanan dan awitan gangguan depresi berat

6
Pada pasien dengan gangguan depresi berat, walaupun gejala
mungkintelah ada, umumnya belum menunjukkan suatu premorbid gangguan
kepribadian. Sekitar 50 persen dengan episode depresi pertama terjadi sebelum
usia 40 tahun. Awitan yang terjadi setelah usia 40 tahun biasanya dihubungan
dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan
kepribadian antisosial dan penyalahgunaan alkohol.
Durasi
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6-13 bulan.
Kebanyakan penanganan episode depresi sekitar 3 bulan. Namun untuk prosedur
baku penatalaksanaan gangguan depresi maka penatalaksanaan setidaknya
dilakukan selama 6 bulan agar tidak mudah kambuh. Penghentian antidepresan
sebelum 3 bulan hampir selalu mengakibatkan kambuhnya gejala. Apabila
gangguan menjadi progresif maka episode akan cenderung lebih sering dan
berlangsung lebih lama.

2.5 Penegakan Diagnosis


2.5.1 Kriteria diagnosis gangguan depresi berat
A. Pasien mengalami mood terdepresi (sedih, perasaan kosong, dan lain-lain)
atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2 minggu
atau lebih ditambah 4 atau lebih gejala-gejala berikut ini.
1) Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari
2) Menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan
sepanjang waktu
3) Perasaan bersalah berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak berharga
hampir sepanjang waktu
4) Kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu
5) Menurunnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi; sulit membuat
keputusan hampir sepanjang waktu
6) Selera makan dapat menurun atau meningkat
7) Psikomotor dalam pengamatan ditemukan agitasi/retardasi
8) Timbul pikiran berulang tentang mati/bunuh diri
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode depresi
berat dan episode manik

7
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan atau hendaya sosial, pekerjaan atau
fungsi penting lainnya yang bermakna secara klinik
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat
(penyalahgunaan obat, medikasi, dan lain-lain) atau suatu kondisi medik
umum (hipotiroidisme dan lain-lain)
E. Gejalanya tidak lebih baik dibandingkan dukacita, misalnya, setelah
kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau
ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa ketidakbahagiaan yang
abnormal, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

2.5.2 Skala penilaian objektif untuk depresi


Beberapa skala penilaian objektif yang dapat digunakan yaitu:
A. The Zung Self-Rating Depression Scale, dengan skor normal  34 dan skor
depresi  50 meliputi indek global intensitas gejala depresi pasien, termasuk
kecenderungan ekspresi dari depresi.
B. The Raskin Depression Scale, dengan skor normal 3 dan skor depresi adalah
7 atau lebih meliputi pelaporan verbal, penampilan perilaku, dan gejala
sekunder.
C. The Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D), dengan total skor
antara 0-76 meliputi tentang rasa bersalah, pikiran bunuh diri, kebiasaan
tidur, dan gejala lain dari depresi.

2.5.3 Pemeriksaan status mental


A. Mood, afek, dan perasaan
Gejala kunci adalah depresi walaupun 50 persen pasien menyangkal
perasaan depresi dan tak tampak depresi. Anggota keluarga atau teman kerja
sering membawa pasien untuk terapi karena menarik diri dari lingkungan
sosial dan pengurangan aktifitas secara umum.
B. Suara
Pengurangan jumlah dan volume bicara; mereka merespon pertanyaan
dengan satu-satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab
pertanyaan.

8
C. Gangguan persepsi
Gangguan depresi berat dengan ciri psikotik mempunyai delusi dan
halusinasi.
D. Pikiran
Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi pikir mereka
sering meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan
kematian.
E. Orientasi
Kebanyakan pasien depresi tidak terganggu orientasinya baik orang, tempat,
dan waktu, meskipun beberapa dari mereka tidak memiliki tenaga atau minat
untuk menjawab pertanyaan tentang subjek pertanyaan tersebut selama
wawancara.
F. Pertimbangan dan tilikan
Menilai sikap dan perilaku pasien terkini selama wawancara. Tilikan pasien
depresi terhadap gangguannya sering berlebihan: mereka terlalu
menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidup mereka.
G. Hal dapat dipercaya
Pasien depresi selama wawancara terlalu melebihkan hal buruk dan
meminimalkan hal baik. Kesalahan dokter, sering tidak mempercayai
penjelasan pasien depresi yang menyatakan perngobatan dengan anti
depresan sebelumnya tidak berespon.

2.6 Tatalaksana
2.6.1 Farmakoterapi
A. Tricyclic Anti-Depresant (TCA)
TCA merupakan anti depresi generasi pertama bersama MAO Inhibitor.
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali
neurotransmitter di otak. Dari beraneka jenis antidepresi trisiklik terdapat
perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali
neurotransmitter. Ada yang sangat sensitif terhadap norepinefrin, ada yang
sensitif terhadap serotonin, dan ada pula yang sensitif terhadap dopamine.
Obat yang termasuk dalam golongan ini dan tersedia adalah imipramine,
desmetilimipramine, dan amitriptilin.

9
B. MAO Inhibitor
MAO inhibitor bekerja dengan cara menutup jalur degradasi intraneural
utama untuk neurotransmitter amin sehingga amin dapat lebih banyak
menumpuk pada simpanan prasinaptik dan dilepaskan. MAO tidak banyak
digunakan lagi kecuali moklobemid.
C. Seretonin Selective Reuptake Inhibitor (SSRI)
SSRI merupakan anti depresi generasi kedua. Golongan obat ini secara
spesifik menghambat ambilan serotonin. Obat yang termasuk golongan ini
adalah fluoxetin, paroxetin, sertralin, fluvoxamin, dan sitalopram. Masa
kerjanya panjang antara 15-24 jam, fluoxetine paling panjang 24-96 jam.
Golongan obat ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap system
kolinergik, adrenergik, atau histaminergik, sehingga efek sampingnya lebih
ringan.
D. Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
SNRI merupakan anti depresi generasi ketiga yang bekerja dengan
menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin. Obat yang
termasuk golongan ini adalah venlafaxine.

2.6.2 Terapi non-farmakologi


A. Terapi kognitif
Tujuan terapi kognitif adalah menghilangkan episode depresif dan
mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasikan dan uji
kognitif negatif; mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan
positif; dan melatih kembali respons kognitif dan perilaku yang baru.
Beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik telah menyatakan bahwa
kombinasi terapi kognitif dan farmakoterapi adalah lebih manjur daripada
terapi tersebut masing-masing.
E. Terapi tingkah laku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari
masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan memusatkan

10
pada perilaku maladaptive didalam terapi, pasien belajar untuk berfungsi di
dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif.

C. Psikoterapi interpersonal
Diberikan untuk membantu pasien mengembangkan strategi coping yang
lebih baik dalam mengatasi stressor kehidupan sehari-hari. Pemberian
psikoterapi dan obat lebih efektif. Pasien juga dapat bertahan lebih lama
menggunakan obat bila ia dalam proses psikoterapi.
D. Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
ECT biasanya digunakan jika pasien tidak berespon terhadap farmakoterapi
dengan dosis yang sudah adekuat atau tidak dapat mentoleransi
farmakoterapi atau pada tampilan klinis yang sangat berat yang
memperlihatkan perbaikan sangat cepat dengan penggunaan ECT.

11
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 KASUS
Seorang suami membawa istrinya berobat dengan keluhan penurunan nafsu
makan sejak 3 minggu yang lalu. Suami tersebut sangat khawatir karena istrinya
banyak berdiam diri dirumah, selalu tampak sedih dan lemas, hal ini bermula
sejak pasien divonis tidak dapat memiliki anak setelah 3 tahun menikah namun
baru memeriksakan diri ke dokter 3 minggu yang lalu. Ia sangat merasa bersalah
kepada suaminya akan hal tersebut. Pasien bekerja sebagai sekretaris dan ketika
bekerja ia tidak dapat berkonsentrasi dengan baik sehingga pasien akhirnya
memilih beristirahat di rumah dan pada saat dirumah pasien mengalami gangguan
tidur. Pasien juga tidak pernah lagi menjalankan hobinya yaitu bersepeda setiap
minggu.

3.2 P-TREATMENT & P-DRUG


3.2.1 Problem pasien
A. Problem utama : Penurunan nafsu makan sejak 3 minggu yang lalu
B. Problem tambahan : Berdiam diri di rumah, tampak sedih dan lemas,
tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, gangguan
tidur, kehilangan minat pada hobi, dan perasaan
bersalah karena tidak dapat memiliki anak
C. Diagnosis : Depresi berat tanpa gejala psikotik

3.2.2 Tujuan terapi


A. Mengeliminasi/mengurangi gejala depresi
B. Meminimalkan efek samping
C. Memastikan kepatuhan terhadap pengobatan

12
D. membantu mengembalikan fungsi normal
E. Mencegah episode depresi lebih lanjut

3.2.3 Pemilihan terapi


A. Terapi non-farmakologi
1. Terapi kognitif
2. Terapi tingkah laku
3. Psikoterapi interpersonal
4. Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
B. Terapi Farmakologi
No Golongan Efficacy Safety Suitability Cost
1 TCA (++) (++) (++) (+++)
(Tricyclic
Anti- Farmakodinamik Efek Kontra- Rp25.000
Depresant) Menghambat pompa samping indikasi (isi 100) –
reuptake amine mulut dan pasien infark Rp195.000
(serotonin/norepinefrin) kulit kering, miokard, (isi 30)
menuju neuron pre- pengelihatan mania,
sinaps. Biasanya efek kabur, penyakit hati
timbul setelah 2-3 konstipasi, berat, aritmia,
minggu pengobatan susah buang leukopenia,
air kecil, epilepsy,
Farmakokinetik hipotensi anemia
A : Diabsorpsi dengan ortostatik, aplastic,
baik glaucoma hepatitis, dan
D : Tersebar luas dan paling agranulositosis
M : Metabolisme oleh sering
enzim microsomal hati, aritmia
diikuti konjugasi oleh jantung
asam glukuronat
E : Diekskresi lewat
urine
2 SNRI (++) (++) (++) (++)
(Serotonin-
Norepinefri Farmakodinamik Efek Kontra- Rp373.380
n Reuptake Menghambat ambilan samping indikasi (isi 28)
Inhibitor) kembali serotonin dan mual, pusing, Riwayat alergi
norepinefrin somnolen, terhadap
insomnia, venlafaksin,
peningkatan pemberian
tekanan bersama
darah (efek MAOI, anak
norepinefrin) dibawah 18
tahun
3 SSRI (+++) (++) (++) (++)

13
(Selective
Serotonin Farmakodinamik Efek Kontra- Rp50.000
Reuptake Memblok reuptake samping indikasi (isi 20) -
Inhibitor) serotonin sehingga mual, epilepsy dan Rp618.000
meningkatkan penurunan anak-anak (isi 60)
konsentrasi libido dan
neurotransmitter di fungsi
celah sinaps seksual

Farmakokinetik
A : Absorpsi baik,
mencapai kadar puncak
rata-rata 5 jam
D : Distribusi baik dan
waktu paruh 16-36 jam
M : Dimetabolisme di
hati dan dinding usus
E : Diekskresi melalui
ginjal dan feses (35-
50%)

Obat anti-depresi yang dipilih adalah obat golongan SSRI yang memiliki
keunggulan dari segi safety, suitability, dan cost dari obat anti-depresi yang lain.
Obat dari golongan tersebut yang tersedia yaitu fluoxetine, fluvoxamine dan
sertraline.
No Nama Obat Efficacy Safety Suitability Cost
1 Fluoxetin (+++) (++) (++) (+++)

Farmakodinamik Efek samping Kontraindikasi 10mg*3*10


Menghambat Ansietas, Gagal ginjal,
= 96.500
reuptake serotonin insomnia, anak-anak,
mengantuk, hipersensitif dan 20mg*3*10
Farmakokinetik lelah, tremor, penggunaan
= 154.000
- Waktu paruh 24- mual, diare, bersama MAOI
96 jam pusing dan 20mg*5*6
- Bioavailabilitas berkeringat
= 135.000
70%
- Kadar puncak 20mg*2*10
dalam plasma 4-8 = 50.000
jam
2 Fluvoxamine (+++) (++) (++) (+)

Farmakodinamik Efek samping Kontraindikasi 50mg*60 =


Menghambat Pengelihatan Hipersensitif,
Rp. 618.00
reuptake serotonin kabur, mulut dikombinasi
kering, tremor, dengan MAO
Farmakokinetik gangguan GI, inhibitor
- Bioavailabilitas somnolen, 100mg * 30
konstipasi,

14
>90% agitasi, dan = 399.000
- Waktu paruh 7- anorexia
63 jam
- Kadar puncak
dalam plasma 2-8
jam
3 Sertralin HCl (+++) (++) (++) (++)

Farmakodinamik Efek samping Kontraindikasi 50mg*3*10=


Menghambat Mual, diare, Hipersensitifitas Rp.315.000
reuptake serotonin dispepsi,
tremor, 50mg*30
pusing, =Rp.255.000
Farmakokinetik insomnia,
-Waktu paruh 22- mulut kering,
35 jam penurunan
- Kadar puncak nafsu makan.
dalam plasma 27
jam

3.2.4 Pemberian Terapi


A. Terapi Non Farmakologi
1. Terapi kognitif
2. Terapi perilaku
3. Psikoterapi interpersonal
4. ECT dapat dilakukan sesuai indikasi
B. Terapi Farmakologi

3.2.5 Komunikasi Terapi


A. Informasi Penyakit : Depresi dapat diperbaiki, tidak hanya dengan obat
tapi psikologi dukungan orang terdekat.

15
B. Informasi Terapi : Tidak hanya farmakologis tetapi terapi non-
farmakologis juga diperlukan. Pemberian terapi sangat
penting untuk mencegah depresi bertambah berat dan
semakin sulit untuk diterapi.
C. Informasi Obat : Obat fluoxetine sehari 1 kali sebanyak 1 tablet pada
pagi hari; boleh diminum sebelum atau sesudah makan
selama 30 hari; ketika obat akan habis datang untuk
kontrol kembali; pemberitahuan mengenai efek
samping yang akan muncul pada pemakaian obat.

3.2.6 Monitoring dan Evaluasi


A. Evaluasi kepatuhan pasien minum obat.
B. Kontrol ketat pengobatan dan evaluasi kemajuan pengobatan dan efek
samping, dan kontrol berkala setelah pengobatan dihentikan (sampai
beberapa bulan) untuk evaluasi kekambuhan penyakit.
C. Evaluasi interaksi obat (dengan obat anti diabetes atau anti hipertensi).

16
BAB IV
PENUTUP

Adapun kesimpulan dari kasus pasien diatas antara lain:


1. Pasien menderita gangguan depresi berat
2. Terapi farmakologi yang diberikan adalah fluoxetine 20 mg 1x sehari 1
tablet dan diminum pagi hari
3. Terapi non-farmakologi yaitu terapi kognitif, terapi tingkah laku,
psikoterapi interpersonal dan terapi elektokonvulsi (ECT) apabila terdapat
indikasi
4. Evaluasi dilakukan meliputi kepatuhan pasien minum obat, kemajuan
pengobatan, efek samping, dan kontrol berkala setelah pengobatan
dihentikan (sampai beberapa bulan) untuk evaluasi kekambuhan penyakit.

17
DAFTAR PUSTAKA

Elvira, D. S., & Hadisukanto, G. (2015). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gunawan, S. G., Nafrialdi, R. S., & Elysabeth. (2012). Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Kaplan, S. H., & Grebb, J. (2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid Dua. Tangerang: Binarupa Aksara.
Katzung, B. G. (2007). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
MIMS neurology & psychiatry. (2008). Jakarta: CMP Medica.
MIMS Referensi Obat. (2015). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

18

Anda mungkin juga menyukai