Anda di halaman 1dari 18

Referat

ANTI PSIKOTIK PADA IBU HAMIL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Jiwa Aceh Banda Aceh

Oleh:
Nadira Salsabila Putri
2207501010074

Pembimbing :
dr. Subhan Rio Pamungkas, Sp.KJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat ini.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpah ke haribaan Nabi Muhammad SAW
yang telah membuka wawasan umat manusia dari jaman jahiliyah ke jaman islamiyah
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini. Adapun referat
ini berjudul “Anti Psikotik Pada Ibu Hamil” sebagai salah satu tugas dalam
menjalankan kepaniteraan klinik senior pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Rumah Sakit Jiwa Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. Subhan Rio Pamungkas, Sp.KJ(K) yang telah meluangkan waktunya
untuk memberi arahan, bantuan dan bimbingan serta motivasi dalam menyelesaikan
tugas ini.
Penulis menyadari dalam penulisan referat ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kelemahan, baik dari segala penyajian, bahasa maupun dari segi materi. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari berbagai pihak, sehingga memberikan suatu informasi yang
berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................. Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1 Anti Psikotik .................................................................................................... 3
2.1.1 Antipsikotik Generasi 1........................................................................... 3
2.1.2 Antipsiktoik Generasi 2........................................................................... 5
2.2 Farmakokinetika obat pada ibu hamil ............................................................ 7
2.3 Tatalaksana Antipsikotik pada ibu hamil ........................................................ 8
BAB III ....................................................................................................................... 12
KESIMPULAN.......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 13

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Tabel 2.1 Pedoman Pemilihan Antipsikotik Atipikal Selama Kehamilan . 10

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa psikotik merupakan gangguan yang terdapat berbagai macam


sindrom yaitu hilangnya kemampuan menilai realitas, ditandai waham (delusi), dan
halusinasi. Gangguan Jiwa psikotik ini memiliki macam-macam gangguan psikotik
yaitu diantaranya: gangguan skrizofreniform, gangguan skrizoafektif, intoksikasi obat,
gangguan delusi, gangguan bipolar, depresi berat, psikotik singkat, dan skizofrenia.1
Secara umum, psikotik dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan faktor
penyebabnya yaitu psikotik organik, yang disebabkan oleh faktor organik dan psikotik
fungsional, yang terjadi karena faktor kejiwaan. Jenis psikotik yang tergolong psikotik
organik yaitu: alcoholic psychosis, drug psychose, traumatic psychosis, dan dementia
paralytica, sedangkan jenis psikotik fungsional dibedakan atas beberapa golongan
yaitu: psikotik mania-depresif, psikotik paranoid, dan skizofrenia.1
Masalah kesehatan mental selama kehamilan merupakan masalah kesehatan
masyarakat utama yang perlu ditangani dengan serius. Sebanyak 10%- 20% wanita
mengalami penyakit mental selama kehamilan dan pasca melahirkan di seluruh dunia.
Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, prevalensi masalah kesehatan
mental selama kehamilan masih cukup tinggi dengan prevalensi rata-rata mencapai
15,6%.2
Psikotik perinatal merupakan psikotik yang terjadi selama kehamilan dan atau
sesudah kelahiran, meskipun yang paling banyak ditemui adalah psikotik
pascapersalinan. Terjadinya episode baru dari psikotik selama kehamilan sangat
langka. Namun, untuk wanita dengan riwayat psikotik, terutama psikotik pada
kehamilan sebelumnya, tingkat kekambuhan akan semakin tinggi.3
Semua perempuan yang sedang hamil seringkali mengalami banyak tekanan.
Hal ini meliputi perubahan endokrin terkait dengan tiroid, hormon seks, dan adrenal,
perubahan pada ukuran tubuh dan citra diri, konflik yang disadari maupun tidak
disadari berkaitan dengan kehamilannya serta kekhawatiran mengenai proses hamil
dan melahirkan. Perempuan hamil mengkhawatirkan mengenai kemampuan mereka
untuk menjadi ibu, khawatir akan kebebasan mereka yang akan terenggut ketika
bayinya lahir serta antisipasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi dalam
hubungannya dengan pasangan maupun orangtua mereka. Hal-hal yang telah
disebutkan ini merupakan sumber stres yang potensial bagi setiap perempuan yang
hamil.3
Studi sebelumnya mendapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara
pemakaian antipsikotik tipikal tunggal dan pemakaian antipsikotik atipikal kombinasi.4
Kehamilan dengan gangguan psikotik merupakan kondisi serius. Tatalaksana
komprehensif selama kehamilan dan menyusui adalah masalah utama pada ibu hamil
dengan gangguan psikotik. Pemilihan obat anti psikotik dan obat lain yang diperlukan
sebaiknya juga mempertimbangkan interaksi obat yang mungkin terjadi dan efektifitas
anti psikotik pada kondisi maternal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anti Psikotik

Anti psikotik merupakah terapi obat-obatan pertama yang efektif


mengobati skizofrenia. Antipsikotik efektif mengobati gejala positif pada
episode akut misalnya halusinasi, waham, digunakan untuk mencegah
kakmbuhan, untuk pengobatan darurat gangguan perilaku akut dan untuk
mengurangi gejala. Antipsikotik juga bisa digunakan dengan kombinasi berbagai
kelas obat lainnya, seperti antikonvulsan, antikolinergik, antidepresan dan
benzodiazepin.5

Obat antipsikotik terbagi dua golongan, yaitu Dopamine Receptor


Antagonist (DRA) atau antipsikotik generasi pertama (AGP 1 / 13 Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara first generation antipsychotic/ FGA/ golongan
tipik/ konvensional), dan Serotonin Dopamine Antagonist (SDA) atau
antipsikotik generasi kedua (APG II / Second generation antipsychotic/ SGA /
Serotonin Dopamin Antagonis/ SDA / golongan atipik/ novel) yaitu risperidon,
olanzapin, quetiapin, dan clozapin.4

2.1.1 Antipsikotik Generasi 1

Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau antipsikotik generasi I


(APGI) atau tipikal berfungsi untuk memblok dopamin antagonis. Antipsikotik
tipikal ini berguna juga untuk mengontrol gejala-gejala positif, seperti
halusinasi/waham, perilaku yang aneh atau tidak terkendalikan, contoh obatnya
yaitu chlorpromazin, haloperidol, sulpirid, trifluoperazin, dan thioridazin.4
Obat golongan ini dapat menghasilkan efek samping ekstrapiramidal
meliputi distonia akut, akatisia, gejala parkinsonism, dan tardive dyskinesia.
Gejala ini sering muncul pada penggunaan piperazin, halperidnotiazin
(flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin). Gejala ini mudah

3
dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat karena bergantung pada
dosis, jenis obat, dan kondisi individual pasien. Sindrom ekstrapiramidal
menyebabkan penurunan kognitif terutama dalam berkonsentrasi dan
memproses atau mengolah informasi.4
Pengobatan tipikal mempunyai afinitas lebih tinggi dalam menghambat
dopamin 2. Kategori pengobatan tunggal antipsikotik yang paling banyak
adalah penggunaan obat tipikal. Berikut obat antipsikotik yang termasuk pada
golongan generasi pertama:
1. Haloperidol
Haloperidol merupakan obat antipsikotik yang termasuk dalam
kelas butiroferon. Haloperidol merupkana antipsikotik yang bersifat
antagonis D2 yang sangat poten, serta efektif memblok reseptor sistem
limbik otak, dopaminergik diblokir pada jalur nigrostriatal sehingga dapat
memicu terjadinya efek samping berupa sindrom ekstrapiramidal dan
gangguan gerak yang lebih dominan. Dosis anjuran haloperidol untuk
skizofrenia yaitu, dosis oral : 5-15 mg/hari.5
2. Klorpromazin
Klorpromazin termasuk dalam kelas fenitoin. Klorpromazin
memiliki potensi tinggi untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala
dominan apatis, hipoaktif, waham dan halusinasi. Klorpromazin
merupakan antagonis reseptor dopamin dan alfa adrenergik bloker yang
tidak selektif. Mekanisme kerja klorpromazin sebagai alfa adrenergik
bloker yang menimbulkan efek hipotensi otrhostatik yang menghambat
vasokontriksi refleks ketika naik ke posisi duduk atau berdiri. Efek
samping dari klorpromazin yaitu sedatif kuat yang digunakan terhadap
sindrom psikosis dengan gejala gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur,
kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku. Dosis awal oral klorpromazin
adalah 20-100 mg/hari.5

4
3. Flufenazin
Flufenazin termasuk obat anti psikosis long acting parenteral (25
mg/cc untuk 2-4 minggu) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau
sulit teratur mengkonsumsi obat ataupun yang tidak efektif terhadap
medikasi oral. Dosis awal flufenazin adalah 5 mg/hari dengan rentang dosis
5-15 mg/hari dan injeksi 25 mg (IM) tiap 2-4 minggu.5
4. Prefenazin
Prefenazin merupakan turunan piperazin. Turunan piperazin lebih
poten (efektif pada dosis rendah), perfenazin sama efektifnya seperti obat
antipsikotik atipikal, dengan pengecualian olanzapin. Prefenazin bekerja
terutama pada reseptor D2, efek pada reseptor 5-HT2 dan α1. Dosis awal
prefenazin adalah 4-25 mg/hari dengan rentang dosis 16-64 mg/hari.5
5. Triheksilfenidil
Triheksilfenidil merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi
efek samping obat antipsikotik tipikal/ generasi pertama yaitu gejala
sindrom ekstrapiramidal. Obat ini terdiri dari senyawa pepiridin yang
bekerja melalui neuron dopaminergik dan tergolong dalam obat jenis
antikolinergik. Obat ini spesifik menekan dan menghambat reseptor
muskarinik sehingga dapat menghambat sistem saraf parasimpatik. Dosis
yang digunakan untuk dewasa awali dengan sehari 1mg. Kemudian
tingkatkan sebesar 5-15 dengan penambahan 2mg tiap 3-5 hari.5

2.1.2 Antipsiktoik Generasi 2

Serotonin Dopamine Antagonist (SDA) atau antipsikotik generasi II


(APG-II) atau atipikal berfungsi untuk afinitas terhadap hormon-dopamin
antagonis, dan serotonin sehingga berguna untuk mengontrol gejala positif dan
gejala negatif seperti mulai terganggunya dalam berpikir, dan berbicara, dan
bisa juga perilaku menjadi aneh atau abnormal, contoh obat yaitu clozapin,
risperidon, olanzapin, quetiapin, dan ziprasidon.4

5
Antipsikotik generasi kedua/ atipikal efektif untuk terapi psikosis akut
dan kronis seperti skizofrenia dan skizoafektif pada orang dewasa dan remaja.
Antipsikotik atipik juga efektif untuk terapi depresi psikotik serta untuk
psikotik akibat trauma kepala dan demensia. Antipsikotik atipikal berguna
untuk pengendalian awal agitasi selama epsiode manik. Antipsikotik generasi
kedua (atipikal) sedikit atau bahkan tidak memiliki efek samping EPS pada
dosis rendah. Antipsikotik atipikal ini berhubungan dengan risiko peningkatan
berat badan, gangguan kardiovaskular, dan diabetes melitus yang lebih besar
dan risiko terjadinya gejala ekstrapiramidal yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal dengan gejala
ekstrapiramidal yang lebih rendah antara lain aripiprazol, quetiapin, dan
clozapin.4
Berikut obat antipsikotik yang termasuk pada golongan generasi kedua :
1. Klozapin
Klozapin termasuk kelas dibenzodiazepin, merupakan neuroleptik
atipikal dengan afinitas tinggi untuk reseptor dopamin D4 dan afinitas rendah
untuk subtipe lain, antagonis alpha-adrenoseptor, reseptor 5-HT2A, reseptor
muskarinik, dan reseptor histamin H1. Klozapin harus diberikan pada pasien
skizofrenia yang mengalami resisten terhadap pengobatan. Selain itu, clozapin
memiliki aksi yang cepat dan efektif diberikan pada pasien skizofrenia dengan
gejala yang tidak terkontrol dan terkontrol. Klozapin harus diberikan ketika dua
antipsikotik tidak mampu berespon dalam menangani gejala psikotik. Dosis
awal klozapin adalah 12,5 mg 1-2 kali/hari pada hari ke-1, selanjutnya dosis
dapat ditingkatkan secara perlahan 25-50 mg hingga 300 mg/hari dalam waktu
2-3 minggu. Selanjutnya dosis dapat ditingkatkan hingga 50-100 mg tiap ½
minggu.5
2. Risperidon
Risperidon merupakan derivat dari benzisoksazol yang diindikasikan
untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif. Risperidon
bekerja pada reseptor serotonin dan histamin yang bisa mempengaruhi berat

6
badan. Riperidon dan metabolit aktif 9-OH-risperidone di metabolisme oleh
CYP2D6. Dosis risperidon yang sering digunakan berkisar antara 2-6 mg/hari.5
3. Olanzapin
Olanzapin memiliki kemampuan memblok 5-HT delapan kali lebih kuat
dibandikan dengan kemampuannya memblok reseptor dopamin. Kemampuan
memblok D2 di mesolimbik lebih besar dibandingkan dengan kemampuan
memblok D2 di striatum, sehingga efek samping hanya terasa pada pasien yang
sangat rentan. Olanzapin bersifat agonis terhadap 5-HT1A, efek ini berkaitan
dengan efek antiansietas serta antidepresan. Dosis awal olanzapin adalah 5-10
mg/hari dengan rentang dosis 10-20 mg/hari.5
4. Quetiapin
Quetiapin merupakan dibenzothiazepin dengan potensi memblok 5-
HT2 lebih kuat dari pada D2. Waktu untuk konsentrasi maksimum setelah
pemberian oral sekitar 2 jam. Waktu paruh berkisar 3-5 jam. Dosis awal
quetiapin adalah 50 mg/hari dengan rentang dosis 50-400 mg/hari. Efek
samping yang sering akibat penggunaan quetiapine adalah somnolen,
kelemahan bagian kaki bawah dan dizziness. Obat ini juga terbukti bermanfaat
dalam penanganan gejala psikotik yang muncul akibat penggunaan obat agonis
dopamin pada pasien parkinson.5

2.2 Farmakokinetika obat pada ibu hamil


Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang
mempengaruhi farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan
cairan tubuh misalnya penambahan volume darah sampai 50% dan curah jantung
sampai dengan 30%. Pada akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat
50% dan pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya
hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 %
di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu.6
Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan penurunan
kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air

7
seperti aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah.
Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum
(hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin. Steroid
dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-obat lain yang ikatan protein
plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi
hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat dalam
bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme
obat tersebut.6
Hingga saat ini hanya sedikit pengetahuan terkait dengan efek pemberian
obat selama kehamilan. Kondisi ini terjadi karena ibu hamil sangat jarang
dilibatkan pada penelitian untuk menentukan keamanan suatu obat baru sebelum
obat tersebut beredar dipasaran. Beberapa obat diketahui berbahay ketika
dikonsumsi selama kehamilan. Risiko ini juga bergantung pada berbagai faktor,
seperti:
• Berapa dosis obat yang dikonsumsi
• Usia kehamilan saat obat tersebut dikonsumsi
• Kondisi kesehatan lainnya yang menyertai ibu hamil
• Interaksinya dengan obat lain yang sedang dikonsumsi ibu hamil7

2.3 Tatalaksana Antipsikotik pada ibu hamil


Antipsikotik tipikal atau generasi pertama lebih jarang digunakan
daripada obat antipsikotik atipikal, karena antipsikotik tipikal memiliki
kemungkinan yang lebih besar terjadinya efek samping ekstrapiramidal seperti
kelainan tonus, spastisitas, dan kesulitan makan. Antipsikotik potensi tinggi
yaitu haloperidol dan trifluoperazine relative aman pada kehamilan. Sementara
agen antipsikotik potensi rendah seperti penggunaan klorpromazin memiliki
peningkatan risiko efek teratogenik non-spesifik yang kecil namun signifikan,
hipotonia janin dapat terjadi bila mengkonsumsi dalam dosis yang sangat tinggi
pada kehamilan.3,8,9

8
Sindrom perinatal yang berhubungan dengan antipsikotik tipikal yaitu
depresi nafas, kesulitan untuk asupan makanan, sindrom bayi dengan
ekstremitas yang terkulai, peningkatan tonus, kelambatan reflex primitive,
ekstrapiramidal symptoms, tremor, pergerakan abnormal, iritabilitas, agitasi dan
transient heart block.3
Antipsikotik atipikal banyak diresepkan untuk kehamilan. Tidak ada
bukti yang cukup menunjukkan hubungan antara penggunaan antipsikotik
atipikal yang menyebabkan efek teratogenik pada neonatus. Efek yang paling
sering terjadi adalah hiperglikemia dan penambahan berat badan. Paparan
terhadap antipsikotik generasi kedua selama trimester satu mungkin tidak
berhubungan dengan peningkatan risiko malformasi kongenital. Berat bayi lahir
rendah dengan antipsikotik generasi kedua kurang umum jika dibandingkan
dengan penggunaan antipsikotik generasi pertama. Obat APG II yang umum
digunakan adalah aripiprazol olanzapine, quetiapien, risperidone dan
clozapin.7,8
Antipsikotik atipikal seperti olanzapine, risperidone, quetiapien
diindikasikan pada penatalaksanaan psikosis akut, bipolar mania, dan
skizofrenia. Dosis aman pemberian olanzapine adalah 2,5-20 mg perhari,
risperidone 2-6mg perhari, quetiapine 25-700 mg perhari, ziprazidone 20-80 mg
dua kali sehari. Efek samping yang muncul adalah somnolens, mulut kering,
akatisia, dan peningkatan kadar transaminase hepar. Hiperprolaktinemia juga
sering didapatkan pada penggunaan risperidone (88%).3

9
Gambar 2.1 Pedoman Pemilihan Antipsikotik Atipikal Selama
Kehamilan10

Walaupun baru sedikit bukti kuat yang mengaitkan obat-obatan


psikotropika dengan teratogenesis, cukup banyak yang enggan melanjutkan
pengobatan selama kehamilan. Obat antipsikotik, baik konvensional maupun
baru, dapat menyebabkan sejumlah efek pada neonatus, diantaranya hipotensi,
gejala ekstrapiramidal, sedasi, takikardi, kegelisahan, distonia, gerakan mirip
parkinson dan agranulositosis. Angka kejadian efek merugikan ini masih lebih
rendah dibandingkan tingginya resiko yang harus dihadapi jika terjadi
kekambuhan pada ibu bila obat dihentikan selama kehamilan dan persalinan.
Tetap melanjutkan penggunaan obat selama kehamilan mungkin akan menjadi
pilihan yang bijaksana pada pasien dengan riwayat ketidakstabilan emosi

10
tanpa pengobatan. Hal ini yang tampaknya berlaku pada pasien di mana selama
kehamilan tetap mengkonsumsi obat antipsikotik.11
Pedoman anti psikotik pada kehamilan sesuai guidelines Miller :
1. Dihentikan 4-10 minggu pascakonsepsi
2. Dihentikan 2 minggu sebelum kelahiran
3. Menggunakan obat yang kuat
4. Dihentikan jika muncul sindroma neuroleptik maligna
5. Segera dilanjutkan pasca persalinan
6. Hindari obat antiparkinson11

11
BAB III

KESIMPULAN

Perencanaan tatalaksana wanita hamil dengan gangguan psikotik harus


mempertimbangkan tidak hanya risiko paparan janin terhadap antipsikotik tetapi juga
risiko kekambuhan dan morbiditas terkait penghentian pengobatan. Pengobatan dengan
antipsikotik selama kehamilan dapa meningkatkan risiko kelahiran yang merugikan,
tetapi penyakit mental yang tidak terkontrol dengan baik juga akan membawa beberapa
risiko untuk dirinya maupun janinnya. Pemberian antipsikotik olanzapine, risperidone,
dan quetiapine relatif lebih aman diberikan pada wanita hamil, tidak menimbulkan
gangguan pada janin. Prinsip pemberian Start low go slow perlu dilakukan, berikan
dari dosis kecil dan tingkatkan secara bertahap bila diperlukan dan berikan edukasi
kepada pasien dan keluarga mengenai risiko pemberian anti psikotik.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Susanti S. Peran Konselor Dalam Menangani Penderita Gangguan Jiwa


Psikotik Di Lembaga Kesejahteraan Sosial Bina Laras Yayasan Sinar Jati
Bandar Lampung. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung; 2021.
2. Tama KA. Tinjauan Naratif Masalah Kesehatan Mental Pada Ibu Hamil
Selama Pandemi Covid-19. Universitas Andalas; 2021.
3. Zahra Z. Timbulnya Psikotik Dalam Kehamilan. Published online 2018.
4. Bawean popi latifah. Perbandingan Penggunaan Antipsikotik Atipikal
Tunggal Dan Kombinasi Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Pasien
Skizofrenia. 2022. http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/5163
5. Susanti SDS. Evaluasi Dprs Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia
Di Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Tahun 2019. 2020;68(1):1-12.
https://doi.org/10.1016/j.ndteint.2017.12.003%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.m
atdes.2017.02.024
6. Haseeb M, Kumar D, Muntaha S. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu
Hamil Dan Menyusui. Direktorat Bina Farm Komunitas Dan Klin Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehat Dep Kesehat R I. 2006;2:68-69.
7. Nasution REP, Arief H, Putri RAA. Tatalaksana Keluhan Umum Pada Ibu
Hamil. Syiah Kuala University Press & WhiteCoatHunter; 2017.
8. Odhejo YI, Jafri A, Mekala HM, et al. Safety and Efficacy of Antipsychotics
in Pregnancy and Lactation. J Alcohol Drug Depend. 2017;05(03).
doi:10.4172/2329-6488.1000267
9. Babu GN, Desai G, Chandra PS. Antipsychotics in pregnancy and lactation.
Indian J Psychiatry. 2015;57(July):303-307. doi:10.4103/0019-5545.161497
10. Robakis T, Williams KE. Atypical antipsychotics during pregnancy. Curr
Psychiatr. 2013;12(7):13-20.
11. Sari AR, Bisri YD, Uyun Y. Perioperatif Anestesia pada Pasien Seksio Sesarea
dengan Skizofrenia. J Anestesi Obstet Indones. 2020;3(2):89-95.
doi:10.47507/obstetri.v3i2.46

13
12. Oktaria D, Amir N. Tatalaksana Gangguan Afektif Bipolar pada Ibu Hamil.
Cdk-272. 2019;46(1):25-29.

14

Anda mungkin juga menyukai