Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

INTERAKSI OBAT ANTIPSIKOTIK DAN ANTIBIOTIK

Disusun Oleh:
Abimanyu Putera Yudha 2210221037

Pembimbing:
dr. Ayesha Devina, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 13 MARET 2023 – 14 APRIL 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui referat dengan judul:


“INTERAKSI OBAT ANTIPSIKOTIK DAN ANTIBIOTIK”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik


dokter muda Ilmu Kesehatan Jiwa RS Jiwa Soeharto Heerdjan

Disusun Oleh:
Abimanyu Putera Yudha
2210221037

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Ayesha Devina, Sp.KJ

Jakarta, 21 Maret 2023

dr. Ayesha Devina, Sp.KJ

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga referat dengan judul “Interaksi Obat Antipsikotik Dan
Antibiotik” dapat diselesaikan dengan baik salah satu syarat mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik dokter muda Ilmu Kesehatan Jiwa RS Jiwa Soeharto Heerdjan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan saran serta
menyediakan waktu dalam penyusunan referat ini. Penulis berharap semoga referat
ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Jakarta,
………… 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 2
II.1. Gangguan Psikotik.................................................................................... 2
II.2. Obat Antipsikotik ..................................................................................... 2
II.2.1. Penggolongan Antipsikotik ................................................................... 2
II.2.2. Dosis, Farmakodinamik dan Farmakokinetik Antipsikotik .................. 4
II.2.3. Indikasi, Kontraindikasi dan Efek Samping Antipsikotik..................... 6
II.3. Interaksi Antipsikotik dan Antibiotik ....................................................... 9
II.3.1. Antibiotik .............................................................................................. 9
II.3.2. Interaksi Obat ...................................................................................... 11
II.3.3. Antipsikotik dan Antibiotik................................................................. 12
BAB III.................................................................................................................. 15
KESIMPULAN ..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan psikotik merupakan kumpulan gejala pada kejiwaan seseorang


yang ditandai oleh ketidakmampuan seseorang menilai kenyataan yang sebenarnya
ada. Gangguan psikotik dapat terjadi pada siapa saja berdasarkan berbagai faktor
yang timbul secara klinis atau non organik.1,2 Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2018, didapatkan estimasi prevalensi orang yang pernah
menderita psikosis di Indonesia sebesar 1,8 per 1000 penduduk.3 Jika tidak
ditangani dengan tepat, penderita psikosis berisiko untuk menimbulkan tindak
kekerasan hingga ide bunuh diri. Salah satu bentuk terapi yang dilakukan pada
penderita psikosis adalah obat antipsikotik.4
Antipsikotik merupakan salah satu obat psikotropika yang berfungsi dalam
menangani berbagai gangguan psikosis. Antipsikotik bekerja melalui blokade
reseptor dopamin sehingga dapat menekan gejala psikotik seperti halusinasi dan
delusi. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antipsikotik digolongkan menjadi
antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal. Kedua jenis antipsikotik tersebut
masing-memiliki indikasi dan kontraindikasi berdasarkan manfaat serta efek
samping yang dimiliki. Oleh karena itu diperlukan perhatian penggunaan obat
antipsikotik untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan.
Diperlukannya juga perhatian interaksi antipsikotik dengan obat-obatan lainnya.1,2
Interaksi obat merupakan keadaan ketika suatu obat dipengaruhi oleh
penambahan obat lain sehingga menimbulkan pengaruh klinis tertentu. Salah satu
jenis obat yang berisiko untuk dapat berinteraksi dengan obat-obatan lainnya adalah
antibiotik. Antibiotik merupakan obat yang berfungsi dalam mengatasi dan
mencegah infeksi mikrobiotik serta umum digunakan dalam berbagai kondisi
infeksi. Interaksi antara antipsikotik dan antipsikotik dan antibiotik perlu
diperhatikan karena penggunaan kedua obat tersebut dapat terjadi di kondisi klinis
tertentu dan menimbulkan gejala interaksi obat.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Gangguan Psikotik


Gangguan psikotik merupakan suatu kondisi berbagai perubahan perilaku
yang berhubungan dengan hilangnya kontak dengan kenyataan dan hilangnya
wawasan. Gangguan psikotik merupakan suatu sindrom klinis yang terdiri dari
berbagai gejala seperti delusi, halusinasi, dan gangguan pikiran. Terdapat berbagai
bentuk gangguan psikotik yang dapat terjadi seperti akibat dari gangguan medis
atau proses degeneratif, penyalahgunaan obat, hingga gejala psikotik idiopatik
seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif.1,2,4 Mekanisme gangguan psikotik
melibatkan peningkatan pelepasan subkortikal dopamin sehingga meningkatkan
aktivasi reseptor D2 dan menimbulkan gejala-gejala positif seperti halusinasi dan
delusi, sedangkan gejala negatif seperti anhedonia, kurangnya motivasi, dan
kemiskinan berbicara terjadi akibat penurunan aktivasi reseptor D1. Individu
dengan gangguan psikotik dapat diberikan pengobatan yang bervariasi melalui
terapi farmakologi dan mengatasi penyebab yang mendasari kondisi tersebut.1,2

II.2. Obat Antipsikotik


Obat antipsikotik merupakan obat yang mampu mengurangi gejala-gejala
psikotik dalam berbagai penyakit, termasuk skizofrenia, gangguan bipolar, depresi
psikotik, psikosis senilis, berbagai psikosis organik, dan psikosis imbas-obat. Obat
antipsikosis pada umumnya dapat menyebabkan efek ketenangan tanpa
mempengaruhi kesadaran atau efek kegembiraan paradoksikal (paradoxical
excitement). Obat antipsikotik juga mampu memperbaiki suasana hati (mood) dan
mengurangi rasa cemas (anxiety) serta gangguan tidur, namun tidak menjadi terapi
pilihan jika gejala-gejala tersebut merupakan gangguan primer pada pasien non-
psikotik.1,5
II.2.1. Penggolongan Antipsikotik
Berdasarkan struktur kimia dan mekanisme kerjanya, antipsikotik terbagi
menjadi dua kelompok utama, yaitu Antipsikotik Generasi I dan Antipsikotik
Generasi II. Antipsikotik generasi I atau antipsikotik tipikal merupakan obat yang

2
bekerja melalui Dopamine Receptor Antagonist (DA), yaitu melalui penghambatan
neurotransmisi dopaminergik atau reseptor dopamin D2 di otak, serta memiliki aksi
penghambatan noradrenergik, kolinergik, dan histaminergik. Antipsikotik generasi
I terdiri atas turunan fenotiazin, turunan tioxantin, turunan butiferon dan struktur
lainnya. Antipsikotik generasi II atau Antipsikotik Atipikal merupakan obat yang
bekerja melalui Serotonine Dopamine Receptor Antagonist (SDA), yaitu melalui
pemblokiran reseptor dopamin D2 serta aksi antagonis reseptor serotonin pada
subtipe 5-HT2A reseptor. Antipsikotik generasi II terdiri atas Klozapin, asenapin,
olanzapin, kuetiapin, paliperidon, risperidon, sertindol, ziprasidon, zotepin dan
aripiprazole.1,2,5
Tabel 1. Penggolongan Antipsikotik5

3
II.2.2. Dosis, Farmakodinamik dan Farmakokinetik Antipsikotik
Sebagian besar antipsikotik diserap dengan mudah secara oral meski tidak
sempurna serta banyak yang mengalami metabolisme first-pass yang signifikan.
Sebagian besar obat antipsikotik sangat larut lemak dan terikat ke protein sebagai
bentuk distribusinya. Sebagian besar obat antipsikotik hampir secara sempurna
dimetabolisasi oleh oksidasi atau demetilasi serta dikatalisis oleh enzim-enzim
sitokrom P450 hati. Dosis efektif di antara berbagai obat antipsikotik bervariasi.
Masing-masing dosis memiliki dasar pemberian berdasarkan cara pemberian dan
preparate yang dapat diberikan atau tersedia.1,2,5
Tabel 2. Dosis Antipsikotik2

4
Tabel 3. Ketersediaan Preparat Antipsikotik1

Mekanisme kerja antipsikotik melibatkan blokade reseptor dopamin.


Terdapat empat jalur utama yang melibatkan dopamin dalam otak dan sistem saraf
pusat, yaitu jalur dopamin nigrostriatal, dopamin mesolimbik, dopamin
mesokortikal dan jalur dopamin tuberoinfundibular.1,6 Jalur nigrostriatal

5
berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis dan berfungsi dalam
mengontrol pergerakan. Jalur mesolimbik berproyeksi dari batang otak dan
berakhir pada area limbik, pemblokiran pada jalur ini dapat menekan gejala positif
sehingga menghilangkan gejala halusinasi dan delusi. Jalur mesokortikal
berhubungan dengan jalur mesolimbik dan berproyeksi dari midbrain ventral
tegmental area menuju korteks limbik, jalur ini berperan dalam memfasilitasi gejala
dan negatif psikosis serta pada neuroleptic induced deficit syndrome. Jalur
tuberoinfundibular berproyeksi dari hypothalamus dan berakhir pada hipofisis
anterior, jalur tersebut berperan dalam mengontrol sekresi prolaktin, sehingga
pemblokiran jalur tersebut dapat mengakibatkan galaktorea dan amenorea.6
Gambar 1. Jalur Mekanisme Kerja Dopamin6

II.2.3. Indikasi, Kontraindikasi dan Efek Samping Antipsikotik


Indikasi utama pemberian antipsikotik terdapat pada individu dengan
skizofrenia. Obat antipsikotik juga digunakan secara luas pada pasien dengan
gangguan bipolar psikotik (Psychoic Bipolar Disorder [BP1]), depresi psikotik, dan
depresi resisten-pengobatan. Obat antipsikotik juga diindikasikan untuk gangguan
skizoafektif yang memiliki kesamaan karakteristik dengan skizofrenia dan
gangguan afektif. Kontraindikasi pemberian antipsikotik yang harus dihindari
terutama pada individu selama kehamilan, terutama pada trimester pertama,
dan pada ibu menyusui.1,2,4

6
Efek samping pada pemberian antipsikotik sebagian besar menimbulkan
efek subjektif negatif pada individu non-psikotik. Individu tanpa gangguan psikotik
yang diberi obat antipsikotik, bahkan dalam dosis rendah, dapat mengalami
gangguan performa berdasarkan penilaian melalui sejumlah tes psikomotorik dan
psikometrik. Terdapat berbagai efek samping berupa Extrapyramidal Syndrome
(EPS) ringan sampai berat, termasuk akatisia, mengantuk, kegelisahan, dan efek
otonom.1,2
Tabel 4. Efek Samping Antipsikotik2

7
8
II.3. Interaksi Antipsikotik dan Antibiotik
II.3.1. Antibiotik
Antibiotik atau obat antimikroba merupakan obat yang berfungsi dalam
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia pada organisme, khususnya
dalam proses infeksi oleh bakteri.7 Terdapat berbagai jenis antibiotik dengan
masing-masing indikasi dan prinsip penggunaan dalam mengatasi berbagai infeksi.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotik digolongkan menjadi antibiotik yang
menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti Antibiotik Beta-
Laktam, antibiotik yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein, seperti
aminoglikosid, tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida, klindamisin, mupirosin dan
spektinomisin, antibiotik berupa Antimetabolit yang menghambat enzim-enzim
esensial dalam metabolisme folat, seperti Sulfonamid dan Trimetoprim, serta
antibiotik yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, seperti
Kuinolon dan Nitrofuran. Penggunaan antibiotik memerlukan perhatian dan
pengawasan yang ketat disebabkan adanya risiko hipersensitivitas hingga resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Penggunaan obat-obatan lain selain antibiotik yang
dikonsumsi secara bersamaan juga perlu diperhatikan karena pemberian obat-
obatan secara bersamaan menjadi salah satu faktor yang dapat mengubah respon
obat dalam tubuh.5,7
Tabel 5. Penggolongan Antibiotik5

9
10
II.3.2. Interaksi Obat
Interksi obat merupakan suatu keadaan ketika suatu obat dipengaruhi oleh
penambahan obat lain dan menimbulkan pengaruh klinis, baik berupa sebagai efek
samping atau efek yang menguntungkan. Obat dipengaruhi disebut sebagai object
drug, sedangkan obat yang memengaruhi disebut sebagai precipitant drug. Pada
sebagian kasus interaksi dua atau lebih obat tersebut dapat saling menimbulkan
perubahan efek, sehingga antara obat yang dipengaruhi dan memengaruhi menjadi
tidak jelas. Terdapat tiga bentuk interaksi obat-obatan yang dapat terjadi pada
tubuh, yaitu interaksi farmasetis, interaksi farmakokinetik dan interaksi
farmakodinamik.5,8

11
a. Interaksi Farmasetis adalah interaksi yang terjadi ketika obat diformulasikan
sebelum obat-obat tersebut digunakan oleh penderita. Interaksi yang terjadi
dapat berupa interaksi secara fisik, seperti perubahan kelarutan atau titik beku,
atau secara kimiawi.
b. Interaksi Farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi pada proses absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi yang disebabkan oleh adanya obat atau
senyawa lain. Interaksi tersebut dapat terlihat dari satu atau lebih parameter
farmakokinetik seperti konsentrasi serum maksimum, waktu paruh, atau total
konsentrasi obat yang diekskresikan.
c. Interaksi Farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi pada mekanisme kerja
obat. Bentuk interaksi yang terjadi dapat berupa sinergistik (saling
memperkuat) atau antagonistic (saling meniadakan). Pada interaksi tersebut
precipitant drug memengaruhi efek dari object drug pada tempat aksi yang
sama, baik secara langsung atau tidak langsung.
II.3.3. Antipsikotik dan Antibiotik
Dalam beberapa kasus terdapat kondisi yang mengharuskan penggunaan
antibiotik dan antipsikotik secara bersamaan. Antibiotik adalah salah satu obat yang
paling sering diresepkan dan banyak yang memiliki sifat yang membuat mereka
rentan terhadap interaksi obat yang signifikan secara klinis. Pada antipsikosis
atipikal terdapat beberapa bentuk interaksi pada masing-masing antibiotik yang
ada, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.5
1) Interaksi Farmakokinetik Antipsikotik dan Antibiotik
Interaksi farmakokinetik antara antipsikotik atipikal dan antibiotik sebagian
besar dimediasi oleh enzim metabolisme obat, terutama oleh Cytochrome P450
(CYP) hepatik dan pada tingkat yang lebih rendah oleh sistem Uridine Diphosphate
Glucuronosyltransferase (UGT) di usus, hati, ginjal, dan otak. Secara klinis
interaksi antara antipsikotik atipikal dan antibiotik terjadi pada tingkat metabolik
dan dihasilkan dari inhibisi atau induksi enzim. Tiap antipsikosis memiliki jalur
metabolismenya masing-masing di hati. Pada clozapine dan olanzapine memiliki
jalur metabolisme utama di CYP1A2, sedangkan cariprazine, lurasidone dan
quetiapine memiliki jalur metabolisme utama di CYP3A4, dan aripiprazole,
brexpiprazole, iloperidone and risperidone memiliki jalur metabolisme utama di
CYP2D6 dan CYP3A4, serta UGT merupakan jalur metabolisme utama pada

12
asenapine. Akan tetapi sebagian besar Sebagian besar antipsikotik atipikal
tampaknya bukan berperan sebagai penghambat atau penginduksi enzim
metabolisme obat utama, dan hanya asenapin yang mungkin memiliki sifat
penghambatan CYP2D6 yang lemah. Sedangkan banyak antibiotik dapat
menyebabkan interaksi berbasis metabolik karena antibiotik bertindak sebagai
penghambat atau penginduksi berbagai sistem metabolisme obat. 9,10
Terdapat berbagai antibiotik yang dapat berperan dalam interaksi
farmakokinetik dengan antipsikotik. Antibiotik seperti makrolida, fluorokuinolon,
isoniazid, antimikotik azol, dan antiretroviral bekerja sebagai inhibitor kuat isoform
CYP termasuk CYP3A4 dan CYP1A2 dan karenanya dapat merusak eliminasi
antipsikotik atipikal yang dimetabolisme melalui isoform tersebut. Antibiotik
makrolid, seperti erythromycin, clarithromycin, dan troleandomycin, memiliki
potensi sebagai inhibitor CYP3A4 dan CYP1A2 sehingga mengganggu eliminasi
beberapa antipsikotik atipikal, seperti clozapine. Terganggunya eliminasi clozapine
mengakibatkan elevasi plasma clozapine, sehingga mengakibatkan efek toksik
seperti somnolen, disorientasi, kebingungan, nausea hingga kejang. Antibiotik
fluoroquinolone, seperti Ciprofloxacin, merupakan inhibitor kuat pada antipsikotik
dengan reseptor CYP1A2, seperti clozapine, olanzapine dan asenapine. Antibiotik
lain berupa tetrasiklin, seperti minocycline, dan ampicillin memiliki efek yang
berpotensi dalam inhibisi CYP sehingga timbulnya intoksikasi antipsikotik,
terutama pada clozapine. Pada antibiotik agen antitubercular, berupa rifampisin dan
isoniazid, memiliki potensi dalam mengakibatkan interaksi obat. Rifampisin dan
isoniazid merupakan agen antibiotik yang memiliki potensi dalam mengakibatkan
inhibisi pada CYP1A2 dan CYP3A4 serta P-gp transport system. Hal tersebut
mengakibatkan penurunan konsentrasi antipsikotik, seperti risperidone.10
2) Interaksi Farmakodinamik Antipsikotik dan Antibiotik
Pada interaksi farmakodinamik, pengobatan antipsikosis memiliki potensi
dalam memanjangkan interval QT yang berakibat pada aritmia ventricular. Hal
tersebut berhubungan dengan beberapa antibiotik, seperti makrolid dan
fluoroquinolone, yang memiliki kemampuan dalam memanjangkan interval QT.
Penggunaan secara bersamaan antipsikotik dan antibiotik berisiko mengakibatkan
pemanjangan interval QT, sehingga mengakibatkan Adverse Drug Reaction
(ADRs) pada jantung termasuk Torsades de Pointes (TdP). Antipsikosis atipikal,

13
seperti clozapine dan olanzapine, berisiko memperburuk abnormalitas metabolik,
seperti peningkatan berat badan, hiperglikemia dan hiperlipidemia. Hal tersebut
berhubungan dengan beberapa antibiotik, terutama pada protease inhibitor seperti
antiviral, yang berisiko mengakibatkan perubahan metabolisme. Beberapa
antibiotik juga dapat mengakibatkan komplikasi terhadap pengobatan psikotik
akibat potensi antibiotik yang menyebabkan ADRs neuropsikiatrik sehingga
menurunkan manfaat antipsikotik.9,10
Terdapat beberapa interaksi farmakodinamik yang melibatkan antibiotik
antipsikotik. Antibiotik makrolid, terutama erythromycin dan clarithromycin,
berpotensi dalam pemanjangan interval QT dan mengakibatkan akathisia.
Antibiotik lain berupa Fluoroquinolone juga memiliki hubungan dalam
pemanjangan interval QT. Antimikroba lain berupa antifungal memiliki potensi
yang sama untuk mengakibatkan pemanjangan interval QT sehingga
mengakibatkan toksisitas pada jantung.10

14
BAB III
KESIMPULAN

Antipsikotik merupakan obat yang berfungsi dalam menurunkan gejala atau


gangguan psikotik. Pada umumnya antipsikotik digolongkan menjadi antipsikotik
generasi I atau tipikal dan antipsikotik generasi II atau atipikal. Masing-masing
antipsikotik memiliki mekanisme kerja utama dalam blokade reseptor dopamin
dalam Sistem Saraf Pusat (SSP). Penggunaan antipsikotik memerlukan perhatian
penggunaan sesuai indikasi, kontraindikasi dan penggunaan dosis yang tepat,
sehingga dapat terhindar dari efek samping yang tidak diinginkan. Penggunaan
antipsikotik juga memerlukan perhatian penggunaan dengan obat-obatan lain
sehingga dapat terhindar dari efek pada interaksi obat yang tidak diinginkan.
Antibiotik merupakan salah obat-obatan yang banyak digunakan pada
berbagai kasus infeksi sehingga memiliki potensi untuk berinteraksi dengan
berbagai obat-obatan lain termasuk antipsikotik. Interaksi obat antara antipsikotik
dan antibiotik dapat terjadi sebagai bentuk interaksi farmakokinetik dan interaksi
farmakodinamik. Pada interaksi farmakokinetik, antibiotik berpotensi
mengakibatkan penurunan metabolisme antipsikotik sehingga berisiko terjadinya
peningkatan toksik konsentrasi antipsikotik. Pada interaksi farmakodinamik,
penggunaan bersamaan antibiotik dan antipsikotik mengakibatkan terjadinya
pemanjangan interval QT pada site of action yang sama di jantung sehingga
mengakibatkan terjadinya ADRs kardiak. Adanya interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik tersebut mengakibatkan diperlukannya perhatian khusus pada
penggunaan antibiotik dan antipsikotik secara bersamaan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin J. Sadock MD, Virginia A. Sadock MD, Pedro Ruiz MD. Kaplan
& Sadock’s COMPREHENSIVE TEXTBOOK OF PSYCHIATRY
VOLUME I 9th ed. Vol. 53, Journal of Chemical Information and
Modeling. 2019.
2. Ahuja N. A Short Textbook of Psychiatry. A Short Textbook of Psychiatry.
2011.
3. Idaiani S, Yunita I, Tjandrarini DH, Indrawati L, Darmayanti I,
Kusumawardani N, et al. Prevalensi Psikosis di Indonesia berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar 2018. J Penelit dan Pengemb Pelayanan Kesehat.
2019;3(1):9–16.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar psikiatri klinis Ed. 2.
fakultas kedokteran universitas indonesia. 2015.
5. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology, Fourteenth Edition. Basic
and Clinical Pharmacology. 2018.
6. Nummenmaa L, Seppälä K, Putkinen V. Molecular Imaging of the Human
Emotion Circuit. Soc Affect Neurosci Everyday Hum Interact.
2023;(March):3–21.
7. Kemenkes RI. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Pedoman Umum
Pengguna Antibiot [Internet]. 2013; Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jpha.2015.11.005
8. Gitawati R. Interaksi Obat Dan Beberapaimplikasinya. 2008;175–84.
9. Kennedy WK, Jann MW, Kutscher EC. Clinically significant drug
interactions with atypical antipsychotics. CNS Drugs. 2013;27(12):1021–
48.
10. Spina E, Barbieri MA, Cicala G, de Leon J. Clinically relevant interactions
between atypical antipsychotics and anti-infective agents. Pharmaceuticals.
2020;13(12):1–33.

16

Anda mungkin juga menyukai