Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PENYALAHGUNAAN ZAT DAN PSIKOTROPIKA

Dosen Pengajar : Sulastri, M.Kep., Sp.Jiwa

Disusun Oleh Kelompok 1

1. Anadya Surya 2014401001


2. Assyfa Linara Jauhari 2014401006
3. Ayu Dwi Prihatini 2014401007
4. Dhea Rosalinda 2014401010
5. Annisa Regita Cahyani 2014401041
6. Cucum Nurasih 2014401047

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUGKARANG

PRODI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


TANJUNGKARANG

TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayahNya kami penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Penyalahgunaan zat dan psikotropika”.

Dalam penyusunan makalah ini kami sebagai penulis banyak mengalami


hambatan dan kesulitan, tapi berkat bimbingan dari semua pihak maka makalah
ini dapat terselesaikan.

Kami sebagai Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini


masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata kami mengucapkan terima
kasih dan berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca, guna menambah
wawasan dalam asuhan keperawatan pada pasien.

Bandar Lampung, 21 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................ ........... 1


KATA PENGANTAR....................................................................................II
DAFTAR ISI................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
C. Manfaat Penulisan............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi NAPZA, dan Penyalahgunaan Narkoba............................ 5


B. Golongan NAPZA............................................................................ 7
C. Dampak Penyalahgunaan Narkoba.................................................. 11
D. Faktor Risiko Penyalahgunaan Napza............................................. 13
E. Penanggulangan Napza.................................................................... 16
BAB III Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien dengan
Ketergantungan Obat
I. Pengkajian............................................................................................... 44
II. Analisis Data........................................................................................... 51
III. Pohon Masalah........................................................................................ 52
IV. Diagnose.................................................................................................. 52
V. Intervensi................................................................................................. 53
VI. Implementasi.................................................................................................54
VII. Evaluasi.........................................................................................................55
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan ................................................................................... 58
B. Saran ................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain)adalah
bahan/zat/obat yang bila mana masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terumata otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu
zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku,
perasaan, dan pikiran.

Berdasarkkan Kemenkes (2014) dalam menangani penyalahguna


narkoba saat ini melibatkan berbagai sektor, antara lain Rumah Sakit
khususnya Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) dan Rumah Sakit
Jiwa (RSJ), Panti Rehabilitasi Sosial Narkotika (PRSN), pesantren, lembaga
pemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam
bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyalamatan
bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika,
dimana pada pasal 54 menyebutkan bahwa “korban penyalahguna dan
pecandu narkotika wajib rehabilitas”. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana
rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2002)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai
konsep asuhan keperawatan jiwa penyalahgunaan NAPZA.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan makalah ini dapat membantu dan mempermudah
mahasiswa dalam memahami dan membentuk kerangka berpikir secara
sistematis tentang asuhan keperawatan penyalahgunaan NAPZA.

2. Manfaat Praktis
a. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyalahgunaan NAPZA.
b. Masyarakat dapat mengetahui mengenai zat adiktif, efek samping,
akibat yang dapat ditimbulkan, pencegahan dan penatalaksanaan yang
harus diberikan pada penyalahguna narkoba
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
1. Definisi NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun
risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA
lain yang di konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti
beku, lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu “Narkotika
adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal
dari Visceral dan dapat menibulkan efek stupor (bengong masih sadar
namum masih harus digertak) serta adiksi (Derman Flavianus, 2006 : I)
2. Definisi Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang
bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya
sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan
efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan
tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban

5
berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si
pelaku sebagai korban.
B. Jenis Napza
1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatan
ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein)
2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: ekstasi,
shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. (Contoh: Amfetamin,
Metilfenidat atau Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sidnrom ketergantungan (Contoh: Pentobarbital,
Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan
(Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB, Pil Koplo, Rohip,
Dum, MG)
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya : rokok,
kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan, thinner dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus cair, aseton, cat,
bensin, yang bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan)
4. Zat Psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga
dapat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi.
Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental use)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau
coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-
minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw
atau minum pil ekstasi.
2. Tahap pemakaian sosial (social/recreational use)
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada
acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya.
3. Tahap pemakaian situasional (sitiational use)
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres.
Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini
pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi/kebiasaan (abuse)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadai perubahan pada faal tubuh
dan gaya hidup. sot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul
bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan (dependence use)
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak
dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.

C. Dampak Penyalahgunaan NAPZA


1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya.
Contohnya :
1) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah
terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat
hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.
3) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya : gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung
dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan gangguan
seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul :
infeksi, emboli.
c. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril
Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.

2. Terhadap kehidupan mental emosional


Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan
pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan
perilaku tidak wajarsampai bunuh diri.
3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah.
Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang
berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
1) Tampak membesar –besarkan sesuatu
2) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid

D. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua
kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol
dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik 2. Pola asuh dalam keluarga
sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua
yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih
rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat..
2. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman kelompok
sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau
mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang. Menurut Hawari
(2006) perkenalanpertama dengan NAPZA justru datangnya dari teman
kelompok.
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas ikatan
psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman
kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya
dengan cara membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga
anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman
kelompoknya.
3. Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara
kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan
sedang mencari identitas diri serta senangmemasuki kehidupan
kelompok.
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan
dalam keluarga.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data
bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan
prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan
karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).

E. Penanggulangan NAPZA
1. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan
baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka
tidak menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi
dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut (Purba, 2008).

3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunaan
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program
rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah,
tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga
kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama
rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama
bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting
dilakukan agar keluarga dapatmemahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara
menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya
pencegahan agar tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat
diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan
kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan
risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA PASIEN DENGAN KETERGANTUNGAN OBAT

Tinjauan Kasus

Sdr “I” adalah seorang siswa SMA berusia 18 tahun, anak tunggal dari Tn “M”
dan Ny “T”. Sdr “I” dibawa keluarganya dalam keadaan tangan di borgol dan kaki
diikat karena ketahuan mengkonsumsi obat-obatan terlarang berupa ganja dan
emosi. 2 hari sebelum masuk rumah sakit Sdr “I” mengkonsumsi obat dextro
sebanyak 10 butir, miras dan ganja 1 batang dengan cara di hisap. Hasil
pemeriksaan fisik di dapatkan TD: 110/70 mmHg, nadi: 99x/menit, suhu: 36,5 oC,
RR: 20 x/menit, TB: 164 cm, BB: 56 kg.

a. Pengkajian
Ruangan : PK. NAPZA
Tanggal dirawat: 8 Juni 2021
A. Identitas
Nama klien : Sdr. I
Tanggal Pengkajian : 9 Juni 2021
Umur : 18 tahun
Nomor RM : 251107
Pendidkan : SMA
Alamat : Lawang

B. Alasan Masuk
1. Alasan Masuk
Klien mengatakan saat masuk rumah sakit dipaksa oleh keluarganya
dalam keadaan tangan diborgol dan kaki diikat karena ketahuan
mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan emosi
2. Keadaan Saat Masuk
Klien mengatakan saat masuk rumah sakit dalam keadaan sadar dan
paska penyalahgunaan obat dextro sebanyak 10 butir, miras dan ganja
1 batang 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
3. Pemakaian Terakhir
Klien mengatakan sebelum di bawa kesini, klien mengkonsumsi ganja
1 batang dengan cara di hisap, terakhir tanggal 6 Juni 2021

C. Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan pernah di rawat di PKJM selama 1 bulan dan
mendapatkan rehabilitasi rohani dan medik.

D. Faktor Predisposisi
Klien mengatakan di bawa ke RSJ lawang, klien pernah di rawat selama 1
bulan di PKJM Banyuwangi. Saat pulang kembali bergabung dengan
teman-teman yang dulu. Dan mengulangi perbuatan hal yang sama (miras
dan penyalahgunaan obat dextro). Pada tahun 2020 klien mengaku pernah
di tahan di BNN selama 10 hari. Menurut status klien dirumah sering
ngamuk-ngamuk sejak 2 bulan yang lalu. Paling parah 1 minggu. Klien
sulit tidur. Minta apapun harus diturutin jika tidak orang tua di ancam.
Klien mengatakan depresi karena hubungan dengan pacarnya tidak
disetujui keluarganya.
Diagnosa Keperawatan:
- Mekanisme Koping Individu tidak efektif
E. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan awalnya dia dapat tawaran pil dextro dari temannya
yang mengatakan pil dextro dapat membuat pikiran happy. Klien
mencoba pil tersebut saat punya masalah.
Diagnosa Keperawatan:
Koping individu tidak efektif

F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital =
TD: 110/70 mmHg,
N: 99 x/menit,
S: 36,5oC,
RR: 20 x/menit
2. Ukur
TB: 164 cm
BB: 56 kg
3. Keluhan Fisik
- klien mengatakan tidak ada keluhan
Diagnosa Keperawatan: -

G. Psikososial
1. Genogram
a. Pola asuh : klien mengatakan sejak kecil sampai sekarang
diasuh oleh ibunya
b. Pola komunikasi : klien mengatakan biasanya jika ada
masalah dia tidak pernah menceritakan kepada orang tuanya
melainkan selalu menceritakan masalahnya dengan teman-
temannya.
c. Pengambilan keputusan : klien mengatakan ketika ada
masalah dalam keluarga/hal apa saja yang mengambil keputusan
pasti bapak
Diagnosa Keperawatan:
-koping keluarga tidak efektif

H. Konsep Diri
1. Gambaran diri
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan tubuhnya walaupun
sekarang berat badannya berkurang.
2. Peran
Klien mengatakan saya seorang anak dengan usia 18 tahun yang
biasanya sekolah danbermain dengan teman-teman
3. Identitas
Klien memperkenalkan dirinya dan identitas keluarganya dan klien
bangga dengan identitas menjadi laki-laki

4. Ideal diri
Klien mengatakan ingin segera berkumpul bersama kelurga dan
berhenti mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Klien ingin segera
kembali sekolah.
5. Harga diri
Klien mengatakan saya merasa malu saat pulang nanti karena saya
dibawa kesini dengan kondisi tangan diborgol dan kaki diikat. Saya
merasa tetangga selalu berfikir negatif.
Diagnosa keperawatan: harga diri rendah

I. Hubungan sosial
1. Orang yang dekat/dipercaya saat ini:
Klien mengatakan dekat dengan teman-temannya karena klien
menganggap hanya teman-temannya yang dapat mengerti klien.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Klien mengatakan kadang-kadang saja ikut kumpul dengan tetangga
tetapi lebih banyak kumpul dengan teman main.
Di RS klien selalu megikuti program-program yang sudah di
rencanakan seperti keruang rehabilitasi untuk bermusik dan melakukan
sholat berjama’ah.
3. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Klien tidak mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain terbukti saat perkenalan klien mampu memulai percakapan
walaupun hanya bertanya sedikit dengan tempat asal.
Diagnosa Keperawatan: -

J. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan agamanya islam dan meyakini adanya tuhan
2. Kegiatan ibadah
Klien melakukan ibadah secara rutin dan berjamaah selama di RSJ.
Saat dirumah, klien mengatakan sholatnya bolong-bolong.
Diagnosa keperawatan: -
K. Status mental
1. Penampilan
Klien berpakaian sesuai dengan fungsinya, baju tidak kusut, rambut
disisir rapi
Diagnosa Keperawatan: -
2. Pembicaraan
Saat wawancara cara berbicara klien lambat dan dapat dimengerti
dengan volume suara lembut.
Diagnosa Keperawatan : -
3. Aktivitas motorik / psikomotor
a. Kelambatan
Klien tidak mengalami keterlambatan aktivitas motorik/
psikomotor, terbukti ketika klien melakukan aktivitas rutin seperti
tepat jam rehab, sholat dan makan, klien mampu melakukan tanpa
disuruh.
b. Peningkatan
Klien banyak beraktivitas, sulit untuk diam, terkadang klien
terlihat mondar mandi.
Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
4. Afek dan Emosi
a. Afek
Afek klien dangkal/datar, terbukti saat klien ditanya kenapa
sampai menggunakan obat terlarang, klien hanya menampakkan
ekspresi datar dan menjawab pertanyaan secara singkat dan
menunduk.
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
b. Emosi
Klien cemas, terbukti saat ditanya tentang perasaan klien setelah
membuat keluarga kecewa saat ini, klien mengatakan kasian dan
cemas dengan keadaan keluarganya.
Terbukti ekspresi wajah klien menunduk, cemas, bicara klien lebih
pelan dan pada saat pemeriksaan fisik nadi teraba cepat (N:
99x/mnt).
Diagnosa Keperawatan : Ansietas.
5. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang, terbukti saat wawancara klien selalu memandang
ke objek lain, tidak mampu menatap lawan bicara dan klien selalu
menunduk. Akan tetapi seketika klien mampu memulai pembicaraan
seperti menanyakan “Sedang apa? “Apa kabar?”
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah

L. Persepsi
1. Halusinasi
Klien mengatakan tidak mengalami gangguan pada panca inderanya.
Klien mengatakan tidak mendengar bisikan aneh ataupun hal-hal aneh
pada penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan.
2. Ilusi
Klien mampu melihat hal yang dilihat sesuai dengan kenyataan,
terbukti klien mengatakan hal yang dilihat adalah pohon belimbing
dan kenyataannya adalah pohon belimbing.
3. Depersonalisasi
Klien awalnya merasa asing pada lingkungan di RSJ ini tapi tidak
pada diri sendiri maupun orang lain.
4. Derealisasi
Klien menilai lingkungannya adalah nyata.
Diagnosa Keperawatan :-

M. Proses pikir
1. Arus Pikir
Arus pikir klien koheren, terbukti saat ditanya, “Kenapa sampai mau
diajak teman untuk mengkonsumsi obat terlarang dan miras?” klien
menjawab singkat dan jelas “Karena saya ingin mencoba/ingin tau,
dirasakan enak ya saya lanjutkan”
Diagnosa Keperawatan : -
2. Isi Pikir
Isi pikiran klien obsesif, terbukti klien sering mengeluhkan klien ingin
cepat pulang, karena ingin berkumpul dengan keluarganya.
3. Bentuk Pikir
Bentuk pikiran klien realistik terbukti saat ditanya tentang anggota
keluarganya, klien mengatakan merupakan anak tunggal.
Diagnosa Keperawatan : -

N. Tingkat Kesadaran
1. Secara Kualitatif :Klien mampu berorientasi baik dengan waktu,
seperti waktu makan, sholat dan mandi. Klien juga mampu
berorientasi dengan tempat dan lingkungannya seperti tempat tidur
dan tempat rehabnya. Klien mau merubah posisi duduknya yang
semula kakinya di atas kursi menjadi diturunkan ketika ditegur.
Diagnosa Keperawatan : -

O. Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Terbukti klien mampu menceritakan sebelum klien
dibawa ke RSJ dan aktivitas yang dilakukan dari saat bangun tidur sampai
tidur siang.
Diagnosa Keperawatan : -
P. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Saat klien diajak berbicara dengan topik “Apa kesan dan pesan saat di
sini? Klien dapat menjawab dengan baik, dan saat di minta menjawab soal
berhitung (11+4-2=..) klien dapat menjawab dengan benar yaitu 13
Diagnosa Keperawatan :-
Q. Kemampuan Penilaian
Klien mengatakan bila sampai dirumah, saya akan bergaul dengan teman
baru yang lebih baik dan akan menjauhin teman-teman yang memakai
obat-obat terlarang.
Diagnosa Keperawatan : -

R. Daya Tilik Diri


Klien menyadari dengan kesalahan yang telah dia perbuat di masa lalu
dan menyadari dengan keadaannya saat ini.
Diagnoa Keperawatan : -

b. Analisis Data
Tanggal
& Jam Data Diagnosa Keperawatan
Ds: - Klien mengatakan selalu mengancam
9/6/21 ibunya jika tidak diberi uang dengan
11.00 ancaman tidak mau pulang.
WIB - Menurut status, klien mengancam sambil Resiko Perilaku
membawa parang dan marah-marah Kekerasan
Do: Klien banyak beraktivitas, sulit untuk
diam, terkadang klien terlihat mondar
mandir.
Ds : - Klien mengatakan pada tahun 2015
pernah ditahan di BNN selama 10 hari
9/6/21 karena obat terlarang
11.00 - Pengambil keputusan dalam keluarga Koping keluarga tidak
WIB lebih dominan bapak klien. efektif

Do: -
Ds: Klien mengatakan saya merasa malu saat
pulang nanti karena saya dibawa kesini
9/6/21 dengan kondisi tangan diborgol dan kaki Harga diri rendah
11.00 diikat. Saya merasa tetangga selalu berfikir situasional
WIB negatif.
Do:klien hanya menampakkan ekspresi datar
Tanggal
& Jam Data Diagnosa Keperawatan
dan menjawab pertanyaan secara singkat
dan menunduk

Ds: Klien mengatakan saat pulang kembali Koping individu tidak


9/6/21 bergabung dengan teman-teman yang dulu. efektif
11.00 Dan mengulangi perbuatan hal yang sama
WIB (miras dan penyalahgunaan obat dextro).
Do: saat ditanya bagaimana cara klien jika ada
masalah, klien menjawab menghindar/ tidak
pulang

c. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan Efek

Gangguan Konsep Diri: Harga Core Problem


diri rendah

Koping Individu tidak efektif Cause

d. Diagnosa
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah
3. Koping Individu Inefektif
e. Intervensi
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

Nama Klien : Sdr. “I”


No. CM : 251107
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Dx. Medis : F19
Ruang : Napza
Unit Keswa :

No. Masalah keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan/ intervensi
Tujuan setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
Masalah: Harga diri rendah situsional selama 4kali pertemuan, maka harga 1. manajemen perilaku
diri klien dapat meningkat,dengan a) observasi
DS: kriteria hasil: - identifikasi harapan untuk
 Klien mengatakan saya merasa  penilaian diri positif mengendalikan perilaku
malu saat pulang nanti karena  perasaan memiliki kelebihan b) teraupetik
saya dibawa kesini dengan atau kemampuan positif - diskusikan tanggung
kondisi tangan diborgol dan  penerimaan penilaian positif jawab terhadap perilaku
kaki diikat. Saya merasa terhadap diri sendiri - jadwalkan kegiatan
tetangga selalu berfikir negatif.  minat mencoba hal baru terstruktur
 berjalan menampakkan wajah - ciptakan dan pertahankan
DO:  postur tubuh menampakkan lingkungan dan kegiatan
 klien hanya menampakkan wajah perawatan konsisten
ekspresi datar dan menjawab setiap dinas
pertanyaan secara singkat dan - tingkatkan aktifitas fisik
menunduk sesuai kemampuan
- batasi jumlah penunjang
- bicara dengan nada
rendah dan tenang
- lakukan kegiatan
pengalihan terhadap
sumber agitasi
- cegah perilaku pasif dan
agresif
- beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
mengendalikan perilaku
- lakukan pengekangan
fisik sesuai indikasi
- hindari sikap
menyudutkan dan
menghentikan
pembicaraan
- hindari sikap mengancam
dan berdebat
- hindari berdebat atau
menawar batas perilaku
yang telah ditetapkan

c) edukasi
- informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif.

2. promosi harga diri


observasi
- identifikasi
budaya,agama,ras,jenis
kelamin,dan usia terhadap
harga diri
- monitor verbalisasi yang
merendahkan diri sendiri
- monitor tingkat harga diri
setiap waktu,sesuai
kebutuhan
Terapeutik
- motivasi terlibat dalam
verbalisasi positif untuk
diri sendiri
- motivasi menerima
tantangan atau hal baru
- diskusikan pernyataan
tentang harga diri
- diskusikan kepercayaan
terhadap penilaian diri
- diskusikan mengkritik diri
atau rasa bersalah
Edukasi
- jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan
dalam perkembangan
konsep positif diri pasien
- anjurkan
mengidentifikasikan
kekuatan yang dimiliki
- anjurkan membuka diri
terhadap kritik negatif
- latih peningkatan
tanggung jawab unutk diri
sendiri
- latih cara berfikir dan
bererilaku positif

3. promosi koping
observasi
- identifikasi kemampuan
yang dimiliki
- identifikasi sumber daya
yang tersedia untuk
memenuhi tujuan
- identifikasi pemahaman
proses penyakit
identifikasi dampak
situasi terhadap peran dan
hubungan
- identifikasi metode
penyelesaian masalah
terapeutik
- diskusikan perubahan
peran yang dialami
- gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
- diskusikan alasan
mengkritik diri sendiri
- diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri
- diskusikan konsekuensi
tidak menggunakan rasa
bersalah dan malu
- diskusikan resiko yang
menimbulkan bahaya
pada diri sendiri
- motivasi untuk
menentukan harapan yang
realistis
Edukasi
- anjurkan menjalin
hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan
sama
- anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- anjurkan keluarga terlibat
- latihan keterampilan
sosial,sesuai kebutuhan
- latihan penilaian
pengembangan objektif

f. Evaluasi dan Implementasi

Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi Faraf

9/6/21 Harga diri rendah  Pengkajian dan latihan S : Klien mengatakan merasa tidak
situsional kegiatan pertemuan berguna karena selalu membuat
pertama: masalah dan meyusahkan orang
 Identifikasi pandangan/penilaian tuanya.
pasien tentang diri sendiri dan O : Klien merasa kurang percaya
pengaruhnya terhadap hubungan diri dan mengatakan tidak mau lagi
dengan orang lain, harapan yang tinggal bersama orang tuanya
telah dan belum tercapai, upaya A : Klien melakukan kegiatan yang
yang dilakukan untuk mencapai dipilih secara mandiri dan merasa
harapan yang belum terpenuhi. senang setelah melakukan kegiatan
 Bantu pasien menilai kegiatan yang
dapat dilakukan saat ini (pilih dari
daftar kegiatan mana kegiatan yang P : Evaluasi pertemuan 1 dan lanjut
dapat dilaksanakan) pertemuan 2 Harga diri rendah
 Bantu pasien memilih salah satu
kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih
 Latih kegiatan yang dipilih (alat
dan cara melakukan nya)

10/6/21  pertemuan kedua S : Klien mengatakan sudah


 Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yaitu
melakukan kegiatan pertama yang merapikan tempat tidur, klien
telah dilatih dan berikan pujian dapat menyebutkan alat untuk
 Evaluasi manfaat melakukan kegiatan kedua menyapu ruangan
kegiatan pertama O : Klien tampak sudah bisa
 Bantu pasien memilih kegiatan melakukan kegiatan, kontak mata
kedua yang akan dilatih sudah ada
 Latih kegiatan kedua (alat dan cara) A: Harga diri rendah masih ada,
klien melakukan dengan arahan
perawat
P: Optimalkan kegiatan pertemuan
1 dan 2

11/6/21  pertemuan ketiga S : Klien mengatakan drinya


 Validasi kemampuan melakukan senang dapat melakukan kegiatan,
kegiatan pertama, dan kedua yang klien mengatakan senang dan
telah dilatih dan berikan pujian tenang
 Bantu pasien melih kegitan ketiga O : Kien tampak sudah bisa
yang akan dilatih menyiapkan makanan, klien
 Latih kegiatan ketiga (alat dan sudahtampak bersemangat
cara) A:Klien mampu melakukan
kegiatan secara mandiri
P : Optimal kegiatan pertemuan 3
dan 1 dan 2 Harga diri rendah

12/6/21  Pertemuan keempat S : Klien mengatakan senang


 Validasi kemampuan melakukan mengikuti kegiatan karena
kegiatan ertama, kedua dan ketiga membuatnya lebih bersemangat
yang telah dilatih dan berikan O : klien tampak bersemangat dan
pujian mengikuti kegiatan selama
 Evaluasi manfaat melakukan diruangan. Klien mampu
kegiatan pertama, kedua dan ketiga melakukan kegiatan sendiri tanpa
 Bantu pasien memilih kegiatan arahan perawat
keempat yang akan dilatih A : klien mampu melakukan
 Latih kegiatan keempat (alat dan kegiatan secara mandiri
cara) P : Evaluasi Kegiatan yang sudah
dilakukan sejak awal
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Masalah penyalahgunaan narkoba / NAPZA adalah ancaman yang
sangat mencemasakan bagi keluaga khususnya dan bagi bangsa dan negara
pada umumnya. Pengaruh narkoba sangatlah buruk, baik dari segi
kesehatan, maupun dampak sosial yang ditimbulkan.
Secara garis besar faktor yang menyebabkan terjadianya
penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal yakni yang berasal dari dalam diri sendiri baik yang
berasal dari lingkungan.
Masalah pencegahan penggunaan narkoba bukanlah menjadi tugas
dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyarahgunaan narkoba yang dilakukan sejak dini sangatlah
baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penganggulangan
tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga pendidik di sekolah
sangatlah besar bagi pencegahan penanggulangan terhadap narkoba.

B. SARAN
Dalam mencegah penyalahgunaan narkoba pihak yang
bertanggung jawab bukan hanya pemerintah penegak hukum ataupun
pelayanan kesehata saja namun diharapkam peran orang tua dalam
mengawasi dan membimbing anggota keluarganya harus lebih baik, serta
lebih meluangkan waktunya untuk selalu berada disisi anak-anaknya
dalam kondisi apapun, sehingga remaja tidak terjerumus melakukan hal-
hal yang menyimpang terutama melakukan penyalahgunaan narkoba.
Selain itu masyarakat hendaknya melakukan kegiatan yang positif
dan berguna agar remaja tidak terlibat dalam kasus penyalahgunaan
narkoba serta memperdalam iman dan taqwa guna ketahanan diri dari
dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang


Pedoman Penyalahgunaan Sarana Pelayanan Rehabilitasi
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif Lainnya (Napza). Jakarta
Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza (Narkotika, alkohol
dan zat adiktif). FKUI: Jakarta
Keliat, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. EGC: Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Buletin Jendela Data dan informasi Kesehatan. Jakarta
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika: Yogyakarta
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta
Simangsong Jimmy. 2015. Penyalahgunaan Nrkoba di Kalangan Remaja.
Daiakses pada tanggal 1 November 2016
Darman, Flavianus. Mengenal Jenis dan Efek Buruk Narkoba. Visimedia, Jakarta.
2006
Budiarto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Ganeca Exact. Bandung.
Kartini Kartono. 1992. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Rajawali Press,
Jakarta.
Libertus Jehani & Antoro dkk. 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba. Visimedia.
Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009.
Asa Mandiri. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai