Disusun oleh:
1. HIDRIYANI AGUS
2. MAYSSI KUSUMAWATI
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Komunikasi
hubungan terapeutik dalam keperawatan ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
Kami menyadari , makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna . Oleh
karena itu , kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan.
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
TINJAUAN TEORI........................................................................................................2
1. Konsep Psikofarmaka.....................................................................................2
2. Konsep Psikotropika .......................................................................................2
BAB III..........................................................................................................................7
PENUTUP.....................................................................................................................7
A. Kesimpulan.......................................................................................................7
B. Saran..................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Salah satu somatic terapi ( terapi fisik ) pada klien gangguan jiwa adalah pemberian
obat psikofarmaka, Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis yang
digunakan untuk mengobati gangguan mental, obat-obatan yang paling sering
digunakan di Rumah Sakit Jiwa adalah Chlorpromazine, Halloperidol dan
Trihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan selain dapat membantu dalam proses
penyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek samping yang dapat
merugikan klien tersebut, seperti paskinsonisme, pusing, sedasi, pingsan, hipotensi,
pandangan kabur dan konstipasi, untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai
tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam, harus
mampu mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien, terutama efek
dari pemberian obat psikofarmaka.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa, ternyata
perawat tidak melakukan asuhan keperawatan pemberian obat secara tepat, misalkan ;
Perawat hanya memanggil klien satu persatu tanpa cek kondisu umum klien, misal
pemeriksaan tekanan darah dll, bagi klien yang dapat berjalan lalu dibagikan obat
tersebut tanpa tindak lanjut monitoring efek dari obat tersebut, ada yang dibuang,
disembunyikan atau dimakan tanpa diketahui sejauh mana efek obat tersebut. Akibat
kurang intensif nya observasi dalam pemberian obat mengakibatkan beberapa klien
mengalami efek samping seperti ; gatalgatal, bahkan ada yang sampai melepuh yang
kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa, penglihatan kabur yang disertai dengan mata
menonjol. Derajat hubungan antara pengetahuan perawat tentang psikofarmaka denan
pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian obat termasuk kategori sedang,
sehingga dapat diartikan bahwa kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan dalam
pemberian obat sebagian dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan .
Dengan demikian berarti bahwa pengetahuan hanya merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian
obat pada klien gangguan jiwa di RSJ, dimana masih ada faktor lain yang
mempengaruhi seperti : sikap perawat terhadap pelaksanaan, protap pelaksanaan dan
kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi pelaksanaan asuhan keperawatan dalam
pemberian obat.
2.Rumusan masalah
1. Menjelaskan Konsep Psikofarmaka
2. Menjelaskan Konsep Psikotropika
3.Tujuan
1. Mampu menjelaskan Konsep Psikofarmaka
2. Mampu menjelaskan Konsep Psikotropika
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP PSIKOFARMAKA
Tentu Anda bertanya mengapa saya harus mempelajari psikofarmaka? Anda harus
mempelajari psikofarmaka karena salah satu peran yang Anda lakukan sehari-hari
adalah pemberian obat. Untuk mampu menjalankan peran tersebut, Anda harus
mengetahui penggolongan, efek samping dan gejala putus zat akibat penggunaan obat
psikofarmaka.
A. PENGERTIAN PSIKOFARMAKA
Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat psikoaktif
atau obat psikoteraputik. Penggolonganobat ini didasarkan atas adanya kesamaan
efek obat terhadap penurunan aatau berkurangnya gejala.Kesamaan dalam susunan
kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat.
Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP)
dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior
altering drugs),digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic
medication). Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan
secara salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan
jiwa. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
penyalahgunaan obat psikoaktif digolongkan kedalam gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat psikoaktif. Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat
bermanifestasi dalam bentuk:
Kondisi ini berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada
dosis yang berbeda). Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat
dan dapat terjadi efek paradoksal.
Kondisi ini merupakan pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan
(dapat berupa fisik dan atau mental). Pada kondisi ini belum menunjukkan adanya
sindrom ketergantungan tetapi sudah berdampak timbulnya kelemahan/hendaya
psikososial sebagai dampaknya.
3. Sindrom ketergantungan (dependence syndrome)
Kondisi ini ditAndai dengan munculnya keinginan yang sangat kuat (dorongan
kompulsif) untuk menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan
memperoleh efek psiko aktif dari zat tersebut. Pada kondisi ini individu tidak mampu
menguasai keinginan untuk menggunakan zat, baik mengenai mulainya,
menghentikannya, ataupun membatasi jumlahnya (loss of control).Pengurangan dan
penghentian penggunaan zat ini, akan menimbulkan keadaan putus zat, yang akan
mengakibatkan perubahan fisiologis yang sangat tidak menyenangkan, sehingga
memaksa orang tersebut menggunakannya lagi atau menggunakan obat lain yang
sejenis untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut.
Adalah gejala-gejala fisik dan mental yang timbul pada saat penghentian
penggunaan zat yang terus menerus dalam jangka waktu panjang atau dosis tinggi.
Gejala putus obat, sangat tergantung pada jenis dan dosis zat yang digunakan. Gejala
putus zat,akan mereda bila pengguna meneruskan penggunaan zat. Ini merupakan
salah satu indikator dari sindrom keterkesehatanny
5. Gangguan psikotik
1. Obat anti-psikosis
Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis yang ditAndai dengan
adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, fungsi mental,
dan fungsi kehidupan sehari-hari.
2. Obat anti-depresi
Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic energizers, anti depressants,
anti depresan. Sediaan obat anti-depresi di Indonesia adalah amitriptyline,
amoxapine, amineptine, clomipramine, imipramine, moclobemide, maprotiline,
mianserin, opipramol, sertraline, trazodone, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine.
Jenis obat anti-depresi adalah anti-depresi trisiklik, anti-depresi tetrasiklik, obat
anti-depresi atipikal, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dan inhibitor
monoamine okside (MAOI). Indikasi klinik primer penggunaan obat-obat anti-
depresi adalah sindrom depresi yang dapat terjadi pada
a.Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan unipolar. Gangguan distimik
dan gangguan siklotimik.
3. Obat anti-mania
4. Obat anti-ansietas
Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor transqualizers,
anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-ansietas terdiri atas golongan
benzodiazepine dan nonbenzodiazepin. Sediaan obat anti-ansietas jenis
benzodiazepine adalah diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam, clobazam,
bromazepam, oxasolam, clorazepate, alprazolam, prazepam. Sedangkan jenis non
benzodiazepine adalah sulpiride dan buspirone. Indikasi penggunaan obat ini
adalah sindrom ansietas seperti :
d.Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke, Myocard Cardio Infac
(MCI) dan kanker dll
5. Obat anti-insomnia
a.Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan unipolar (episode
mania atau depresi, gangguan ansietas (panic, fobia); sindrom insomnia organic
seperti hyperthyroidism, putus obat penekan SSP (benzodiazepine, phenobarbital,
narkotika), zat perangsang SSP (caffeine, ephedrine, amphetamine);
7. Obat anti-panik
1. Anti-psikosis
Efek samping penggunaan obat-obat anti psikotik sangat luas dan bervariasi,
untuk itu seorang perawat dituntut untuk memberikan asuhan perawatan yang
optimal, sehingga efek samping penggunaan obat ini tidak membahayakan klien.
c.Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan obat ini ditAndai dengan
banyak tidur, grogines dan keletihan.
d.Reaksi autoimun ditAndai dengan penglihatan kabur, konstipasi, takikardi,
retensi urine, penurunan sekresi lambung, penurunan berkeringat dan salivasi
(mulut kering), sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal,
“psikosis atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas, agitasi, kekacauan mental,
kulit kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria,
dan takikardia.
2)Efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang jarang terjadi tetapi
mengancam jiwa adalah adanya sindrom malignan neuroleptik yang ditAndai
dengan adanya demam tinggi, takikardia, rigiditas otot, stupor, tremor,
inkontinensia,, leukositosis, kenaikan serum CPK, hiperkalemia, gagal ginjal,
peningkatan nadi-pernapasan dan keringat.
2. Anti-depresi
Efek samping ringan mungkin timbul akibat penggunaaan obat jenis ini
(tergantung daya toleransi dari klien), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila
tetap diberikan dengan dosis yang sama. Pada keadaan overdosis/ intoksikasi
trisiklik dapat timbul atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf
pusat, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion,
delirium dan disorientasi).
3. Anti-mania
Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan kondisi fisik
klien. Gejala efek samping yang dini pada pengobatan jangka lama seperti mulut
kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak),
kelemahan otot, poli uria, tremor halus. Efek samping lain hipotiroidisme,
peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan
peningkatan kadar TSH/thyroid stimulating hormone), odem pada tungkai,
seperti mengecap besi, lekositosis, gangguan daya ingat dan konsentrasi pikiran
menurun.
4. Anti-ansietas
Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa sedasi seperti rasa
mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan
kognitif melemah; relaksasi otot seperti ras lemes, cepat lelah. Potensi
menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek samping obat yang
masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat cepat.
Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat, klien
menjadi iritabel, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin,
konvulsi. Ketergantungan relative lebih sering terjadi pada individu dengan
riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat.
5. Anti-insomnia
Efek samping penggunaan obat anti-insomnia diantaranya adalah depresi
susunan saraf pusat terutama pada saat tidursehingga memudahkan timbulnya
koma, karena terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan, selain itu terjadi
uremia, dan gangguan fungsi hati. Pada klien usia lanjut dapat terjadi
“oversedation” sehingga risiko jatuh dan Hip fracture (trauma besar pda sistem
muskulo skleletal). Penggunaan obat anti-insomnia golongan benzodiazepine
dalam jangka panjang yaitu “rage reaction” (perilaku menyerang dan ganas).
Efek samping penggunaan obat anti-obsesif kompulsif, sama seperti obat anti-
depresi trisiklik, yaitu efek anti-histaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk,
kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun; efek anti-kolinergik seperti mulut kering, keluhan lambung, retensi urin,
disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi;
efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektokardiografi, hipotensi
ortostatik; efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang epileptic, agitasi, insomnia.
Pada keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala eksitasi
susunan saraf pusat, hipertensi, hiprpireksia, konvulsi, “toxic confusional
state”(confusion, delirium, disorientasi).
7. Anti-panik
Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat berupa efek
antihistaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti
mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi; efek anti-
adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektrokardiografi, hipotensi
ortostatic; efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang, agitasi, insomnia.
2.KONSEP PSIKOTROPIKA
Psikotropika merupakan zat kimia atau obat-obatan yang dapat mengubah fungsi
otak dan mengubah persepsi, suasana hati, kesadaran, pikiran, emosi, dan perilaku
seseorang Dalam bidang medis, beberapa jenis obat golongan psikotropika
dimanfaatkan untuk pengobatan gangguan mental tertentu, seperti depresi, gangguan
kecemasan, gangguan bipolar, gangguan tidur, dan skizofrenia. Namun, sayangnya,
obat-obatan ini juga dapat disalahgunakan. Zat yang bersifat psikotropika tak hanya
terdapat pada obat, tetapi juga obat herbal tertentu. Apabila tidak digunakan sesuai
indikasinya, obat-obatan atau zat psikotropika bisa menyebabkan efek kecanduan yang
berbahaya dan bahkan kematian. Karena efeknya yang bisa menimbulkan ketagihan
(adiksi), psikotropika hanya boleh digunakan untuk kepentingan medis berdasarkan resep
dokter.
1. Golongan I
Zat dan obat psikotropika golongan I merupakan psikotropika dengan daya adiktif atau
efek candu yang sangat kuat. Contoh psikotropika golongan I adalah MDMA/ekstasi,
LSD, dan psilosin.
Psikotropika jenis ini dilarang digunakan untuk terapi dan hanya untuk kepentingan
pengembangan atau penelitian ilmu kedokteran.
2. Golongan II
Psikotropika golongan II juga memiliki efek candu yang kuat, tetapi bisa digunakan
untuk kepentingan riset dan pengobatan (dalam supervisi dokter). Contoh obat
psikotropika golongan II adalah amfetamin, deksamfetamin, ritalin, dan metilfenidat.
3. Golongan III
Psikotropika golongan III merupakan psikotropika yang memiliki efek adiksi sedang dan
bisa bisa digunakan untuk penelitian dan pengobatan. Contoh obat-obatan psikotropika
golongan III adalah kodein, flunitrazepam, pentobarbital, buprenorfin, pentazosin, dan
glutetimid.
4. Golongan IV
Psikotropika golongan IV memiliki daya adiktif atau efek candu ringan dan boleh
digunakan untuk pengobatan. Contoh jenis psikotropika golongan ini adalah diazepam,
nitrazepam, estazolam, dan clobazam.
Secara medis dan hukum, obat-obatan psikotropika hanya boleh digunakan sesuai
resep dan pengawasan dokter ahli. Obat-obatan tersebut biasanya digunakan untuk
mengatasi berbagai kondisi atau penyakit tertentu, seperti:
Selain itu, obat psikotropika juga sering kali digunakan sebagai anestesi atau obat bius
untuk mencegah dan mengatasi nyeri berat akibat tindakan medis tertentu, seperti
operasi.
Dampak Penyalahgunaan Psikotropika
Meski secara hukum dilarang, penggunaan obat psikotropika secara ilegal atau tanpa
indikasi medis yang jelas masih cukup banyak terjadi. Beberapa jenis obat-obatan
psikotropika yang cukup sering disalahgunakan adalah sabu-sabu atau metamfetamin,
ekstasi atau amfetamin, mushroom, LSD, ganja, dan putau.
Jika disalahgunakan, obat psikotropika justru bisa menimbulkan efek samping yang
berbahaya, misalnya:
Oleh karena itu, siapa pun disarankan untuk menghindari penggunaan obat
psikotropika tanpa tujuan medis yang jelas agar tidak terkena efek adiksi atau efek
samping lainnya dan tidak berurusan secara hukum dengan pihak yang berwenang.
1.KESIMPULAN
Salah satu therapy pada klien gangguan jiwa adalah pemberian obat
psikofarmaka. Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis yang
digunakan untuk mengobati gangguan mental, obat-obatan yang sering digunakan
di rumah sakit jiwa adalah Chlorpromazine, Halloperidol, dan Trihexyperidil. Obat-
obatan ynag diberikan selain ddapat membantu dalam proses penyembuhan pada
klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek samping yang dapat merugikan klien
tersebut, seperti paskinsonisme, pusing, sedasi, pingsan, hipotensi, pandangan
kabur, dan konstipasi, untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga
kesehatan yang berlangsung dengan pasien selama 24 jam, harus mampu
mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien, terutama dari
pemberian obat psikofarmaka.
2. SARAN
Perawat jiwa yang ada dirumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum,
panti kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar
keperawatan jiwa disekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada distruktur
departemen kesehatan dan dinas kesehatan diharapkan bersatu padu untuk
menyuarakan kesehatan jiwa pada setiap kesempatan mulai dari sekarang
kepada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan berupa Advocacy And
Action.
DAFTAR PUSTAKA