Anda di halaman 1dari 20

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIS (PPOK)
Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 
penyakit paru yang ditandai dengan gejala
pernafasan persisten dan keterbatasan aliran
udara akibat saluran nafas tersumbat dan atau
kelainan alveolar yang disebabkan partikel atau
gas yang berbahaya

PPOK merupakan penyebab utama morbiditas


dan mortalitas kronis di seluruh dunia. PPOK
sekarang menjadi salah satu dari tiga penyebab
kematian teratas di dunia. Masing-masing negara
bervariasi seperti 3,5 % di Hongkong, 6,7% di
Vietnam dan di Indonesia sebesar 5,6%.
Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) merokok
merupakan penyebab utama
PPOK.

WHO telah menetapkan Indonesia


sebagai negara terbesar ketiga di
dunia sebagai pengguna rokok

Dijumpai pada tahun 2021 sebanyak 33,8 % dari 65,7 Juta penduduk Indonesia
adalah perokok aktif. Status pekerjaan yang paling banyak menderita PPOK adalah
pekerjaan petani, nelayan, dan buruh sebesar 4,7 %
Penyakit Paru
Obstruktif Kronik
DEFIN
ISI
American College of Chest
Physicians/American Society
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 
sekolompok penyakit paru menahun yang
berlangsung lama dan disertai dengan
peningkatan resistensi terhadap aliran udara.
The Burden of Obstructive Lung
Disease (BOLD)  angka prevalensi PPOK
global adalah 10.1%. Pria ditemukan
memiliki prevalensi 8.5% dan wanita 8.5%.
EPIDEMIO
Menyerang usia > 40 tahun. LOGI
PPOK merupakan penyebab kematian
ketiga di Amerika Serikat dengan angka
kematian mencapai 120000 orang per tahun

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik


Indonesia (DEPKES)
Angka kematian karena asma dan PPOK menduduki peringkat keenam dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak
3,7%. Dapat dilihat bahwa penduduk berusia 15 tahun keatas yang
mengkonsumsi rokok sebesar 22,57% di perkotaan dan 25,05% di pedesaan
ETIOLOGI &
FAKTOR RISIKO

Riwayat Riwayat
terpajan infeksi
Kebiasaan polusi di saluran Defisiensi alfa
Hiperaktivitas
Merokok lingkugan & pernapasan antitrypsin-1
Bronkus
tempat kerja bawah
berulang
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics & images
by Freepik and illustrations by Stories
PATOGEN
ESIS
Pemeriksaan Fisik 02
DIAGNO
• Inspeksi  Pursed - lips breathing, Barrel chest,
penggunaan otot bantu napas, sela iga melebar,

Anamnesis SIS
01
clubbing finger
• Palpasi  fremitus meningkat
• Perkusi  hipersonor
• Auskultasi  Terdapat ronki dan atau mengi
• Terkait faktor risiko  ada pada waktu bernapas, ekspirasi memanjang
history merokok, infeksi
saluran pernapasan bawah
berulang, terpajan
bahan/debu iritan,
pekerjaan.
• Dyspneua kronis dan
progresif
• Batuk berdahak
DIAGNO
Pemeriksaan Penunjang 03
SIS • Spirometri  GOLD STANDARD

• Pemeriksaan rontgen toraks


• Analisis gas darah
• Skrining alpha-1 anti trypsin
deficiency.
DIAGN
OSIS
Pemeriksaan
rontgen toraks
DIFFERENTI
AL
DIAGNOSIS
OF COPD

Gold 2022
PENILA COPD Assessment Test (CAT)
IAN
Modified British Medical Research Council (mMRC)
Questionnaire
PENILA
IAN Interpretasi skor CAT

• 5 : pasien dalam kondisi normal !


• <10 : ringan. Pada kondisi ini pasien menjalani aktifitas harian dengan baik,
namun terkadang kondisi PPOK membuat keterbatasan beberapa aktivitas biasa.

• 10-20 : sedang. PPOK mengganggu aktivitas sehari-hari pasien, hampir setiap hari
pasien mengeluhkan batuk berdahak, dan terdapat satu kali serangan dalam


setahun.

>20 : berat. PPOK membuat pasien menghentikan beberapa aktifitas hariannya,


!
sesak akan lebih berkurang ketika pasien berbicara.

• >30 : sangat berat. PPOK membuat semua aktifitas harian pasien terhenti.
Gold 2022
TATALAK
SANA

Gold 2022
TATALAK • Bronkodilator  golongan agonis β2,
antikolinergik (antagonis muskarinik).

SANA  • Berhenti merokok


Agonis β2 terdiri dari short-acting
(SABA) dan long-acting (LABA) beta2-
agonist. Antikolinergik terdiri dari
Non- • Menghindari gas, polutan, Farmakologi short-acting (SAMA) dan long-acting
Farmakologi bahan iritan (LAMA) muscarinic antagonist
• Vaksinasi influeza dan • Antiinflamasi
pneumokokus • Antibiotik
• • Mukolitik
Rehabilitasi paru
• Antitusif

LABA SABA
Kejadian akut ditandai dengan perburukan gejala

PPOK Eksaserbasi respirasi yang berbeda dari variasi normal sehari-


hari dan mengakibatkan perubahan medikasi.

Akut 1.
2.
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
3. Perubahan warna sputum

Diklasifikasi menjadi 3 :
1. Eksaserbasi berat  memiliki 3 gejala di atas. Membutuhkan evaluasi di
Rumah sakit.
2. Eksaserbasi sedang  memiliki 2 gejala di atas. Butuh pengobatan dengan
kortikosteroid sistemik atau antibiotik.
3. Eksaserbasi ringan  memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa
sebab lain, ↑ batuk, ↑ mengi / ↑ frekuensi pernapasan >
20% basal, /frekuensi nadi >20% basal. Dikontrol dengan
meningkatkan dosis bronkodilator.
Penatalaksanaan di rumah
TATALAK
(eksaserbasi ringan) SANA
1. Edukasi pasien menambah dosis  Penatalaksanaan di rumah sakit
bronkodilator atau dengan 1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
mengubah bentuk bronkodilator 2. Terapi oksigen adekuat
yang digunakan dari bentuk inhaler 3. Pemberian obat maksimal:
atau oral ke bentuk nebuliser
a. Antibiotik
2. Menggunakan oksigen bila b. Bronkodilator, ditingkatan dosis dan
aktivitas dan selama tidur (dosis frekuensi pemberian.
oksigen tidak lebih dari 2 liter) c. Kortikosteroid tidak selalu diberikan.
3. Menambah mukolitik 4. Nutrisi adekuat
5. Ventilasi mekanik (diusahanan Non-invasive
4. Menambah eksperktoran
Positif Pressure Ventilation/NIPPV, bila tidak
5. Bila dalam 2 hari tidak ada berhasil maka gunakan ventilasi mekanik
perubahan maka harus segera ke dengan intubasi).
dokter
PROGNOSI
S
• Prognosis PPOK bergantung pada penatalaksanaan dan
komorbidnya. Komorbid biasanya muncul bersamaan atau tidak
dengan PPOK.
• Studi klinis telah menunjukan bahwa terapi medikamentosa rutin
dapat menurunkan frekuensi terjadinya eksaserbasi. Rehabilitasi
paru segera dilakukan setelah pasien pulang dari rumah sakit serta
mempertahankan aktivitas fisik guna meningkatkan exercise capacity
dan status kesehatan pasien
TERIM
A
KASIH

Anda mungkin juga menyukai