Disusun Oleh :
150100057
Pembimbing:
dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(K.J.), M.Sc., Sp.K.J. (K)
Pembimbing:
dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(K.J.), M.Sc., Sp.K.J. (K)
Disusun oleh :
Nama: Muhammad Farhan Natama
NIM: 150100057
(dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(K.J.), M.Sc., Sp.K.J. (K)) (Dr. Vita Camelia, M.Ked(K.J.), Sp.K.J.)
NIP. 19780330 200501 1 003 NIP.19780404 200501 2 002
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaannya, penulis dapat menyelesaikan makalah psikiatri yang bejudul
“Gangguan Psikotik Terbagi” ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter
Departemen Ilmu Penyakit Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dari segi struktur dan isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang berguna
untuk makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pngetahuan terutama di bidang Ilmu
Kedokteran dan Kesehatan Jiwa.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan psikotik terbagi merupakan salah satu penyakit gangguan jiwa yang
penderitanya tergolong ke dalam gangguan psikotik. Istilah gangguan psikotik terbagi
muncul pertama kali pada tahun 1877 yang dikemukakan oleh dua psikiater asal
Perancis, yaitu Lasegue dan Falret, yang menamainya dengan sebutan folie a deux. 3
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit gangguan psikotik yang langka dan
jarang dijumpai kasusnya, dimana masih sedikit literatur yang membahas tentang
gangguan psikotik ini. Bahkan sebagian besar dari literatur tersebut hanya berupa
laporan kasus biasa. 3 Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis dalam tulisannya
tertarik untuk membahas tentang “Gangguan Psikotik Terbagi”.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai seluk beluk tentang
Gangguan psikotik terbagi, termasuk didalamnya mengenai penegakan diagnosis
sekaligus penatalaksanaan yang tepat untuk penyakit tersebut.
1.4 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
2.3 Epidemiologi
Masih belum diketahui secara pasti dan global mengenai epidemiologi penyakit
gangguan psikotik ini. Literatur-literatur yang membahas mengenai gangguan
kejiwaan ini juga umumnya hanya terbatas pada laporan kasus saja dan tinjauan
sistematis dalam jumlah sedikit. Namun, dari laporan-laporan yang telah
dipublikasikan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus merupakan gangguan
psikotik yang melibatkan antar satu anggota keluarga dengan anggota keluarga
lainnya, dimana dalam beberapa laporan kasus adalah gangguan psikotik yang
melibatkan ibu dan anak.6,7,8 Hal ini juga semakin didukung dengan salah satu ulasan
sistematis yang menunjukkan bahwa 72% kasus merupakan kasus familial atau
berkaitan dengan hubungan keluarga, sedangkan sisanya (8%) merupakan kasus non-
familial.9
2.4 Patofisiologi
Manifestasi klinis atau gambaran gejala klinis dari Gangguan psikotik terbagi
tidak lain adalah waham, dimana dari sekian laporan yang muncul, beberapa
4
diantaranya melaporkan gejala waham persekutorik,6,7,8 namun ada juga yang
melaporkan adanya waham lainnya seperti waham kebesaran.11
2.6 Diagnosis
5
Dua orang atau lebih mengalami waham atau sistem waham yang sama, dan
saling mendukung dalam keyakinan waham itu;
Mereka mempunyai hubungan dekat yang tak lazim dalam bentuk seperti
diuraikan di atas;
Ada bukti dalam kaitan waktu atau konteks lainnya bahwa waham tersebut
diinduksi pada anggota yang pasif dari suatu pasangan atau kelompok melalui
kontak dengan anggota yang aktif (hanya satu orang anggota aktif yang
menderita gangguan psikotik yang sesungguhnya, waham diinduksi pada
anggota pasif, dan biasanya waham tersebut menghilang bila mereka
dipisahkan).
Jika ada alasan untuk percaya bahwa dua orang yang tinggal bersama mempunyai
gangguan psikotik yang terpisah, maka tidak satupun diantaranya boleh dimasukkan
dalam kode diagnosis ini, walaupun beberapa diantara waham-waham itu diyakini
bersama.10
Pada umumnya, individu yang pertama kali memiliki gejala waham (individu
kasus primer/anggota aktif) memiliki derajat gangguan yang lebih buruk atau kronis
dan merupakan individu yang berpengaruh terhadap individu kasus sekunder/anggota
pasif. Individu kasus sekunder/anggota pasif umumnya memiliki karakteristik
diantaranya memiliki intelegensia yang lebih rendah, lebih mudah ditipu, pasif,
kurang harga diri, jika dibandingkan dengan individu pada kasus primer.3
6
Dalam mendiagnosis gangguan waham, sebelumnya harus dipikirkan mengenai
kondisi medis lainnya yang berpotensi dapat menyebabkan waham, diantaranya
adalah sebagai berikut.3
2.8 Terapi
7
Pada keadaan yang gawat darurat, pasien yang mengalami agitasi yang sangat
hebat sebaiknya diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Dengan melihat
riwayat respon dari penggunaan obat sebelumnya, dapat menjadi pedoman untuk
memilih obat yang lebih tepat. Biasanya terapi psikofarmaka dimulai dari dosis yang
rendah (Haloperidol 2mg atau Risperidone 2 mg) hingga dosis yang lebih tinggi
secara bertahap.3 Jika hingga dosis yang dianjurkan tetap tidak mendapatkan hasil
yang baik selama 6 minggu masa percobaan, sebaiknya ubah terapi dengan obat
antipsikotik dari golongan lain.3
Jika pasien tetap tidak mendapatkan manfaat dari terapi obat antipsikotik,
hentikan penggunaan obat tersebut. Penggunaan Antidepresan, Lithium, atau
Antikonvulsan dapat dilakukan, akan tetapi dengan monitoring yang serius, terutama
pada pasien yang memiliki riwayat gangguan mood.3
2.9 Prognosis
8
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan psikotik terbagi adalah suatu gangguan yang jarang dan lebih dikenal
dengan folie a deux. Seseorang dikatakan mengalami gangguan psikotik terbagi jika
gejala psikotik pasien berkembang selama hubungan jangka panjang dengan orang
lain yang memiliki sindrom psikotik yang mirip sebelum onset gejala pada pasien
dengan gangguan psikotik terbagi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
gangguan ini diantaranya usia lanjut, intelegensia yang rendah, gangguan sensorik,
penyakit serebrovaskuler, dan kecanduan alcohol.
Langkah awal dalam terapi adalah pemisahan orang yang terkena dari sumber
waham, yaitu pasangan yang dominan. Pasien mungkin membutuhkan bantuan yang
bermakna untuk mengompensasi kehilangan orang tersebut. Pasien dengan gangguan
psikotik terbagi harus diamati untuk timbulnya kembali gejala waham. Obat
antipsikotik dapat digunakan jika gejala waham tidak menghilang dalam 1 atau 2
minggu, atau jika pasien memiliki gejala psikomotorik seperti agitasi, dan lain-lain.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Jakab Z. Designing the Road to Better Health and Well-being in Europe, Slide 2:
1948 WHO Definition of Health [Internet]. Euro.who.int. 2011 [cited 17 April
2019]. Available from: http://www.euro.who.int/data/assets/pdf file/0003/152184
/RD_Dastein_speech_wellbeing_07Oct.pdf
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018
[Internet]. http://www.depkes.go.id/. 2018 [cited 17 April 2019]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/ materi_rakorpop_2018/
Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th ed. Pataki CS, Sussman N, editor.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015. 1105-1116 hal.
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder 5. 5th ed. Washington DC: American Psychiatric Association; 2013.
5. Sharon I. Shared Psychotic Disorder: Background and Criteria, History, Subtypes
and Characteristics [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2018 [cited 17 April
2019]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/293107-overview
#showall
6. Al-Huthail YR. Shared psychotic disorder. 2002;966(March):304–6.
7. Korkmaz S, Kuloğlu M, Bahçeci B, Atmaca M. Shared Psychotic Disorder : A
Case Report. Düşünen Adam J Psychiatry Neurol Sci. 2010;23(3):206–9.
8. Teo DCL, Abraham AM, Peh ALH. Folie à deux and Fregoli syndrome with
greater severity in the “ secondary ” – A case report. Asian J Psychiatr [Internet].
2017;25(2017):254–5. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajp.2016.12.011.
9. Kashiwase H, Kato M. Folie a deux in Japan - analysis of 97 cases in the Japanese
literature. Acta Psychiatr Scand. 1997;96:231–4.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik; 1993.
11. Nunes AVA, Nunes SOV, Strano T, Pascolat G, Doria GMS, Ehlke MN. Folie à
Deux and its interaction with early life stress : a case report. J Med Case Rep
[Internet]. 2016;10(339):1–5. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1186/s13256-
016-1128-8.
10