Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKIATRI

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI

Disusun Oleh :

MUHAMMAD FARHAN NATAMA

150100057

Pembimbing:
dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(K.J.), M.Sc., Sp.K.J. (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT PROF. DR. M. ILDREM
MEDAN
2019
GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI
MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Pembimbing:
dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(K.J.), M.Sc., Sp.K.J. (K)

Disusun oleh :
Nama: Muhammad Farhan Natama
NIM: 150100057

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT PROF. DR. M. ILDREM
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Muhammad Farhan Natama


NIM : 150100057
Judul : Gangguan Psikotik Terbagi

Pembimbing Koordinator P3D


Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

(dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(K.J.), M.Sc., Sp.K.J. (K)) (Dr. Vita Camelia, M.Ked(K.J.), Sp.K.J.)
NIP. 19780330 200501 1 003 NIP.19780404 200501 2 002

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaannya, penulis dapat menyelesaikan makalah psikiatri yang bejudul
“Gangguan Psikotik Terbagi” ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter
Departemen Ilmu Penyakit Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dari segi struktur dan isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang berguna
untuk makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pngetahuan terutama di bidang Ilmu
Kedokteran dan Kesehatan Jiwa.

Medan, Maret 2019

Muhammad Farhan Natama


NIM. 150100057

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................... 2
1.3 Manfaat............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Definisi ............................................................................................. 3
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko ............................................................... 3
2.3 Epidemiologi .................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ..................................................................................... 4
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................ 5
2.6 Diagnosis .......................................................................................... 5
2.7 Diagnosis Banding ........................................................................... 6
2.8 Terapi ............................................................................................... 7
2.9 Prognosis .......................................................................................... 8
BAB 3 KESIMPULAN ..................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kesehatan/kedokteran jiwa merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran


yang sangat penting, dimana kesehatan jiwa merupakan salah satu komponen dari
sehat itu sendiri. Definisi sehat menurut World Health Organization atau WHO
adalah keadaan yang meliputi kesehatan jasmani (fisik), rohani (mental), dan sosial,
serta bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.1 Dengan
mengacu pada definisi sehat menurut WHO yang menjadikan kesehatan mental dan
sosial sebagai salah satu komponen sehat dalam diri seseorang, maka ilmu kesehatan
jiwa yang berperan membahas kedua komponen sehat tersebut sangat vital perannya.
Terutama dewasa ini, penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2018,
proporsi rumah tangga dengan asisten rumah tangga (ART) yang mengalami
gangguan jiwa, seperti Skizofrenia/Psikosis meningkat dari 1,7‰ (permil) menjadi
7‰.2

Gangguan psikotik terbagi merupakan salah satu penyakit gangguan jiwa yang
penderitanya tergolong ke dalam gangguan psikotik. Istilah gangguan psikotik terbagi
muncul pertama kali pada tahun 1877 yang dikemukakan oleh dua psikiater asal
Perancis, yaitu Lasegue dan Falret, yang menamainya dengan sebutan folie a deux. 3
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit gangguan psikotik yang langka dan
jarang dijumpai kasusnya, dimana masih sedikit literatur yang membahas tentang
gangguan psikotik ini. Bahkan sebagian besar dari literatur tersebut hanya berupa
laporan kasus biasa. 3 Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis dalam tulisannya
tertarik untuk membahas tentang “Gangguan Psikotik Terbagi”.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada tinjauan pustaka kali ini adalah diantaranya:

1. Bagaimana kriteria diagnosis dari Gangguan psikotik terbagi?

2. Bagaimana penatalaksanaan Gangguan psikotik terbagi yang tepat?

1.3 Tujuan

Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai seluk beluk tentang
Gangguan psikotik terbagi, termasuk didalamnya mengenai penegakan diagnosis
sekaligus penatalaksanaan yang tepat untuk penyakit tersebut.

1.4 Manfaat

Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada


mahasiswa serta praktisi kedokteran agar dapat menambah wawasan, dengan tujuan
kedepannya, para praktisi kedokteran dapat memahami bagaimana cara penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari “Gangguan Psikotik Terbagi”.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan psikotik terbagi, atau selama bertahun-tahun mengacu pada istilah


“Gangguan paranoid terbagi”, “Gangguan psikotik terinduksi”, “folie impose”, dan
“Kegilaan Ganda”, merupakan salah satu penyakit gangguan psikotik, tepatnya pada
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fifth Edition (DSM-5),
penyakit ini mengacu pada istilah “Delusional Symptoms in Partner of Individual
with Delusional Disorder,” atau “Gejala Waham yang dialami pada rekan atau
pasangan seseorang dengan gangguan waham”.3,4 Gangguan psikotik ini ditandai
dengan transfer atau perpindahan gejala waham dari seseorang ke orang yang lain,
dimana kedua individu tersebut telah berhubungan dekat dalam waktu yang lama dan
hidup bersama di daerah yang terisolasi secara sosial.3

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Telah banyak dikembangkan secara rinci tentang patogenesis terjadinya


Gangguan psikotik terbagi ini, namun tidak ada yang menjelaskan hingga
keseluruhan aspek terjadinya gangguan ini.5 Beberapa faktor risiko yang dilaporkan
dapat menyebabkan terjadinya transfer waham ini diantaranya usia lanjut,
intelegensia yang rendah, gangguan sensorik, penyakit serebrovaskuler, dan
kecanduan alkohol.3 Survei dari literatur-literatur yang ada juga menunjukkan bahwa
salah satu faktor risiko adalah wanita dengan skor kecerdasan yang cenderung lebih
tinggi, yang biasanya lebih muda daripada pasangan mereka yang terlibat (misalnya,
pacar, orang tua, saudara, dan teman). Faktor tersebut kemungkinan disebabkan
perkembangan ego yang tidak baik selama tahap awal kehidupan.5

3
2.3 Epidemiologi

Masih belum diketahui secara pasti dan global mengenai epidemiologi penyakit
gangguan psikotik ini. Literatur-literatur yang membahas mengenai gangguan
kejiwaan ini juga umumnya hanya terbatas pada laporan kasus saja dan tinjauan
sistematis dalam jumlah sedikit. Namun, dari laporan-laporan yang telah
dipublikasikan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus merupakan gangguan
psikotik yang melibatkan antar satu anggota keluarga dengan anggota keluarga
lainnya, dimana dalam beberapa laporan kasus adalah gangguan psikotik yang
melibatkan ibu dan anak.6,7,8 Hal ini juga semakin didukung dengan salah satu ulasan
sistematis yang menunjukkan bahwa 72% kasus merupakan kasus familial atau
berkaitan dengan hubungan keluarga, sedangkan sisanya (8%) merupakan kasus non-
familial.9

2.4 Patofisiologi

Masih belum jelas dan pasti bagaimana patogenesis maupun patofisiologi


gangguan psikotik terbagi ini. Namun salah satu faktor yang pernah dilaporkan
adalah wanita dengan skor kecerdasan yang cenderung lebih tinggi, yang biasanya
lebih muda daripada pasangan mereka yang terlibat (misalnya, pacar, orang tua,
saudara, dan teman). Faktor tersebut kemungkinan berhubungan dengan
perkembangan ego yang tidak baik selama tahap awal kehidupan, yang pada akhirnya
memicu perkembangan gangguan psikotik ini.5

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis atau gambaran gejala klinis dari Gangguan psikotik terbagi
tidak lain adalah waham, dimana dari sekian laporan yang muncul, beberapa

4
diantaranya melaporkan gejala waham persekutorik,6,7,8 namun ada juga yang
melaporkan adanya waham lainnya seperti waham kebesaran.11

Gambaran utama perilaku-perilaku yang diperlihatkan oleh pasien adalah gejala-


gejala psikotik akut, yaitu3:
 Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
 Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal
 Kebingungan atau disorientasi
 Perubahan perilaku seperti menyendiri, mengancam diri sendiri, orang lain atau
lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasan
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai
berikut3:
 Halusinasi (Persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan: misalnya:
mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak
ada bendanya)
 Waham (Ide yang dipegang teguh yang salah dan tidak dapat diterima oleh
kelompok sosial pasien, misalnya: Pasien percaya bahwa mereka berbicara lewat
televisi, atau merasa dibicarakan, diamati, atau diawasi oleh orang lain
 Agitasi atau perilaku aneh
 Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
 Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

2.6 Diagnosis

Pada Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi Ketiga (PPDGJ-III),


pedoman diagnostik dari Gangguan Psikotik terbagi mengacu pada istilah dan
pedoman diagnostik dari “Gangguan Waham Induksi”, dimana diagnosis gangguan
waham karena induksi harus dibuat hanya jika10:

5
 Dua orang atau lebih mengalami waham atau sistem waham yang sama, dan
saling mendukung dalam keyakinan waham itu;
 Mereka mempunyai hubungan dekat yang tak lazim dalam bentuk seperti
diuraikan di atas;
 Ada bukti dalam kaitan waktu atau konteks lainnya bahwa waham tersebut
diinduksi pada anggota yang pasif dari suatu pasangan atau kelompok melalui
kontak dengan anggota yang aktif (hanya satu orang anggota aktif yang
menderita gangguan psikotik yang sesungguhnya, waham diinduksi pada
anggota pasif, dan biasanya waham tersebut menghilang bila mereka
dipisahkan).

Jika ada alasan untuk percaya bahwa dua orang yang tinggal bersama mempunyai
gangguan psikotik yang terpisah, maka tidak satupun diantaranya boleh dimasukkan
dalam kode diagnosis ini, walaupun beberapa diantara waham-waham itu diyakini
bersama.10

Pada umumnya, individu yang pertama kali memiliki gejala waham (individu
kasus primer/anggota aktif) memiliki derajat gangguan yang lebih buruk atau kronis
dan merupakan individu yang berpengaruh terhadap individu kasus sekunder/anggota
pasif. Individu kasus sekunder/anggota pasif umumnya memiliki karakteristik
diantaranya memiliki intelegensia yang lebih rendah, lebih mudah ditipu, pasif,
kurang harga diri, jika dibandingkan dengan individu pada kasus primer.3

2.7 Diagnosis Banding

Skizofrenia, Gangguan psikotik akut dan sementara, Gangguan waham menetap,


Gangguan Skizotipal, Gangguan Skizoafektif, Gangguan psikotik organik dan non-
organik lainnya perlu dipertimbangkan untuk menjadi diagnosis banding dari
gangguan psikotik ini, berdasarkan penggolongan pada PPDGJ-III.10

6
Dalam mendiagnosis gangguan waham, sebelumnya harus dipikirkan mengenai
kondisi medis lainnya yang berpotensi dapat menyebabkan waham, diantaranya
adalah sebagai berikut.3

 Gangguan Neurodegeneratif (penyakit Alzheimer, Pick’s disease, kalsifikasi


ganglia basalis, dll)
 Gangguan SSP lainnya (Tumor otak, Epilepsi, Trauma subdural, Emboli lemak)
 Penyakit vaskuler (Lesi pada temporoparietal dan subkortikal, ensefalopati
hipertensi, perdarahan subarachnoid, Arteritis temporalis)
 Penyakit Infeksi (HIV, Ensefalitis letargika, Viral encephalitis, Sifilis, dan
Malaria)
 Gangguan Metabolik (Hiperkalsemia, Hiponatremia, Hipoglikemia, Uremia dll)
 Gangguan Endokrin (Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Addison;’s disease,
Cushing’s syndrome, dll)
 Defisiensi Vitamin (B12, Asam Folat, Thiamin, dan Niacin)
 Gangguan Psikotik akibat penggunaan zat (Amfetamin, Kokain, Alkohol, Ganja,
dan Halusinogen lainnya)
 Gangguan Psikotik akibat keracunan (Merkuri, Arsenik, Mangan)

2.8 Terapi

Pada pasien dengan Gangguan psikotik terbagi, terapi dilakukan dengan


memisahkan pasien satu sama lain.3 Jika rawat inap ingin dilakukan, mereka harus
dipisahkan di ruangan yang berbeda dan tidak boleh kontak satu sama lain.3
Umumnya, pasien yang lebih sehat diantara keduanya akan menyerah terhadap
waham yang dimilikinya atau tidak lagi berpegang teguh terhadap keyakinan
wahamnya. Sedangkan pada pasien yang lebih buruk derajat gangguannya, keyakinan
salah yang dimilikinya biasanya akan menetap.3 Psikoterapi juga sangat dianjurkan
untuk terapi gangguan waham ini.3

7
Pada keadaan yang gawat darurat, pasien yang mengalami agitasi yang sangat
hebat sebaiknya diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Dengan melihat
riwayat respon dari penggunaan obat sebelumnya, dapat menjadi pedoman untuk
memilih obat yang lebih tepat. Biasanya terapi psikofarmaka dimulai dari dosis yang
rendah (Haloperidol 2mg atau Risperidone 2 mg) hingga dosis yang lebih tinggi
secara bertahap.3 Jika hingga dosis yang dianjurkan tetap tidak mendapatkan hasil
yang baik selama 6 minggu masa percobaan, sebaiknya ubah terapi dengan obat
antipsikotik dari golongan lain.3

Jika pasien tetap tidak mendapatkan manfaat dari terapi obat antipsikotik,
hentikan penggunaan obat tersebut. Penggunaan Antidepresan, Lithium, atau
Antikonvulsan dapat dilakukan, akan tetapi dengan monitoring yang serius, terutama
pada pasien yang memiliki riwayat gangguan mood.3

2.9 Prognosis

Disebutkan bahwa gangguan waham merupakan diagnosis yang sangat stabil


prognosisnya. 50 persen pasien gangguan waham sembuh dengan follow-up jangka
panjang, 20 persen pasien menunjukkan penurunan gejala, sedangkan sisanya (30%)
tidak menunjukkan perubahan.3 Faktor-faktor berikut berhubungan dengan prognosis
yang baik, diantaranya: status pekerjaan dan sosial yang tinggi, wanita, onset sebelum
usia 30 tahun, onset yang terjadi secara tiba-tiba, durasi sakit yang pendek, dan
adanya faktor yang mempercepat kesembuhan. Pada jenis waham, meskipun data
yang akurat sangat terbatas, pasien dengan waham persekutorik, somatik, dan erotic
disebutkan memiliki prognosis yang lebih baik jika dibandingkan pasien yang
memiliki waham kebesaran dan cemburu.3

8
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan psikotik terbagi adalah suatu gangguan yang jarang dan lebih dikenal
dengan folie a deux. Seseorang dikatakan mengalami gangguan psikotik terbagi jika
gejala psikotik pasien berkembang selama hubungan jangka panjang dengan orang
lain yang memiliki sindrom psikotik yang mirip sebelum onset gejala pada pasien
dengan gangguan psikotik terbagi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
gangguan ini diantaranya usia lanjut, intelegensia yang rendah, gangguan sensorik,
penyakit serebrovaskuler, dan kecanduan alcohol.
Langkah awal dalam terapi adalah pemisahan orang yang terkena dari sumber
waham, yaitu pasangan yang dominan. Pasien mungkin membutuhkan bantuan yang
bermakna untuk mengompensasi kehilangan orang tersebut. Pasien dengan gangguan
psikotik terbagi harus diamati untuk timbulnya kembali gejala waham. Obat
antipsikotik dapat digunakan jika gejala waham tidak menghilang dalam 1 atau 2
minggu, atau jika pasien memiliki gejala psikomotorik seperti agitasi, dan lain-lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Jakab Z. Designing the Road to Better Health and Well-being in Europe, Slide 2:
1948 WHO Definition of Health [Internet]. Euro.who.int. 2011 [cited 17 April
2019]. Available from: http://www.euro.who.int/data/assets/pdf file/0003/152184
/RD_Dastein_speech_wellbeing_07Oct.pdf
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018
[Internet]. http://www.depkes.go.id/. 2018 [cited 17 April 2019]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/ materi_rakorpop_2018/
Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th ed. Pataki CS, Sussman N, editor.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015. 1105-1116 hal.
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder 5. 5th ed. Washington DC: American Psychiatric Association; 2013.
5. Sharon I. Shared Psychotic Disorder: Background and Criteria, History, Subtypes
and Characteristics [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2018 [cited 17 April
2019]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/293107-overview
#showall
6. Al-Huthail YR. Shared psychotic disorder. 2002;966(March):304–6.
7. Korkmaz S, Kuloğlu M, Bahçeci B, Atmaca M. Shared Psychotic Disorder : A
Case Report. Düşünen Adam J Psychiatry Neurol Sci. 2010;23(3):206–9.
8. Teo DCL, Abraham AM, Peh ALH. Folie à deux and Fregoli syndrome with
greater severity in the “ secondary ” – A case report. Asian J Psychiatr [Internet].
2017;25(2017):254–5. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajp.2016.12.011.
9. Kashiwase H, Kato M. Folie a deux in Japan - analysis of 97 cases in the Japanese
literature. Acta Psychiatr Scand. 1997;96:231–4.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik; 1993.
11. Nunes AVA, Nunes SOV, Strano T, Pascolat G, Doria GMS, Ehlke MN. Folie à
Deux and its interaction with early life stress : a case report. J Med Case Rep
[Internet]. 2016;10(339):1–5. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1186/s13256-
016-1128-8.

10

Anda mungkin juga menyukai