NASKAH PSIKIATRI
F43.1 GANGGUAN STRES PASCA-TRAUMA
Oleh:
Preseptor:
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................….3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................5
1.2 Batasan Masalah...................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................5
1.4 Metode Penulisan.................................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Definisi.................................................................................................................... 6
2.2 Epidemiologi........................................................................................................... 6
2.3 Etiologi.................................................................................................................... 7
2.4 Faktor Risiko........................................................................................................... 7
2.5 Patofisiologi.............................................................................................................8
2.6 Klasifikasi................................................................................................................ 9
2.7 Manifestasi Klinis....................................................................................................9
2.8 Diagnosis............................................................................................................... 11
2.9 Tatalaksanaan.........................................................................................................12
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................................. 17
BAB 4 DISKUSI...............................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 43
Lampiran.......................................................................................................................... 44
3
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
interpersonal seperti kasus pemerkosaan juga salah satu faktor yang dapat
menyebabkan PTSD.
● Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih memungkinkan untuk mengalami
PTSD.
● Status pekerjaan. Status pekerjaan dapat mempengaruhi timbulnya stress dan
lebih lanjut akan mencetuskan terjadinya perasaan tidak nyaman, sehingga lebih
berisiko untuk menderita PTSD
● Usia. PTSD dapat terjadi pada semua golongan usia tetapi anak-anak dan usia tua
(>60 tahun) merupakan kelompok usia yang lebih rentan mengalami PTSD.
● Tingkat Pendidikan. Minimnya tingkat Pendidikan seseorang akan mempengaruhi
tingginya angka kejadian PTSD.
Sedangkan menurut Kirkpatrick, 2014, faktor resiko pada PTSD terdiri dari tiga
cakupan: Pra-trauma, Peri-trauma, dan Pasca-trauma.
1. Faktor pra-trauma
○ Status sosial ekonomi rendah
○ Pengabaian orang tua
○ Penyakit kejiwaan pribadi atau keluarga Perempuan
○ Dukungan sosial yang buruk
2. Faktor peritrauma
○ Keparahan, intensitas, frekuensi, dan durasi trauma
○ Tingkat keparahan awal reaksi seseorang terhadap trauma
○ Trauma yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dikendalikan
3. Faktor pasca trauma
○ Kurangnya dukungan sosial
○ Stres hidup
○ Kegagalan untuk identifikasi dini dan pengobatan
10
- Gangguan tidur
Gejala PTSD dapat terjadi pada semua usia, dan biasanya gejala akan muncul
dalam 3 bulan atau beberapa tahun kemudian setelah trauma. Durasi gejala PTSD sangat
bervariasi, sebanyak lebih dari 50% orang dengan PTSD akan sembuh dalam 3 bulan,
dan sisanya banyak yang memiliki gejala yang dapat bertahan sampai lebih dari 1 tahun.
Gejala PTSD dapat kambuh dan sering intermiten. PTSD sendiri sering terkait dengan
penyakit fisik, terutama saraf, sensorik, musculoskeletal, cardiorespiratory,
gastrointestinal, dan presentasi gejala yang tidak jelas.
11
Kriteria diagnosis PTSD/ Gangguan Stres Pasca-trauma menurut PPDGJ III
yaitu:15 Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu
6 bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa
minggu sampai bulan, jarang melampaui 6 bulan.
Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu
mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja
12
manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan
lainnya.
Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau
mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali
(flashbacks). Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku
semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas. Suatu “sequele” menahun
yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun
setelah trauma, diklasifikasi dalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang
berlangsung lama setelah mengalami katastrofa).
14
beberapa cara, yakni:
● Exposure in the imagination, yakni bertanya pada penderita untuk mengulang
cerita secara rinci sampai tidak mengalami hambatan dalam menceritakan
kembali peristiwa tersebut.
● Exposure in reality, yakni membantu pasien dalam menghadapi situasi yang
sekarang dalam batas aman tetapi dihindari oleh pasien karena menyebabkan
ketakutan yang sangat kuat, misalnya kembali ke rumah setelah terjadi
perampokan di rumah pasien tersebut. Pengulangan situasi disertai
penyadaran yang berulang akan membantu menyadari situasi lampau yang
menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi.
● Play Therapy. Terapi bermain dapat digunakan pada pasien anak dengan
PTSD. Berbagai permainan dapat digunakan untuk memulai topik yang tidak
dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa
nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya.
d. Support group therapy
Dalam support group therapy, seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang
mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa
bumi). Dalam proses terapi, pasien diminta untuk saling menceritakan tentang
pengalaman traumatis mereka dan saling memberikan penguatan bagi satu sama lain.
Kejadian traumatis dan permasalahan yang dihadapi oleh pasien memerlukan
pemecahan sebagai upaya untuk penyesuaian diri atau adaptasi terhadap masalah dan
tekanan yang menimpa mereka. Konsep untuk memecahkan permasalahan ini disebut
dengan coping. Kata coping sendiri berasal dari kata cope yang dapat diartikan
sebagai menghadapi, melawan ataupun mengatasi. Pengertian coping hampir sama
dengan penyesuaian (adjustment). Perbedaannya, penyesuaian mengandung
pengertian yang lebih luas jika dibandingkan dengan coping, yaitu semua reaksi
terhadap tuntutan baik yang berasal dari lingkungan maupun yang berasal dari dalam
diri seseorang. Sedangkan coping dikhususkan pada bagaimana seseorang mengatasi
tuntutan yang menekan.9
Terdapat delapan strategi coping yang dapat digunakan, yaitu:
● Impunitive yaitu menganggap tidak ada lagi yang dapat dilakukan dalam
menghadapi tekanan dari luar
● Intropunitive yaitu tindakan menyalahkan diri sendiri saat menghadapi
masalah
15
● Ekstrapunitive yaitu melakukan tindakan agresi saat bermasalah
● Defensiveness yaitu melakukan pengingkaran atau rasionalisasi
● Impersistive yaitu merasa optimis bahwa waktu akan menyelesaikan masalah
dan keadaan akan membaik kembali
● Intrapersistive yaitu mengharap orang lain akan membantu menyelesaikan
masalahnya
● Interpersistive yaitu percaya bahwa kerjasama antara dirinya dengan orang
lain akan dapat mengatasi masalah
● Intropersitive yaitu individu percaya bahwa harus bertindak sendiri untuk
mengatasi masalahnya.9
Manfaat dari strategi coping pada intinya agar seseorang tetap dapat melanjutkan
kehidupan selanjutnya walaupun memiliki masalah, yaitu untuk mempertahankan
keseimbangan emosi, mempertahankan self-image yang positif, mengurangi tekanan
lingkungan atau menyesuaikan diri terhadap kajian negatif dan tetap melanjutkan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/Hakim
e. Dan lain-lain
2. Sebab Utama
Pasien datang sendiri ke Poliklinik Jiwa RSUP Dr. M. Djamil untuk kontrol
rutin dikarenakan gangguan tidur dan rasa tidak percaya diri.
17
Pasien tidak bisa mengontrol kecemasannya dan ada tindakan untuk melukai
diri sendiri.
18
Karena ada keinginan untuk keluar dari permasalahan dan ingin
menggapai cita-citanya kembali, akhirnya pasien kembali berobat ke
bagian jiwa. Pasien diberikan obat aripiprazole 1 x 10 mg, merlopam 0.5
mg 2 x 1⁄2 tablet, kalxetin 1 x 20 mg, clobazam, 1 x 5 mg, vitamin b
complex 2 x 1, dan lansoprazole.
b. Riwayat Gangguan Medis
Pasien memiliki riwayat asam lambung, tidak ada riwayat hipertensi,
DM, trauma kepala, tumor, kejang, gangguan kesadaran, dan penyakit
fisik lainnya.
c. Riwayat penggunaan NAPZA
Pasien meminum alkohol dan merokok sesekali pada saat stres
namun sudah berhenti dan terakhir kali 2 bulan yang lalu. Pasien tidak ada
riwayat penggunaan zat adiktif illegal, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya.
6. Riwayat Keluarga
a. Identitas Orang Tua
Ibu (Dijelaskan oleh pasien dan sahabat pasien yang dapat dipercaya/
diragukan): Pemalas ( -), Pendiam ( + ), Pemarah ( - ), Mudah
tersinggung ( - ), Tak suka Bergaul ( - ), Banyak teman ( - ), Pemalu (-),
Perokok berat ( - ), Penjudi ( - ), Peminum ( - ), Pecemas ( + ), Penyedih
( +), Perfeksionis ( - ), Dramatisasi ( - ), Pencuriga (-), Pencemburu (-),
19
Egois ( - ), Penakut ( + ), Tak bertanggung jawab ( - ).
c. Saudara
Pasien anak ke 3 dari 4 bersaudra
j. Dan lain-lain
21
7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut
dengan perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit
(premorbid) yang meliputi :
a. Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik dan
atau kondisi-kondisi mental yang diderita si ibu)
Kesehatan Fisik : tidak diketahui Kesehatan Mental : tidak
diketahui
d. Toilet training
1. Umur: tidak diketahui
2. Sikap orang tua: tidak diketahui
3. Perasaan anak untuk toilet training ini: tidak diketahui
h. Masa Remaja
Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (+),
kenakalan remaja (-), perokok berat(-), penggunaan obat terlarang (-),
peminum minuman keras (+), problem berat badan (-),anoreksia
nervosa (-), bulimia (-), perasaan depresi (+), rasa rendah diri (+),
cemas (+), gangguan tidur (+), sering sakit kepala (-), dan lain- lain.
Ket: *coret yang tidak perlu
i. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja
Keadaan ekonomi*: baik, sedang, kurang
23
k. Situasi social saat ini
Tempat tinggal : rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun
(-), apartemen (-), rumah orang tua (+), rumah kakak kandung (-),
serumah dengan mertua (-), di asrama (-) dan lain- lain (-)
Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain-
lain.
Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi (+) atau (-) ai : atas indikasi
24
Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-),
aktivitas seksual yang berlebihan tanpa
menghiraukan akibat yang merugikan (-), melibatkan
dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan
Siklotimik yang merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-),
kurangnya kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa
(-),insomnia (-), hipersomnia (-), kurang bersemangat
(-), rasa rendah diri(-), penurunan aktivitas (-), mudah
merasa sedih dan menangis (-), dan
lain-lain.
Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian
bagi dirinya (-),mendambakan rangsangan aktivitas
Histrionik yang menggairahkan (-), bereaksi berlebihan
terhadap hal-hal sepele(-), egosentris (-), suka
menuntut (-),
dependen (-), dan lain-lain.
Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan
Narsisistik dirinya (-), preokupasi dengan fantasi tentang sukses,
kekuasaan dan kecantikan (-),ekshibisionisme (-),
25
Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa
dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah
dari orang lain (-), kengganan untuk terlibat dengan
orang lain kecuali merasa yakin disukai (-),
Menghindar
preokupasi yang berlebihan terhadap kritik &
penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari
aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak
melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung/ditolak (-)
Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan
(-), preokupasi pada hal-hal yang rinci (details),
peraturan, daftar, urutan, organisasi dan jadwal (-),
perfeksionisme (-), ketelitian yang berlebihan (-),
kaku dan keras kepala (-), pengabdian yang
Anankastik
berlebihan terhadap pekerjaan sehingga
menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai
hubungan interpersonal (-), pemaksaan yang
berlebihan agar orang lain mengikuti
persis caranya mengerjakan sesuatu (-), keterpakuan
yang berlebihan pada kebiasaan sosial (-) dan
lain-lain
Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan
sehari-hari tanpa nasehat dan masukan dari orang lain
(-), membutuhkan orang lain untuk mengambil
tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya
Dependen (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila
sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-),
takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya
(-)
27
III. GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT
28
● Nadi : 90x/menit
● Nafas : 17x/menit
● Suhu : 36,7°C
● Berat Badan : 55 kg
V. STATUS NEUROLOGIKUS
GCS : E4V5M6
A. Keadaan Umum
29
1. Kesadaran/ sensorium : compos mentis (+), somnolen (-), stupor (-),
kesadaran, berkabut (-), konfusi (+), koma (-), delirium (-), kesadaran
berubah (-), dan lain-lain
2. Penampilan
● Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku
(-), gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+).
● Cara berpakaian : rapi (+), biasa (-),tak menentu (-), sesuai
dengan situasi (-), kotor (-), kesan (bisa mengurus diri)*
● Kesehatan fisik : sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak
tangan basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), kurang
wajar (-), sebentar (-), lama (+).
4. Sikap
● Kooperatif (+), penuh perhatian (-), berterus terang (-),
menggoda (-), bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha
supaya disayangi (-), selalu menghindar (-), berhati-hati (-),
dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif (-), dan lain-lain.
● Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
● Cara berjalan : biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan
lain-lain Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor
katatonik (-), rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea
flexibilitas (-), negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik
(-), mannerisme (-),otomatisme(-), otomatisme perintah (-),
mutisme (-), agitasi psikomotor (-), hiperaktivitas/hiperkinesis (-),
tik (-), somnabulisme (-), akathisia (-), kompulsi(-), ataksia,
hipoaktivitas (-), mimikri (-), agresi (-), acting out (-), abulia (-),
tremor (-), ataksia (-), chorea (-), distonia (-), bradikinesia (-),
rigiditas otot (-), diskinesia (-), convulsi (-), seizure (-), piromania
(-), vagabondage (-).
Ket : ( ) diisi (+) atau (-)
30
B. Verbalisasi dan cara berbicara
C. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (sempit/luas), arus
emosi (biasa/lambat/cepat).
1. Afek
2. Mood
3. Emosi lainnya
32
● Idea of reference ( - )
Preokupasi pikiran ( - ), egomania ( - ), hipokondria ( -), obsesi
(-), kompulsi ( - ), koprolalia ( - ), hipokondria ( - ), fobia (- )
noesis ( - ), unio mystica ( -)
E. Persepsi
1) Halusinasi
2) Ilusi (-)
3) Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )
33
VII. Judgement
VIII. Discriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan) Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain) Derajat IV (
sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
→ Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
Tidak diperiksa
35
XVI. DAFTAR MASALAH
● Organobiologik
○ Riwayat trauma kepala tidak ada
○ Riwayat kejang tidak ada
○ Riwayat gangguan metabolik dan hormon tidak ada
● Psikologis
○ Tidak dapat tidur nyenyak, terbangun saat tidur dan dapat tidur
kembali, mimpi buruk saat tidur, tidur mengigau karena mendapat
pelecehan saat tidur mendekati waktu subuh.
○ Merasa dibayang-bayangi oleh kejadian buruk yang pernah dialami
saat mendapat pelecehan dan selalu cemas kejadian ini akan terulang.
○ Merasa cemas dalam bersosial, rendah diri, dan putus asa atas kondisi
yang dialami.
○ Pernah memiliki riwayat percobaan bunuh diri pada 10 Juni 2023 di
pantai Mandeh Pesisir Selatan .
● Lingkungan dan Psikososial
○ Riwayat pelecehan seksual oleh ayah kandung dan paman dari
keluarga ibu.
○ Pasien masih tinggal serumah dengan ayah.
○ Hubungan tidak akrab dengan ayah dan abang sejak kecil.
○ Sampai saat ini masalah masih di tutupi dari keluarga dan hanya
kakak perempuan yang mengetahui, sehingga belum ada dukungan
keluarga terhadap keadaan pasien.
XVII. PENATALAKSANAAN
A. Farmakoterapi
• Aripiprazol 10 mg 1x1 (malam)
• Merlopan 0.5 mg 2x½ tab (pagi)
• Kalxetin 20 mg 1x1 (pagi)
• Clobazam 10 mg 1x1 (malam)
• Vitamin B complex 2x1
• Lansoprazol 30mg 1x1
XVIII. PROGNOSIS
Quo et vitam : bonam
Quo et fungsionam : dubia adbonam
Quo et sanationam : dubia ad bonam
37
BAB IV
DISKUSI
38
Adanya satu (atau lebih) gangguan berikut yang berkaitan dengan adanya
peristiwa traumatis, dimulai setelah peristiwa traumatis terjadi:
1. Ingatan berulang, tidak disengaja dan mengganggu dari peristiwa traumatis.
2. Mimpi yang menyedihkan yang berulang dimana isi atau pengaruhnya terkait
dengan peristiwa traumatis.
3. Reaksi disosiatif, dimana individu merasa atau bertindak seolah peristiwa
traumatis itu berulang.
4. Tekanan psikologis yang intens atau berkepanjangan saat terpapar isyarat internal
atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek peristiwa traumatis.
5. Reaksi fisiologis pada internal maupun eksternal yang melambangkan atau
menyerupai aspek peristiwa traumatis.
6. Penghindaran stimulus secara terus menerus yang terkait dengan peristiwa
traumatis setelah peristiwa traumatis terjadi, sebagaimana dibuktikan oleh salah
satu atau kedua hal berikut:
● Menghindari ingatan, pikiran atau perasaan mengganggu tentang peristiwa
traumatis.
● Menghindari pengingat eksternal yang membangkitkan ingatan, pikiran,
atau perasaan yang menyedihkan tentang atau terkait erat dengan
peristiwa traumatis.
Perubahan negatif dalam kognisi dan suasana hati yang terkait dengan peristiwa
traumatis, yang dimulai atau memburuk setelah peristiwa traumatis terjadi, sebagaimana
dibuktikan oleh dua (atau lebih) hal berikut:
1. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari peristiwa traumatis
(biasanya karena amnesia disosiatif dan bukan karena faktor lain seperti cedera
kepala alcohol, atau obat-obatan).
2. Keyakinan atau ekspektasi negated yang terus menerus berlebihan tentang diri
sendiri, orang lain atau dunia.
3. istorsi kognitif persisten terhadap penyebab atau konsekuensi dari peristiwa
traumatis yang menyebabkan seorang individu untuk menyalahkan dirinya atau
orang lain.
4. Keadaan emosi negatif yang persisten.
5. Menurunnya minat dalam aktivitas penting.
6. Perasaan detachment atau estrangement dari orang lain
7. Kemampuan untuk mengalami emosi positif.
39
Perubahan yang ditandai arousal dan reaktivitas terkait dengan peristiwa
traumatis, yang dimulai atau memburuk setelah peristiwa traumatis terjadi sebagaimana
dibuktikan dua atau lebih dari berikut ini:
1. Perilaku mudah tersinggung dan ledakan amarah.
2. Perilaku ceroboh yang merusak diri.
3. Kewaspadaan berlebihan
4. Tanggapan yang berlebihan.
5. Masalah dengan konsentrasi.
6. Gangguan tidur (misalnya kesulitan untuk tidur ataupun gelisah)
41
atau orang yang dihindari karena respons rasa takut akibat peristiwa traumatis. Paparan
imajiner membantu pasien untuk menghadapi ingatan, pikiran dan emosi seputar
peristiwa traumatis yang selama ini dihindari. PE ini biasanya selesai dalam delapan
hingga lima belas sesi.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Wardhani YF, Lestari W. Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban Pelecehan
Seksual dan Perkosaan. J Masyarakat, Kebud dan Polit Univ Airlangga.
2007;20(4):293–302.
2. Aprily NM, Insani SM, Merliana A. Analisis Kecemasan Post Traumatic Strss
Disorder (PTSD) pada Peserta Didik Pasca Pandemi Covid-19. J PAUD
Agapedia. 2022;6(2):221–7.
3. Imaduddin R. Post traumatic stress disorder pada korban bencana. J Ilm Kesehat
Sandi Husada [Internet]. 2019;10(2):178–82. Available from: https://akper-
sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
4. Erlin F, Sari IY. Gejala PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) Akibat Bencana
Banjir Pada Masyarakat Kelurahan Meranti Rumbai Pesisir Pekanbaru. Din
Lingkung Indones. 2020;7(1):16–21.
5. Bryan CJ. Treating PTSD Within the Context of Heightened Suicide Risk. Curr
Psychiatry Rep. 2016 Aug;18(8):73.
6. Gradus JL, Qin P, Lincoln AK, Miller M, Lawler E, Sørensen HT, et al.
Posttraumatic stress disorder and completed suicide. Am J Epidemiol. 2010
Mar;171(6):721–7.
7. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences / Clinical Psychiatry. 11th Edition. Lippincott Wiliams & Wilkins. USA:
A Wolter Kluwer Company; 2014.
8. Santiago PN, Ursano RJ, Gray CL, Pynoos RS, Spiegel D, Lewis-Fernandez R, et
al. A Systematic Review of PTSD Prevalence and Trajectories in DSM- 5
Defined Trauma Exposed Populations: Intentional and Non-Intentional Traumatic
Events. PLoS One. 2013;8(4):1–5.
9. Suprataba, Saleh A, Tahir T. Penatalaksanaan Psikologis Pada Penderita Post
Traumatic Stress Disorder. J Ilmu Keperawatan Jiwa. 2021;4(1):9–20.
10. Lancaster CL, Teeters JB, Gros DF, Back SE. Posttraumatic Stress Disorder:
Overview of Evidence-Based Assessment and Treatment. Journal of Clinical
Medicine. 2016; 5(11):105.
11. Irawan PDS, Soetjiningsih, Windiani IT, Adnyana IGAS, Ardjana IE. Skrining
Stres Pascatrauma pada Remaja dengan Menggunakan Post Traumatic Stress
Disorder Reaction Index. Sari Pediatr. 2016;17(6):441–5.
12. Guillén-Burgos HF, Gutiérrez-Ruiz K. Genetic Advances in Post-traumatic Stress
Disorder. Avances genéticos en el trastorno por estrés postraumático. Rev Colomb
Psiquiatr (Engl Ed). 2018;47(2):108-118.
13. Hori H, Kim Y. Inflammation and post-traumatic stress disorder. Psychiatry Clin
Neurosci. 2019;73(4):143–53.
14. Qi W, Gevonden M, Shalev A. Prevention of Post-Traumatic Stress Disorder
After Trauma: Current Evidence and Future Directions. Curr Psychiatry Rep.
2016;18(2):1–11.
15. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM
5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.
43
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tulisan Tangan Pasien
44
Lampiran 2. Gambar Pasien
45