DISUSUN OLEH :
NAMA : LA HALUNI
NIM : NR2114201067
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya lah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen yang
kemudian dilanjutkan dengan penyusunan makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan Tentang
Keperawatan Bencana “.
Tak ada gading yang tak retak. Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, baik dari sisi materi maupun penulisannya.Dengan rendah hati saya
menerima berbagai masukan maupun saran yang bersifat membangun yang diharapkan berguna bagi
seluruh pembaca
penyusun
i
DAFTARISI
KATAPENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTARISI................................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. LatarBelakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
A. Definisi................................................................................................................... 3
B. Patofisiologi..................................................................................................................3
D. Fase-fase PTSD............................................................................................................7
E. Penanganan..................................................................................................................8
F. Dampak PTSD.............................................................................................................9
BAB IV.................................................................................................................................21
PENUTUP............................................................................................................................21
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 21
B. Saran .................................................................................................................... 21
DAFTARPUSTAKA.....................................................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadinya trauma akibat
bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu keberadaan anak-anak masih
dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya, tingkat
ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang dewasa, belum memiliki banyak
pengalaman hidup, kemampuan untuk melindungi diri sendiri masih terbatas, dan mereka
tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri (Lubis, 2012).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada anak-anak memang tidak sesederhana
dampaknya bagi perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri. Ada beberapa faktor
yang berkontribusi pada pengembangan PTSD pada anak-anak dan remaja. Tiga faktor yang
paling penting adalah keparahan trauma, reaksi orangtua untuk trauma, dan kedekatan
temporal trauma. Tentu saja, semakin parah trauma (bencana alam, perkosaan, serangan fsiik,
yang mengancam jiwa kecelakaan, dan kematian orang tua), semakin besar kemungkinan
PTSD. Hal ini tentu saja akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dalam
menjalani kehidupan sehari-harinya (The United Stated Departement Veterans Affairs, 2007).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat
tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut
mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan
siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara
skill dan teknik dalam menghadapi kondisi seperti ini.
1
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat
dilakukan oleh profesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk.
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat dalam asuhan
keperawatan anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui asuhan keperawatan tentang keperawatan bencana
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Ps 1). Bencana
menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya.
Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan kecemasan yang dapat
terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatis. PTSD dapat
terjadi secara akut (gejala berlangsung <3 bulan), kronis (gejala berlangsung> 3 bulan),
atau onset tertunda (selang 6 bulan dari acara untuk onset gejala).
Banyak korban menunjukkan gejala terjadinya PTSD segera sesudah terjadinya
bencana, sementara sebagian lainnya baru berkembang gejala PTSD beberapa bulan
ataupun beberapa tahun kemudian. Pada sebagian kecil orang, PTSD dapat menjadi suatu
gangguan kejiwaan yang kronis dan menetap beberapa puluh tahun bahkan seumur hidup.
B. Patofisiologi
Biologis
Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci dari
PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian tersebut
untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang mungkin
menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan berbagai
struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan nucleus,mengaktifkan
neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone- hormon yang berperan dari
berbagai gejala PTSD. Bagian otak depan (frontal) sebenarnya berfungsi untuk
menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu pada penelitian terhadap orang-
orang yang mengalami PTSD, bagian ini mengalami kesulitan untuk menghambat
aktivasi system amigdala.
3
Amigdala menerima informasi berupa rangsangan eksternal. Hal ini kemudian
memicu respon emosional termasuk “fight, flight, or freezing" dan perubahan dalam
hormon stress dan katekolamin. Hipokampus dan korteks prefrontal medial
mempengaruhi respon amigdala dalam menentukan respon ketakutan akhir. Ketika kita
dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita mengaktifkan respon fight or flight.
Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan adrenalin yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah,denyut jantung, glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang
maka tubuh akan memulai proses inaktivasi respon stress dan proses ini menyebabkan
pelepasan hormon kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk
menginaktivasi reaksi stress maka kemungkinan kita masih akan merasakan efek stress
dari adrenalin.
Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali memiliki hormon
stimulasi (katekolamin) yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal. Hal ini
mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada. Setelah sebulan dalam
kondisi ini, di mana hormon stres meningkat pada akhirnya menyebabkan terjadinya
perubahan fisik. Beberapa studi telah menemukan konsentrasi kortisol rendah orang
dengan post-traumatic stress disorder dan berlawanan menanggapi penindasan
deksametason tes daripada yang terlihat dengan depresi berat.
Psikososial
Faktor psikologis lain yang ikut berkontribusi adalah faktor yang dibawa oleh
individu dari lahir, yaitu sifat bawaan atau yang sering disebut dengan kepribadian
seseorang
4
PATHWAY
Koping defensif
5
C. Gejala utama PTSD
a. Re-experience phenomena
1. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi,
pikiran ataupun persepsi.
2. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
3. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa
trauma.
4. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.
kasih sayang.
6. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir, perkawinan,
keluarga atau kehidupan jangka panjang.
c. Symptoms of increased arousal: peningkatan gejala distress
Adapun kriterianya adalah :
1. Seseorang biasanya mengalami atau dihadapkan pada ancaman yang serius
termasuk bencana, kematian, kecelakan luar biasa, ancaman fisik terhadap diri
maupun orang lain.
2. Individu mengalami kondisi ketakutan, tidak berdaya dan selalui dihantui oleh
peristiwa tersebut. Pada kasus anak sering terjadi perilaku yang disorganized
atau agitasi. Jika kedua kriteria tersebut muncul maka dapat dilakukan
pengelompokan gejala kedalam tiga gejala utama tadi.
6
D. Fase-fase PTSD
a. Fase kritis
Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana terjadi
selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap bencana. Pada fase ini
kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala depresi seperti keinginan bunuh
diri, perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan dapat juga menimbulkan berbagai
gejala psikotik.
Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang dialami dan
penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan hingga tahunan setelah
bencana, pada fase ini telah tertanam suatu mindset yang menjadi suatu
phobia/trauma akan suatu bencana tersebut (PTSD) sehingga bila bencana tersebut
terulang lagi, orang akan memasuki fase ini dengan cepat dibandingkan
pengalaman terdahulunya.
c. Fase stressor
kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa para korban mulai merasakan diri
mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan. Mereka tidak
memahami bagaimana mereka harus memulihkan keadaan dan mengganti harta
benda mereka yang hilang.
c. Periode post traumatic (Recovery period) berlangsung lama, bahkan sepanjang
hayat. Periode ini berlangsung tatkala korban bencana berjuan untuk melupakan
7
pengalaman yang terjadi berupa tekanan, gangguan fisiologi, dan psikologi akibat
bencana yang mereka alami.
E. Penanganan
a. Farmakologi
1. Terapi anti depresan: Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium,
camcolit dan zat pemblok beta– seperti propranolol, klonidin, dan
karbamazepin. Dosis contoh, estazolam 0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30
mg per os, Diazepam (valium) 5-10 mg per os, Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per
Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD yaitu
dengan Anxiety Management diamana terapis akan mengajarkan beberapa
keterampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:
1. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara
sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik
seperti jantung berdebar dan sakit kepala.
2. Breathing retraining, belajar bernafas dengan perut secara perlahan, santai.
8
terapi adalah mengidentifikasi pikiran- pikiran yang tidak rasional,
mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan
pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk
membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.
7. Exposure therapy: para terapis membantu menghadapi situasi yang khusus,
orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan
menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat
berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada
penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami
hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi
situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan
ketakutan yang sangat kuat.
8. Terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan anak
dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan PTSD.
Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai
secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman
F. Dampak PTSD
9
4. Melamun berkepanjangan
5. Lupa
6. Terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan
7. Tidak fokus dan tidak konsentrasi
8. Tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana
9. Tidak mampu mengambil keputusan.
c. Gangguan emosi :
1. Halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan
10
butuhkan saaat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk
bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak
melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu
dibandingkan dengan perawat, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan bereaksi
terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu :
a. Pengkajian Perilaku ( Behavioral Assessment )
1. Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif yang berlebihan.
2. Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang dirasakan.
3. Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas yang akan
mengingatkan klien terhadap trauma.
4. Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
1. Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan dan perasaan
ingin cepat marah.
2. Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
3. Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang berkaitan dengan trauma.
6. Bagaima hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan orang lain.
3. Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang yang berkaitan
dengan trauma.
4. Apakah klien bisa mengontrol pikiran – pikiran berulang tersebut
12
5. Mimpi buruk yang dialami klien.
6. Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak disukai klien terhadap
dirinya.
4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya..
5. Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.
6. Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia
dini.
Tujuan
Tujuan :
NOC :
13
Tujuan :
diperlukan
4. Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat, teman-teman dan tetangga.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan ketakutan yang dialami
klien menurun atau menghilang.
4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan cemas dan stress yang
dialami klien menurun atau menghilang.
14
NOC : Kontrol cemas
Tujuan :
NOC: Koping
1. Koping efektif.
6. Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia
dini.
Tujuan :
15
Intervensi
NIC :
Aktivitas keperawatan:
1. BHSP
2. Tunjukkan empati, kehangatan dan kesejatian
3. Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi pengungkapan
perasaan.
4. Hindari membuat keputusan pada saat pasien berada dalam keadaan stress.
NIC I :
keadaan.
jawab
2. Dorong kemandirian, tetapi bantu pasein jika tidak dapat melakukan.
16
3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Tidak membuat keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat
4. Dukung untuk menyatakan perasaan, persepsi, dan ketakutan secara verbal
5. Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah interpretasikan sebagai
ancaman
4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
1. Tenangkan klien
2. Berusaha memahami keadan klien
3. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkn rasa takut
4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
5. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat
6. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
7. Gunakan pendekatan dan sentuhan, verbalissi untuk meyakinkan pasien tidak
17
9. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.
dengan tepat.
3. Bantu pasien untuk mendidentifikasi prioritas kehidupan
4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aspek positif pada dirinya.
6. Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia
dini.
anggota keluarga
4. Berikan perawatan kepada pasien selain keluarga untuk mengurangi beban mereka
Evaluasi
Skala :
2. Jarang dilakukan/menunjukan.
18
3. Kadang dilakukan/menunjukan.
4. Sering dilakukan/menunjukan.
5. Selalu dilkukan/menunjukan
DP 1 :
NOC :
DP 2 :
diperlukan
4. Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat, teman-teman dan tetangga.
DP 3 :
DP 4 :
Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
DP 5 :
NOC: Koping
1. Koping efektif.
DP 6 :
Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia
dini
20
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di Indonesia sepanjang tahun 2010,
disebabkan oleh faktor alam yang berbeda. Dampak bencana alam tidak hanya mengakibatkan
hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah bencana.
B. SARAN
Dalam pembuatan LP dan ASKEP ini penyusun menyadari tentu banyak kekurangan dan
kejanggalan baik dalam penulisan maupun penjabaran materi serta penyusunan atau sistematik
penyusunan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca semua. Dan penyusun juga berharap semoga LP dan ASKEP ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.
21
DAFTAR PUSTAKA
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/423/peran-perawat-menghadapi-post-traumatik-
stress-disorder-akibat-bencana.
https://bahan-ajar.esaunggul.ac.id/nsa736/wp-content/uploads/sites/1305/2019/12/5.-
keperawatan -bencana
22