Anda di halaman 1dari 42

PELAYANAN KEPERAWATAN JIWA PADA SITUASI BENCANA; PROGRESSIVE

MUSCLE RELAXATION (PMR), THOUGHT STOPING, DAN HIPNOSIS LIMA JARI

Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Jiwa I

Dosen Pengampu : Ns. Duma Lumban Tobing, S. Kep, M.Kep, Sp. Kep. J

Disusun oleh:

Jumiati Lestari 1810711039

Dinar Aufia Fadilla Hakim 1810711051

Sri Ayu Mustaqfiroh 1810711087

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan hidayat-Nya

yang telah dilimpahkan-Nya kepada kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

Pelayanan Keperawatan Jiwa pada Situasi Bencana; Progressive Muscle Relaxation (PMR),

Thought Stopping, dan Hipnosis Lima Jari dengan baik dan tepat waktu.

Dalam kesempatan ini kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada Ibu Ns. Duma Lumban Tobing, S. Kep, M.Kep, Sp. Kep. J selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Jiwa I yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan
tugas ini.

Harapan kami adanya makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah

pengetahuan juga wawasan terhadap pelayanan keperawatan jiwa pada situasi bencana. Kami

juga menyadari masih banyak kekeliruan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami

sangat membutuhkan saran untuk mengembangkan makalah kami ini agar menjadi lebih baik.

Akhir kata, semoga dengan penulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 22 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1. Latar Belakang....................................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................................................... 2

1.3. Tujuan.................................................................................................................................. 3

1.4. Manfaat.................................................................................................................................3

BAB II PENMBAHASAN..............................................................................................................4
2.1. Pengertian Bencana..............................................................................................................4
2.2. Tahapan Bencana..................................................................................................................5
2.3. Respon Tiap Tahap Bencana .............................................................................................12
2.4. Dampak Psikososial Pada Kelompok Rentan ....................................................................13
2.5. Masalah Keperawatan Pada Bencana.................................................................................17
2.6. Dukungan Kesehatan Jiwa Dan Psikososial Keperawatan Jiwa.........................................18
2.7. Keperawatan Kesehatan Jiwa Bencana ............................................................................19
2.8. Manajemen Stress...............................................................................................................24
2.9. Pelayanan Kesehatan Terhadap Bencana............................................................................25
2.10. Progressive Muscle Relaxation.........................................................................................25
2.11.Thought Stopping...............................................................................................................34
2.12.Hipnotis Lima Jari..............................................................................................................35
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................40
3.1. Simpulan.............................................................................................................................40
3.2. Saran....................................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik
disebabkan oleh kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung
berapi, banjir, angin putting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan oleh ulah manusia
dalam pengolahan sumber daya dan lingkungan (contohnya kebakaran hutan, pencemaran
lingkungan, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, dan tindakan teror bom) serta konflik
antar kelompok masyarakat (Departemen Kesehatan [DepKes], 2006).

Bencana memiliki dampak yang sangat merugikan manusia. Rusaknya sarana dan prasarana
fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat
ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain-lain) hanyalah sebagian kecil dari dampak terjadinya
bencana disamping masalah kesehatan seperti korban luka, penyakit menular tertentu,
menurunnya status gizi masyarakat, stress, trauma dan masalah psikososial, bahkan korban jiwa.
Bencana dapat pula mengakibatkan arus pengungsian penduduk ke lokasi-lokasi yang dianggap
aman. Hal ini tentunya dapat menimbulkan masalah kesehatan baru di wilayah yang menjadi
tempat penampungan pengungsi, mulai dari munculnya kasus penyakit dan masalah gizi serta
masalah kesehatan reproduksi hingga masalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan,
penyediaan air bersih, sanitasi serta penurunan kualitas kesehatan lingkungan (DepKes, 2006).

Besarnya angka kejadian dan dampak yang ditimbulkan oleh bencana sehingga
membutuhkan upaya penanggulangan. Penanggulangan bencana adalah upaya sistematis dan
terpadu untuk mengelola bencana dan mengurangi dampak bencana, diantaranya penetapan
kebijakan dalam bencana, pengelolaan resiko berupa usaha pencegahan dan mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat serta upaya pemulihan berupa rehabilitasi dan rekontruksi.
Penanggulangan bencana oleh perawat pada tahap tanggap darurat meliputi pengkajian secara
cepat dan tepat terhadap korban bencana serta pemberian bantuan hidup dasar (Loke, 2014;
Veenema, 2016).

1
Untuk memaksimalkan upaya penanggulangan bencana di bidang kesehatan, pelayanan
kesehatan harus mempersiapkan tenaga kesehatan yang profesional. Tenaga kesehatan dalam
sebuah rumah sakit yang paling banyak adalah perawat. Perawat sebagai tenaga kesehatan
memiliki peran sebagai responden pertama dalam menangani korban bencana di rumah sakit.
Semua perawat mempunyai tanggung jawab dalam perencanaan dan keterlibatan dalam
menangani korban. Perawat harus mengetahui apa yang akan mereka lakukan baik ketika mereka
sedang bekerja atau tidak bekerja sewaktu bencana terjadi. Perawat harus mengetahui bagaimana
memobilisasi bantuan, mengevakuasi pasien-pasien dan mencegah penyebaran bencana. Perawat
juga harus mengenal diri mereka sendiri dan perencanaan- perencanaan rumah sakit dalam
mengatasi bencana (Rokkas, 2014).

Perawat harus memiliki kompetensi untuk bisa beradaptasi dengan situasi bencana.
Kompetensi berarti tindakan nyata pada peran tertentu dan 5 situasi tertentu. Kompetensi
dijelaskan juga sebagai kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan
dalam sebuah pekerjaan (Daily, Padjen  Birnbaum, 2010).

Perawat dituntut mempersiapkan kemampuan diri sebagai upaya dalam menangani


permasalahan kesehatan korban bencana. Hammad, Arbon., Gebbie,  Hutton (2012)
mengatakan bahwa kesiapan perawat bekerja dalam situasi bencana berhubungan dengan
persepsi perawat itu sendiri mengenai seberapa jauh kesiapannya dan upaya-upaya persiapan
yang telah dilakukan. Namun beberapa penelitian menunjukkan perawat masih memiliki tingkat
kesiapan yang rendah dalam menghadapi bencana.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu sebagai berikut.


1. Apa pengertian bencana?
2. Apa saja tahapan bencana?
3. Bagaimana respon tiap tahap bencana?
4. Apa dampak psikososial pada kelompok rentan?
5. Masalah keperawatan pada bencana
6. Bagaimana dukungan kesehatan jiwa dan psikososial keperawatan jiwa?
7. Bagaimana peran keperawatan kesehatan jiwa bencana?
8. Apa itu manajemen stress?
2
9. Apa saja pelayanan kesehatan terhadap bencana?

1.3. Tujuan

Adapun rumusan masalah yaitu sebagai berikut.


1. Mengetahui apa pengertian bencana?
2. Mengetahui apa saja tahapan bencana?
3. Mengetahui bagaimana respon tiap tahap bencana?
4. Mengetahui apa dampak psikososial pada kelompok rentan?
5. Mengetahui masalah keperawatan pada bencana
6. Mengetahui bagaimana dukungan kesehatan jiwa dan psikososial keperawatan jiwa?
7. Mengetahui bagaimana peran keperawatan kesehatan jiwa bencana?
8. Mengetahui apa itu manajemen stress?
9. Mengetahui apa saja pelayanan kesehatan terhadap bencana?

1.4. Manfaat

1. Bagi Pengelola Rumah Sakit


Memberikan masukan dan pertimbangan untuk membuat kebijakan mengenai manajemen
bencana agar dapat meningkatkan pelayanan yang semakin baik dan berkualitas.
2. Bagi Keperawatan
Memberikan tambahan referensi dan kontribusi wawasan keilmuan dalam pengembangan
ilmu keperawatan, terkhusus pada mata ajar keperawatan bencana.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan data dasar untuk peneliti
selanjutnya

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Definisi Bencana

3
Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang dikuti beberapa
aturan pelaksana terkait Peraturan lainnya yang harus dijadikan rujukan antara lain Peraturan
Presiden No. X tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan
Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No
22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh alam dan/atau non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 tahun
2007).

Bencana adalah kejadian yang menyebabkan kerusakan fungsi masyarakat yang meliputi
kerusakan pada tubuh manusia (luka, patah tulang dll) sampai hilangnya nyawa manusia.
kerusakan sarana dan prasarana (tempat tinggal kantor dan tempat bekerja) terganggunya
perekonomian masyarakat tidak dapat bekerja atau hilangnya pekerjaan dan transportasi),
gangguan ekologi kehidupan, dan segala dampaknya yang menyebabkan masyarakat yang
terkena tidak sanggup mengatasinya sendiri.

Bencana dapat dibagi tiga yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

1. Bencana alam berupa bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam seperti gempa bumi,
banjir bandang, tsunami gunung meletus, angin puting beliung, dan tanah longsor.

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa non alam seperti
kegagalan teknologi, epidemi, dan wabah penyakit, contohnya: ledakan pabrik pupuk
Petro Widada Gresik pada tahun 2004 dan lumpur panas Lapindo di Jawa Timur Pada
tahun 2006.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia. seperti konflik sosial
dan teror contohnya: konflik vertikal dan konflik horizontal yang menimbulkan

4
kerusuhan di Sampit Sambas, Poso, Ambon, Papua, dan bencana sosial ledakan bom Bali
dan bom Jakarta

Setiap jenis bencana memiliki karakteristik dan sangat berkaitan erat dengan masalah yang dapat
diakibatkannya. Dengan mengenal karakteristik setiap bencana, kita dapat mengetahui perilaku
yang muncul tersebut dan menyusun langkah-langkah pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
termasuk dalam penyusunan rencana operasional saat terjadi bencana. Masalah kesehatan
merupakan masalah besar bagi masyarakat yang terkena dampak bencana, khususnya masalah
kesehatan jiwa meningkat sebagai akibat dari bencana (WHO, 2005),

2. Tahapan Bencana

Kejadian bencana sekitar kehidupan manusia selalu berada dalam empat kondisi meliputi
kondisi stabil, pra bencana, kondisi bencana, dan kondisi pasca bencana yang masing-masing
memiliki dampak yang berbeda terhadap kondisi manusia. Kondisi tersebut digambarkan dalam
diagram berikut ini:

Tindakan keperawatan jiwa akan efektif bila dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyintas pada
tiap tahap bencana. Berikut ini adalah tahapan bencana:

a. Pra bencana (Preparedness)

Kondisi non bencana adalah kondisi tidak ada bencana pada lokasi rawan bencana seperti daerah
pantai atau pegunungan, daerah jalur gempa, daerah pinggiran sungai, lokasi pemukiman padat,
gedung-gedung tinggi dan lain lain. Upaya yang dilakukan selama pra bencana adalah
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan

Tabel 1. Karakteristik Tahap Pra Bencana

Tujuan Persiapan menghadapi bencana, Meningkatkan


koping bagaimana menanggapi bencana

5
Perilaku yang muncul Menerima VS Menyangkal

Peran dari relawan Persiapan, melatih masyarakat, meningkatkan


pengetahuan masyarakat

Peran tenaga kesehatan jiwa profesional Merencanakan kesiagaan, latihan simulasi


keadaan darurat bencana, melatih tenaga
kesehatan setempat, meningkatkan
pengetahuan mitigasi, kolaborasi dengan
pemerintah setempat yang berwenang,
menginformasikan kebijakan yang dapat
dipertanggung jawabkan, menyusun tim
pertolongan pertama dengan terstruktur,
membangun sistem peringatan dini bencana.

b. Saat Bencana (Emergency)

Kondisi bencana adalah ketika bencana benar-benar sedang terjadi. Lama waktu kondisi ini
berbeda-beda. Beberapa kondisi yang biasanya menyertai bencana antara lain adalah kematian,
kerusakan dan kehilangan harta benda, serta perpisahan dengan orang yang dicintai. Tahapan
saat bencana ini terbagi menjadi 3:

 Tahapan Impact, yaitu 0-48 jam setelah kejadian bencana

Tabel 2 Karakteristik Tahap Impact Saat Bencana

Tujuan Bertahan dalam kondisi bencana, komunikasi


intensif

Perilaku yang muncul Agresif/pasif, pasrah, menyerah, dil

Peran dari relawan Memberikan pertolongan, melindungi,


evakuasi dan pengungsian

6
Peran tenaga kesehatan jiwa profesional Pemenuhan kebutuhan dasar*

-Menjamin keamanan, keselamatan

-Memastikan ketersediaan makanan dan


pengungsian

-Memberikan pendampingan orientasi kejadian

- Memfasilitasi komunikasi dengan keluarga,


teman, maupun komunitas

-Mengkaji lingkungan dari kemungkinan


ancaman bahaya

Melakukan pertolongan pertama pada


psikologis

(Psychological First Aid/PFA)*

-Mempertahankan dukungan dan menunjukkan

kehadiran bagi mereka yang mengalami distres

-Menjaga agar keluarga dapat tetap bersama

-Memberikan informasi adekuat yang


dibutuhkan penyintas

-Melindungi penyintas dari kemungkinan


bahaya

- Mengurangi dampak perubahan fisiologis

Monitor dampak bencana terhadap lingkungan

- Mengobservasi dan mendengarkan korban


yang paling terpengaruh

7
- Pantau lingkungan yang dapat mencetuskan
stress

Memberikan bantuan teknis, konsultasi, dan


pelatihan

Meningkatkan kapasitas organisasi dan


caregiver untuk menyediakan apa yang
diperlukan untuk membangun kembali struktur
komunitas, mendorong pemulihan/ketahanan
keluarga, dan menjaga masyarakat.

 Tahapan Rescue adalah 0-1 minggu setelah terjadi bencana

Tabel 3. Karakteristik Tahap Rescue Saat Bencana

Tujuan Penyesuaian diri

Perilaku yang muncul Resiliensi VS Kelelahan

Peran dari relawan Orientasi, Penyediaan kebutuhan, pencarian


dan penyelamatan

Peran tenaga kesehatan jiwa professional Pengkajian kebutuhan lanjutan*

-Mengkaji status terkini, seberapa baik


kebutuhan ditangani perbaikan lingkungan
intervensi tambahan apa yang diperlukan untuk
individu, keluarga maupun kelompok.

Triase Bencana*

8
- Pengkajian status klinis

- Rujukan kasus bila dibutuhkan

- Mengidentifikasi kelompok rentan maupun


individu yang beresiko tinggi

- Pemberian asuhan keperawatan dalam rumah


sakit darurat maupun rawat jalan

Sosialisasi dan penyebaran informasi

- Melakukan kontak dan identifikasi penyintas


yang belum terjangkau

- Menginformasikan secara adekuat mengenai


pelayanan yang lain, koping, proses recovery
melalui pembentukan struktur komunitas
sementara di pengungsian, flyer maupun
website

Meningkatkan kemampuan bertahan*

- Motivasi interaksi sosial

- Melatih kemampuan menyelesaikan masalah

- Penyuluhan mengenai respon stres, trauma,


koping respon normal versus abnormal dalam
situasi abnormal, faktor resiko, pelayanan yang
tersedia

- Dukungan keluarga dan sosial

- Merawat yang berduka

- Dukungan spiritual

9
 Tahapan Recovery pada 1-4 minggu setelah terjadi bencana

Tabel 4. Karakteristik Tahap Recovery Saat Bencana

Tujuan Menilai kejadian yang telah dilalui dari


merencanakan keberlanjutan

Perilaku yang muncul Berduka, penilaian kembali, muncul kenangan


buruk

Peran dari relawan Responsif dan sensitif dengan respon penyintas

Peran tenaga kesehatan jiwa professional Monitor lingkungan yang mendukung untuk
pemulihan*

- Observasi dan mendengarkan lebih dalam


penyintas yang terkena dampak lebih berat

- Monitor ancaman lingkungan

- Monitor ancaman yang pernah muncul


maupun yang masih terjadi

- Monitor pelayanan yang tersedia untuk


keberlanjutan

c. Pasca Bencana (Rehabilitasi)

Pasca bencana dihitung mulai empat minggu setelah bencana sampai dengan pemulihan telah
terjadi. Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan mengalami trauma baik fisik
maupun psikologis. Perubahan yang terjadi secara tiba tiba akibat sesuatu kejadian akan
menimbulkan ketidakseimbangan emosi pikiran dan perilaku yang dapat mengarah pada
kesehatan jiwa

Tabel 5 Karakteristik Tahap Pasca Bencana (Rehabilitasi)

Tujuan Re-Integrasi

10
Perilaku yang muncul Penyesuaian V5 fobia, PTSD, penghindaran,
depresi

Peran dari relawan Bantuan berkesinambungan

Peran tenaga kesehatan jiwa professional Terapi secara langsung khususnya bagi yang
mengalami dampak lebih berat

Mengurangi atau memperbaiki gejala atau


meningkatkan fungsi melalui pendekatan
individual, keluarga, dan komunitas

Farmakoterapi

Perawatan jangka pendek maupun jangka


panjang

3. Respons Tiap Tahap Bencana

a. Reaksi individu segera setelah bencana (24 jam stelah bencana):

- Tegang, cemas, panik

- Terpaku, linglung, syok, tidak percaya

- Gembira atau euforia, tidak terlalu merasa menderita

- Lelah, bingung

- Gelisah menangis menarik din

- Merasa bersalah

Tindakan yang tepat pada tahap ini diantaranya pertolongan kedaruratan untuk masalah-masalah
fisik, memenuhi kebutuhan dasar, membantu individu melaluifase krisisnya maka perawat perlu
memfasilitasi kondisi yang dapat menyeimbangkan krisis seperti menjadi sumber koping bagi
klien.
11
b. Reaksi individu minggu pertama-ketiga setelah bencana:

- Ketakutan, waspada, sensitif, mudah marah, sulit tidur

- Khawatir, sangat sedih

- Mengulang-ulang kembali flashback) kejadian

- Bersedih

- Reaksi positif yang masih dimiliki berharap atau berpikir tentang masa depan terlibat dalam
kegiatan menolong dan menyelamatkan

- Menerima bencana sebagai takdir

Tindakan yang dapat dilakukan pada tahap ini antara lain: Berikan informasi yang sederhana dan
mudah diakses tentang lokasi jenazah Dukung keluarga jika jenazah dimakamkan tanpa upacara
tertentu, bantu mencari anggota keluarga yang terpisah pada individu yang beresiko (lansia, ibu
hamil, anak, remaja), anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan aktivitas kelompok yang
terorganisir seperti ibadah bersama, motivasi anggota tim lapangan untuk terlibat dalam proses
berkabung tahlilan, takziah), Lakukan aktivitas rekreasi bagi anak-anak, Informasikan pada
korban tentang reaksi psikologis normal yang terjadi setelah bencana, yakinkan mereka bahwa
hal tersebut normal dan berlangsung sementara, akan lang dengan sendirinya dan dialami oleh
semua orang. Informasikan tentang reaksi stres yang normal pada masyarakat secara massal
(libatkan ulama, guru dan pemimpin sosial lainnya).

c. Reaksi individu Lebih dari minggu ketiga setelah bencana

- Kelelahan

- Merasa panik

- Kesedihan terus berlanjut, pesimis dan berpikir tidak realistis

- Tidak beraktivitas, isolasi dan menarik diri

12
- Kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih, mual,

sakit kepala, dll.

4. Dampak Psikososial pada Kelompok Rentan


Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat berisiko tinggi karena berada
dalam situasi dan kondisi yang kurang memiliki kemampuan mempersiapkan diri dalam
menghadapi risiko bencana atau ancaman bencana. Penekanan pada berisiko tinggi
karena kelompok jenis ini akan menanggung dampak terbesar dari munculnya risiko
bencana atau akan terdampak oleh sebuah ancaman bencana dibanding kelompok
masyarakat lain. Bahkan, dalam situasi normal saja, kelompok rentan sudah mesti dilihat
menghadapi risiko karena keterbatasan tertentu yang dimilikinya. UU Penanggulangan
bencana pada pasal 55 hanya memasukkan kelompok rentan terdiri dari bayi, balita, dan
anak-anak ibu yang sedang mengandung atau menyusui penyandang cacat, dan orang
lanjut usia.
a. Reaksi Umum pada Anak dalam Bencana
Anak-anak rentan terhadap ancaman bencana karena fisik mereka tidak
sekuat orang dewasa. Rasa aman anak-anak adalah orang dewasa disekitar
mereka (Orang Tua dan guru) serta keteraturan jadwal, sehingga reaksi
dari anak akan di pengaruhi oleh reaksi orang dewasa disekitarnya juga.
Jika orangtua dan guru menunjukkan panik, anak akan semakin ketakutan.
Saat mereka tinggal di pengungsian, tidak ada jadwal teratur untuk
kegiatan belajar dan bermain sehingga hal ini akan membuat anak
kehilangan kendali atas hidupnya. Berikut reaksi umum yang muncul pada
anak:
- Sulit mengungkapkan apa yang dirasakan / dipikirkan secara lisan
- Masih tergantung pada orang tua
- Terkadang belum paham akan apa yang terjadi (yang mati tidak akan
kembali, tidak punya rumah lagi)
- Sangat terpengaruh oleh reaksi orang yang lebih dewasa
- Takut ditinggal sendirian
- Magical thinking

Untuk mengukur kekuatan dan kesulitan pada anak dapat menggunakan


kuesioner Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). SDQ adalah
sebuah instrument skrining perilaku singkat untuk anak yang memberikan
gambaran singkat dari perilaku yang berfokus pada kekuatan dan juga
kesulitan mereka (Black, Pullard, Christie, & Wheeler, 2010). Kemampuan
prediksi struktur lima faktor SDQ (masalah emosi, masalah tingkah laku,
inatensi-hiperaktivitas, masalah teman sebaya, dan kemampuan prososial)
dapat dikonfirmasi. Kuesioner SDQ untuk anak 4-10 tahun diisi oleh
orangtua.
13
b. Reaksi Umum pada Remaja dalam Bencana

Remaja perlu perhatian khusus karena merupakan transisi dari anak-anak


menuju dewasa, sehingga perubahan-perubahan pada perilaku (gangguan
tidur, mengompol), emosi (takut, cemas, depresi, marah, rasa bersalah), fisik
(pusing, sakit perut, gangguan makan), kognitif (bingung, sulit konsentrasi,
masalah belajar), perilaku berisiko tinggi (narkoba, seks bebas) perlu untuk
dikenali. Berikut reaksi umum remaja dalam kondisi bencana yang umumnya
muncul:
- Perubahan fisik menyebabkan rasa tidak nyaman dengan diri sehingga
remaja perlu dilatih untuk mampu beradaptasi
- Reaksi mirip dengan orang dewasa
- Mampu berpikir logis, memecahkan masalah, melihat sebab-akibat,
membuat rencana, melakukan analisa, remaja sudah memahami apa yang
terjadi, paham mengenai konsep permanent loss
- Tema sentral kehidupan pada remaja adalah teman-teman

Pengukuran kekuatan dan kesulitan menggunakan SDQ remaja 11-17


tahun dapat diisi langsung oleh remaja Di dalam penilaian SDQ, terdapat 25
poin penilaian aspek psikologi yang dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu:
gejala emosional, masalah perilaku; hiperaktivitas/inatensi masalah hubungan
antar sesama, dan perilaku sosial. Masing-masing bagian tersebut terdiri dari 5
(lima pertanyaan) Setiap pertanyaan mengandung 3 (tiga) jawaban, yaitu tidak
benar, agak benar, dan benar yang dapat dipilih oleh remaja dengan cara
memberi tanda pada pernyataan yang sesuai Setelah kuesioner terisi, jawaban
diberi skor sesuai dengan nilai yang telah ditentukan. Kemudian dapat
diinterpretasi normal borderline, atau abnormal (Goodman, 2000)

c. Reaksi Umum pada Perempuan dalam Bencana

Jumlah korban perempuan dalam situasi bencana relatif lebih besar hingga
empat kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah korban laki-laki (KPPPA,
2017). Korban perempuan umumnya terperangkap di dalam rumah ketika
bencana datang, karena aktivitas domestik yang tengah mereka lakukan.
Karakteristik penyintas perempuan yang perlu dipahami sebagai berikut:
- Harus menjadi tulang punggung keluarga ketika bencana datang
- Sangat rentan mengalami kekerasan. Contoh: perkosaan, KDRT
Malu/tidak berani lapor pada yang berwenang
- Trauma berulang sehingga berisiko terkena penyakit menular seksual,
hamil di luar nikah, dsb

14
- Perempuan cenderung lebih rentan terhadap depresi, kecemasan dan gejala
psikosomatis
- Perempuan memiliki kekuatan dan kemampuan untuk membantu orang
lain

Tingkat stress pada perempuan dewasa merupakan hasil penilaian


terhadap berat ringannya dampak kejadian bencana yang dialami.
Pengukuran tingkat stress pada dewasa menggunakan instrument Self
Reporting Questionnaire (SRQ), yang terdiri dari 20 pertanyaan. SRQ-20
terdiri dari pertanyaan mengenai gejala yang lebih mengarah kepada
neurosis.

d. Reaksi Umum pada Lansia dalam Bencana

Peningkatan usia adalah sebuah proses yang normal dan fungsi fisiologis
menurun secara perlahan-lahan. Pengaruh dari bencana terhadap lansia
beragam sesuai dengan fungsi fisiologis yang dimiliki oleh setiap individu.
Sangat penting adanya upaya untuk memahami ciri khas lansia yang tampak
kontradiksi, mendengarkan apa yang lansia ceritakan, membantu lansia
mengekspresikan perasaannya sehingga diharapkan dapat meringankan stres.
Reaksi umum yang muncul pada lansia diantaranya:

- Perasaan takut yang diikuti dengan rasa marah dan frustrasi


- Merasa gelisah, sendiri dan putus asa
- Meningkatnya ketergantungan pada keluarga dan menolak bantuan dari
pihak yang berwenang
- Menarik diri, sering menangis, depresi

Lansia yang berada di pengungsian terpaksa harus beradaptasi atau


harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Jika komunitasnya
berubah lansia akan kehilangan bantuan dari orang terdekat atau yang ia
kenal, dan sulit menciptakan hubungan yang baru, maka mudah berubah
menjadi pergaulan yang dangkal, menyendiri dan terisolasi. Instrumen
pengukuran yang digunakan untuk mengetahui depresi yang mungkin
muncul pada lansia yaitu Geriatric Depression Scale (GDS).

e. Reaksi Umum pada Penyandang Disabilitas dalam Bencana

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami gangguan,


kelainan, kerusakan, dan/atau kehilangan fungsi organ fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu tertentu atau permanen dan
menghadapi hambatan lingkungan fisik dan sosial. Kebanyakan kesiapsiagaan

15
dan respon rencana untuk menghadapi kejadian darurat dan bencana tidak
memperhitungkan kebutuhan penyandang disabilitas dan bahkan tidak umum
bagi penyandang disabilitas untuk dimasukkan dalam pengelolaan rencana ini.
Oleh karena penolong harus memahami reaksi umum yang muncul dari
penyandang disabilitas, yaitu:
- Memiliki kebutuhan berbeda dari orang normal
- Akibat bencana menyebabkan penyandang disabilitas kehilangan
perawatan dan pelayanan yang biasa diperoleh;
- Lebih diacuhkan oleh orang lain
- Tidak berdaya, tidak bisa minta tolong
- Terpinggirkan, terisolasi, menjadi korban untuk kedua kalinya
- Berisiko besar mengalami kekurangan nutrisi, tertular penyakit, dan
kekurangan perawatan kesehatan

5. Masalah Keperawatan pada Bencana


Depresi, Ansietas Disorders, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), Psychosis,
Schizophrenia, Adjustment Disorders, Relaps

Depresi dapat terjadi setelah dua minggu bencana, lalu diikuti oleh ansietas dan Post
Traumatic Stress Disorder PTSD setelah empat minggu bencana, psikosis dan skizofrenia
dapat terjadi sejak bencana, gangguan penyesuaian dapat terjadi mulai satu minggu
setelah bencana. Respons individu terkait bencana dan stresor yang menyertainya
bervariasi sesuai dengan kemampuan dalam melakukan adaptasi dengan kondisi
kehidupan yang berubah.
Ansietas dan depresi merupakan respons yang paling sering ditemukan sejalan
dengan proses kehilangan yang terjadi. Kondisi ini dapat cepat pulih, namun pada
individu tertentu dapat berakibat lebih lanjut. Untuk itu diperlukan penanganan
segera agar ketahanan mental dan pemulihan kondisi kejiwaan dapat terjadi
sehingga masyarakat dapat membangun kembali kehidupan dengan semangat
baru yang penuh harapan. Tanda dan gejala ansietas dapat dilihat dari konsentrasi
yang kurang, sakit kepala, tidak nafsu makan, tidur yang terganggu. Demikian
pula tanda dan gejala depresi seperti sedih yang berkepanjangan, kehilangan
minat, merasa lelah walau tidak bekerja, ada pikiran untuk mengahiri kehidupan.

Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan salah satu masalah


kejiwaan yang dapat terjadi pada penyintas. PTSD adalah gangguan ansietas yang
terjadi akibat peristiwa traumatic/bencana yang mengancam keselamatan dan
membuat individu merasa tidak berdaya. PTSD ada tiga macam yaitu PTSD akut
terjadi 1-3 bulan setelah bencana, PTSD kronik terjadi setelah tiga bulan, dan
PTSD dengan onset yang memanjang (with delayed onset). Tanda dan gejala
PTSD dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

16
a. Merasakan kembali peristiwa (traumatic free experiencing symptom),
merasakan kejadian terjadi kembali, muncul dalam bentuk bayangan, mimpi
buruk, bertindak seakan peristiwa terulang kembali, merasa sangat menderita
jika mengingatnya dan disertai detakan jantung yang hebat dan berkeringat:

b. Menghindar (avoidance symptom), yaitu menghindar terhadap hal yang


mengingatkan terhadap peristiwa trauma. Hal ini dapat distimulus dari pikiran
sendiri atau lingkungan yang menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan. Tanda dan gejala yang muncul adalah usaha keras
menghindari pikiran atau perbincangan tentang peristiwa traumatis,
menghindari orang atau yang mengingatkan peristiwa traumatis, sulit
mengingat kejadian traumatis,kehilangan minat melakukan hal hal positif,
merasa jauh dari orang lain merasakan kesenangan, tidak punya harapan dan
merasa kehidupan terputus;

c. Waspada (hyperarousal symptom), mengalami peningkatan mekanisme


fisiologik tubuh pada saat tubuh istirahat. Tanda dan gejala yang muncul
seperti sulit tidur, tidur tetapi gelisah, mudah dan lekas marah dan meledak-
ledak, sulit berkonsentrasi, selalu awas seakan bahaya mengincar, gelisah,
tidak tenang dan mudah terpicu waspada

Faktor risiko dan resiliensi pada tiap individu mempengaruhi terjadinya


masalah kejiwaan Faktor risiko adalah faktor yang sudah ada sebelum terjadi
bencana seperti pengalama traumatis yang lalu, riwayat masalah kesehatan jiwa,
kehilangan anggota keluarga kehilangan pekerjaan, kehilangan harta benda, dan
beberapa faktor penyerta lain seperti kemiskinan, pendidikan rendah. Faktor
resiliensi merupakan faktor yang memperkuat kemampuan individu mengatasi
masalah yang dihadapi.

Dalam menghadapi bencana agar tidak terjadi krisis, terdapat tiga faktor
penyeimbang yaitu persepsi yang realistik terhadap kejadian, dukungan
situasional yang adekuat, dan mekanisme koping yang adekuat (Stuart, Keliat,
Pasaribu, 2016). Keinginan mencari dan menggunakan sistem pendukung sosial
yang tersedia, atau ketersediaan sistem pendukung sosial, reaksi yang realistis
dalam menghadap bahaya yang terjadi, dan kemampuan koping dalam
menghadapi masalah secara efektif.

6. Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial Keperawatan Jiwa


Keperawatan jiwa adalah suatu proses interpersonal yang berupaya
untukmeningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontribusi pada sistem
klien.Sistem klien yang dimaksud adalah individu, keluarga, kelompok khusus atau
17
komunitas(Stuart, Keliat, Pasaribu, 2016). Definisi keperawatan kesehehatan jiwa menurut
ANA(American Nurses Association) adalah "Suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatanyang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri
sendirı secara terapeutik sebagai kiatnya".
Perawat jiwa menerapkan melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif
yaitupromosi kesehatan jiwa, pencegahan terjadinya masalah kesehatan pada situasi
telahditemukan stresor yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan jiwa, kuratif
danrehabilitatif pada orang dengan gangguan jiwa melalui asuhan keperawatan
generalis(ners) dan asuhan keperawatan spesialis (ners spesialis). Promosi kesehatan jiwa
dilakukan untuk mempertahankan kesehatan jiwa pada kondisi yang sehat dengan melakukan
stimulasi perkembangan pada tiap tahap perkembangan dari sejak dalam kandungan sampai
dengan lanjut usia
Pencegahan kesehatan jiwa dilakukan pada kelompok yang mengalami masalah
kesehatan jiwa artinya telah terjadi stresor atau faktor risiko, sehingga asuhankeperawatan
ditujukan kepada pengembangan kemampuan individu agar tidak terjadi gangguan jiwa. Hal
ini sesuai dengan kondisi bencana, dimana stresor atau faktor risikoterjadi pada banyak hal
kehidupan.
Kuratif dan rehabilitatif ditujukan pada orang dengan gangguan jiwa dengan
tujuanasuhan keperawatan adalah 1) memberi kemampuan mengendalikan tanda dan
gejalayang dialami, 2) memberi kemampuan merawat diri sendiri (self care), 3)
memberikemampuan bersosialisasi, 4) memberi kemampuan melakukan kegiatan hidup
sehari –hari (activity daily living) yang seringdisebutsebagailife skill, 5)
memberikemampuanbekerja agar dapatproduktifkembali.

7. Keperawatan Kesehatan Jiwa Bencana

Salah satu peran penting perawat jiwa dalam kondisi bencana adalah
melakukanmental yang tidak hanya berbasis pada layanan yang diberikan di rumah
sakitnamun lebih mengarah pada layanan yang diberikan di area komunitas yang
sifatnyaintervensi psikososial. Intervensi psikososial merupakan pemberian layanan
kesehatan lebih informal. Intervensi ini berupaya untuk mendekatkan psikologi dan psikiatri
dalam kehidupan sehari hari dan meberikan layanan kepada kelompok-kelompok yang ada

18
di masyarakat baik yang mengalami masalah psikiatri (gangguan jiwa berat), yang berisiko,
maupun yang sehat.

Intervensi psikososial yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan


dankemandirian penyintas dengan gangguan jiwa berat. Bagi kelompok yang berisiko
tidakmenjadi gangguan jiwa, dan bagi kelompok sehat tidak menjadı berisiko
mengalamimasalah mental (CMHN, 2005). Intervensi psikososial selain diberikan
kepadamasyarakat yang menjadi penyintas, namun juga diberikan kepada relawan atau
tenagakesehatan yang memberikan pertolongan kepada penyintas.

Dalam situasi bencana ketrampilan mengenai intervensi krisis juga menjadi hal
pentingyang harus dikuasai oleh perawat. Intervensi krisis merupakan terapi jangka
pendekyang berfokus pada penyelesaian masalah segera. Biasanya dibatasi menjadi 6
minggu.Tujuan dari intervensi krisis adalah mengembalikan seseorang kepada level fungsi
prakrisis. Bagi seorang perawat penting untuk diingat bahwa budaya mempengaruhi
prosesintervensi krisis dengan kuat, termasuk gaya komunikasi dan respons pekerja krisis.

Langkah pertama dan intervensi krisis adalah pengkajian. Pada saat pengkajian,
datatentang terjadinya bencana dan efeknya pada klien harus dikumpulkan. Data
tersebutdapat digunakan untuk mengembangkan tindakan keperawatan. Walaupun situasi
krisismerupakan fokus dari suatu pengkajian, perawat dapat mengidentifikasi masalah yang
lebih bermakna dan sangat lama. Individu dengan masalah psikologis yang telah ada
sebelumnya dapat memiliki masalah kesehatan yang lebih berat pada pasca bencana.
Sebagai contoh, seseorang dengan gangguan jiwa beratakan membutuhkan pertolongan
untuk meyakinkan akses terhadap pengobatan dan sabilitas perawatan mereka (Milligan dan
McGuinness, 2009). Untuk mengidentifikasi kejadian presipitasi, perawat harus
mengeksplorasi kebutuhan klien, kejadian yang mengancam kebutuhan tersebut, dan waktu
saat gejala muncul.

Langkah selanjutnya dari intervensi krisis adalah perencanaan dan implementasi.


Alternatif penyelesaian masalah di eksplorasi dan langkah-langkah untuk pencapaian
penyelesaian diidentifikasi. Adapun secara umum implementasi yang diberikan pada
intervensi yaitu manipulasi lingkungan, dukungan umum, pendekatan kelompok besar,

19
pendekatan individu. Perawat jiwa harus kreatif dan fleksibel mencoba berbagai teknik yang
berbeda. Teknik ini haruslah aktif, focus dan eksploratif yang dapat mencapai target
intervensi. Beberapa dari teknik ini mencakup katarsis, klarifikasi, memberikan saran,
penguatan perilaku, dukungan terhadap sikap defensive, peningkatan harga diri dan
mengeksplorasi penyelesaian masalah.

Katarsis merupakan pelepasan perasaan yang terjadi ketika klien berbicara tentang
area emosional. Klarifikasi digunakan ketika perawat membantu mengidentifikasi
hubungan antara kejadian, perilaku dan perasaan. Pemberian saran dapat mempengaruhi
seseorang untuk menerima suatu ide atau keyakinan. Dalam intervensi krisis klien
dipengaruhi perawat sebagai seseorang yang percaya diri, tenang, berpengharapan, empati
yang dapat menolong, dengan mempercayai perawat dapat menolong klien akan merasa
lebih optimis dan tidak ansietas. Penguatan perilaku terjadi ketika kesehatan, perilaku
adaptif klien dikuatkan olehperawat, dengan menguatkan respons positif klien tersebut.
Dukungan defensive terjadi ketika perawat mendorong menggunakan defensive yang sehat
dan mengabaikan yang bersifatmaladaptive. Meningkatkan harga diri sesungguhnya
merupakan teknik yang penting. Perawat harus menyatakan bahwa klien merupakan
manusia yang berharga melalui mendengarkan dan menerima perasaan klien, menghargai
klien, dan memuji usaha klien dalam mencari pertolongan. Eksplorasi solusi merupakan
tindakan mengkaji altermatif cara untuk menyelesaikan masalah dengan segera. Tabel
dibawah ini menjelaskan intervensi keperawatan untuk menolong individu dan
keluargamenghadapi stress akibat krisi

20
Tabel 1. Tindakan Keperawatan Untuk Kejadian Krisis dan Bencana

Dukungan Kesehatan Jiwa dan


Psikososial Pada Bencana
Dukungan Kesehatan
Jiwadan Psiko Sosial pada bencana didasari
pada Pertolongan Pertama Psikologis dan Pertolongan Pertama Kesehatan liwa yang
dicanangkan pada Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2016 (World Mental Health Day 2016).
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi empat dan PPDGJ,
Post Traumatic Disorder pada korban bencana muncul setelah enam bulan kejadian.
Sebelum enam bulan, yang muncul adalah Acute Stress Disorder. Sehingga kondisi yang
dialami oleh penyintas pada masa sebelum enam bulan bukan merupakan trauma. Oleh
karena itu, istilah intervensi yang tepat adalah dukungan psikososial.
Dukungan Psikososial merupakan dukungan terhadap individu dan masyarakat
yang terkena bencana yang bertujuan untuk memulihkan kesejahteraan psikologis dan
sosial masyarakat yang terdampak bencana. Merupakan suatu pendekatan kepada para
korban bencana (alam atau kekerasan) yang bertujuan mendorong ketahanan individu dan
masyarakat. Dukungan psikososial dibutuhkan oleh semua orang yang mengalami bencana
dalam derajat yang berbeda-beda.
Harapan dari strategi dukungan kesehatan jiwa dan psikososial yang diberikan
bukan hanya sekedar penyintas mendapatkan ketahanan diri namun juga memiliki
kehidupan yang lebih baik (growth). Ketika individu merasakan pertumbuhan setelah
mengatasi stress dan trauma akibat bencana, ia juga melihat dirinya sebagai orang kuat
yang telah melampaui kesulitan dan penderitaan (Ford, Tennen, & Albert, 2008)

21
Karakteristik kehidupan yang lebih baik setelah masa krisis (Post Traumatic Growth)
meliputi lima domain.
Pertama Apresiasi terhadap hidup yang sangat besar sebagai hasil dari
rekonstruksi kognitif karena konfrontasi dengan trauma, survivor memiliki rasa kerentanan
individu dan memahami bahwa dia tidak dapat memprediksi atau mengendalikan peristiwa
tertentu (Calhoun &Tedeschi, 2001). Kedua, Hubunganhangat, lebih intim dengan orang
lain, setelah terjadinya krisis, penyintas mungkin mencari bantuan dan dukungan dari
keluarga dan teman-teman mereka, sebagai hasil dari menerima bantuan yang diberikan
oleh orang lain, individu tersebut dapat merasakan hubungan emosional yang lebih tinggi
dengan orang lain, serta perasaan kedekatan dan keintiman dalam hubungan interpersonal.
Ketiga, Kekuatan personal yang lebih besar, persepsi kekuatan individu yang lebih besar
terkait dengan pengakuan kemampuan lebih untuk menghadapi tantangan dan kesulitan
dimasa depan dan bahkan untuk mengubah situasi yang perlu di rubah. Keempat,
Pengembangan spiritual, sebagai hasil dari kekuatan individu dalam konfrontasi dengan
kondisi yang penuh tekanan, iman dalam entitas keagamaan yang lebih tinggi dapat
meningkat setelah trauma danjugaberkontribusisebagaikopingdalam proses kognitif
menemukan makna.Kelima, Peluang baru dalam keberlanjutan hidup yang lebih positif,
selama proses perjuangan bertahan dengan kesulitan, penyintas menemukan kemungkinan
baru untuk hidup mereka yang tidak ada sebelum bencana datang. Gambar di bawah ini
menjelaskan mengenai konsep Post Traumatic Growth (PTG).

22
8. Manajemen Stress
Stress merupakan suatu respon adaptif individu terhadap situasi yang diterima
seseorang sebagai suatu tantaganatauancamankeberadaannya.
a. Hal-Hal Yang Menimbulkan Stress

23
Hal-hal yang dapat menimbulkan stress disebut stressor. Terdapat dua tipe stressor
yaitu stressor yang berasal dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

 External Stressor
 Physical Environment misalnya kebisingan, cahaya yang berlebihan, suhu udara
yang panas dan kondisi ruangan yang sempit.
 Social interaction misalnya mengalami tindakan yang kasar, korban sikap
berkuasa, menerima tindakan agrasif dari pihak lain dan mengalami kekerasan.
 Organisational, situasiorganisasi yang dapat menimbulkan stress adalah adanya
peraturan yang terlalu, red tape, dan tekanan deadline yang harus terpenuhi.
 Peristiwa penting dalam hidup misalnya kelahiran, kematian, kehilangan
pekerjaan, promosi, dan perubahan status perkawinan.
 Kecerobohan kegiatan sehari-hari, misalnya rutinitas bepergian dalam jarak jauh,
lupa menyimpan kunci, dan kerusakan mesin.
 Internal Stressor
 Stressor internal dapat disebabkan oleh adanya pemilihan terhadap gaya hidup
yang diwarnai dengan kecanduan minum minuman yang mengandung kafein,
kurang tidur, dan jadwal yang terlalu padat.
 Pembicaraan pribadi yang negative, hal ini ditandai dengan pemikiran yang
pesimis, sering mengkritik diri sendiri dan melakukan analisis yang berlebihan.
 Jebakan pemikiran, misalnya harapan yang tidak realistis, taking things
personally, terlalu banyak yang dipikirkan atau tidak berpikir sama sekali,
exaggeration dan berpikir kaku.
 Hambatan pribadi misalnya perfeksionis.

Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau


intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada
tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab
pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.

9. Pelayanan Kesehatan terhadap Bencana

1) Konsep Latihan Jacobson Progressive Muscle Relaxation Technique


1.1 Pengertian Progressive Muscle Relaxation

Jacobson Progressive Muscle Relaxation technique (JPMR) awalnya dikembangkan oleh


Edmund Jacobson pada tahun 1930 dan membutuhkan puluhan sesi di mana peserta diajarkan

24
untuk melakukan relaksasi terhadap 30 kelompok otot yang berbeda. Pelatihan terdiri dari
ketegangan dan relaksasi kelompok otot yangberurutan, dimulai dengan tubuh bagian atas dan
berlanjut ke bagian bawah. (Dias, 2014)

Jacobson Progressive Muscle Relaxation technique (JPMR) merupakan suatu terapi relaksasi
yang diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian dilakukan
relaksasi.

Jacobson Progressive Muscle Relaxation technique (JPMR) adalah salah satu cara dari teknik
relaksasi yang mengkombinasikan latihan napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan
relaksasi otot tertentu (Dias, 2014).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi adalah salah
satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-
gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan pikiran dan anggota tubuh seperti
otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan
terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki.

1.2 Tujuan Relaksasi

Penggunaan relaksasi dalam bidang klinis telah dimulai semenjak awal abad 20 oleh
Edmund Jacobson pada tahun 1938. Jacobson menjelaskan mengenai hal-hal yang dilakukan
seseorang pada saat tegang dan rileks.

Relaksasi progesif (progressive relaxationtraining) Untuk membawa seseorang relaks


sampai pada otot-ototnya. Jacobson percaya bahwa jika seseorang berada dalam keadaan seperti
itu, akan terjadi pegurangan timbulnya reaksi emosi yang bergelora, baik pada susunan syaraf
otonom dan lebih lanjut dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat jasmani.

Pada saat tubuh dan pikiran rileks, secara otomatis ketegangan yang seringkali membuat
otot-otot mengencang akan diabaikan (Zalaquet & mcCraw, 2000 dalam ramdhani & Putra,
2009).

Terapi relaksasi merupakan sarana psikoterapi efektif sejenis terapi perilaku yang
dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan otototot,

25
syaraf yang bersumber pada objek-objek tertentu (Goldfried dan Davidson, 1976 dalam Subandi,
2002).

Tujuan terapi relaksasi otot progressif adalah untuk:

1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah tinggi,
frekuensi jantung, laju metabolisme.

2. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen;

3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak memfokuskan
perhatian serta relaks;

4. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi;

5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress

6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan, gagap ringan,
dan

7. Membangun emosi positif dari emosi negative.

1.3 Manfaat Latihan Relaksasi

Ada beberapa manfaat dari penggunaan teknik relaksasi yang diperoleh dari latihan relaksasi,
antara lain:

1) Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan
karena adanyastress.

2) Masalah-masalah yang berhubungan dengan stress seperti hipertensi, sakit kepala,


insomnia dapat dikurangi atau diobati denganrelaksasi.

3) Mengurangi tingkatkecemasan.

4) Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress dan mengontrol


anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkankecemasan.

26
5) Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi dengan
menggunakan ketrampilan relaksasi.

1.4 Langkah-Langkah Latihan Relaksasi yaitu (Mushtaq, 2018) :

1) Syarat dilakukan nya JPMR : a. Lingkungan yang kondusif b. Tempat yang digunakan tenang
dan jauh dari gangguan suara. c. Klien dibuat agar merasakan keadaan tenang dan nyaman.

2) Instruksi umum (sebelum dan selama latihan relaksasi otot) Instruksi ini dibuat sederhana dan
mudah dimengerti oleh siswa yang ingin melakukan teknik relaksasi otot progresif Jacobson dan
memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana prosedur yang harus di jalankan selama
latihan.

a. Duduk dikursi senyaman mungkin. Jaga tubuh anda agar tetap santai, ringan dan bebas

b. Bersikap tenang dan nyaman

c. Tutup mata anda

d. Hindari pikiran yang mengganggu

e. Hindari gerakan gerakan2 tubuh yang tak perlu

f. Selama bagian dari siklus dan durasi latihan, tegangkan otot dengan kuat dan tahan selama 5
detik.

g. Selama bagian dari siklus dan durasi latihan, lemaskan otot dengan cepat dan tahan selama 10
detik

h. Selama bagian dari latihan, lemaskan otot-otot dengan cepat. Biarkan pikiran anda relak dan
rasakan relaks tersebut selama 10 detik.

i. Cobalah untuk merelakskan otot otot yang lain seperti anda melakukan latihan pada siklus
sebelumnya

j. Ketika anda berolahraga dari kepala sampai kaki. Amati perubahan seperti rasa tegang,
perubahan positif sensasi ringan dan menenangkan.

27
k. Posisikan tubuh tetap santai dengan menghirup 3 napas dalam dalam melalui hidung dan
menghembuskannya melalui mulut setelah setiap langkah.

l. Sekarang buatlah tubuh anda benar benar santai…ringan…dan bebas.

m. Mari kita lakukan latihan bersama bersama

Latihan relaksasi progresif dengan memperhatikan pengencangan dan pengenduran otot sambil
nafas dalam mata, mulut, tengkuk, bahu, tangan, punggung, perut, bokong/pervis, kaki dan
telapak kaki

Jelaskan: latihan seluruh badan agar peredaran darah lancar dan tidak ada kaku dan pegal,
dimulai dari mata, mulut, tengkuk, bahu, tangan, punggung, perut, bokong, dan kaki dengan cara
mengencangkan dan mengendurkan

1. Latihan mata

Jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam sambil mengencangkan/mengerutkan mata dan dahi
sekencang-kencangnya, lalu tahan dan kendurkan pelan-pelan sambil mengeluarkan nafas,
dilakukan empat kali

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai: tarik nafas dalam sambil
kencangkan mata dan dahi, tahan dan lepaskan pelan-pelan sampal lemas dan kendur. Bagus, kita
lakukan lagi, sampai empat kali

Evaluasi: tanyakan perasaan pada mata, agak enak karena juga kena debu dan tidur terganggu.

2. Latihan pipi dan mulut

Ada tiga latihan untuk mulut yaitu pipi digembungkan, dimonyongkan/mencucu, dan lidah
kelangit-langit.

Pipi digembung

Jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam, gembungin pipi, tahan, tiup pelan-pelan

28
Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai tarik nafas dalam, gembungkan
mulut, tahan, tiup pelan-pelan. Ulangi sampai empat kali

Evaluasi: tanyakan perasaan pada pipi, katakan nanti tambah muda pada saat kembali ke
kampung. Minta mengangkat tangan semua dan tepuk tangan

Mulut dimonyongkan/mencucu

Jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam tahan, sambil mulut dimonyongkan, keluarkan nafas
pelan-pelan

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai: tarik nafas dalam, tahan, mulut
dimonyongkan/mencucu, keluarkan nafas pelan-pelan. Ayo kita lakukan sampai empat kali
Evaluasi: tanyakan perasaannya, agak lemas, dan relaks.

Lidah ditarik kebelakang/nyengir

jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam sambil menaruh lidah di langit-langit dan tarik
kebelakang sekuatnya, tahan lalu lepaskan pelan-pelan sambil mengeluarkan nafas

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai: tarik nafas dalam sambil tarik
lidah ke belakang, tahan, keluarkan nafas pelan-pelan, dan lidah dilepaskan. Ayo kita lakukan
lagi sampai empat kali

Evaluasi: tanyakan perasaannya, katakan sudah selesai latihan untuk muka. Minta angkat tangan
semua dan tepuk tangan.

3. Latihan tengkuk

Jelaskan dan beri contoh: dagu ditempelkan ke dada, lalu tarik nafas dalam sampai menengadah
sejauh-jauhnya ke belakang, tahan sebentar lalu kelurakan nafas pelan-pelan sambil
mengembalikan posisi dagu menempel ke dada. Lakukan sampai empat kali

Peragakan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai, tempelkan dagu di dada, tarik
nafas dalam sambil pelan-pelan menengadah sejauh-jauhnya kebelakang, tahan sebentar,

29
keluarkan nafas sambil mengembalikan posisi dagu menempel ke dada. Ayo kita lakukan empat
kali

Evaluasi: tanyakan perasaannya, apakah terasa tengkuk relaks.

4. Latihan bahu

Jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam sambil mengangkat bahu sampai menyentuh telinga,
tahan sebentar lalu keluarkan nafas sambil menurunkan bahu ke posisi semula. Lakukan sampai
empat kali.

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai: tarik nafas dalam sambil
menaikkan bahu sampai menyentuh telinga, tahan sebentar, lalu keluarkan nafas sambil
menurunkan bahu sampai posisi semula. Ayo kita lakukan sampai empat kali.

Evaluasi: bagaimana perasaannya, terasa enakan bahunya. Mari angkat tangan semua.

5. Latihan kedua tangan

Jelaskan dan beri contoh: kedua tangan letakkan diletakkan diatas pangkuan, tarik nafas dalam
sambil mengepalkan telapak tangan dan mengencangkan kedua tangan, tahan sebentar, lalu
keluarkan nafas sambil mengendurkan tangan dan membuka telapak tangan dan meletakkannya
diatas pangkuan.

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai letakkan kedua tangan diatas
pangkuan, tarik nafas dalam sambil mengepalkan telapak tangan dan mengencangkan kedua
tangan, tahan sebentar, hembuskan nafas sambil mengendurkan tangan dan membuka kepalan
dan meletakkannya diatas pangkuan. Ayo kita lakukan empat kali.

Evaluasi bagaimana perasaannya, terasa relaks tangannya? Mari angkat kedua tangan semua.

6. Latihan meregangkan otot punggung

30
Jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam sambil membusungkan dada dan melengkungkan
punggung ke belakang, tahan sebentar kemudian keluarkan nafas pelan-pelan sambil
mengendurkan punggung.

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai tarik nafas dalam sambil
membusungkan dada dan melengkungkan punggung kebelakang, tahan sebentar kemudian
keluarkan nafas pelan-pelan sambil mengendurkan punggung. Ayo kita lakukan empat kali.

Evaluasi: bagaimana perasaannya? Terasa enak punggungnya?

7. Latihan meregangkan otot perut

Jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam sambil mengempiskan perut sekempis-kempisnya,
tahan sebentar kemudian keluarkan nafas sambil mengendurkan perut kembali.

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai: tarik nafas dalam sambil
mengempiskan perut sekempis-kempisnya, tahan sebentar kemudian keluarkan nafas sambil
mengendurkan perut kembali. Ayo kita lakukan sebanyak empat kali.

Evaluasi: bagaimana perasaannya? Mari angkat tangan semua

8. Latihan otot kaki

Jelaskan dan beri contoh: luruskan kedua kaki sambil duduk, tarik nafas dalam sambil menarik
telapak kaki kearah perut dan kedua tangan berusaha menggapai ibu jari kaki, tahan sebentar,
kemudian keluarkan nafas pelan-pelan sambil mengendurkan kaki dan telapak kaki.

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai: luruskan kedua kaki sambil
duduk, tarik nafas dalam sambil menarik telapak kaki kearah perut dan kedua tangan berusaha
menggapai ibu jari kaki, tahan sebentar, kemudian keluarkan nafas pelan-pelan sambil
mengendurkan kaki dan telapak kaki. Ayo kita lakukan empat kali.

Evaluasi: bagaimana perasaannya? Angkat tangan semua, dan tepuk tangan Seluruh latihan otot
badan telah selesai, bagimana perasaannya? Jangan lupa di muka ada latihan mata, latihan mulut

31
tiga macam, tengkuk, bahu, kedua tangan, punggung perut dan kedua kaki diharapkan dapat
dilakukan tiga kali sehari secara bersama-sama atau sendiri-sendiri.

2) THOUGHT STOPING
2.1 Pengertian Thought Stoping
Menghentikan pemikiran adalah teknik intervensi kognitif yang diresepkan oleh
psikoterapis dengan tujuan mengganggu, menghilangkan, dan mengganti pemikiran berulang
yang bermasalah. Kesalahan berpikir seringkali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi
klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan.Teknik
berhenti memikirkannya (thought stoping) sangat baik digunakan pada saatklien mulai
memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkanbahwa masalahnya sudah
selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi.Menghayalkan sebuah bata di dinding
yang digunakan untuk menghentikan berpikirdysfunctional. Untuk memulainya, klien
diminta untuk menceritakan masalahnya danmengatakan rangkuman masalahnya dalam
khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras "berhenti"
Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat.
Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian

2.2 Latihan Thought Stoping

Latihan menghentikan pikiran yang susah dengan mengatakan stop setiap kalipikiran
susah muncul dan pikirkan hal positif yang masih dimiliki. Jelaskan dan beri contoh: Jika
pikiran susah masih muncul juga, maka dapatdilakukan penghentian pikiran dengan
mengatakan STOP. Caranya dimulaidengan tarik nafas dalam, tutup mata dan kosongkan
pikiran, kemudian ingatpikiran saudara yang paling susah selama hitungan tertentu dan pada
hitungansepuluh atau lima katakan STOP pada pikiran tersebut. Kemudian sehari-haridapat
saudara STOP setiap muncul pikiran yang susah diganti dengan pikiranpositif tentang
kehidupan saudara.

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulai: tarik nafasdalam,
keluarkan, bernafas biasa, tutup mata, kosongkan pikiran, janganmemikirkan apapun fokus
saja pada pernafasan saudara, kemudian ingat pikiransaudara yang paling susah dan pada
hitungan kelima saya akan katakan STOP,saya mulai hitung satu terus pikirkan pikiran yang

32
saudara susahkan,dua...tiga...empat...lima.. STOP, tarik nafas dalam dan buka mata. Ayo
kitaulangi sekali lagi, dan saudara bisa hitung sendiri.

Evaluasi: bagaimana perasaannya? Apakah hilang pikirannya yang susah?Silahkan


lakukan setiap muncul pikiran susah katakan STOP.

3) TERAPI RELAKSASI LIMA JARI

3.1 Pengertian Terapi Relaksasi Lima Jari


Relaksasi adalah salah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi
ketegangan. Relaksasi merupakan suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada pasien
dengan menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian relaksasi. Terapi ini dapat
digunakan oleh pasien tanpa perlu adanya bantuan terapis dan mereka dapat
menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami setiap
hari di rumah (Hartono, 2011).
Terapi relaksasi lima jari adalah sebuah teknik pengalihan pemikiran seseorang
dengan cara menyentuh pada jari-jari tangan serta membayangkan hal-hal yang
menyenangkan (Astuti, 2018). Teknik relaksasi lima jari merupakan salah satu terapi
yang dapat menimbulkan efek relaksasi yang tinggi, sehingga akan mengurangi
ketegangan dan stress dari pikiran seseorang. Teknik relaksasi lima jari
mempengaruhi sistem limbik seseorang sehingga berpengaruh pada pengeluaran
hormon-hormon yang dapat memacu timbulnya stres. Seseorang yang diberikan
teknik relaksasi lima jari akan mengalami relaksasi sehingga berpengaruh terhadap
sistem tubuh dan menciptakan rasa nyaman serta perasaan tenang (Mahoney, 2007).
Terapi relaksasi lima jari juga dapat mempengaruhi pernafasan, denyut jantung,
denyut nadi, tekanan darah, mengurangi ketengangan otot dan koordinasi tubuh,
memperkuat ingatan, meningkatkan produktivitas suhu tubuh dan mengatur hormon-
hormon yang berkaitan dengan stres.

3.2 Metode Terapi Relaksasi Lima Jari


Metode terapi relaksasi lima jari dapat dilakukan ± 10 menit dengan konsentrasi
dan rileks pertama menyentuh ibu jari dengan telunjuk dan mengenang saat seseorang
merasa sehat, kedua menyentuh ibu jari dengan jari tengah dan mengenang saat
seseorang pertama kali mengalami kemesraan, ketiga menyentuh ibu jari dengan jari
manis dan mengenang saat seseorang mendapat pujian dan terakhir menyentuh ibu
jari dengan jari kelingking dan mengenang tempat yang paling indah yang pernah
dikunjungi.
Latihan Berfokus pada lima jari sambil mengingat kondisi tubuh yang segar;
orang-orang yang memperhatikan dan peduli; pujian/ penghargaan/ keberhasilan yang
pernah dirasakan; tempat indah yang pernah dikunjungi

33
Jelaskan dan beri contoh: tarik nafas dalam, pejamkan mata, kosongkan pikiran,
angkat tangan kanan, pertemukan ibu jari dengan telunjuk kemudian bayangkan
saat tubuh sangat segar pada masa muda, atau pulang dari ladang kemudian mandi
dan terasa segar sekali; pertemukan ibu jari dengan jari tengah kemudian bayang
semua orang yang memperhatikan saudara dan peduli pada saudara, mereka sangat
baik sekali; pertemukan ibu jari dan jari manis kemudian bayangkan pujian yang
pernah saudara dapatkan karena perilaku saudara yang baik atau keberhasilan ladang
saudara, bayangkan betapa senangnya saudara saat itu; pertemukan ibu jari dengan
kelingking kemudian bayangkan tempat-tempat indah yang pernah saudara kunjungi,
ladang saudara yang menguning siap dipanen, pantai dll. Tarik nafas dalam dan buka
mata.

Peragaan bersama: mari kita lakukan bersama, bisa kita mulat: tarik nafas
dalam, pejamkan mata, kosongkan pikiran, angkat tangan kanan, pertemukan ibu jari
dengan telunjuk kemudian bayangkan saat tubuh sangat segar pada masa muda, atau
pulang dari ladang kemudian mandi dan terasa segar sekali, pertemukan ibu jari
dengan jari tengah kemudian bayang semua orang yang memperhatikan saudara dan
peduli pada saudara, mereka sangat baik sekali; pertemukan ibu jari dan jari manis
kemudian bayangkan pujian yang pernah saudara dapatkan karena perilaku saudara
yang baik atau keberhasilan ladang saudara, bayangkan betapa senangnya saudara
saat itu; pertemukan ibu jari dengan kelingking kemudian bayangkan tempat-tempat
indah yang pernah saudara kunjungi, ladang saudara yang menguning siap dipanen.
Tarik nafas dalam dan buka mata. Ayo kita lakukan sekali lagi.

Evaluasi: Bagaimana perasaan saudara? Apa yang muncul pada pikiran saudara?
Adakah muncul pikiran positif?

3.3 Standar Operasional Prosedur Terapi Relaksasi Lima Jari

No Uraian Keterangan

1 Pengertian Relaksasi adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk


menghilangkan ketengangan otot-otot tubuh maupun
pikiran sehingga memberikan rasa nyaman. Sedangkan
relaksasi lima jari adalah salah satu teknik relaksasi
dengan metode pembayangan atau imajinasi yang
menggunakan lima jari sebagai alat bantu.

2 Tujuan
a. Mengurangi ansietas
b. Memberikan relaksasi
c. Melancarkan sirkulasi darah
d. Merelaksasikan otot-otot tubuh
34
3 Indikasi Terapi ini diindikasikan bagi klien dengan cemas, nyeri
ataupun ketengangan yang membutuhkan kondisi rileks.

4 Kontraindikasi
a. Klien dengan depresi berat
b. Klien dengan gangguan jiwa

5 Persiapan Pasien
a. Kontrak waktu, topik dan tempat dengan klien
b. Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan
dilakukan
c. Jaga privasi pasien
d. Posisi pasien diatur sesuai

6 Persiapan Alat
a. Persiapan alat berupa tape recorder atau
semacamnya yang bisa digunakan untuk memutar
musik relaksasi.
b. Modifikasi lingkungan senyaman mungkin bagi
klien termasuk pengontrolan suasana ruangan agar
jauh terhindar dari kebisingan saat mempraktekkan
teknik relaksasi lima jari.

7 Cara Kerja
1. Anjurkan klien untuk mengatur posisi senyaman
mungkin.
2. Mainkan musik relaksasi.
3. Instruksikan klien melakukan relaksasi nafas
dalam terlebih dahulu (kurang labih satu menit
saja) dengan menutup mata.
4. Tuntun klien melakukan relaksasi lima jari dengan
kalimat berikut (langkah 4-13).
5. Bayangkan bahwa anda berada di suatu tempat
yang paling indah yang pernah anda kunjungi
(sambil menyentuh ibu jari dan jari telunjuk).
6. Rasakan suasana dan udara yang ada di tempat
tersebut, nikmati keindahannya, dengarkan
kicauan burung-burung yang bernyanyi riang,
ucapkan dalam hati “betapa merdunya.... betapa
indahnya.... betapa mengasyikkannya... berada di
tempat ini”.
7. Bayangkan bahwa di tempat itu orang-orang yang
anda cintai berada di samping anda (sambil
menyentuhkan ujung jari tengah ke ujung ibu jari).
35
8. Nikmati kebahagian yang anda rasakan, ucapkan
dalam hati “betapa bahagianya saya saat ini”
9. Bayangkan bahwa orang yang anda cintai tersebut
memberikan pujian yang paling indah untuk anda
(sambil menyentuhkan ujung jari manis ke ujung
ibu jari).
10. Rasakan betapa bahagianya anda, nikmati
kebahagian itu sambil tersenyum. Katakan lagi
dalam hati “betapa bahagianya saya saat ini”.
11. Bayangkan bahwa orang yang anda cintai juga
memberikan hadiah yang anda damba-dambakan
selama ini (sambil menyentuhkan ujung jari
kelingking dengan ujung ibu jari).
12. Rasakan betapa bahagianya anda saat ini... dan
ucapkan lagi dalam hati sambil tersenyum “saya
semakin bahagia...saya sangat bahagia”
13. Baiklah, saya akan memberikan anda waktu untuk
beristirahat dan terus menikmati kebahagiaan,
ketenangan dan kenyamanan tersebut selama 5
menit (tunggu sampai 5 menit).
14. Bagus sekali, kini anda benar-benar telah
menikmati suasana rileks, nyaman, tenang dan
penuh kebahgiaan. Saatnya anda bangun dalam
kondisi yang sangat segar. Saya akan menghitung
maju dari 1-3. Pada hitungan ketiga, anda akan
terbangun dalam kondisi yang sangat segar, lebih
segar dari sebelumnya. Satu...dua...lebih segar dari
sebelumnya...tiga... bangu dan buka mata anda.
15. Bila klien ingin melanjutkan untuk tidur, biarkan
klien beristirahat sampai klien memutuskan sendiri
utuk terbangun.
16. Matikan tape recorder
17. Tanyakan perasaan klien setelah melakukan
relaksasi lima jari.
18. Dokumentasikan hasil intervensi pada catatan
keperawatan klien.

8 Hal yang Perlu


diperhatikan a. Gunakan komunikasi yang terapeutik
b. Bekerja dengan hati-hati dan sopan dan asertif
c. Tidak ragu dan tergesa-gesa
d. Perhatikan respon klien

((sumber:(PSIK, Terapi Relaksasi lima Jari (2018))

36
BAB III
PENUTUP

1. Simpulan

Jadi, kita sebagai perawat harus memiliki kompetensi untuk bisa beradaptasi dengan situasi
bencana. Kompetensi berarti tindakan nyata pada peran tertentu dan 5 situasi tertentu.
Kompetensi dijelaskan juga sebagai kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan perilaku
yang dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan. Tingkat pengetahuan yang ukup dan keahlian yang
memadai mengenai manajemen bencana disemua aspek dan fase bencana merupakan hal yang
sangat mempengaruhi kompetensi perawat dalam menghadapi bencana. Sebagai kelompok

37
terbesar dari tenaga kesehatan, perawat harus mengembangkan kompetensi dalam tanggap
darurat penanggulangan bencana. Bagaimanapun pendidikan tentang bencana sangat dibutuhkan
oleh semua perawat.

2. Saran

Saran penulis kepada pembaca yaitu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Terima kasih

38
DAFTAR PUSTAKA

Arthaeski, Ni Putu Dewi. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi


Relaksasi Lima Jari Untuk Menurunkan Ansietas Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronis Yang Sedang Dilakukan Hemodialisa Di Rsud Sanjiwani Gianyar Tahun
2019. Diploma thesis. Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan
Keperawatan.

Keliat, Prof. Dr Budi Anna & Marliana, Ns. Thika. (2018). Dukungan Kesehatan
Jiwa dan Psikososial (Mental Health and Psychological Support):
Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan. Universitas Indonesia

iii

Anda mungkin juga menyukai