Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA I

TENTANG
“Pelayanan Keperawatan Jiwa Pada Situasi Bencana”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5
OZI TRIFIRMANDA (193310791)
AMELIA ERMI JUWITA (203310681)
CETRINE SAL SABILA J (203310689)
ELYA KHAIRATUNNISA (203310692)
FIONA YOVITA TIMOZI (203310695)
SALSABIL SYAHPUTRI (203310712)
WINDA FRANSISCA (203310716)
YOLANDA EKA PUTRI (203310719)

DOSEN PENGAMPU :
Renidayati,SKp.M.Kep Sp.Jiwa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES PADANG
2021-2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pelayanan Keperawatan Jiwa
Pada Situasi Bencana” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Jiwa I.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Renidayati,SKp.M.Kep.Sp.Jiwa Sebagai Dosen Pembina mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Jiwa I dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum wr.wb

Padang, 31 Maret 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
“Pelayanan Keperawatan Jiwa Pada Situasi Bencana”
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................6
A. Definisi Bencana.......................................................................................................6
B. Jenis-Jenis Bencana..................................................................................................7
C. Fase-Fase Bencana...................................................................................................7
D. Evolusi Pandangan Terhadap Bencana................................................................8
E. Permasalahan dalam Penanggulangan Bencana..................................................9
F. Kelompok Rentan Bencana.....................................................................................9
H. Pengurangan Risiko Bencana..............................................................................10
I. Trauma Pasca Bencana..........................................................................................10
J. Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak Pada................................13
K. Peran Perawat dalam Kejadian Bencana..........................................................14
L. Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana...............................16
M. Jenis Kegiatan Siaga Bencana.............................................................................17
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan............................................................................................................20
3.2 Saran.......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa merupakan bagian integral pelayanan
kesehatan secara holistic dimana sangat memberikan pengaruh dan komprehensif. Manusia
yang sehat merupakan manusia yang sejahtera baik fisik,psikis,dan sosial tidak hanya
terbebas dari penyakit dan kecacatan saja. Masalah kesehatan jiwa di masyarakat sangatlah
kompleks . berdasarkan data riskesdes 2013,orang dengan gangguan jiwa berat (ODGJ)
sebesar 0,17% ,orang dengan masalah kejiwaan(ODMK) sebesar 6,0% ,dan angka kejadian
pasung 14,3% . masalah kesehatan jiwa ini diperkirakan oleh WHO akan menduduki
peringkat pertama penyebab kematian di tahun 2030, karena mengingat banyak nya sekarang
ini kasus gangguan jiwa apalagi dimasa pandemi saat ini yang banyak menyebabkan
masyarakat menjadi stres baik karena lingkungan maupun beban hidup yang berat serta
masalah ekonomi.(Ns.Emi Wuri Wuryaningsih, 2018)
Keperawatan jiwa sendiri adalah suatu bidang spesialisasi praktek keperawatan yang
menerapkan teori prilaku sebagai ilmunya yang menjadi pondasi dalam menyampaikan
sesuatu hal yang akan menjadi landasan yang sangat di butuhkan dan penggunaan terapetik
sebagai kiatnya. Hal ini diharapkan dapat merubah persepsi yang ada seputar gangguan
jiwa,  dimana adanya anggapan yang salah, penanganan yang tidak tepat terhadap orang
dengan gangguan jiwa pada zaman dahulu sampai akhirnya terjadi perubahan yang signifikan
pada masa revolusi abad 20 terhadap penyakit gangguan jiwa.
Bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.berbagai hal dapat menjadi
penyebab bencana seperti kondisi alam,atau perbuatan manusia. Bencana yang terjadi akan
mengakibatkan kerugian material ,kecacatan bahkan kehilangan nyawa. Oleh karena itu
perlunnya keperawatan jiwa bagi seseorang baik pra bencana ,saat bencana ataupun pasca
bencana agar tidak menimbulkan masalah psikologis atau agar masyarakat bisa memiliki
persiapan mental apabila nantinnya bencana muncul secara tiba-tiba.
Aspek Psikologis erat kaitannya dengan proses kehilangan, tidak hanya fisik:
kehilangan barang milik, kehilangan orang yang dikasihi tetapi juga sosial: kehilangan
aktivitas, kehilangan ikatan kekeluargaaan dan lain sebagainya. Mengingat dampak
psikologis bencana sangat besar dalam arti jumlah mereka yang mengalami dampak besar

4
namun jumlah profesional kesehatan mental terbatas (jumlah psikolog klinis dan psikiater
sedikit). Belum lagi proses penanganan aspek psikologis bencana tidak singkat melainkan
merupakan proses yang relatif panjang. Sehingga perlu dirancang sebuah strategi penanganan
bencana untuk mengatasi masalah psikologis yang berkelanjutan dengan menggunakan suatu
system teknologi modern.

1.2 Rumusan Masalah


A. Jelaskan Definisi Bencana ?
B. Apa saja Jenis-Jenis Bencana ?
C. Apa saja Fase-Fase Bencana ?
D. Bagaimana Evolusi Pandangan Terhadap Bencana ?
E. Bagaimana Permasalahan dalam Penanggulangan Bencana ?
F. Jelaskan Kelompok Rentan Bencana ?
G. Bagaimana Pengurangan Risiko Bencana ?
H. Bagaimana Trauma Pasca Bencana ?
I. Jelaskan Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak Pada ?
J. Jelaskan Peran Perawat dalam Kejadian Bencana ?
K. Jelaskan Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana ?
L. Apa saja Jenis Kegiatan Siaga Bencana ?

1.3 Tujuan

A. Dapat mengetahui dan memahami Definisi Bencana


B. Dapat mengetahui dan memahami Jenis-Jenis Bencana
C. Dapat mengetahui dan memahami Fase-Fase Bencana
D. Dapat mengetahui dan memahami Evolusi Pandangan Terhadap Bencana
E. Dapat mengetahui dan memahami Permasalahan dalam Penanggulangan Bencana
F. Dapat mengetahui dan memahami Kelompok Rentan Bencana
G. Dapat mengetahui dan memahami Pengurangan Risiko Bencana
H. Dapat mengetahui dan memahami Trauma Pasca Bencana
I. Dapat mengetahui dan memahami Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak
Pada
J. Dapat mengetahui dan memahami Peran Perawat dalam Kejadian Bencana
K. Dapat mengetahui dan memahami Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap
Bencana

5
L. Dapat mengetahui dan memahami Jenis Kegiatan Siaga Bencana
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Bencana
Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang menyebabkan
kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam skala tertentu dan memerlukan respon dari luar
masyarakat dan wilayah yang terkena bencana. Dalam setiap bencana yang terjadi, selalu ada
implikasi kesehatan jiwa, baik dalam kasus bencana alam, misalnya gempa bumi, tsunami,
angin ribut, atau pada bencana yang diakibatkan oleh manusia, misalnya perang atau
kekerasan interpersonal. Kebutuhan langsung dari populasi yang terkena bencana alam
seringkali merupakan kebutuhan fisik (sandang pangan). Namun perlu diingat bahwa semua
orang yang mengalami dan hidup dalam situasi yang tidak menentu akan menderita trauma.
Definisi bencana menurut UN-ISDR tahun 2004 menyebutkan bahwa bencana adalah
suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan
kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan
dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Menurut Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dalam WHO –
ICN (2009) bencana adalah sebuah peristiwa, bencana yang tiba-tiba serius mengganggu
fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan menyebabkan manusia, material, dan
kerugian ekonomi atau lingkungan yang melebihi kemampuan masyarakat untuk
mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri. Meskipun sering disebabkan
oleh alam, bencana dapat pula berasal dari manusia.
Adapun definisi bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun
2007 tentang penanggulangan bencana yang mengatakan bahwa bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.

6
Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan berkepanjangan terhadap
kesehatan fisik maupun psikologis pada korban bencana yang selamat. Stres pasca tauma
(post traumatic stress disorder (PTSD)) merupakan kelainan psikologis yang umum diteliti
setelah terjadinya bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan ingatan secara
permanen terkait kejadian traumatik, perilaku menghindar dari rangsangan terkait trauma,
dan mengalami gangguan meningkat secara terus – menerus.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bencana adalah suatu keadaan
yang tiba-tiba mengancam kehidupan masyarakat karena faktor alam dan/atau non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan yang
melebihi kemampuan masyarakat untuk mengatasinya sendiri.

B. Jenis-Jenis Bencana
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 jenis bencana terbagi menjadi 3 bagian :
1. Bencana alam
Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan,
gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
2. Bencana non alam
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam yang anatara lain berupa gagal teknelogi, gagal moderenisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok
atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

C. Fase-Fase Bencana
Menurut Barbara Santamaria (1995), ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu:
1. Fase pre impact
Merupakan warning fase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat dari badan satelit
dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan dengan
baik oleh pemerintah, lembaga dan masyarakat.
2. Fase impact

7
Merupakan fase terjadinya klimaks bencana. inilah saat-saat dimana manusia sekuat
tenaga mencoba untuk bertahan hidup. Fase impact ini terus berlanjut hingga tejadi
kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3. Fase post impact
Merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat. Juga tahap
dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi kualitas normal. Secara umum
pada fase post impact para korban akan mengalami tahap respons fisiologi mulai dari
penolakan (denial), marah(angry), tawar – menawar (bargaing), depresi (depression),
hingga penerimaan (acceptance).

D. Evolusi Pandangan Terhadap Bencana


1. Pandangan konvensional
Bencana merupakan sifat alam. Terjadinya bencana : kecelakaan atau (accident) ; tidak
dapat diprediksi; tidak menentu; tidak terhindarkan; dan tidak terkendali. Masyarakat
dipandang sebagai ‘korban’ dan ‘penerima bantuan’ dari pihak luar.
2. Pandangan ilmu pengetahuan alam
Bencana merupakan unsur lingkungan fisik yang membahayakan kehidupan manusia.
Karena kekuatan alam yang luar biasa. Proses geofisik, geologi, dan hidrometereologi.
Tidak memperhitungkan manusia sebagai penyebab alam.
3. Pandangan ilmu terapan
Besaran (Magnitude) bencana tergantung besarnya ketahanan atau kerusakan akibat
bencana. Pengkajian bencana ditujukan pada upaya peningkatan kekuatan fisik struktur
bangunan untuk memperkecil kerusakan.
4. Pandangan progresif
Menganggap bencana sebagai bagian dari pembangunan masyarakat yang ‘normal’.
Bencana adalah masalah yang tidak pernah berhenti. Peran sentral dari masyarakat
adalah mengenai bencana itu sendiri.
5. Pandangan ilmu sosial
Fokus pada bagaimana tanggapan dan kesiapan masyarakat menghadapi bahaya.
Ancaman adalah alami, tetapi bencana bukan alami. Besaran bencana tergantung
perbedaan tingkat kerawanan masyarakat.

8
6. Pandangan holistik
Menekankan pada ancaman (Threat) dan kerentanan (Vulnerability), serta kemampuan
masyarakat dalam menghadapi resiko. Gejala alam menjadi ancaman jika mengancam
hidup dan harta benda. Ancaman akan berubah menjadi bencana jika bertemu dengan
kerentanan.

E. Permasalahan dalam Penanggulangan Bencana


Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah didaerah memiliki
keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti berikut :
1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2. Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
3. Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan
4. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

F. Kelompok Rentan Bencana


Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi bencana
untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Kerentanan terbagi atas :
1. Kerentanan fisik, kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi ancaman
bahaya tertentu, misalnya kekuatan rumah bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan
gempa.
2. Kerentanan ekonomi, kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
pengalokasian sumber daya untuk pencegahan serta penanggulangan bencana.
3. Kerentanan sosial, kondisi social masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan
tentang ancaman bahaya dan rwesiko bencana.
4. Kerentanan lingkungan, keadaan disekitar masyarakat tinggal. Misalnya masyarakat yang
tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor.

G. Paradigma Penanggulanngan Bencana


Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran paradigm dari
konfensional yakni anggapan bahwa bencana merupakan kejadian yang tak terelakan dan

9
korban harus segera mendapatkan pertolongan, pendekatan holistic yakni menampakkan
bencana dalam tatak rangka menejerial yang dikenali dari bahaya, kerentanan serta
kemampuan masyarakat. Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan kejadian
yang tak dapat dihindari, namun resiko atau akibat kejadian bencana dapat diminimalisasi
dengan mengurangi kerentanan masyarakat yang ada dilokasi rawan bencan serta
meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan penangan bencana.

H. Pengurangan Risiko Bencana


Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi :
1. Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana,
pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan,
persyaratan analisis risiko bencana, penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan
peletahihan serta penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
(kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana).
2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan dan
sumber daya; penentuan status keadan darurat; penyelamatan dan evakuasi korban,
pemenuhan kebutuhan dasar; pelayanan psikososial dan kesehatan.
3. Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana,
prasarana dan saran umum, bantuan perbaikan rumah, social, psikologis, pelayanan
kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan
dan peningkatan sarana prasarana termasuk fungsi pelayanan kesehatan.

I. Trauma Pasca Bencana


1. Stress
Secara sederhana, stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu
terganggu keseimbangannya. Stres terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari
dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu berespon secara sesuai.
Stress merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan
seperti merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Setiap hari kadang kita harus tergesa
bangun, membereskan pekerjaan rumah kadang hingga lupa atau tidak sempat sarapan,
lari mengejar kendaraan umum untuk Sekolah atau menjalani aktivitas, berkonflik

10
dengan teman atau orang lain, kehabisan uang padahal harus membeli keperluan harian
dan seterusnya. Semua kejadian itu dapat memunculkan stres.
Mereka yang mengalami stres mungkin merasa lebih gelisah, tegang, cemas,
mengalami kelelahan, ketegangan otot dan sulit tidur. Ada pula yang tekanan darah dan
detak jantungnya nmeningkat, sakit kepala, perut mulas, gatal-gatal atau diare. Stres juga
dapat merubah perilaku kita. Misalnya kita menjadi lebih cepat marah, lebih suka
sendirian, menjadi tidak enak makan, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat, frustrasi,
atau merasa tidak percaya diri.
Meski cukup sering menganggu, stres tidak perlu selalu dilihat sebagai hal negatif.
Dalam hal tertentu ,stres memiliki dampak positif. Eustress adalah stres dalam artian
positif yakni keadaan yang dapat memotivasi, dan berdampak menguntungkan. Sebagai
contohnya, ada orang-orang yang bila sudah terdesak waktu, tiba-tiba akan terbangkitkan
kreativitasnya. Ada pula yang karena merasa tertinggal, memotivasi diri sendiri dan dapat
berprestasi gemilang.
2. Trauma
Secara sederhana, trauma berarti luka atau kekagetan (syok/shock). Penyebab trauma
adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara tiba-tiba dan di luar kontrol/kendali
seseorang, bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa. Peristiwa
ini begitu mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi stres yang kita alami sehari-
hari. Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa traumatis.
Ciri-ciri peristiwa traumatis adalah :
a. Terjadi secara tiba-tiba.
b. Mengerikan, menimbulkan perasaan takut yang amat sangat.
c. Mengancam keutuhan fisik maupun mental.
d. Dapat menimbulkan dampak fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku yang amat
membekas bagi mereka yang mengalami ataupun yang menyaksikan.

Bencana alam seperti gempa bumi jelas merupakan peristiwa traumatis, karena tidak
pernah ada yang bisa meramalkan kapan akan datang dan menimbukan perasaan takut
dan mengerikan. Sehingga dapat menimbukan trauma bagi yang mengalaminya. Kondisi

11
seperti stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa traumatis disebut sebagai
stres traumatis. Kondisi inilah yang biasa kita kenal sebagai trauma.
Gejala trauma sebenarnya dapat juga dialami oleh orang yang tidak mengalami
langsung peristiwa traumatis. Misalnya, seseorang yang menonton berita bencana secara
terus menerus. Ia kemudian menjadi sulit tidur, mengalami rasa takut dan waspada
berlebihan. Hal semacam ini disebut sebagai trauma sekunder, yaitu stres traumatis yang
dialami oleh orang yang tidak mengalami secara langsung.
Siapapun orangnya, sekuat dan sehebat apapun dia, biasanya akan menunjukkan
respon tertentu. Respon yang muncul mungkin berbedabeda bagi tiap orang, namun
umumnya respon yang muncul adalah :
a. Memiliki ingatan atau bayangan yang sulit dilupakan, seperti mencengkeram, atau
ingatan lainnya tentang traumanya
b. Merasakan peristiwa seperti terjadi lagi (flashback)
c. Merasa terganggu bila diingatkan, atau teringat peristiwa
d. Traumatis karena sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan, atau diciumnya.
e. Ketakutan, merasa kembali berada dalam bahaya
f. Kesulitan mengendalikan perasaan karena tidak mampu mengendalikan ingatan
tentang peristiwa traumatis.

Selain respon-respon tersebut, kita mungkin akan mengalami perubahan perasaan


ataupun perilaku. Perubahan perasaan yang mungkin dialami antara lain :
a. Cepat sedih
b. Cepat marah
c. Ingin menangis
d. Merasa bersalah
e. Merasa tidak berdaya
f. Suasana hati tidak menentu atau mudah berubah
g. Merasa tidak dipahami oleh orang-orang disekitarnya

Sementara perubahan perilaku yang mungkin terjadi antara lain :


a. Lebih banyak menyendiri

12
b. Gemetar
c. Tidak mau keluar rumah
d. Mudah tersinggung
e. Mengalami gangguan tidur, seperti : sering mimpi buruk, susah tidur atau justru terlalu
banyak tidur
f. Gelisah
g. Kewaspadaan berlebih, sangat ingin menjaga dan melindungi diri
h. Mengalami gangguan makan, seperti : mual, muntah, tidak mau makan, atau justru terlalu
banyak makan
i. Mudah merasa was-was
j. Tiba-tiba dicekam bayangan menakutkan
k. Sulit berkonsentrasi atau berpikir jernih
l. Badan sering terasa lemas dan keluar keringat dingin
m. Sesak napas
Biasanya perubahan perilaku maupun perasaan tersebut akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu. Namun, kita perlu mewaspadai apabila perubahan tersebut dirasakan
lebih dari 6-8 minggu dan mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Dampak yang kita alami
mungkin lebih besar daripada yang kita bayangkan.

J. Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak Pada


1. Extreme peritraumatic stress reactions (reaksi stres & trauma)
Gejala ini muncul pada masa kurang dari 2 hari. Gejala ini ditandai dengan simptom-
simptom yang muncul setelah bencana, di antaranya :
a. Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia).
b. Menghindar (menarik diri dari situasi sosial).
c. Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak berdaya).
d. Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk).
2. Acute stress disorder (ASD)
Gejala ini muncul pada masa 2 s.d 30 hari/4 minggu yang ditandai dengan :
a. Individu/korban mengalami peristiwa traumatik yang mengancam jiwa diri sendiri
maupun orang lain, atau menimbulkan kengerian luar biasa bagi dirinya (horor).

13
b. Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya kewaspadaan tinggi, mudah kaget,
sulit konsentrasi, sulit tidur, mudah tersinggung dan gelisah.
c. Gangguan efektifitas diri di area sosial dan pekerjaan.
3. Post traumatic stress disorder (PTSD)
Gejala ini muncul di atas 30 hari/1 bulan yang ditandai dengan :
a. Gangguan muncul akibat suatu peristiwa hebat yang mengejutkan, bahkan sering
tidak terduga dan akibatnya pun tidak tertahankan oleh orang yang mengalaminya.
b. Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang pernah dialami.
c. Ketidakberdayaan/ke-”tumpul”an emosional dan “menarik diri”.
d. Terlalu siaga/waspada yang disertai ketergugahan/keterbangkitan secara kronis.
e. Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsi secara efektif
dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga, pendidikan, dll).

K. Peran Perawat dalam Kejadian Bencana


1. Peran Perawat di Rumah Sakit yang terkena Dampak Bencana
Peran perawat di rumah sakit yang terkena bencana (ICN, 2009) yaitu :
a. Sebagai manager, perawat mempunyai tugas antara lain: mengelola pelayanan gawat
darurat, mengelola fasilitas, peralatan, dan obat-obatan live saving, mengelola
administrasi dan keuangan ugd, melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gadar,
melakukan koordinasi dengan unit RS lain.
b. Sebagai Leadership, memiliki tugas untuk: mengelola tenaga medis, tenaga
keperawatan dan tenaga non medis, membagi jadwal dinas.
c. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), perawat harus melakukan
pelayanan siaga bencana dan memilah masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada
pasien
2. Peran Perawat di Pusat Evakuasi
Di pusat evakuasi perawat mempunyai peran sebagai :
a. Koordinator, berwenang untuk: mengkoordinir sumberdaya baik tenaga kesehatan,
peralatan evakuasi dan bahan logistik, mengkoordinir daerah yang menjadi tempat
evakuasi

14
b. Sebagai pelaksana evakuasi: perawat harus melakukan transportasi pasien, stabilisasi
pasien, merujuk pasien dan membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah
bencana seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
3. Peran Perawat di Klinik Lapangan (Mobile Clinic)
Peran perawat di klinik berjalan (mobile clinic) adalah melakukan: triage, penanganan
trauma, perawatan emergency, perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol infeksi,
pemberian supportive, palliative.
4. Peran Perawat di Puskesmas
Peran perawat di puskesmas saat terjadi bencana adalah melakukan perawatan pasien
ringan, pemberian obat ringan, merujuk pasien. Sedangkan fungsi dan tugas perawat
dalam situasi bencana dapat dijabarkan menurut fase dan keadaan yang berlaku saat
terjadi bencana seperti dibawah ini;
a. Fase Pra Bencana
- Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
- Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana
kepada masyarakat.
- Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.
 Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
 Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong anggota keluarga
yang lain.
 Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan
makanan dan penggunaan air yang aman.
 Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat
seperti dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.
 Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan dan posko-posko
bencana.

15
 Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian
seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya, dan lainnya.
b. Fase Bencana
- Bertindak cepat
- Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti,
dengan maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
- Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
- Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.
- Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan
dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30
bulan pertama.
c. Fase Pasca Bencana
- Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaaan fisik, sosial, dan
psikologis korban.
- Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi
posttraumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga
kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu
tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun
peristiwaperistiwa yang memacunya. Ketga, individu akan menunjukkan
gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan
konsentrasi, perasaan bersalah, dan gangguan memori.
- Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama
dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pascagawat
darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman.

L. Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana


Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat
dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana. Mahasiswa keperawatan tidak hanya dituntut
memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja, Lebih dari itu,
kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan saaat keadaan darurat. Hal ini

16
diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa keperawatan untuk bisa terjun memberikan
pertolongan dalam situasi bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak melihat
tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu dibandingkan
dengan mahasiswa keperawata, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.

M. Jenis Kegiatan Siaga Bencana


Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan medis
dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting. Berikut
beberapa tnidakan yang bisa dilakukan oleh mahasiswa keperawatan dalam situasi tanggap
bencana :
1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan
umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh
para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu adalah pengobatan
dari tenaga kesehatan. Mahasiswa keperawatan bisa turut andil dalam aksi ini, baik
berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun
juga melakukan pengobatan bersama mahasiswa keperawatan lainnya secara cepat,
menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa
beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan
profesi keperawatan.
2. Pemberian bantuan
Mahasiswa keperawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana,
dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti
makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan
tersebut bisa dilakukan langsung oleh mahasiswa keperawatan secara langsung di lokasi
bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan
dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang
di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang

17
tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak
tepat sasaran.
3. Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat
kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam,
ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan
anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehinnga apabila hal ini terus
berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gannguan mental bagi para
korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanaganan situasi seperti ini adalah
pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh mahasiswa keperawatan. Pada
orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala
keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi
penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah
dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak
anak yang berada pada masa bermain. Mahasiswa keperawatan dapat memdirikan
sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita
lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti
sedia kala.
4. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya
akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca
bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara
mereka yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong
membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka
kelak. Mahasiswa keperawatan dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang
difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang
itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu
membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh
seorang mahasiswa keperawatan, diantaranya :

18
 Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang baik. Sebagai
mahasiswa keperawatan yang akan memberikan pertolongan dalam penanaganan
bencana, haruslah mumpuni dalam skill keperawatan, dengan bekal tersebut
mahasiswa akan mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan maksimal.
 Mahasiswa keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian. Pemulihan
daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap elemen masyarakat termasuk
mahasiswa keperawatan, kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan mau
berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana. Sehingga dengan jiwa
dan semangat kepedulian tersebut akan mampu meringankan beban penderitaan
korban bencana.
 Mahasiswa keperawatan harus memahami managemen siaga bencana
Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda, segal hal yang
terkait harus didasarkan pada managemen yang baik, mengingat bencana datang
secara tak terduga banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang, jangan
sampai tindakan yang dilakukan salah dan sia sia. Dalam melakukan tindakan di
daerah bencana, mahasiswa keperawatan dituntut untuk mampu memilki kesiapan
dalam situasi apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal yang berhubungan dengan
peralatan bantuan dan pertolongan medis harus bisa dikoordinir dengan baik dalam
waktu yang mendesak. Oleh karena itu, mahasiswa keperawatan harus mengerti
konsep siaga bencana.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengobatan pada zaman peradaban telah mengabungkan berbagai pendekatan pengobatan
,Empat tahun setelah kemerdekaan barulah dimulai pembangunan bidang kesehatan yaitu
pendirian rumah sakit, tempat pengobatan dan pendirian sekolah keperawatan dimulai
pertama kali tahun 1952. Sehingga banyak orang yang bisa menuntut ilmu di fasilitas yang
telah di sediakan sehingga dapat di aplikasikan di masyarakat luas.
Kebannyakan orang tidak bisa mengendalikan emosinnya,oleh karena itu isu dan trend
terkini dalam keperawatan jiwa merupakan isu yang saat ini menjadi bahan diskusi yang di
anggap penting,karena mengingat kasus gangguan jiwa yang terus meningkat.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami jelaskan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena keterbatasan
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Penyusun banyak berharap para
pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penyusun demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umunya.kita sebagai mahasiswa perawat
hendaknya juga harus mengetahui bagaimana pelayanan keperawatan jiwa yang nantinnya
dapat di berikan pada situasi bencana,mengingat pada situasi bencana pada korban banyak
yang mengalami gangguan psikososial sehingga sangat membutuhkan pelayanan yang tepat.

20
DAFTAR PUSTAKA

atiek murharyati, D. (2021). keperawatan jiwa mengenal kesehatan mental (Risnawati (ed.)).
ahlimedia press. https://books.google.co.id/books?
id=WeY_EAAAQBAJ&pg=PA78&dq=trend+dan+issue+keperawatan+jiwa+2021&hl=id&
sa=X&ved=2ahUKEwjtoOzepqn1AhWtTmwGHVZJDX4Q6AF6BAgGEAM#v=onepage&
q=trend dan issue keperawatan jiwa 2021&f=false
Ns.Emi Wuri Wuryaningsih, D. (2018). buku ajar keperawatan kesehatan jiwa 1. universitas
jember. https://books.google.co.id/books?
id=PFnYDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Sejarah+keperawatan+jiwa&hl=id&sa=X
&ved=2ahUKEwip_cX-
oan1AhUCUGwGHQD4A7QQ6AF6BAgKEAM#v=onepage&q&f=false
Erita, Mahendra D. Manajemen gawat darurat dan bencana. JournalThamrinAcId. 2019;1:148.
Wahyukurni BAB. Dampak Psikososial Dari Lumpur Lapindo. 2002;(2006):8–26.
http://ipkji.org/wp-content/uploads/2020/04/Buku-DKJPS-Bencana-1.pdf
https://www.scribd.com/document/373463954/365731322-Pelayanan-Keperawatan-Jiwa-Dalam-
Situasi-Bencana-Alam

21

Anda mungkin juga menyukai